Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN KASUS “ASFIKSIA”

MAHASISWA :

YESTY SEFTARIANY

NIM. A3R21057

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

“HUTAMA ABDI HUSADA”

TULUNGAGUNG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
ASFIKSIA
A. DEFINISI
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur
segera atau beberapa saat setelah lahir. Secara klinik ditandai dengan sianosis,
bradikardi, hipotonia, dan tidak ada respon terhadap rangsangan, yang secara objektif
dapat dinilai dengan skor APGAR. Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia, dan
berakhir dengan asidosis. Konsekuensi fisiologis yang terutama terjadi pada bayi
dengan asfiksia adalah depresi susunan saraf pusat dengan kriteria menurut WHO
tahun 2008 didapatkan adanya gangguan neurologis berupa Hypoxic Ischaemic
Enchepalopaty (HIE), akan tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera.
(Kosim, 1998; Hasan, 1985; dan Depkes RI, 2005)
Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan. Asfixia dalam
kehamilan dapat disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat
bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, cacat bawaan, atau trauma.
Sementara itu, asfiksia dalam persalinan disebabkan oleh partus yang lama, ruptura
uteri, tekanan terlalu kuat kepala anak pada plasenta, prolapsus, pemberian obat bius
yang terlalu banyak dan pada saat yang tidak tepat, plasenta previa, solusia plasenta,
serta plasenta tua (serotinus) (Nurarif, 2013).

B. ETIOLOGI
Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor (Nurarif, 2013).
a. Faktor ibu
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta
berkurang. Akibatnya, aliran oksigen ke janin juga berkurang dan dapat
menyebabkan gawat janin dan akhirnya terjadilah asfiksia. Berikut merupakan
keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir (Depkes
RI, 2005 dan Nurarif, 2013):
1) Preeklamsia dan eklamsia
2) Demam selama persalinan
3) Kehamilan postmatur
4) Hipoksia ibu
5) Gangguan aliran darah fetus, meliputi :
a) gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri
b) hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c) hipertensi pada penyakit toksemia
6) Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, dan ketuban pecah dini
b. Faktor plasenta
Keadaan berikut ini berakibat pada penurunan aliran darah dan oksigen melalui tali
pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia (Depkes RI, 2005 dan
Nurarif, 2013):
1) Abruptio plasenta
2) Solutio plasenta
3) Plasenta previa
c. Faktor fetus
Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun tanpa didahului
tanda gawat janin (Depkes RI, 2005 dan Nurarif, 2013):
1) Air ketuban bercampur dengan meconium
2) Lilitan tali pusat
3) Tali pusat pendek atau layu
4) Prolapsus tali pusat
d. Faktor persalinan
Keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu (Nurarif, 2013):
1) Persalinan kala II lama
2) Pemberian analgetik dan anastesi pada operasi caesar yang berlebihan
sehingga menyebabkan depresi pernapasan pada bayi
e. Faktor neonatus
Berikut merupakan kondisi bayi yang mungkin mengalami asfiksia (Nurarif, 2013):
1) Bayi preterm (belum genap 37 minggu kehamilan) dan bayi posterm
2) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
forsep)
3) Kelainan konginetal seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran
pernapasan, hipoplasi paru, dll.
4) Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan
perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada
asfiksia berat adalah sebagai berikut :
a. Frekuensi jantung kecil, yaitu <40 kali per menit
b. Tidak ada usaha napas
c. Tonus otot lemah bahkan tidak ada
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwana kelabu
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
2. Asfiksia sedang ( sadang APGAR 4-6 )
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
a. Frekuensi jantung menurut menjadi 60-80 kali per menit
b. Usaha napas lambat
c. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
d. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
e. Bayi tampak sianosis
f. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan
3. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-9)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut :
a. Takipneu dengan napas lebih dari 600 kali permenit
b. Bayi tampak sianosis
c. Adanya retraksi sela iga
d. Bayi merintih (grunting)
e. Adanya pernafasan caping hidung
f. Bayi kurang aktifitas
g. Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif

D. KLASIFIKASI
Ada dua macam jenis Asfiksia, yaitu :
a. Asfiksia Livida (biru) ciri-cirinya : warna kulit kebiru-biruan, tonus otot masih
baik, reaksi rangsangan positif, bunyi jantung reguler, prognasi lebih baik.
b. Asfiksia Pillida (putih) ciri-cirinya : warna kulit pucat, tonus otot sudah
berkurang, tidak ada rektasi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek.
(Prawirohardjo, 2010)

