Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PEENYAKIT SISTEM PENCERNAAN


“ GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE, PEPTIC ULCER,
KOSTIPASI”

OLEH :
KELOMPOK III
YULIANA LIGHA : 518 011 098 (A)
YUDITH RATU S. NANUT : 518 011 044 (A)
KRISTIN AGNES NABUN : 518 011 158 (B)
REINALDIS ARIFIN : 518 011 222 (B)
CAHYA OKTAVIANI : 518 011 306 (A)
OFAN MIH. RIZAL : 517 011 068 (A)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2021
KATA PENGATAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan


rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”
GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE, PEPTIC ULCER, KOSTIPASI”
makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi I.
Kami juga mengucapkan terimah kasih kepada dosen Patologi kami
menyadri bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.Maka
dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan saran dan kritik demi
perbaikan makalah ini semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, 23 November 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar belakang.
Gangguan pada sistem pencernaan dapat disebabkan oleh pola makan
yang salah, infeksi bakteri, dan kelainan alat pencernaan yang memberikan gejala
seperti gastroenteritis, konstipasi, obstipasi maupun ulkus. Gangguan pencernaan
ini banyak disebabkan oleh sebagian besar Enterobacteriaceae, namun tidak
semua Enterobacteriaceae dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti
Proteus mirabilis yang merupakan flora normal usus manusia dapat menjadi
patogen bila berada di luar usus manusia dan mengenai saluran kemih.Pada tahun
1995-2002, Enterobacteriaceae menginfeksi 24.179 saluran cerna pasien di
Amerika. Enterobacateriaceae adalah bakteri gram negatif kedua dalam
menginfeksi saluran cerna manusia di rumah sakit setelah
Pseudomonadaceaekhususnya spesies Pseudomonas aeruginosa yang paling
banyak ditemukan, kedua bakteri ini ditemukan dalam 4,7 % dalam darah pasien
yang berada di ICU, dan 3,1 % dalam darah pasien yang dirawat di luar ICU. Pada
tahun 1993-2004, dilakukan penelitian di Amerika pada kurang lebih 75.000
orang, ditemukan 13,5% Enterobacateriaceae dari seluruh subyek penelitian.

Indonesia mempunyai angka kejadian yang tinggi untuk infeksi saluran


pencernaan, contoh diareyang disebabkan oleh infeksi Escherichia coli yang
termasuk keluarga Enterobacteriaceae, merupakan penyakit yang morbiditasnya
cukup tinggi di Indonesia, walaupun pada tahun 2010 sudah mengalami sedikit
penurunan yaitu dari 423 per 1000 penduduk pada tahun 2006 menurun menjadi
411 per 1000 penduduk pada tahun 2010 . Manusia terinfeksi Enterobacteriaceae
secara fecal-oral, biasanya melalui makanan dan minuman yang kurang terjaga
kebersihannya, kurang masak, dan atau individu lainnya.

Selain itu bakteri Pseudomonas aeruginosa yang merupakan flora normal


saluran intestinaldapat menginfeksi manusia apabila terjadi ketidakseimbangan
bakteri di saluran intestinal manusia, berupa enteritis yang akan
memberikan gejala seperti demam, sakit kepala, diare. Menurut Centers for
Disease Control and Prevention (CDC), Pseudomonas aeruginosa ditemukan pada
sistem pencernaan pasien dan meningkat sebanyak 20% dalam waktu 72 jam
(Lessnau, 2012). Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran cerna ini, para
peneliti banyak meyakini bahwa penggunaan larutan probiotik dapat mencegah
infeksi saluran cerna.

Lactobacillus adalah salah satu bakteri yang di golongkan sebagai bakteri


probiotik. Lactobacillus merupakan flora usus normal sehingga aman untuk
digunakan sebagai probiotik dan Lactobacillus dapat melewati asam lambung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh minuman probiotik dalam
menghambat pertumbuhanberbagai bakteri intestinal in vitro.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan gastroesophageal reflux disease dan cara


pengobatannya?

2. Apa yang dimaksud dengan konstipasi dan cara pengobatannya?

3 Apa yang dimaksud dengan peptic uler dan cara pengobatannya?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui penyakit gastroesophageal reflux disease dan cara


