SITI MUSAYAROH
1018031113
UNIVERSITAS FALETEHAN
2021
BAB I
KONSEP PENYAKIT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA
1. PENGERTIAN
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas
yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai
dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada
terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat revrsibel baik dengan
atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2009)
Asma Bronkial adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spame
akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan
ventilasi alveolus (Huddak & Gallo, 1997).
Jadi dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit jalan napas obstruktif yang
disebabkan oleh berbagai stimulan, yang ditandai dengan spasme otot polos bronkiolus.
2. ETIOLOGI
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma
bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti: debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti : perhiasan,
logam dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
3) Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4) Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga/aktifitas jasmani yang berat.
6) Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
3. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor penyebab seperti virus,bakteri,jamur,parasite,alergi,cuaca,kegitan jasmani
dan psikis akan merangsang reaksi hiperaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan
sehingga merangsang plasma menghasilkan imunoglobin E (igE). igE selanjutnya akan
menempel pada reseptor dinding sel mast tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami
degranulasi, sel mast yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti
histamine dan bradikinin. mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
timbul edema mukosa,peningkatan produksi mukus serta otot polos bronkiolus .Hal ini akan
menyebabkan proliferasi sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat akibatnya terjadi
gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama alveolus menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi.
Yang CO2 dalam kapiler (hipoventilasi)yang akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik.Hal
ini dapat menyebabkan paru-paru tidak membuang karbondioksida sehingga menyebabkan
konsentrasi O2 berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana oksigenasi kejaringan tidak memadai
sehingga akan terjadi hipoksemia dan hipoksia yang aka menimbulkan berbagai manifestasi
klinis.
KLASIFIKASI
a. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu:
1) Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan oleh
faktor-faktor pencetus spesifik (alergen), seperti serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada
faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma ekstrinsik biasanya sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi dalam
keluarganya.
2) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3) Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa atau disebut
juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang berat adalah:
- Serangan batuk yang hebat
- Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
- Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
- Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
- Kesadaran menurun
- Thorak seperti barel chest
- Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
- Sianosis
- BGA Pa O2 kurang dari 80%
- Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis dari asma,
diantaranya:
- Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Serangan asma
biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai
dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.
- Sianosis karena hipoksia
- Gejala retensi CO2 : diaforesis, takikardia, pelebaran tekanan nadi.
Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis dari asma,
diantaranya:
- Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Serangan asma
biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai
dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.
- Sianosis karena hipoksia
- Gejala retensi CO2 : diaforesis, takikardia, pelebaran tekanan nadi.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan persistem yang diprioritaskan pada bagian thorax.
b. Pemeriksaan Fungsi Paru
1) Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung
kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan
kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi
dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 <
80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya
perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji
bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan.
c. Pemeriksaan Tes Kulit (Skin Test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
d. Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada penderita dengan
serangan asma berat atau status asmatikus.
6. Terapi/Tindakan Penanganan
Yang termasuk obat antiasma adalah :
a. Bronkodilator
Untuk bronkodilatasi atau pelebaran bronkus.
1) Agonis β 2
Terbutalin, salbutamol, dan feneterol memiliki lama kerja 4 - 6 jam,
sedangkan agonis β 2 long-acting bekerja lebih dari 12 jam, seperti salmeterol,
foemoterol, bambuterol, dan lain – lain. Bentuk aerosol dan inhalansi
memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang jauh lebih kecil
yaitu sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.
2) Metilxantin
Teofilin dan aminofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya
berkaitan dengan konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini dapat
ditekan dengan pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka
panjang.
3) Antikolinergik
Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi
dan profilaksis. Salah satu contoh antikolinergik ini adalah atropin. Jenis obat-
obatan ini menimbulkan efek bronkodilator.
4) Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengurangi inflamasi dan mengurangi konstriksi saluran
nafas. Jenis kortikosteroid yang biasa digunakan adalah hidrokortison. Obat
jenis ini biasanya diberikan secara intravena.
Pathway Faktor
Faktor
Intrinsik
Ekstrinsik
Asetinkolin pada
otot polos bronkus
meningkat
Mempengaruhi otot polos dan
kelenjar jalan nafas
Bronkokontriksi
Peningkatan
Spasme otot Edema mukosa
mukus bronkus
Asma dispnea
1. Pengkajian
a. Keluhan :
Sesak nafas tiba-tiba,biasanya ada faktor pencetus
Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
Batuk dengan sekret lengket
Berkeringat dingin
Terdengar suara mengi / wheezing keras
Terjadi berulang, setiap ada pencetus
Sering ada faktor genetik/familier
Primary survey :
AIRWAY
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asma tikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada
jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asma ini
memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin
sedikit yang dapat diperoleh.
BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas
pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh.Namun pada status
asma tikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini
memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya
bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu
kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat
diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
CIRCULATION
Pengkajian :
Disability : status neurologis (tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda ratelisasi)
Folley catether : pasang kateter untuk melihat output cairan dan adanya pendarahan pada urin
Gastric Tube : kontra indikasi, fraktur basis cranii ( rinorea, otorea, battle sign, racoon eyes). Indikasi
( mengurangi distensi, mencegah aspirasi, nutrisi&obat dll).
Secondary Survey:
Diagnosa keperawatan :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
b. Pola nafas tidak efektif b.d kelemahan otot pernapasan
c. Gangguan pertkaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
ANALISA DATA
Analisa Data Etiologi Masalah
keperawatan
Ds :
- Sulit bicara Allergen , aktivitas jasmani yg Bersihan jalan napas
- Dispnea berat tidak efektif
↓
Do :
Merangsang pengeluaran histamin
- Batuk tidak efektif
↓
- Tidak mampu batuk
sekresi secret meningkat
- Sputum berlebih
↓
- Mengi, wheezing/ronkhi
kering penyempitan bronchus
- Gelisah ↓
- Sianonis pengeluaran sekret terganggu
Ds :
- Dispnea Allergen/non allergen Pola napas tidak
- Orthopea ↓ efektif
Merangsang respon imun menjadi
Do :
aktif
- Penggunaan otot bantu
↓
pernapasan
Pelepasan histamin, brandikinin,
- Pola napas abnormal
prostaglandin
- Ventilasi semenit
↓
menurun
- Bradypnea atau takipnea Pembentukan membrane mukosa
- Diameter thoraks ↓
anterior-posterior Obstruksi jalan napas
meningkat ↓
- Pernapasan cuping Suplay O2 menurun
hidung ↓
- Kapasitas vital menurun Frekuensi napas meningkat
↓
Kolaborasi
kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan napas
efektif perawatan selama 2x24 jam Observasi
Kolaborasi
- kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspetoran,
mukolitik
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Indonesia.
Nugroho, T., Putri, B. T., & Putri, K. D. (2016). Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Rab, T. (2008). Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: P.T. Alumni.