Klasifikasi Asfiksia berdasarkan nilai APGAR


N Klasifikasi Nilai APGAR Derajat Vitalitas
o
Fress Stillbirth Tidak ada pernapasan
1 0
(bayi lahir mati) Tidak ada denyut jantung
2 Asfiksia Berat 1-3 Denyut jantung <40x/menit
Pernapasn tidak teratur,
3 Asfiksia Sedang 4-6 megap-megap, atau tidak
ada pernapasan
Asfiksia Ringan / Tangisan kuat disertai
4 7-9
tanpa Asfiksia gerakan aktif
5 Bayi Normal 10

E. PATOFISIOLOGI
Menurut Varney (2007), hipoksia dimulai dengan frekuensi jantung dan
tekanan darah pada awalnya meningkat dan bayi melakukan upaya megap-megap.
Bayi kemudian masuk pada periode apnea primer. Bayi yang menerima stimulasi
adekuat selama apnea primer akan melakukan usaha nafas dan bayi yang mengalami
asfiksia jauh lebih berbeda dalam tahap apnea sekunder. Apnea sekunder cepat
menyebabkan kematian kalau tidak dibantu dengan pernafasan buatan dan warna bayi
berubah dari biru menjadi putih karena bayi baru lahir menutupi sirkulasi perifer
sebagai upaya memaksimalkan aliran darah keorgan-organ, seperti jantung dan ginjal.
Penurunan oksigen yang tersedia menyebabkan pembuluh darah diparu-paru
mengalami konstriksi. Konstriksi ini meyebabkan paru-paru resistian terhadap
ekspansi sehingga mempersulit kerja resusitasi.
Kurangnya oksigen dalam periode singkat menyebabkan metabolisme pada
bayi baru lahir berubah menjadi metabolisme anaerob, terutama karena kurangnya
glukosa yang dibutuhkan sebagai sumber energi pada saat darurat. Neonatus yang
lahir melalui seksio sesaria, terutama jika tidak ada tanda persalinan, tidak
mendapatkan pengurangan cairan paru dan penekanan pada toraks sehingga
mengalami paru-paru basah yang lebih persisten. Situasi ini dapat mengakibatkan
takipnea sementara pada bayi baru lahir Transient Tachaypnea of the Newborn
(TTN).
F. PATHWAY

Paralisis pusat pernafasan Persalinan lama, lilitan tali pusat, Factor lain : obat-obatan
presentasi janin abnormal

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2, dan Paru- paru terisi cairan


kadar CO2 meningkat

Bersihan jalan napas Gangguan metabolisme dan


tidak efektif perubahan asam basa

Suplai O2 dalam darah Suplai O2 dalam paru Asidosis respiratorik

Gangguan perfusi ventilasi


Hipotermia Kerusakan otak

Napas cuping hidung, sianosis,


Napas cepat Resiko cidera hipoksia

Apneu Gangguan pertukaran gas

DJJ dan TD

Pola napas tidak


efektif
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya asfiksia
pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
a. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa
pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun
dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya (Wiknjosastro, 2007).
b. Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya asidosis
dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat saturasi
SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui oksigenasi,
evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).
c. Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan garam-
garam elektrolit sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya. Timbul asidosis
laktat, hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit darah
dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan ureum, natrium,
keton atau protein (Harris, 2003).
d. Gula darah
Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk
kandungan glukosa. Menurut Harris (2003), penderita asfiksia umumnya
mengalami hipoglikemi.
e. Pemeriksaan radiologic
Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed tomography scan
(CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai yang tinggi
dalam menegakkan diagnosis
f. USG ( Kepala )
Penilaian APGAR score
g. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan, Foto polos dada