pengobatannya

2. Untuk mengetahui penyakit konstipasi dan cara pengobatannya

3 Untuk mengetahui penyakit peptic uler dan cara pengobatannya


BAB II
PEMBAHASAN
A. Gastroesophageal Reflux Disease.
1. Defenisi
Refluks gastroesofagus merupakan gerakan membalik isi lambung
menuju esofagus. Penyakit refluks gastroesofagus ( RGE) juga
mengacu pada berbagai kondisi gejalah klinik atau perubahan histologi
yang terjai akibat Refluks gastroesofagus. Ketika esofagus berulang
kali kontak dengan material refluk untuk periode yang lama, dapat
terjadi inflamasi esofagus ( esofagitis refluk) dan dalam beberapa
kasus berkembang menjadi erosi esophagus ( esofagitis erosi).
2. Patofisiologi
 Kebanyakan pasien dengan REG, permasalahannya bukan
karena produksi asam yang berlebih, akan tetapi kontak yang
terlalu lama antara asam yang diproduksi dengan mukosa
esofagus.
 Refluks gastroesofagus sering kali disebabkan karena telah
rusaknya tekanan LES ( Lower Esophageal Sphincter ). Pasien
mungkin mengalami penurunan tekanan LES karena relaksasi
spontan LES, peningkatan sementara tekanan abdominal atau
lemahnya LES.
 Masalah lain dalam mekanisme pertahanan mukosa normal
juga dapat menyebabkan perkembanganya REG diantaranya
adalah terlalu lamanya esofagus terpapar dengan asam,
tertundanya pengosongan lambung, dan berkurangnya
resistensi mukosa.
 Faktor – faktor agresif yang dapat kerusakan esofagus akibat
Refluks gastroesofagus adalah asam lambung, pepsin, asam
empedu, dan enzim pancreas. Komposisi dan volume refluks
merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan
akibat Refluks gastroesofagus.
3. Manifestasi klinik.
 Gejalah yang jelas terlihat dari Refluks gastroesofagus dan
esofagitis adalah rasa panas dalam perut, atau pirosis. Hal ini
digambarkan sebagai sensasi hangat atau panas substernal yang
dapat menyebar ke leher dan sering kali memburuk akibat aktivitas
yang memperburuk refluks estrofagus. Contohnya : posisi
telentang, terlalu membungkuk, makan – makanan yang terlalu
tinggi kadar lemaknya. Gejalah lainya hipersaliva, bersendawa, dan
muntah.
 gejalah yang tidak khas adalah asma non alergi. batuk kronik,
serak, faringitis, dan erosi gigi. dan rasa sakit pada dada seperti
angina.
 pengobatan yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi
paparan, asam yang terlalu lama seperti rasa yang berkelanjutan,
disfagia, dan odinofagia.
4. Diagnosis.
 Cara yang paling sering digunakan dalam mendiagnosis refluks
gastroesofagus adalah dengan melihat riwayat klinis, termasuk
gejalah yang muncul dan faktor resiko yang berhubungan.
 endoskopi adalah cara yang paling disarankan untuk memeriksa
mukosa esofagus dan kompikasinya seperti barrett’s esophagus.
endoskopi memperlihatkan fisualisasi dan biopsi mukosa
esophagus, tetapi tidak terlalu sensitif. muskosa esofagus terlihat
relatif normal pada kasus ringan RGE.
 monitoring ph esophagus selama 24 jam, berguna bagi pasein yang
mengalami gejalah tampa bukri kerusakan esophagus, pasien yang
tidak sembuh dengan terapi standar, dan pasien yang mengalami
gejalah tidak khas ( contohnya : sakit dada, atau gejalah pernapasan
).
5. Terapi.
o Target terapi ditunjukan pada menormalkan abnormalitas
patofisiologi diantaranya adalah dengan menurunkan keasaman
refluks, menurukan folume lambung yang dapat terrefluks,
meningkatkan pengosongan lambung, meningkatkan tekanan LES,
meningkatkan pengeluaran asam dari esofagus, dan melindungi
mukosa esofagus. terapi dikategorikan dalam beberapa fase :
Kondisi Terapi yang dianjurkan Keterangan
pasien
Fase 1 a. merubah gaya hidup Perubahan gaya
Gejalah ringan hidup sebaiknya
dimulai dari awal
dan dilanjutkan
pada saat
pengobatan.
PLUS
b. antasida ( Maalox atau Jika setelah dua
milanta minggu gejalah
OR tidak berhenti
c. dosis renda untuk OTC dengan merubah
antagonis reseptor H2 gaya hidup dan
( cimetidine, famotidine, obat OTC, dan
ranitidine). mulailah untuk
terapi farmakologi (
terapi fase II )

Untuk pertanda
Fase II yang khas,
Gejala RGE a. modifikasi pola pengobatan empiris
hidup dengan terapi fase
II.
RGE dapat diobati
PLUS secara efektif
b. dosis standar dari dengan antagonis
antagonis reseptor reseptor H2. Pasien
H2 untuk 6 – 12 dengan gejala yang
minggu sedang, seharusny
 simetidin 400 menerima
mg penghambat pompa
 famotidine proton sebagai
20 mg teapinya.
 ranitidine
150 mg Jika gejalahnya
sering kambuh,
terapinya harus
OR mempertimbangkan
c. penghambat pompa biaya dengan dosis
proton untuk 4 – 8 efektif terkecil.
minggu. untuk gejala-
 lansoprasol gejalah tidak
15 – 30 normal,
mg /hari. memperoleh
 omeprazole endoskopi untuk
20 mg / hari evaluasi mukosa.
 pantoprazole jika gejala
40 mg/ hari berkurang ,
tergantung MT.
d. perubahan gaya Penghambat pompa
hidup proton merupaan
e. penghamabat pompa terapi utama pada
proton untuk 8 – 16 pasien dengan
minggu. gejala-gejala tidk
 esomeprazole normal gejala-
20-40 mg/hr gejala komplikasi
 lansoprazole dan penyakit.
30 mg/hr
 omeprazole
20 mg/hr
 pantoprazole
40 mg/hr
 rabeprazole Pasien yang tidak

20 mg/hr merespon terapi

f. Antagonis reseptor tahap II,termasuk


H2 dalam dosis tinggi mereka dengan

selama 8-12 minggu gejala-gejala


 simetidin 400 abnormal harus

mgatau 800 dievalusi dengan

mg ambulatory 24 jam

 famotidine dengan menjaga pH

400 untuk meyakinkan

mgnisatidin diagnosis dari RGE

150 mg (bila mungkin ).


Jika RGE terbukti
 Ranitidin 150
pertimbangkan
mg
terapi tahap III

Manomentry harus
dilakukan kepada
siapa saja yang
akan melaksanakan
operasi

B. ULKUS PEPTIK

A. Definisi
Penyakit ulkus peptikus (tukak) merupakan pembentukan ulkus
pada salran pencernaan bagian atas yang diakibatkan oleh pembentukan asam
dan pepsin. Tukak berbeda dari erosi mukosa superfisial dalam yang membuat
luka lebih dalam pada mukosa muskularis. Tiga bentuk umum dari tukak
adalah ulcer yang disebabkan oleh Helicobacter pylori, obat anti inflamasi non
steroid (NSAID) dan kerusakan mukosa yang berhubungan dengan stress
(ulkcer stress).

