Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN MELENA

A. KONSEP DASAR MELENA


1. Pengertian
Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti
ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas.
BAB darah atau biasa disebut hematochezia ditandai dengan keluarnya
darah berwarna merah terang dari anus, dapat berbentuk gumpalan atau
telah bercampur dengan tinja. Sebagian besar BAB darah berasal dari luka
di usus besar, rektum, atau anus. Warna darah pada tinja tergantung dari
lokasi perdarahan. Umumnya, semakin dekat sumber perdarahan dengan
anus, semakin terang darah yang keluar. Oleh karena itu, perdarahan di
anus, rektum dan kolon sigmoid cenderung berwarna merah terang
dibandingkan dengan perdarahan di kolon transversa dan kolon kanan
(lebih jauh dari anus) yang berwarna merah gelap atau merah tua.
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas
serta dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam
berasal dari konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam.
Sumber  perdarahannya biasanya juga berasal dari saluran certa atas.
Perdarahan saluran gastrointestinal merupakan keadaan emergensi yang
membutuhkan penanganan segera. Insiden perdarahan gastrointestinal
mencapai lebih kurang 100 kasus dalam 100.000 populasi per tahun,
umumnya berasal dari saluran cerna bagian atas. Perdarahan saluran cerna
bagian atas muncul 4 kali lebih sering dibandingkan perdarahan pada
bagian bawah, serta merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
untuk kasus gangguan pada saluran cerna. Mortalitas akibat perdarahan
saluran cerna bagian atas ditemukan sebanyak 6-10% dari seluruh kasus.
Perdarahan saluran gastrointestinal dapat muncul dalam lima macam
manifestasi, yaitu hematemesis, melena, hematochezia, occult GI bleeding
yang bahkan dapat terdeteksi walaupun tidak ditemukan perdarahan pada
pemeriksaan feses, serta tanda-tanda anemia seperti syncope dan dyspnea.
(Sylvia, A. Price, 2005)
2. Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya
terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esopagus dan rektum serta
pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi
splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya teklanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh
darah (disebut varises). Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan
gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah
tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah
jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan.
Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan
mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi.
Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang
terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan,
penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan
berubah menjadi metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam laktat.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh,
dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami
kegagalan.
3. Etiologi
1. Adanya luka atau pendarahan di lambung atau usus.
Kelainan di lambung Gastritis erisova hemoragikadapat menyebabkan
terjadinya hematemesis melena bersifat tidak masif dan timbul setelah
penderita minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung.
Sebelum muntah  penderita mengeluh nyeri ulu hati.
2. Tukak lambung
Tukak lambung Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah,
nyeri ulu hati dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau
pedih di epigastrium yang berhubungan dengan makanan. Sifat
hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan dari
hematemesis. Kelainan darah : polisetimia vera, limfoma, leukemia,
anemia, hemofili, trombositopenia purpura.
3. Wasir.
Penyakit wasir atau ambeien adalah penyakit yang terjadi di dalam
rektum. Biasanya orang-orang yang menderita penyakit in tidak akan
merasakan sakit pada saat buang air besar, namun darah darah tetap
keluar setelah buang air besar. Untuk gejala awal penyakit ini adalah
tidak jauh berbeda dengan penyakit ambein pada umumnya yakni
adanya rasa gatal dan panas di bagian lubang anus.
4. Disentri
Disentri adalah infeksi pada usus yang menyebabkan diare yang
disertai darah atau lendir. Selain diare, gejala disentri yang lain
meliputi kram perut, mual, dan muntah.
5. Terlalu banyak mengonsumsi minuman beralkohol.
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien
dengan melena adalah
 Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
 Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
 Syok (frekuensi denyut jantung meningkat, tekanan darah rendah)
 Akral teraba dingin dan basah
 Penyakit hati kronis (sirosis hepatis)
 Koagulopati  purpura serta memar
 Demam ringan antara 38 -39° C
 Nyeri pada lambung /  perut, nafsu makan menurun
 Hiperperistaltik
 Jika terjadi perdarahan yang  berkepanjangan dapat menyebabkan
terjadinya penurunan Hb dan Ht (anemia) dengan gejala mudah
lelah, pucat nyeri dada, dan pusing yang tampak setelah  beberapa
jam
 Leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan,
 Peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat
pemecahan  protein darah oleh bakteri usus.
 Tekanan darah menurun (90/60 mmHg)
 Distensi abdomen
 Berkeringat, membran mukosa pucat
 Lemah, pusing
 Wajah pucat
(Purwadianto & Sampurna, 2000)
5. Komplikasi
1. Syok hipovolemik, disebut juga dengan syok preload yang ditandai
dengan menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan.
dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya
volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel.
Pada klien dengan syok  berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30% dan  berlangsung selama 24-28 jam.  
2. Gagal Ginjal Akut, terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi
dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati
dengan menggantikan volume intravaskuler.
3. Penurunan kesadaran, terjadi penurunan transportasi O2 ke otak,
sehingga terjadi penurunan kesadaran.
4. Ensefalopati, terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring
toksin di dalam darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati
terganggu. Dan suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami
kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan
normal dibuang oleh hati
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan perdarahan pada melena yaitu:
a. Penatalaksanaan umum/suportif
Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Kita
harus secepatnya memasang infus untuk pemberian cairan kristaloid
(seperti NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma expander)
sambil menunggu darah dengan/tanpa komponen darah lainnya bila
diperlukan. Pasien harus diperiksa darah perifer (hemoglobin,
hematokrit, leukosit dan trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor
aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila dicurigai adanya kelainan
pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular Coagullation
(DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah
seperti masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT,
masa trombin, Burr Cell, D dimmer dan lainnya. Bila terdapat
kelainan pembekuan darah harus diobati sesuai kelainannya. Pada
penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan disebabkan
pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau
oktreotide. Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu
diperhatikan pemberian nutrisi yang optimal sesegera mungkin bila
pasien sudah tidak perlu dipuasakan lagi , dan mengobati kelainan
kejiwaan/psikis bila ada, dan memberikan edukasi mengenai penyakit
pada pasien dan keluarga misal memberi tahu mengenai penyebab
perdarahan dan bagaimana cara-cara pencegahaan agar tidak
mengalami perdarahan lagi.
b. Penatalaksanaan khusus
Pada perdarahan karena kelainan non varises, dilakukan suntikan
adrenalin di sekitar tukak atau lesi dan dapat dilanjutkan dengan
suntikan etoksi-sklerol atau obat fibrinogen-trombin atau dilakukan
terapi koagulasi listrik atau koagulasi dengan heat probe atau terapi
laser, atau koagulasi dengan bipolar probe atau yang paling baik yaitu
hemostatik dengan terapi metal clip. Bila pengobatan konservatif,
hemostatik endoskopik gagal atau kelainan berasal dari usus halus
dimana skop tak dapat masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri
yang memperdarahi daerah ulkus. Terapi ini dilakukan oleh dokter
spesialis radiologi intervensional.
c. Usaha menghilangkan faktor agresif
 Memperbaiki/menghindari faktor predisposisi atau risiko seperti
gizi, stres, lingkungan, sosioekonomi.
 Menghindari/menghentikan paparan bahan atau zat yang agresif
seperti asam, cuka, OAINS, rokok, kortikosteroid dan lainnya.
 Memberikan obat yang dapat mengurangi asam lambung seperti
antasida, antimuskarinik, penghambat reseptor H2 (H2RA),
penghambat pompa proton (PPI). PPI diberikan per injeksi bolus
intra vena 2-3 kali 40 mg/hari atau bolus intra vena 80 mg
dilanjutkan kontinu infus drip 8 mg/jam selama 12 jam kemudian
intra vena 4 mg/jam sampai 5 hari atau sampai perdarahan berhenti
lalu diganti oral 1-2 bulan. Alasan mengapa PPI diindikasikan pada
perdarahan non varises, karena PPI dapat menaikkan pH diatas 6
sehingga menyebabkan bekuan darah yang terbentuk tetap stabil,
tidak lisis.
 Memberikan obat eradikasi kuman Helicobacter pylori dapat
berupa terapi tripel dan terapi kuadrupel selama 1- 2 minggu :
Terapi tripel :
1) PPI + amoksisilin + klaritromisin
2) PPI + metronidazol + klaritromisin
3) PPI + metronidazol + tetrasiklin
Terapi kuadrupel, bila tripel gagal :
1) Bismuth + PPI + amoksisilin + klaritromisin
2) Bismuth + PPI + metronidazol + klaritromisin
3) Bismuth + PPI + tetrasiklin + metronidazole (untuk daerah
resistensi tinggi klaritromisin).
d. Usaha meningkatkan faktor defensive
Usaha ini dilakukan dengan memberikan obat-obat yang
meningkatkan faktor defensif selama 4 – 8 minggu antara lain :
a. Sukralfat 3 kali 500-1000 mg per hari
b. Cetraxate 4 kali 200 mg per hari
c. Bismuth subsitrat 2 kali 2 tablet per hari
d. Prostaglandin eksogen 2-3 kali 1 tablet per hari
e. Tephrenone 3 kali 50 mg per hari
f. Rebamipide 3 kali 100 mg per hari
e. Penatalaksanaan bedah/operatif
Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang
cukup penting bila penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau
memang sudah ada komplikasi yang merupakan indikasi pembedahan.
Biasanya pembedahan dilakukan bila pasien masuk dalam :
 Keadaan gawat I sampai II
 Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum
refrakter Yang dimaksud dengan gawat I adalah bila perdarahan
SCBA dalam 8 jam pertama membutuhkan darah untuk transfusi
sebanyak 2 liter, sedangkan gawat II adalah bila dalam 24 jam
pertama setelah gawat I pasien masih membutuhkan darah untuk
transfusi sebanyak 2 liter.
 Tirah baring
 Diit makanan lunak
 Pemeriksaan Hn, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi
darahPemberian transfusi darah apabila terjadi perdarahan yang
luas
 Pemberian infus untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan
 Pengawasan terhadap tanda – tanda vital pasien
 Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika
yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindakan sterilisasi usus.
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan
produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan
ensefalopati hepatik.

Anda mungkin juga menyukai