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada bayi baru lahir dengan asfiksia nonatorum:
a. Pemantantauan golongan darah, denyut nadi, funsi dan sistem jantung dan baru
dengan melakukan resusitasi memberikan yang cukup serta memantau perkusi
jaringan tiap 2 sampai 4 jam
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap kuat atau baik sehingga proses oksigenasi
cukup agar sirkulasi darah tetap baik (Hidayat, 2008).
c. Cara menagatasi asfiksia sebagai berikut:
1) Asfiksia ringan (7-9)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat
b. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada mulut kemudian
hidung
c. Bersihkan badan dan tali pusat
d. Lakukan observasi TTV, pantau APGAR SCORE dan masukan kedalam
inkubator
2) Asfiksia sedang (4-6)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat
b. Letakan bayi pada meja resusitasi
c. Bersihkan jalan napas bayi
d. Berikan 2 liter permenit, bila berhasil teruskan perawatan selanjutnya.
e. Bila belum berhasil angsang pernapasan dengan menepuk, nepuk telapak
kaki, bila tidak berhasil juga pasang penlon masker di pompa box permenit.
f. Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakn terapi natrium
dikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4 cc disuntikan
melalui vena umbilikalis, masukan perlahan-lahan untuk mencegah
terjadinya pendarah intrakranial karena perubahan pH darah mendadak
3) Asfiksia berat (1-3)
a). Bayi dibungkus dengan kain hangat
b). Letakan bayi pada meja resusitasi
c). Bersihkan jalan napas bayi sambil pompa melalui ambubag
d). Beriakan 4-5 liter permenit
e). Bila tidak berhasil lakukan pemasangan ETT (endotrakheal tube)
f). Bersihakan jalan napas melalui ETT
g). Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakn terapi natrium
dikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4 cc disuntikan
melalui vena umbilikalis, masukan perlahan-lahan untuk mencegah
terjadinya pendarah intrakranial karena perubahan pH darah mendadak

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin muncul pada asfiksia neonatus antara lain:
a. Edema otak dan pendrahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berkelanjutan
sehingga terjadi renjatan neonatus sehingga aliran darah ke otak menurun.
Keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat
terjadinya edema otak, dan pendarahan otak
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia. Keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir
ke organ seperti mesentrium atau ginjal.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan prtukarn gas dan
transportasi sehingga penderita kekurangan persediaan dan kesulitan
pengeluaran hal ini dapat menyebabkan kejang pada bayi tersebut karena
disfungsi jaringan efektif
d. Koma
Apabila pada bayi asfiksia berat tidak segera ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipokemia dan pendarahan otak.
J. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Pola napas tidak efektif
4. Hipotermi
5. Risiko cidera

K. INTERVENSI
N DIAGNOSA SLKI SIKI
O KEPERAWATA
N
1 Bersihan jalan Bersihan jalan napas Pemantauan Respirasi
napas tidak L. 01001 I.01014
efektif (D.0001) setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1. Monitor kemampuan
2x24 jam diharapkan batuk efektif
bersihan jalan nafas 2. Monitor adanya
meningkat dengan produksi sputum
kriteria hasil sbb : 3. Monitor frekuensi,
1. Batuk efektif kedalaman dan upaya
meningkat napas
2. Produksi sputum 4. Monitor pola napas
menurun (mis, bradipnea,
3. Mengi, Wheezing takipnea,
menurun hiperventilasi,
4. Mekonium Kussmaul, cheyne
(neonatus) menurun stokes, biot, ataksik)
5. Dispnea membaik 5. Monitor saturasi
6. Ortopnea membaik oksigen
7. Sulit bicara
Terapeutik
membaik
1. Atur interval
8. Sianosis membaik
pemantauan respirasi
9. Gelisah membaik
sesuai kondisi pasien
10. Frekuensi nafas
2. Dokumentasikan
membaik
hasil pemantauan
11. Pola nafas membaik
3. Buang sekret pada
tempat sputum
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
2 Gangguan Pertukaran Gas TERAPI OKSIGEN
pertukaran gas L.01003 I.01026
(D.0003) setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1. Monitor kecepatan
2x24 jam diharapkan aliran oksigen
pertukaran gas 2. Monitor posisi alat
meningkat dengan terapi oksigen
kriteria hasil sbb : 3. Monitor aliran oksigen
1. Tingkat secara periodic dan
kesadaran pastikan fraksi yang
meningkat diberikan cukup
2. Dispnea 4. Monitor efektifitas
menurun terapi oksigen (mis.
3. Bunyi nafas oksimetri, analisa gas
tambahan darah ), jika perlu
menurun 5. Monitor kemampuan
4. Pusing menurun melepaskan oksigen
5. Penglihatan saat makan
kabur menurun 6. Monitor tanda dan
gejala toksikasi
6. Gelisah menurun
oksigen dan atelektasis
7. Nafas cuping
7. Monitor tingkat
hidung menurun
kecemasan akibat
8. PCO2 membaik
terapi oksigen
9. PO2 membaik 8. Monitor integritas
10. Takikardia mukosa hidung akibat
membaik pemasangan oksigen
11. Ph arteri Terapeutik
membaik 1. Bersihkan secret pada
12. Sianosis mulut, hidung dan
membaik trachea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
4. Tetap berikan oksigen
saat pasien
ditransportasi
5. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengat tingkat
mobilisasi pasien
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau
tidur
3 Pola napas tidak Pola Napas L.01004 Terapi Oksigen I.01026
efektif (D.0005 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan Observasi
2x24 jam diharapkan
1. Monitor kecepatan
pola napas pada pasien aliran oksigen
membaik dengan kriteria 2. Monitor posisi alat
hasil sbb : terapi oksigen
1. Dispnea 3. Monitor aliran
menurun oksigen secara periodic
2. Penggunaan otot dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
bantu napas
4. Monitor efektifitas
menurun terapi oksigen (mis.
3. Pemanjangan oksimetri, analisa gas
fase ekspirasi darah ), jika perlu
menurun 5. Monitor kemampuan
4. Frekuensi napas melepaskan oksigen saat
membaik makan
6. Monitor tanda-tanda
5. Kedalaman
hipoventilasi
napas membaik 7. Monitor tanda dan
6. Pernapasan gejala toksikasi oksigen
cuping hidung dan atelektasis
menurun 8. Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
9. Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen

Terapeutik

10. Bersihkan secret pada


mulut, hidung dan
trachea, jika perlu
11. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
12. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
13. Tetap berikan oksigen
saat pasien ditransportasi
14. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengat tingkat mobilisasi
pasien

Kolaborasi

15. Kolaborasi penentuan


dosis oksigen

Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
4 Hipotermi TERMOREGULASI MANAJEMEN
(D.0140) (L.14134) HIPOTERMIA (I.14507)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan asuhan 1. Monitor suhu
keperawatan selama tubuh
2x24 jam diharapkan 2. Identifikasi
termoregulasi pada penyebab
pasien membaik dengan hipotermia
kriteria hasil : 3. Monitor tanda
1.Menggigil menurun dan gejala
2. kejang menurun akibat
3. konsumsi oksigen hipotermia
menurun Terapeutik
4. pucat menurun 4. Sediakan
5. suhu tubuh membaik lingkungan
6. kadar gula darah yang hangat
membaik 5. Ganti pakaian
7. tekanan darah dan/atau linen
membaik yang basah
6. Lakukan
penghangatan
pasif
7. Lakukan
penghangatan
aktif eksternal
Edukasi
8. Anjurkan
makan/minum
hangat
5 Risiko cidera TINGKAT CEDERA PENCEGAHAN CEDERA
(D.0136) (L.14136) (I.14537)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1.Identifikasi area
selama 2x24 jam lingkungan yang berpotensi
diharapkan tingkat menyebabkan cedera
cedera menurun dengan 2. identifikasi obat yang
kriteria hasil : berpotensi menyebabkan
1.toleransi aktivitas cedera
meningkat Terapeutik
2. kejadian cedera 3.Sediakan pencahayaan
menurun yang memadai
3. ketegangan otot 4. sosialisasikan pasien dan
menurun keluarga dengan lingkungan
4. ekspresi wajah ruang rawat
kesakitan menurun 5. gunakan alas lantai jika
5. gangguan mobilitas beresiko mengalami cedara
menurun khusus
6. tekanan darah 6. gunakan pengaman tempat
membaik tidur yang sesuai dengan
7. frekuensi nadi kebijakan fasilitas pelayanan
membaik kesehatan
8. frekuensi napas 7. diskusikan mengenai
membaik latihan dan terapi yang
diperlukan
8. diskusikan bersama
anggota keluarga yang dapat
mendampingi pasien
Edukasi
9.Edukasi alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien
dan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based Guide to
Planning Care. United Stated of America : Elsevier.

Agarwal R, Ashish J, Ashok K, Deorari, Vinod KP. 2008. Post-Resuscitation Management


of Asphyxiated Neonates. Indian Journal of Pediatrics : 75; 175-80.

Moorhead, Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. USA:
Mosbie Elsevier.
Ongunlesi TA, Fetuga MB, Adekanmbi AF. 2013. Mother’s Knowladge About Birth
Asphyxia : The Need to Do More!. Nigerian Journal of Clinical Practice :
16(1); 31-6.

Pitsawong C, Prisana P. 2011. Risk Factors Associated with Birth Asphyxia in


Phramongkutklao Hospital. Thai J of Obstertrics and Gynaecology : 19; 165-
71.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta , Persatuan Perawatan Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta , Persatuan Perawatan Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta , Persatuan Perawatan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai