Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

SISTEM PERKEMIHAN

Disusun Oleh :

Lis Diana (P07220219101)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2021
A. Pengertian
Menurut Purnomo Basuki B (2011), sistem perkemihan merupakan suatu sistem
di mana proses filtrasi atau penyaringan darah terjadi sehingga daerah bebas dari zat-zat
yang tidak dipergunakan oleh tubuh, dan dapat menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Sistem perkemihan tersusun dari atas ke bawah yang terdiri dari
ginjal, ureter, kandung kemih dan udara.
1. Ginjal
Merupakan organ utama sistem perkemihan. Pada umumnya, setiap manusia
memiliki 2 ginjal yang terletak di kanan dan kiri. Ginjal secara mikroskopis berbentuk
seperti kacang polong, dengan panjang hanya sekitar 7-12 cm dan tebal 1,5-2,5 cm.
Berat ginjal normal sekitar 120-170 gram. Untuk lebih mudah memahami struktur
anatomis ginjal maka secara klinis ginjal dibedakan atas 2 struktur makroskopis dan
struktur mikroskopis. Berikut ini merupakan struktur makroskopis.
a) Capsula renalis
Merupakan bagian anatomis terluar dari ginjal. Selaput terluar ini merupakan
lapisan halus yang menutupi permukaan ginjal.
b) Hilus
Hilus merupakan cekungan yang berada ditengah ginjal. Bagian ini merupakan
area masuk dan keluarnya, vaskuler, saraf dan ureter.
c) Corcet renalis
Merupakan jaringan luar dari unit fungsional ginjal.
d) Medula
Merupakan gabungan dari jaringan dalam struktur fungsional ginjal.
e) Pelvis renalis
Merupakan muara atau penampung urine yang masuk melalui papila
renalis yang berasal dari calix mayor dan calix minor ginjal. Sebelum masuk
kedalam calix mayor dan minor urine akan melewati bagian yang disebut dengan
piramida renalis.Secara mikroskopis ginjal mempunyai susunan rumit yang
disebut nefron. Pada dasarnya nefro adalah unit fungsional atau bagian yang
menjalankan fungsi dari ginjal. Karena nefron adalah bagian yang menjalankan
fungsi ginjal, maka banyak kasus penyakit menggunakan istilah nefro bukan ren
atau kidney.
2. Ureter
Menurut Purnomo Basuki B (2011), ureter adalah organ yangg berbentuk
tabung kecil yang berfungsi untuk mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam
vesika urinaria. Pada orang dewasa panjangnya kurang lebih 20 cm. Dindingnya
terdiri atau mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan
longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik untuk mengalirkan urine ke
vesika urinaria.
3. Vesika urinaria
Menurut Purnomo Basuki B (2011), kandung kemih atau vesika urinaria
bekerja sebagai penampung urine, organ ini berbentuk seperti pir(kendi). Terletak di
dalam panggul besar atau pelvis dan dibelakang simfisis pubis, sedangkan pada bayi
letaknya lebih tinggi. Dinding kandung kemih terdiri atas sebuah lapisan serus yang
terletak disebelah luar, lapisan berotot, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa dari
epitelium transisional.Vesika urine berfungsi untuk menampung urine dari ureter dan
kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih).
Dalam menampung urine, vesika urinaria mempunyai kapasitas maksimal,
yangvolumenya untuk orang dewasa kurang lebih 300-450 ml. Vesika urinaria yang
terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan kontraksi
otot detrusor. Sehingga leher vesika urinaria terbuka dan sfingter uretra berelaksasi
sehingga terjadilah proses miksi.
4. Uretra
Menurut Purnomo Basuki B (2011), uretra merupakan saluran yang
mengalirkan urine ke luar dari vesika urinaria melalui proses miksi. Secara otomatis
uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria
saluran ini juga berfungsi untuk menyalurkan air mani. Uretra dilengkapi dengan
sfingter uretrainterna yang terletak pada vesika urinaria dan uretra, serta sfingter
uretra eksterna terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior.
Sfingter uretra interna terdiri dari otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik
sehingga pada saat vesika urinaria penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna
terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat
diperintahkan sesuai keinginan seseorang. Pada saat kecing sfingter terbuka dan tetap
tertutup pada saat menahan kencing.
5. Refleks berkemih
Menurut Purnomo Basuki B (2011), reflek berkemih dimulai atau muncul
setelah urine yang tertampung di vesika urinaria mencapai 300-600 ml, yang
kemudian akan mendesak dinding vesika urinaria. Desakan tersebut merangsang
reseptor saraf di dinding vesika dan dibawa ke medula kemudian ke kortek serebri.
Melalui saraf simpatis sesuai perintah dari medula, kemudian dinding VU akan
merangsang sfingter uretra akan kontraksi dan muncul melalui saraf simpatis dan
secara sadar melalui nervus pelvikus terjadi kontraksi otot pelvis,relaksasi pada
sfingter dan urine akan keluar. Proses tersebut akan berjalan secara volunter (sadar)
dan normal selama seluruh anatomi dan fungsi organ saluran perkemihan dalam batas
normal.

