Anda di halaman 1dari 3

RESUME

Agenda Markist untuk Perdamaian


Menuju Perdamaian sebagai Keadilan Sosial dan Emansipasi

Pendahuluan : Determinisme Struktural


Bab ini meninjau konseptualisasi implisit tentang perdamaian yang terkandung
dalam penjelasan IR dari interogasi imperialisme, tatanan dunia dan sistem dunia,
golongan, konflik dan kapitalisme, dari proposalnya untuk pembangunan tatanan
internasional di mana keadilan ekonomi dan sosial berkuasa.
Pemikiran struktural membuka pemikiran determinisme yang sudah menyatu
dalam kerja struktur internasional dan masalah mata pelajaran yang tidak berdaya
atau lemah, bagaimana mereka dipengaruhi, didominasi atau dieksploitasi oleh
struktur yang dimotori oleh aktor kuat, struktur ekonomi, geopolitik dan politik
tersembunyi lainnya. Tujuannya untuk menggantikan struktur yang mendominasi
lembaga dan bukan hanya menuntun pada pergantian yang sering kali dengan
bentuk dominasi lebih buruk di banyak negara bagian di seluruh dunia dimana
komunisme dipraktekkan selama periode perang dingin.
Marxisme dan Perdamaian Tanpa Golongan
Strukturalisme menawarkan pandangan bahwa ekonomi global, perdagangan
dunia dan hubungan ekonomi global disusun untuk keuntungan elit dan kelas
sosial kecil untuk mengontrol negara dan institusi nasional, hal ini menyebabkan
ketidakadilan global dan ketidakberdayaan dari banyak penduduk dunia. Sesuai
dengan itu, status elit dan sumber daya tergantung pada ketidakberdayaan.
Marxisme dihadirkan untuk menyanggah pendekatan realisme yang menjelaskan
tentang negara yang selalu bersaing dalam hal kekuatan dan kekuasaan dalam
hubungan internasionalnya. Kekuatan negara adalah instrumen utama bagi negara
untuk mendominasi hubungan internasional. Marxisme juga mencoba menyerang
pendekatan liberalisme yang menyatakan bahwa perdamaian internasional dapat
dicapai dengan adanya kerjasama antar negara yang bersifat kooperatif dan
kolaboratif karena di mata para liberalis, negara bersifat positif dan rasional.
Tulisan ini akan membahas mengenai pendekatan marxisme secara keseluruhan
meliputi pemikiran dasar, aktor-aktor yang terlibat dalam hubungan internasional
menurut kaum marxis, bentuk sistem internasional, agenda utama, dan pemikiran
kaum marxis mengenai keamanan dan perdamaian internasional. Tulisan ini juga
akan membahas beberapa kritik dari kaum marxis terhadap pendekatan terdahulu,
realisme dan liberaslisme.
Teori Imperialisme Lenin
Lenin meneruskan teori dari Marx dan mengatakan bahwa Kapitalisme telah
memasuki era baru dengan terbentuknya ‘Monopoli Kapitalisme’. Struktur yang
digambarkan imperialisme adalah kenyataan bahwa perusahaan multinasional
akan menghadapkan pemilik modal pada konflik langsung dengan buruh global.
Teori Sistem Dunia Wallerstein
Berdasarkan kegiatan produksinya, sistem dunia dapat digolongkan menjadi 3
entitas,yaitu mini-system, world empire dan world economy. Sistem paling dasar
adalah mini-system dimana kegiatan produksi hanya berdasarkan perburuan dan
agrikultur tradisional. Sistem kedua, world empire, produk agrikultur digunakan
sebagai komoditas utama untuk penyelenggaraan birokrasi dan militer. Sistem
terakhir, the world economy, adalah sistem ekonomi dunia yang kapitalis dimana
produksi yang dilakukan bertujuan untuk menciptakan keuntungan.
Sistem dunia ekonomi ini kemudian memunculkan bentuk hubungan negara
dalam sistem dunia yang terbagi dalam negara core, semi-periphery dan
periphery. Negara core yang negara yang memegang dominasi produksi adalah
yang paling banyak mendapat keuntungan dari kapitalisme, berbeda dengan
negara periphery yang dapat dikatakan menjadi objek eksploitasi pasar negara
core. Kondisi ini kemudian memunculkan semi- periphery sebagai stabilitator
(buffer zone) antara negara core dan negara semi periphery.
Teori Ketergantungan
Membagi dunia menjadi dunia maju dan negara Dunia Ketiga dimana negara
Dunia Ketiga akan selalu tergantung pada negara maju, dan ketergantungannya itu