B. Patofisiologi

a. patogenesis dari Tukak Duodenal (TD) dan tukak Lambung (TL) merupakan
faktor refleksi dari kombinasi ketidaknormalan patofisiologi dan lingkungan
serta faktor genetik.

b. kebanyakan tukak terjadi disebabkan oleh asam dan pepsin dari H. pylori,
NSAID atau kemungkinan factor lain yang mengganggu pertahanan mukosa
pormal dan mekanisme penyembuhan. Tingkat minimal dari sekresi asam
lambung adalah penting untuk pembentukan tukak. Basal dan sekresi asam
pada malam hari biasanya dapat memperparah pasien dengan penyakit TD.

c. Kebanyakan pasien dengan penyakit TD dan TL tidak mengkonsumsi


NSAID untuk pengobatan infeksi H. pylori dan gastristis antral. H.pylori
dapat menyebabkan penyakit ulcer dengan merusak pertahanan mukosa
melalui kolaborasi racun dan enzim, dengan mengubah imunitas dan dengan
meningkatkan pengeluaran antral gastrin yang dapat meningkatkan sekresi
asam

d. NSAID kronis (termasuk Aspirin) digunakan untuk penyakit yang


berhubungan dengan erosi hemorragic gastrik, TD dan TL. NSAID dapat
menyebabkan luka pada gastroduodenal melalui dua cara yaitu

1) secara langsung atau iritasi topikal dari jaringan epitel dan

2) dengan menghambat sistem dari sintesis endogenous mukosa


saluran cerna prostaglandin.
e. Hubungan antara kortikosteroid dan tukak sendiri memiliki
kontroversi. Bagaimanapun yang menerima terapi Glukokortikoid dan
NSAID secare bersama-sama dapat meningkatkan resiko pada TL

f. Merokok dapat meningkatkan resiko tukak dan besar resikonya adalah


sebanyak rokok yang diisap setiap harinya. Merokok dapat
mengganggu proses penyembuhan penyakit ulcer dan kemungkinan
penyakit tersebut dapat kambuh kembali.

g. Walaupun observasi klinik menyarankan agar pasien penyakit tukak


menghindari stress namun saran tersebut gagal dijalankan.

C. Manifestasi Klinik

 Kebanyakan pasien dengan penyakit TD mengalami kesakitan pada


malar/ hari sehingga membangunkan mereka dari tidur, itu terjadi
antara jam 17 malam dan jam 3 malam.

 Kesakitan berlangsung selama 1 hingga 3 jam setelah makan dan


biasanya rasa sakit akan berkurang dengan makan. Antasida dapat
cepat meringankan rasa sakit pada kebanyakan pasien tukak.

 Pasien dengan ulkus sering mendapatkan sindrom dispeptik seperti


rasa panas dalam perut dan perut gembung. Mual, muntah, anoreksia
dan turun berat badan.

 Beberapa penyakit yang ditimbulkan adalah dari pasien ke pasien dan


beberapa dari penyakit pasien tersebut adalah penyakit musiman
biasanya terjadi pada musim semi dan hujan.

 Komplikasi dari penyakit ulcer disebabkan oleh H.pylori dan NSAID


termasuk Pendarahan saluran cerna atas, perforasi ke dalam peritoneal,
penetrasi ke dalam bagian dalam tubuh seperti pankreas, dan hati.

D. Diagnosis
 Pemeriksaan fisik menunjukkan rasa sakit epigastrik meliputi daerah dari
bawah tulang dada hingga daerah sekitar pusar, jarang melebar ke bagian
belakang tubuh.

 Tes laboratorium yang rutin tidak menolong menegakkan diagnosis ulkus


tanpa komplikasi. Hematrokrit, hemoglobin dan Hemoccullt test (test
untuk mendeteksi darah di tinja) digunakan untuk mendeteksi perdarahan.

 Diagnosis dari H.pylori dapat dengan digunakan tes invasif dan non
invasif. Tes invasif dengan melakukan endoskopi dan biopsi mukosa atas
lambung untuk histologi, kultur bakteri dan mendeteksi aktivitas urease.
Tes non invasif meliputi uji pernafasan urea dan test deteksi antibodi. Uji
pernafasan urea, berdasarkan produksi urease oleh H.pylori. Deteksi
antibodi berguna untuk mendeteksi IgG yang mengatasi H.pylori, tetapi
test tidak biasa dilakukan untuk mengetahui teratasinya H.pylori, karena
titer antibodi memerlukan waktu 0,5-1 tahun untuk kembali ke kisaran
tidak terinfeksi.

 Tes deteksi antibodi adalah awal dari tes skrinning karena prosesnya cepat,
tidak mahal dan kurang invasif dibandingkan tes biopsi endoskopi.

 Diagnosis ulkus tergantung dari visualisasi dari lubang tukak melalui


radiografi saluran cerna atas. Radiografi lebih dipilih sebagai prosedur
diagnosis awal pada pasien yang dicurigai menderita tukak tanpa
komplikasi. Jika penyakit tukak ditemukan pada radiografi, maka
keganasan harus dipastikan dengan visualisasi endoskopik langsung dan
histologi.

Il. TERAPI

A. Tujuan Terapi

Sasaran terapi adalah menghilangkan nyeri tukak, mengobati ulkus,


mencegah kekambuhan dan mengurangi komplikasi yang berkaitan dengan
tukak. Pada penderita dengan H.pylori positif, tujuan terapi adalah mengatasi
mikroba dan menyembuhkan penyakit dengan obat yang efektif secara
ekonomi.

B. Pendekatan Umum

Terapi nonfarmakologi

 Pasien dengan tukak harus mengurangi stress, merokok dan penggunaan


NSAID (termasuk Aspirin). Jika NSAID tidak dapat dihentikan
penggunaanya maka harus dipertimbangkan pemberian dosis yang rendah
atau diganti dengan asetaminofen, COX, inhibitor relatif selektif
(nabumeton, etodolak), COX, inhibitor selektif kuat (celecoxib,
rofecoxib). Pemberian bersama makanan, antagonis reseptor H, (H,RA),
atau proton pump inhibitor (PPI) dapat menurunkan gejala dan kerusakan
mukosa.

 Walaupun tidak ada kebutuhan untuk diet khusus, pasien harus


menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan dispepsia atau
yang dapat menyebabkan penyakit tukak contoh : makanan pedas, kafein
dan alkohol )

 Antasida dapat digunakan dengan obat anti tukak lainnya untuk mengatasi
gejala penyakit tukak.

Terapi farmakologi

 Uji H.pylori di rekomendasikan hanya bila direncanakan terapi eradikasi


Eradikasi direkomendasikan untuk semua pasien yang terinfeksi H.pylori
dengan tukak aktif, tukak yang sudah ada sebelumnya, atau dengan
komplikasi tukak. Regimen individual harus diseleksi berdasarkan efikasi,
toleransi, interaksi obat yang potensial, resistensi antibiotik, biaya dan
kepatuhan pasien,

 Pengobatan harus diawali dengan regimen 3 obat-PPI. Obat ini lebih


efektif, memiliki toleransi yang lebih baik, lebih simpel dan akan
membuat pasien lebih patuh dalam menjalani pengobatan. 14 hari dipilih
lebih dari 10 hari karena durasi yang lama menyebabkan pengobatan
berhasil. 7 hari secara teratur tidak dianjurkan.

 Regimen 2 obat kurang efektif dibandingkan dengan regimen 3 obat dan


hanya termasuk satu antibiotik yang dapat menyebabkan resistensi anti
mikroba.

 Bismuth-based four drug regimens (regimen 4 obat dengan Bismuth)


efektif tetapi memiliki aturan dosis yang komplek dan tingginya efek
yang tidak diinginkan.

 Pasien dengan penyakit tukak aktif harus menerima terapi tambahan


dengan PPI atau H,RA untuk meringankan penyakit.

 Jika pengobatan kedua untuk H.pylori dibutuhkan maka harus dipilih


antibiotik yang berbeda.

 Pasien harus diminta untuk menggunakan seluruh obat (kecuali PPI)


dengan makanan dan pada waktu istirahat (jika perlu). PPI harus
dikonsumsi 15-30 menit sebelum makan.

 Eradikasi H.pylori tidak menjamin kesembuhan pasien yang tidak patub


atau tidak toleran, pada pasien dengan tukak karena NSAID yang bebas
H.pylori atau pasien dengan sindrom Zollinger-Ellison.

 Pengobatan antitukak yang konvensional (H,RA, PPI, atau sukralfat)


adalah pengobatan alternatif tapi tidak begitu efektif karena dapat
menyebabkan kekambuhan. Terapi kombinasi ini tidak meningkatkan
keefektifan dan memerlukan biaya yang mahal.

 Terapi pemeliharaan dengan H,RA dosis rendah, PPI, atau sukralfat


( harus dibatasi karena memiliki resiko yang tinggi untuk pasied yang
H.pylorinya gagal dieradikasi, pasien dengan beberapa penyakit
komplikasi, dan pasien tukak dengan H.py!lor negatif.
 Tukak yang sulit disembuhkan dengan dosis obat standar PPI (contoh:
omeprazol 20 mg/hari) atau dosis tinggi H,RA biasanya dapat
disembuhkan dengan dosis PPI yang lebih tinggi (contoh: omeprazol 40
mg/hari). Terapi pemeliharaan dengan dosis PPI penting untuk mencegah
kekambuhan.

 Kebanyakan tukak-induksi NSAID yang yang tidak komplek sembuh


dengan regimen terapi standar H,RA, PPI atau sukralfat, jika NSAID
dihentikan. Jika NSAID harus dilanjutkan, PPI merupakan obat pilihan,
karena baik untuk penekan asam yang kuat dibutuhkan untuk
mempercepat kesembuhan tukak. Jika H.pylori ada, pengobatannya harus
dimulai dengan regimen eradikasi yang mengandung PPI. Pasien yang
beresiko menderita komplikasi yang serius sementara dia masih
menggunakan NSAID, harus mendapat terapi profilaksis dengan
misoprostol atau PPI.

 Pasien dengan komplikasi (perdarahan saluran cerna atas, obstruksi,


perforasi, atau penetrasi) sering membutuhkan terapi pembedahan atau
endoskopi.

Perbandingan Regimen Obat yang Digunakan untuk Eradikasi

Regimen 2 obat

 1. Klaritromisin, 500 mg 3x1 hari selama 14 hari PPJ3 atau 2x1hari selama
14-28 hari

 . Klaritromisin, 500 mg 3x1 hari selama 14 hari RBC, 400 mg 2x1 hari
selama 14-28 hari

 Amoksisilin, 1 gr 2x1 hari sampai 3x1 hari selama 14 hari .

PPIS, atau 2x1 hari selama 14-28 hari.