B. Etiologi
Menurut Wijayaningsih (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi sistem
perkemihan diantaranya sebagai berikut :
1. Faktor intrinsik
Herediter (keturunan), umur 30-50 tahun, jenis kelamin lai-laki lebih besar dari pada
perempuan.
2. Faktor ekstrinsik
Geografis, iklim dan temperature, asupan air, diet (banyak purin, oksalat dan kalsium
mempermudah terjadinya batu).
Menurut Purnomo (2011) dalam Wardani (2014), terganggunya sistem
perkemihan diduga ada hubungannya gangguan aliran urine, gangguan metabolik,
infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik).

C. Menifestasi Klinis
Menurut Putri dan Wijaya (2013), tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih
sangat ditentukan oleh letaknya, besarnya, dan morfologinya. Walaupun demikian
penyakit ini mempunyai tanda dan gejala umum yaitu hematuria, dan bila disertai
infeksi saluran kemih dapat juga ditemukan kelainan endapan urin bahkan mungkin
demam atau tanda sistemik lainnya. Batu pada pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa
gejala sampai dengan gejala berat, umumnya gejala batu saluran kemih merupakan
akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Tanda dan gejala yang ditemui antara lain :
1. Nyeri didaerah pinggang (sisi atau sudut kostevertebral), dapat dalam bentuk pegal
hingga kolik atau nyeri yang terus menerus dan hebat karena adanya pionefrosis.
2. Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai mungkin
terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis.
3. Nyeri dapat berubah nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal
yang terkena.
4. Batu nampak pada pemeriksaan pencitraan.
5. Gangguan fungsi ginjal
6. Pernah mengeluarkan batu kecil ketika kencing.

D. Patofisiologi
Berdasaran tipe batu, proses pembentukan batu melalui kristalisasi. 3 faktor yang
mendukung proses ini yaitu saturasi urin, difisiensi inhibitor dan produksi matriks
protein. Pada umumnya Kristal tumbuh melalui adanya supersaturasi urin. Proses
pembentukan dari agregasi menjadi partikel yang lebih besar, di antaranya partikel ini
ada yang bergerak kebawah melalui saluran kencing hingga pada lumen yang sempit dan
berkembang membentuk batu. Renal kalkuli merupakan tipe Kristal dan dapat
merupakan gabungan dari beberapa tipe. Sekitar 80% batu salurn kemih mengandung
kalsium fosfat dan kalsium oksalat (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Menurut Raharjo dan Tessy dalam Suharyanto dan Madjid, 2009 menyatakan
bahwa sebagian batu saluran kemih adalah idiopatik dan dapat bersifat simtomatik
ataupun asimtomatik. Teori terbentuknya batu antara lain :
1. Teori Inti matriks
Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan substansi organic sebagai inti.
Substansi organik ini terutama terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein yang
akan mempermudah kristalisasi dan agresi substansi pembentuk batu.
2. Teori supersaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin,
santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
3. Teori presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin. Pada
urin yang bersifat asam akan mengendap sistin,, santin, asam dan garam urat.
Sedangkan pada urin yang bersifat alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori kurangnya faktor penghambat.
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat,
sitrat, magnesium, asam mukopolisakarid akan mempermudah terbentuknya batu
saluran kemih.
E. Pathway

Infeksi Saluran Kalsium ofsalat fosfat endogen


Kemih eksogen

Sumber: Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan Pembentukan


pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.