dimanfaatkan oleh negara maju untuk mengeksploitasi mereka.
Bagaimanapun perkembangan dunia modern, hubungan antar negara akan selalu
diwarnai dengan ketidaksederajatan sosial, akan selalu ada ‘yang mendominasi’
dan ‘yang didominasi’, seperti yang diungkapkan oleh ide dasar Marxisme.
Ketidakmerataan ini bukan tidak mungkin akan menimbulkan struktur-struktur
baru terkait dengan terus berkembangnya praktik eksploitasi, dari yang dulunya
antar buruh-pemilik modal, lalu berkembang menjadi hubungan antar koloni-
penjajah yang sekarang juga diikuti oleh kolonialisme gaya baru yang kemudian
oleh Wallerstein diterjemahkan ke dalam analogi eksploitasi core-periphery.
Berbeda dengan 2 perspektif sebelumnya, realisme dan liberalism, yang melihat
HI sebagai interaksi politik, maka marxisme dan strukturalisme ini lebih melihat
dunia dalam sistem ekonomi. Walaupun pemikiran Marxis ini dianggap oleh
sebagian besar telah luluh oleh runtuhnya Soviet, tetapi kenyataan akan adanya
eksploitasi antar 2 kelas ini tidak akan pernah hilang walaupun impian Marx
tentang dunia tanpa kelas menurut saya tidak kurang utopisnya dari utopis
perdamaian abadi ala liberalisme. Marxisme juga berlawanan dengan konsep
anarki ala realis, dan tidak sependapat dengan kerjasama ala liberalis, mengingat
bahwa konstelasi dunia tidak akan terlepas dari konflik antar kelas.
Jika merunut kaitan antara marxisme dan strukturalisme maka kedua term di atas
dapat ditarik garis singgung. Keduanya sama-sama berbicara tentang struktur
yang ada dalam suatu entitas, bila marxisme berbicara tentang struktur dalam
negara, maka strukturalisme lebih melihat kerangka sistem dunia. Dapat juga
dikatakan bahwa pemikiran Marxis lah yang membangun pemikiran struktural.
Walaupun berbicara tentang negara, namun saya lihat Marxis sangat skeptis
terhadap eksistensi negara, terutama karena negara tidak menghalangi eksploitasi
kapitalisme, juga kenyataan bahwa kaum proletar yang tidak menguasai faktor-
faktor produksi, yang demikian juga tidak menguasai ekonomi-politik,telah
termarjinalkan oleh kekuasaan negara.
Emansipasi
Mungkin salah satu kontribusi yang paling signifikan pendekatan struktural untuk
pemahaman umum tentang perdamaian (meninggalkan konsep marxis-leninis
tentang utopia dan kekerasan revolusioner yang diperlukan untuk mencapainya)
berasal dari hak pilihan yang ada dalam hubungan antara struktur dan mayoritas
aktor yang membentuk masyarakat atau sistem.
Pendekatan struktural mengarah pada ketimpangan besar yang diciptakan oleh
sistem internasional kekaisaran, perdamaian akan dicapai dengan memecahkan
sistem internasional kekaisaran, dan sistem kapitalis global yang menghasilkan
kesetaraan dan distribusi sumber daya yang adil, marginalisasi dan dominasi akan
digantikan oleh keadilan sosial, pembedaan antara lembaga dan struktur yang
menghasilkan ketidakadilan seperti yang akhirnya akan terpecahkan. Hal ini
berarti bahwa strukturalisme tidak menyediakan altematif dari elit yang
mendominasi sistem sosial.
Asumsi, institusi, norma dan kerangka kerja IR, pada praktik marxisme hanya
melestarikan kekerasan struktural melalui reformasinya, elit baru dan upayanya
untuk mendistribusikan sumber daya. Karena aliran determinisme mereka,
pendekatan struktural ortodoks tampaknya melemahkan dorongan yang mendasari
suatu bentuk perdamaian yang mendasar. Karena para aktor secara efektif
ditentukan oleh struktur di mana mereka hidup, seperti realisme, strukturalisme
mengasumsikan bahwa struktur tersebut adalah seperti itu, jika tidak
dikendalikan, kehidupan akan 'jahat, kasar dan pendek "bagi para aktornya.
Oleh karena itu, sementara menegaskan kebutuhan akan lembaga bagi para aktor
untuk mengatasi struktur kekerasan seperti itu, teori determinisme yang tinggi ini,
seperti realisme, menggarisbawahi betapa sulitnya resistensi dan emansipasi. Jadi,
proyek perdamaian adalah subyek pada kunci ontologis dan metodologis
ketegangan yang mengganggu tujuan keseluruhannya untuk emansipasi.

Anda mungkin juga menyukai