Regimen 3 obat

 Klaritrornisin, 500 mg 2x1 hari selama 10-14 hari Amoksisillin, 1 gr 2x1


hari selama 10-14 hari PPIS 2x1 hari selama 10-14 hari
 Klaritromisin, 500 mg 2x1 hari selama 10-14 hari Metronidazol, 500 mg
2x1 hari selama 10-14 hari PPIS 2x1 hari selama 10-14 hari

 Amoksisillin, 500 mg 2x1 hari selama 10-14 hari Metronidazol 500 mg


2x1 hari selama 10-14 hari PPIS 2x1 hari selama 10-14 hari

 Klaritromisin, 500 mg2x1 hari RBC 400 mg 2x1 hariselama 14 hari

 Klaritromisin, 500 mg 2x1 hari Metronidazol 500 mg 2x1 hari. selama 14


hari RBC 400 mg 2x1 hariselama 14 hari

 Klaritromisin, 500 mg2x1 hari Tetrasiklin 500 mg2x1 hari selama 14 hari

d. Antasida

Antasida adalah senyawa yang mempunyai kemampuan menetralkan


asam klorida (lambung) atau mengikatnya. Sediaan antasida dapat
digolongkan menjadi :

a) Dengan kandungan aluminium dan atau magnesium

b) Dengan kandungan natrium bikarbonat

c) Dengan kandungan bismut dan kalsium

Antasida masih bermanfaat untuk mengobati penyakit saluran


cerna. Antasida seringkali dapat meringankan gejala-gejala yang muncul pada
penyakit despepsia tukak maupun bukan tukak, serta pada penyakit refluks
gastroesofageal (gastroesofagitis)

Antasida paling baik diberikan manakala gejala-gejala muncul


atau diperkirakan akan muncul, lazimnya di antara waktu makan dan sebelum
tidur, 4 kali sehari atau lebih. Dosis tambahan mungkin diperlukan, yakni sampai
interval setiap jam. Pemberian dosis lazim (misal 10 ml, 3 atau 4 kali sehari)
cairan antasida magnesium-aluminium, meskipun dapat meningkatkan
penyembuhan tukak tetapi kurang efektif bila dibandingkan dengan antisekresi.
selain itu, bukti tentang hubungan antara penyembuhan dan kapasitas penetralan
belum jelas.
Pemilihan sediaan antasida bergantung pada kapasitas penetralan,
kandungan ion natrium efek samping, palatibilitas dan kemudahan
penggunaannya. Pemberian antasida dengan kandungan natrium tinggi (misal
campuran magnesium trisilikat) harus dihindari pada pasien yang masukan
natrium dalam makanannnya dibatasi. Demikian pula pada kondisi gagal
ginjal dan jantung kehamilan.

Hipermagnesemia mungkin terjadi bila antasida yang mengandung


magnesium digunakan oleh pasien yang mengalami gagal ginjal. Pemberian
antasida Santan bersama-sama dengan obat lain harus dihindari karena
mungkin da Mmenggganggu absorpsi obat lain. Selain itu, antasida mungkin
dapat mery Salut enterik yang dirancang untuk mencegah pelarutan obat
dalam lambung

Interaksi :

 Penghambat ACE :Antasid mengurangi absorpsi dari fosinopril.


Analgetik : ekskresi asetosal dipertinggi dalam urin basa, antasig
mengurangi absorpsi diflunisal

 Antiaritmia : ekskresi kinidin diturunkan dalam urin basa (kadang


bisa menurunkan kadar plasma)

 Antibakteri : Antasid, mengurangi absorpsi azitromisin,


sefpodoksin sSiprofloksasin, isoniazid,nitrofurantoin,
norfloksasin, ofloksasin, rifampisin dan sebagian besar tetrasiklin.

 Antiepileptik : Antasid menurunkan absorpsi gabapentin dan


fenitoin Antijamur : Antasid menurunkan absorpsi itrakonazol dan
ketokonazol

 Antimalaria : Antasid mengurangi absorbsi klorokuin dan


hidroksiklorokuin

 Antipsikotik : Antasid menurunkan absorpsi


 Besi : Magnesium trisilikat mengurangi absorpsi besi oral

antasida Dengan Kandungan Aluminium Dan/Atau


Magnesium

Antasida yang mengandung magnesium atau aluminium yang


relatif tidak larut dalam air seperti magnesium karbonat, hindroksida dan trisiklat
serta aluminium glisinat dan hindroksida, bekerja lama bila berada dalam lambung
sehingga sebagian besar tujuan pemberian antasida tercapai. Sediaan yang
mengandung magnesium mungkin dapat menyebabkan diare, sedangkan yang
mengandung aluminium mungkin menyebabkan konstipasi.

Manfaat sediaan campuran dibanding sediaan tunggalnya belum


jelas benar. Kapasitas penetral keduanya mungkin sama. Selain itu, kompleks
seperti hidrotalsit, tidak menunjukkan manfaat khusus

1. ALUMINIUM HIDROKSIDA

Indikasi : dispepsia, hiperfosfatemia Peringatan : lihat keterangan di atas,


Interaksi : lihat keterangan diatas

Kontraindikasi : hipofosfatemia

Sediaan Beredar :

 Aluko (PIM) Tablet 500 mg (B)

 Kombinasi Al OH dan MgOH:

Antasida DOEN" (Generik) Tablet Suspensi, Tab Kunyah (B)


Maagtab" (Erela) Tablet (B)

 Kombinasi Al OH M:OH simetikon Aluminium Hidroksida dan


Manesium : |

frisilikat" (Generik) Tablet (B), Almacon (Pyridam) Suspensi:


Tablet (B), Alumy" (Coronet) Suspensi: Tablet (B), Aludona D
(Armoxindo) Tablet (B), Andarsil (Novartis Indonesia) Tablet (B)
Camaag" (Lucas Jaya) Kaplets Sirup (B), Decamaag" (Harseo) Suspensi,
Tablet:, Decamaag Forte" (Suspensi: Tablet (B), Dexanta (Dexa Medica)
Suspensi: Tablet(B), Farmacrol" (Pratapa) Suspens Tablet (B),
Gastrinal" (Mepofarm) Suspensi: Tablet (B).

C. Konstipasi

A. Definisi

 Periode buang air besar (BAB) kurang dari 3 kali seminggu untuk Wanita
dan 5 kali seminggu untuk laki laki, atau periode lebih dari 3 hari rgerakan
usus:
 BAB yang dipaksakan lebih dari 2596 dari keseluruhan waktu dan atau 2
kali atau kurang BAB setiap minggu:
 Ketegangan saat defekasi dan kurang dari 1 kali BAB per hari dengan
usah4 yang minimal.

B. Patofisiologi

 Konstipasi bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala yang


mengindikasikan adanya penyakit atau masalah Yang dapat menyebabkan
konstipasi antara lain kelainan saluran gangguan metabolisme (contoh :
pencernaan (contoh divertikulitis), mn diabetes), gangguan endokrin
(contoh : Hipotiroidism)
 Konstipasi pada umuranya terjadi akibat dari rendahnya konsumsi serat
atau penggunaan obat obat yang dapat menimbulkan konstipasi seperti
Opiat.
 Konstipasi kadang kadang dapat juga diakibatkan oleh faktor psikologis
Penyakit atau kondisi yang dapat menimbulkan konstipasi :
a. Gangguan saluran pencernaan :
1. Obstruksi gastroduodonal akibat ulser atau kanker
2. Irritable bowel syndrome
3. Diverticulities
4. Hemorrhoids, anal fissures
5. Ulcerative proctitis
6. Tumor
b. Gangguan Metabolisme dan Endokrin
1. Diabetes mellitus
2. Hipotiroidism
3. Panhipopituitarism
4. Peokromositoma
5. Hiperkalsemia
c. Kehamilan
d. Konstipasi Neurogenik
1. Head trauma
2. Central nervous system taumors
3. Stroke
4. Parkinson's disease
e. Konstipasi Psikogenik
1. Gangguan Pskiatri
2. Inappropriate bowel habits
3.
f. Obat-obat yang menginduksi konstipasi
1. Analgesik
 Penghambat sintesis prostaglandin
 Opiat
2. Antikolinergik
 Antihistamin
 Antiparkinson
 Fenotiazin
3. Antidepresan trisiklik
4. Antasida yang mengandung kalsium karbonat atau aluminum
hidroksida
5. Barium sulfat Blok kanal kalsium
6. Klonidin Diuretik (nonpotassium sparing )
7. Ganglion blokers
8. Preparat Besi 11. Muscle blockers (d-tubokurarin,
suksinilkolin)
9. Polistiren sodium sulfonat

 Pemberian opiat peroral memiliki efek penghambatan pada saluran cerna


lebih besar dibandingkan pemberian parenteral

C. Manifestasi Klinik

 Pasien mengeluh tentang rasa tidak nyaman dan kembung pada perut,
pergerakan usus yang hilang timbul, feses dengan ukuran kecil, perasaan
penuh, atau kesulitan dan sakit pada saat mengeluarkan feses.

 Implikasi dari konstipasi dapat bervariasi mulai dari rasa tidak nyaman
sampai gejala kanker usus besar atau penyakit serius lainnya.

 Terapi pasien dengan mengetahui frekuensi pergerakan usus dan tingkat


keparahan konstipasi, makanan, penggunaan laksatif, penggunaan obat-
obat yang dapat menyebabkan konstipasi.

II. TERAPI

A. Tujuan Terapi

Hasil terapi yang diharapkan adalah pencegahan konstipasi lebih


lanjut melalui perubahan gaya hidup terutama makanan. Untuk konstipasi
akut, tujuan terapi adalah untuk menghilangkan gejala dan mengembalikan
fungsi normal usus. Terapi konstipasi dapat dilakukan melalui :

 Terapi nonfarmakologi, melalui modifikasi makanan kaya


serat, pembedahan, terapi biofeedback.

 Terapi farmakologi, menggunakan laksatif


GOLONGAN OBAT

1. Senyawa yang dapat melunakkan feses dalam 1-3 hari (metil selulosa,
emolien laktulosa, sorbitol, manitol)

2. Senyawa yang dapat menghasilkan feses lunak atau semifluid dalam 6-12
jam (Bisakodil, fenolftalin, kaskara sagrada, senna, magnesium sulfat
dosis rendah)

3. Senyawa yang mempermudah pengosongan usus dalam 1-6 jam


(Magnesium sitrat, magnesium hidroksida, magnesium sulfat, natrium
fosfat, bisakodil, polietilen glikol

DOSIS

Rekomendasi dosis laktasif

OBAT DOSIS
Senyawa yang dapat melunakan fases dalam 1 sampai 3 hari
Senyawa yang membentuk bluk
Metal selulosa 4-6 g/hari
Psyllium Bervariasi sesuai produk
Emolien
Docusate sodium 50-360 mg/hari
Laktulose 15-30 ml oral
Sorbitol 30-50 g/hari oral
Mineral oil 15-30 ml oral
Senyawa yang dapat menghasilkan feses lunak atau semifluid
dalam 6-12 jam
Bisakodil oral 5- 15 mg
Fenolftalein 30-270 mg oral
magnesium sulfat Diatas 10 Gg oral
Senyawa yang mempermudah pengosongan usus dalam 1- 6 jam
Magnesium sitrat 18-300 ml air
Magnesium sulfat 10 – 30 G oral
Bisakodil 10 mg rektal
Polietilenglikol – sediaan 41
elektrolit

 Bulk forming agent

Sebagai terapi tambahan pada modifikasi makanan sehingga dapat


meningkatkan konsumsi serat.

 Emohent kaxative

Emolien merupakan surfaktan yang bekerja dengan membantu


pencampuran air dan lemak yang terdapat dalam saluran cerna,
meningkatkan sekresi air daelektrolit di usus kecil dan usus besar. Emolien
menghasilkan feses yang Iunak dalam 13 hari, sehingga banyak digunakan
untuk mencegah konstipasi.

 Lubrikan

Minyak mineral merupakan laksatif yang sering digunakan dan


bekerja dengan melapisi feses sehingga mudah dikeluarkan. Minyak
mineral juga menghambat absorpsi air dalam kolon sehingga
meningkatkan berat feses dan menurunkan waktu transit feses. Efek
senyawa ini terhadap fungsi usus terlibat setelah 2-3 hari. Efek samping :
minyak mineral diabsorpsi secara sistemik. sebiingga dapat
mengakibatkan reaksi antibodi dalam jaringan limfoid. Pada pasien yang
terbaring, minyak mineral dapat terhirup dan menvebabkan tipoid
pneumonia

 Laktuilosa

Laktulosa merupakan disakarida yang menyebabkan efek osmotik


pada ususbesar, digunakan sebagai senyawa alternatif untuk konstipasi
akut dan bermanfaat pada pasien usia lanjut. Penggunaan laktulosa dapat
menghasitis tukan gas dalam jumlah berlebihan di lambung atau usus,
kejang,diare dan ketidakseimbangan elektrolit,

 Derivat difanilmetan (bisakodil dan fenotftaloin)

Bisakodil merangsang pleksus saraf mukosa kolon. Senyawa ini


hanya untuk pengobatan konstipasi atau persiapan usus dalam prosedur
diagnostic. Penggunaan laksatif yang mengandung fenolftalein dapat
menimbulkan urin berwarna merah jambu

 Derivat antrakuinon

Senyawa yany termasuk kelompok ini adalah cascara sagrada,


sennosida ,casanthrol. Efek senyawa ini terbatas pada kolon dan dapat
melibatkan stimulasi plexus Auerbach's.

 Saline Cathartics

Saline Cathartics terdiri dari ion-ion yang sulit diabsorpsi seperti


magnesium, sulfat, fosfat dan sitrat, yang memiliki efek osmotik dalam
menahan cairan di saluran cerna. Senyawa ini dapat diberikan secara oral
atau mudalui rektal, pergerakan usus terjadi dalam beberapa jam setelah
pemberian peroral dan dalam 1 jam atau kurang setelah pemberian secara
rektal. senyawa ini sebaiknya digunakan untuk pengosongan usus yang
dibutuhkan sebelum prosedur diagnosis, keracunan, dan penggunaan
bersama antelmintik untuk mengeluarkan parasit.

 Minyak jarak (castor oil)

Minyak jarak dimetabolisme dalam saluran cerna menjadi asam


risinoleat yang merangsang proses sekresi, mengurangi absorpsi glukosa,
dan meningkatkan motilitas saluran cerna terutama usus halus, Minyak
jarak umumnya menghasilkan pergerakan usus dalam waktu 1-3 jam
setelah pemberian.

 Gliserin
Gliserin umumnya diberkan dalam bentuk supositoria 3 gram dan
efekaya dihasilkan melalui aksi osmotik pada rektum, onsetnya kurang
dari 39 menit, Gliserin dapat menimbulkan iritasi rektum.

 Polyethylene Glycol-Electrolyte Lavage Solution (PEG-ELS)

Larutan ini digunakan untuk membersihkan kolon sebelum


dilakukan prosedur diagnostik atau operasi kolorektal. Empat liter larutan
ini yang diberikan dalm waktu 3 jam mencapai pengosongan saluran cerna
secara sempurna.

ISPAGHULA SEKAM

Indikasi : konstipasi

Peringatan : masukan cairan yang cukup barus dipertahankan guna


menghindari obstruksi usus. Mungkin perlu mengawasi pasies
usia lanjut atau yang lemah, atau pasien dengan penyesopstan
usus atau mitilitas berkurang.

Kontraindikasi : kesulitan dalam menelan, obstruksi usus, atoni


kolon

Efeksamping : perut kembung, obstruksi saluran cerna, hipersensitivitas.

Dosis :1 sachet dalam 1 gelas air 1-3 kali sehari sebelum atau sesudala
makan, Anak diatas 6 tahun, setengah dosis dewasa atau kurang

Saran : sediaan ini harus mengembang bila kena air, maka harus hati -hati
waktu menelan dengan air tidak boleh diberikan segera sebelum
tidur.

Sediaan Beredar :

 Metamucil (Searle) Serbuk 7 g, 11 g (B)

 Mucofalk (Darya Varia) Serbuk 5 g (B)

 Mulax (Pratapa Nirmala) Serbuk 7 g (B)

BISAKODIL
Indikasi : konstipasi, tablet bekerja dalam 10-12 jam, supositoria bekerja
Beringa dalam 20-60 menit, sebelum prosedur rediologi dan bedah.

peringatan, Kontraindikasi: Efek samping : lihat keterangan pada pencahar


Dosis stimulan, supositoria, iritasi lokal.

Dosis :Oral untuk konstipasi 5-10 mg malam hari, kadang-kadaog perlu


dinaikkan menjadi 15-20 mg: anak-anak (lihat juga 1,4) di bawah
10 tahun 5 mg. Rektum : dalam supositoria untuk konstipasi, 10
mg pada pagi hari, anak-anak (lihat juga 1,4) di bawah 10 tahun 5
mg. sebelum prosedur dan bedah, 10 mg oral sebelum tidur Malam
selama 2 hari Sebelum pemeriksaan, dan jika perlu supositoria 10
mg 1 jam sebelum pemeriksaan, anak-anak setengah dosis dewasa.

Sediaan Beredar :

 Bisakodil (Generik) Tablet Ss. 5 mg ( T )


 Dulcolax
 Laxamex (Konimex) Tablet Se. 5 mg (T)
 Melaxan (Mecosin) Tablet Se. 5 mg (T)
 Prolaxan (Harsen) Tablet Se. 5 mg (T)

DANTRON

Indikasi : hanya untuk konstipasi pelayanan geriatri: profilaxis dan


pengobatan konstipasi akibat analgesik pada pasien yang sekarat
segala umur, konstipasi pada pasien gagal jantung dan trombosis
koroner (kondisi dimana gerakan usus harus bebas dari
ketegangan): bekerja dalam 6-12 jam

Peringatan : Kontraindikasi, Efek samping : lihat catatan pada pencahar


stimulan: urine mungkin berwarna merah, hindari kontak yang
lama dengan kulit karena dapat terjadi iritasi dan ekskoriasi:
hindari pada kehamilan dan menyusui, studi (ada roden
menunjukan risiko karsinogenik

Dosis : dewasa, 25-75 mg sebelum tidur, anak-anak 25 mg


sebelum tidur

Sediaan Beredar : Dantron (Generik) Tablet 150 mg

NATRIUM DOKUSAT (Natrium dioktil sulfosuksinat)

Indikasi : konstipasi (sediaan oral bekerja dalam 1-2 hari): tambahan pada
prosedur radiologi abdomen.

Peringatan : Kontraindikasi, Efek samping : lihat keterangan pada pencahar


stimulan, jangan diberikan bersama parafin cair: sediaan rektal
tidak diindikasikan jika ada hemoroid dan fisura.

Dosis : oral konstipasi, sampai dengan 500 mg sehari dalam dosis


terbagi. Dengan barium 400mg

Sediaan Beredar : Laxatab (Yuparin) Tablet 50 mg (B)

GLISEROL

Indikasi : konstipasi

Dosis : supositoria dan enema

Sediaan beredar :

 Glyserin (Generik) Larutan (B)


 Glyserin Cap Gajah (Usaha Sekawan) larutan ( B)
 Proconsti (Soho) Enema 1 mg /ml,0,4 mg /ml (B)
 Triolax (Trima) Supositoria) (B)

NATRIUM PIKOSULFAT

Indikasi : konstipasi, pengosongan usus sbelum prosedur radiologi


abdominen, endoskopi dan bedah
dosis :dewasa, 5-15 mg/hari,;anak 2-5 tahun 2,5 mg: 8-10 tahun 2,5-5
mg

sediaan beredar : Laxoberon (Schering Indonesia) Drop 7,5 mg/ml (K)

PARAFIN CAIR

Indikasi :Konstipasi

peringatan :hindari penggunaan jangka panjang dan kontraindikasi untuk


agatan anak usia di bawah 3 tahun.

efek samping : tirisan (rembesan) analparafin menyebabkan iritasi anal setelah


penggunaan jangka panjang, reaksi granulomatosa disebabkan oleh
absorpsi sedikit parafin cair (terutama dari emulsi), pnemonia
lipoid, dan gangguan absorpsi vitamin-vitamin larut lemak.

sediaan beredar :

 Parafin Liquidum ( generic ) larutan (B)


 Laxadin ( yuparin ) sirup ( B)

LAKTULOSA

Indikasi : konstipasi (bekerja dalam waktu 48 jam), ensefalopati hepatik


(ensefalopati sistemik portal)

kontra indikasi : galaktosemia, obstruksi usus

Efek samping : kembung, kram, dan perut terasa tidak enak

Dosis : konstipasi, mula-mula 10 g dua kali sehari kemudian perlahan-


lahan disesuaikan menurut kebutuhan pasien: anak-anak (lihat juga
1,4) di bawah 1 tahun 1,5 g dalam 2,5 ml larutan, 1-5 tahun 3 g
dalam 5 ml larutan 5-10 tahun 5 g 2 kali sehari. Ensefalopati
hepatik, 20-30 g 3 kali sehari kemudian disesuaikan sampai
menimbulkan feses yang lunak 2-3 kali sehari.

Nasehat : serbuk dapat ditaruh di atas lidah dan dibasuh dengan air atau
cairan lain, atau ditebarkan pada makanan, atau dicampur . dengan
air atau cairan lain sebelum ditelan

Sediaan Beredar : Duphalac (Kimia Farma) Sirup 3,4 g/5 ml (B)

GARAM MAGNESIUM

Indikasi : Konstipasi (magnesium hidroksida), pengosongan usus yang


cepat sebelum prosedur radiologi, endoskopi dan bedah

Peringatan :gangguan ginjal (risiko penumpukan, magnesium): gangguan


Interaksi hati: usia lanjut dan pasien yang lemah.

Interaksi : Efek relaksan otot non depolarsing ditingkatkan oleh


garam magnesium parentral.

Kontra indikasi : kondisi penyakit saluran cerna akut

Efek Samping : kolik

Dosis : magnesium hidroksida, jika perlu 24 g sebagai 8 persen suspensi


dalam air. Magnesium sulfat 5-10 g dengan segelas air penuh
sebelum makan pagi atau pada saat perut-kosong (bekerja dalam 2-
4 jam)

Sediaan beredar :

 magnesium Sulfat
 garam inggris
 garam inggris cap gajah
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Refluks gastroesofagus merupakan gerakan membalik isi
lambung menuju esofagus. Penyakit refluks gastroesofagus ( RGE)
juga mengacu pada berbagai kondisi gejalah klinik atau perubahan
histologi yang terjai akibat Refluks gastroesofagus. Penyakit ulkus
peptikus (tukak) merupakan pembentukan ulkus pada salran
pencernaan bagian atas yang diakibatkan oleh pembentukan asam dan
pepsin. Tukak berbeda dari erosi mukosa superfisial dalam yang
membuat luka lebih dalam pada mukosa muskularis sedangkan
konstipasi merupakan sseorang yang sulit buang BAB
B. Saran

Demikianlah makalah yang makalah yang kami buat semogga


makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman teman
mahasiswa, dan apabila ada kekurangan dan kritik yang ingin
disampaikan kepada kami, kami akan sangat menghargai dan kami
akan menerima dan menperbaiki makalah kami dan makalah
selanjutnya. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Yulinana elin, dkk. 2008. Iso Farmakologi. Jakarta; PT. ISFI Penerbit.

Anda mungkin juga menyukai