Jakarta : Salemba Medika.


Obstruksi saluran
Pola
Tidak Efektif

B1 B2 B5 B6
B3 (Brain) B4
Nafas

(Bledder)
Stasis Peningkat
Peningkatan
Kurang Penurunan an distensi pembedahan
ureum dalam Urine sulit Urine sedikit informas reabsorbsi abdomen vasokolitektomi
untuk keluar keluar di dan sekresi
O2 dalam darah Stressor anoreksi Luka post-Op
sertai darah bagi Gg. fungsi
nyeri tekan
kandung Terjadi absosi Mual/muntah Kerusaka n
Sesak batu Cemas integumen
Penurunan produksi
kolik renal Urine Output
di ureter Kolik berlebih
Retensi
Kurang
Nyeri Pengetahahuan
Defisit Nutrisi
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijayaningsih (2013), pemeriksaan diagnostik untuk batu saluran kemih diantaranya sebagai berikut :
1. Urinalisa
Warna mungkin kuning, cokelat gelap, berdarah, secara umum menunjukkan Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), pH asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat ammonium, atau batu kalsium fosfat), urin 24 jam :
(kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urin menunjukan Infeksi saluran kemih (ISK),
Blood ureum nitrogen (BUN /kreatinin serum dan urin) ; abnormal (tinggi pada serum atau rendah pada urin).
2. Darah lengkap
Hemoglobin, hematokrit ; abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
3. Hormon paratiroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal
4. Foto rontgen menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomi pada area ginjal dan sepanjang ureter.
5. Ultrasonografi ginjal untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

G. Komplikasi
Menurut Putri & Wijaya (2013), komplikasi untuk penyakit batu saluran kemih adalah :
1. Obstruksi ; menyebabkan hidronefrosis
2. Infeksi
3. Gangguan fungsi ginjal.

H. Penatalaksanaan
Menurut Putri & Wijaya (2013), tujuan penatalaksanaan batu saluran kemih adalah menghilangkan obstruksi, mengobati infeksi,
menghilangkan rasa nyeri, serta mencegah terjadinya gagal ginjal dan mmengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi. Adapun mencapai
tujuan tersebut, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Diagnosis yang tepat mengenai adanya batu, lokasinya, dan besarnya batu
2. Menentukan adanya akibat-akibat batu saluran kemih seperti : rasa nyeri, obstruksi disertai perubahan-perubahan pada ginjal, infeksi
dan adanya gangguan fungsi ginjal.
3. Menghilangkan obstruksi, infeksi dan rasa nyeri.
4. Mencari latar belakang terjadinya batu.
5. Mengusahakan penceghan terjadinya rekurensi
Penatalaksanaan secara umum pada obstruksi saluran kemih bagian bawah diantaranya sebagai berikut :

1. Cystotomi ; salah satu usaha untuk drainase dengan menggunakan pipa sistostomy yang ditempatkan langsung didalam kandung kemih
melalui insisi supra pubis.
2. Uretrolitotomy ; tindakan pembedahan untuk mengangkat batu yang berada di uretra.
Menurut Purnomo dalam Wardani (2014) pemeriksaan penunjang yang dapat dilaukan yaitu Extracorporeal Shockwave Lithotripsy
(ESWL) merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan
melalui tubuh untuk memecah batu dan Tindakan endourologi merupakan tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri
atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat
tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit.

I. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian yang diambil menurut Ardiansyah dalam Rais (2015) diantarannya sebagai berikut:
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan
penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan
fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
b. Anamnese
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri pada daerah pinggang, urine lebih sedikit, hematuria, pernah mengeluarkan batu
saat berkemih, urine berwarana kuning keruh, sulit untuk berkemih, dan nyeri saat berkemih.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Penurunan haluaran urin atau BAK sedikit, kandung kemih penuh dan rasa terbakar, dorongan berkemih, mual/muntah, nyeri
abdomen, nyeri panggul, kolik ginjal, kolik uretra, nyeri waktu kencing dan demam.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya, riwayat kolik renal atau bladder tanpa batu yang keluar, riwayat trauma
saluran kemih.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya ISK kronik, dan penyakit atau kelainan ginjal lainnya.
6) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah atau tempat tinggal yang asupan airnya banyak mengandung kapur, perlu dikaji juga daerah tempat tinggal dekat dengan
sumber polusi atau tidak.
7) Pengkajian Kebutuhan Dasar
a) Kebutuhan Oksigenasi
Perkembangan dada dan frekuensi pernapasan pasien teratur saat inspirasi dan ekspirasi dan tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
b) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan
pemasukan cairan, tidak cukup minum, terjadi distensi abdomen, penurunan bising usus.
c) Kebutuhan Eliminasi
Kaji adanya riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus). Penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh, rasa
terbakar saat buang air kecil. Keinginan dorongan ingin berkemih terus, oliguria, hematuria, piuri atau perubahan pola
berkemih.
d) Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan pekerjaan apakah pasien terpapar suhu tinggi, keterbatasan aktivitas
misalnya karena penyakit yang kronis atau adanya cedera pada medulla spinalis.
e) Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan hospitalisasi.
f) Kebutuhan Persepsi dan Sensori
Perkembangan kognitif klien dengan kejadian di luar penampilan luar mereka.
g) Kebutuhan Kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik, lokasi tergantung pada lokasi batu misalnya pada panggul di regio sudut
costovertebral dapat menyebar ke punggung, abdomen dan turun ke lipat paha genetalia, nyeri dangkal konstan
menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal, nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau
tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi.
h) Kebutuhan Personal Hygiene
Kaji perubahan aktifitas perawatan diri sebelum dan selama dirawat di rumah sakit.
i) Kebutuhan Informasi
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang diet pada vesikolitiasis serta proses penyakit dan penatalakasanaan.
j) Kebutuhan Konsep Diri
Konsep diri pasien mengenai kondisinnya
8) Pengkajian Fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda-tanda vital.
b) Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala mesochepal.
c) Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan edema periorbital dan konjungtiva apakah anemis.
d) Pemeriksaan Hidung
Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak napas.
e) Pemeriksaan Telinga
Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada tidaknya keluaran.
f) Pemeriksaan Gigi dan Mulut
Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang tanggal, mukosa bibir biasanya kering, pucat.
g) Pemeriksaan Leher
Adanya distensi vena jugularis karena edema seluruh tubuh dan peningkatann kerja jantung.
h) Pemeriksaan Jantung
Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal, kardiomegali.
i) Pemeriksaan Paru
pengembangan ekspansi paru sama atau tidak. Suara napas abnormal
j) Pemeriksaan Abdomen
Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah. Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi massa,
pada beberapa kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
k) Pemeriksaan Genitalia
Pada pola eliminasiurine terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi urine, dan sering miksi
l) Pemeriksaan Ekstremitas
Tidak ada hambatan pergerakan sendi pada saat jalan, duduk dan bangkit dari posisi duduk, tidak ada deformitas dan fraktur.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola Napas Tidak Efektif ( D. 0005)
b. Nyeri Akut (D. 0077)
c. Defisit Nutrisi ( D. 0019)

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Keperawatan

Pola Napas Tidak Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen jalan napas


