Anda di halaman 1dari 1

1. Apa yang kalian dapatkan dari artikel tersebut?

Kita dapat mengetahui dan memahami lebih jelas mengenai definisi, batasan, dan konsep bid’ah
menurut persyarikatan muhammadiyah.
2. Apa bid’ah menurut penulis?
Bid’ah ialah sesuatu perbatan atau perkataan yang dipandang sebagai al-umūr at-ta’abbudiy
(urusan ibadah) yang baru dan tidak pernah diperintahkan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad
SAW semasa hidupnya. Dengan kata lain bahwa bid’ah adalah perbuatan yang ada konotasinya
dengan al-umūr at-ta’abbudiy, tidak ada konotasinya dengan al-umūr ghair at-ta’abbudiy (bukan
urusan ibadah).
3. Dalam perspektif muhammadiyah batasan – batasan bid’ah apa?
Menurut Syamsul Anwar, Tajdīd dalam perspektifMuhammadiyah mempunyai dua makna :
Pertama, Dalam bidang akidah dan ibadah, tajdid bermakna pemurnian dalam arti
mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan Sunnah Nabi SAW.
Kedua, Dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid berarti mendinamisasikan kehidupan
masyarakat dengan semangat kreatif dan inovatif sesuai tuntutan zaman.
4. Urailah titik perselisihan ulama tentang bid’ah dalam artikel tersebut?
5. Apa kesimpulan dari artikel tersebut?
Dari artikel tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat belum benar-benar memahai tentang
bid’ah dan hanya mau memahai bid’ah yang mereka inginkan atau satu bid’ah saja. Dan masih
banyak yang menganggap bahwa bid’ah adalah hukum syariah padaha bid’ah itu sendiri adalah
perbuatan yang mempunyai konsekuensi hukum dalam syariah. Oleh karena itu, Persyarikatan
Muhammadiyah berkontribusi untuk memberikan definisi, konsep, dan batasan yang jelas
tentang bid’ah agar dapat meminimalisir perselisihan yang terjadi di masyarakat. Kelompok
Muhammadiyah cenderung dengan kelompok muwassi’īn dalam memahami bid’ah. Maksudnya,
bahwa
Muhammdiyah memandang bahwa tidak semua perkara baru dalam agama dikategorikan sebagai
bid’ah yang sesat (dalālah } ), selama perkara yang baru tersebut tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip agama, prinsip tajdīd perspektif Muhammadiyah, yang menyeimbangkan antara
upaya purifikasi dan dinamisasi/modenisasi,
Purifikasi terhadap perkara-perkara yang bersifat ta’abbudī, qat’īy, dan } ibadah mahdah, } dan
modernisasi serta dinamsiasi terhadap perkaraperkara yang bersifat ghair ta’abbudy, zannī, dan
ibadah ghair mahd } ah, } dan Muhammadiyah lebih mengedepankan dakwah yang
menyenangkan, menggembirakan, sehingga tidak menggunakan terminologi “bid’ah”
untuk menghukumi perkara baru yang bersifat khilafiyah.

Anda mungkin juga menyukai