Efektif intervensi keperawatan
( D. 0005) selama 3 X 24 jam Observasi
diharapkan masalah 1. 1 Monitor pola napas
teratasi dengan kriteria (frekuensi, kedalaman,
hasil : usaha napas)
1. Dispnea menurun 1. 2 Monitor bunyi napas
2. Penggunaan otot bantu tambahan 9mis, gurgling,
napas menurun mengi, wezing, ronki
3. Pemanjangan fase kering)
ekspirasi menurun 1. 3 Monitor sputum 9jumlah,
4. Pernapasan cuping warna,aroma)
hidung menurun Terapeutik
5. Frekuensi napas 1. 4 Pertahankan kepatenan jalan
membaik napas dengan head tilt dan
6. Kedalaman napas chin lift
membaik 1. 5 Posisikan semi fowler daan
fowler
1. 6 Berikan minum hangat
1. 7 Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
1. 8 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
1. 9 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
1. 10 Keluarkan sumbatan benda
padat denngan forshep
mcgill
1. 11 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. 12 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
1. 13 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. 14 Kolaborasi pembagian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolotik jika perlu
Nyeri akut (D. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (1. 08238)
0077) intervensi keperawatan
2. 1 Manajemen Nyeri Observasi
selama 3 x 24 jam di
harapkan bersihan jalan 2. 2 Identifikasi factor pencetus
napas meningkat dengan dan pereda nyeri
kriteria hasil : 2. 3 Monitor kualitas nyeri
1. keluhan nyeri menurun 2. 4 Monitor lokasi dan
penyebaran nyeri
2. meringis menurun
2. 5 Monitor intensitas nyeri
3. sikap protektif dengan menggunakan skala
menurun 2. 6 Monitor durasi dan
frekuensi nyeri Teraupetik
4. kesulitan tidur menurun
2. 7 Ajarkan Teknik
5. frekuensi nadi nonfarmakologis untuk
membaik mengurangi rasa nyeri
2. 8 Fasilitasi istirahat dan tidur
6. pola napas membaik
Edukasi
2. 9 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
2. 10 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi
2. 11 Kolaborasi pemberian obat
analgetik

Defisit nutrisi Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen nutrisi


( D. 0019) asuhan keperawatan
selama 3 X 24 jam Observasi
diharapkan masalah 3. 1 Identifikasi status nutrisi
teratasi dengan kriteria
3. 2 Identifikasi alergi dan
hasil :
intoleransi makanan
 Porsi makanan yang
dihabiskan meningkat 3. 3 Identifikasi makanan
disukai
 Kekuataan otot menelan
meningkat 3. 4 Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrien
 Berat abdan membaik
3. 5 Identifkasi perlunya
 Indeks massa tubuh penggunaan selang
(IMT) membaik nasogastrik

 Frekuensi makan 3. 6 Monitor asupan makanan


membaik
3. 7 Monitor berat badan
 Nafsu makan membaik
3. 8 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik
3. 9 Lakukan oral hhygiene
sebelum makan, jika perlu.

3. 10 Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis,
priramida makanan)

3. 11 Sajikan makanan secara


menarik dan suhu yangs
sesuai

3. 12 Berikan makanan tinggi


serat untuk mencegah
kontipasi

3. 13 Berikan makanan tinggi


kalori dan tinggi protein

3. 14 Berikan suplemen makanan,


jika perlu

3. 15 Hentikan pemberian makan


melalui selang nasogastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi

Edukasi
3. 16 Anjurkan posisi duduk, jika
mampu

3. 17 Ajarkan diet yang di


programkan

Kolaborasi
3. 18 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis, pereda
nyeri,antlemetik, jika perlu

3. 19 Kolaborasikan ahli gizi


untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto


Kartika Sari Wijayaningsih. 2013. Standar Asuhan Keperawatan : Jakarta. TIM.
Madjid dan Suharyanto. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan/Toto Suharyanto, Abdul Madjid; Copy
Editor: Agung Wijaya, A.md-Jakarta : TIM
Tim Pokja SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dari Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :Definisi dari Dari Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dari Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Rais. 2015. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah “Vesikolitiasis” Pada Tn. A di Ruang Asoka BLUD RSU Bahteramas Provinsi
sulawesi Tenggara 2015. Kendari. Avicenna
Wijaya, Andra. Saferi.,& Putri, Yessie. Mariza.(2013). Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa) 1. Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai