Anda di halaman 1dari 8

Hasil Analisis Kasus-1

Persaingan antar karyawan adalah hal yang sangat wajar didalam bentuk lingkup pekerjaan,
di mana saat karyawan dituntut untuk menunjukkan loyalitas dan pengabdiannya kepada
perusahaan. Sehingga, untuk melakukan hal tersebut terkadang banyak mereka yang bersaing
salah satunya untuk mendapatkan promosi jabatan.

Selagi persaingan tersebut berjalan sportif atau sehat tidak masalah, namun jika persaingan
tersebut bisa dikatakan tidak sehat seperti yang terjadi di Bank “BMI 76” Tbk maka ini akan
meretakkan persatuan dan kesatuan karyawan.

Berikut ini adalah contoh persaingan antar karyawan yang tidak sehat dalam pekerjaan :

1. Mencari-cari kesalahan karyawan lain


Adalah salah satu bentuk persaingan yang tidak sehat di mana masing-masing
karyawan sibuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ada pada karyawan lain. Dan
mencari kelemahannya yang nantinya dapat digunakan untuk menjegal
keberlangsungan karir dan pekerjaannya.
2. Adu Domba
Adu domba antar karyawan satu sama lain yang menyebabkan perpecahan biasanya
dilakukan untuk menyudutkan dan mengadu pihak tertentu. Sehingga, mereka yang
mengadu domba seolah-olah akan terlihat fokus pada pekerjaan tanpa terlibat
keributan yang nantinya dapat menjadi penilaian pada pihak atasan.
3. Saling Menjatuhkan
Ada saatnya persaingan dalam bentuk yang positif jika ada rekan kerja yang jatuh,
maka rekan yang lainnya akan berusaha membantu namun dalam bentuk persaingan
yang tidak sehat. Hal ini tidak akan terjadi justru mereka saling berusaha untuk terus
menjatuhkan demi kenaikan jabatan misalnya.
4. Sabotase
Salah satu tindakan yang dikatakan sangat fatal dan keterlaluan jika hal ini sudah
dilakukan oleh para karyawan. Baik dengan melakukan sabotase pada hasil pekerjaan
yang nantinya dapat merusak citra salah satu karyawan yang menjadi korban sabotase
tersebut.
5. Mengadu kepada Atasan
Salah satu bentuk tindakan yang tidak sehat dengan mengadu kepada atasan tentang
bagaimana kinerja salah satu karyawan yang ingin dijatuhkan. Padahal jika dalam
bentuk persaingan yang sehat hal seperti ini harus sebisa mungkin untuk ditutup
supaya atasan melihat bahwa semua karyawan baik-baik saja.

Prestasi sering dihargai di tempat kerja, dan orang-orang dengan tingkat ambisius yang
sangat tinggi untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan di perusahaan, akan bersikap dan
berpikir bahwa prestasi terbaik didapatkan dengan mengalahkan orang lain. Sebaiknya,
prestasi terbaik didapatkan dari kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, agar dapat
mencapai pertumbuhan pribadi yang meningkatkan kualitas dan kompetensi diri di tempat
kerja. Prestasi yang didapatkan dari mengalahkan orang lain melalui cara-cara yang tidak
sehat, biasanya akan menjadi sesuatu yang tidak membawa manfaat positif buat perusahaan.
Kepentingan kelompok adalah sesuatu yang bisa membuat seseorang yang tidak berkualitas
mendapatkan prestasi dan promosi ke jenjang yang lebih tinggi.

Persaingan dan kompetisi yang memperebutkan jabatan atau pekerjaan dengan cara-cara
tidak etis, merupakan awal dari kegagalan manajemen untuk menjalankan tata kelola yang
sehat, tegas, efektif, produktif, dan bebas dari energi perusak organisasi. Persaingan dan
kompetisi tidak sehat selalu menyebabkan tekanan, dan mengundang risiko ke dalam
perusahaan. Hal ini berpotensi mengundang risiko yang tidak diinginkan untuk masuk dan
melemahkan daya tahan perusahaan.

Setiap orang di dalam perusahaan haruslah disadarkan untuk tidak terjebak dalam situasi
persaingan tidak sehat. Sekali persaingan tidak sehat terbentuk dan menjadi budaya kerja,
maka setiap orang di dalam perusahaan sedang dibentuk untuk gagal. Persaingan tidak sehat
hanya akan melukai satu sama lain, dan hampir mustahil bagi orang-orang untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Karena, setiap orang akan sibuk saling menyalahkan dan saling tidak
percaya, sehingga semua sumber daya yang tersedia tidak akan mendapatkan cukup perhatian
untuk dikelola dengan efektif.

Kompetisi haruslah menjadi tantangan yang tepat untuk orang yang tepat. Dalam lingkungan
kerja yang profesional, kompetisi menyoroti potensi dan kemampuan para pekerja terbaik
untuk membantu perusahaan, dan meningkatkan kinerja perusahaan melalui budaya
kolaborasi yang efektif. Jadi, perusahaan tidak akan membiarkan konflik dan persaingan
tidak sehat berkembang di dalam diri siapa pun. Setiap pekerja akan diberikan pencerahan
bahwa persaingan bukanlah sesuatu yang akan memajukkan karir individu, tapi kolaborasi
yang efektiflah yang akan menjadikan setiap individu terlihat berkinerja bersama
kontribusinya.
Kompetisi di tempat kerja bukanlah dimaksudkan untuk menjadi pribadi yang lebih agresif,
dan kurang produktif karena adanya konflik dari kompetisi. Kompetisi di tempat kerja
dimaksudkan agar setiap individu dapat berkontribusi dengan maksimal melalui kualitas dan
potensi diri untuk menghasilkan kinerja terbaik. Bila persaingan dan kompetisi antar
karyawan tidak menghasilkan kinerja yang baik, maka setiap karyawan pasti akan gagal
untuk mewujudkan target dan visi bersama.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa persaingan antar karyawan yang tidak sehat
dalam suatu perusahaan sangat tidak dibenarkan karena pada akhirnya akan menghancurkan
karyawan itu sendiri dan juga perusahaan tentunya. Tidak terkecuali yang telah terjadi di
Bank “BMI 76” Tbk. Hal tersebut harus segera diatasi dengan beberapa cara diantaranya
adalah :

1. Memberikan pemahaman yang tepat tentang pesaingan sehat


Untuk dapat menciptakan persaingan sehat di Bank “BMI 76” Tbk yang
perlu dilakukan adalah memastikan bahwa setiap pekerja mendapat pemahaman yang
tepat tentang persaingan sehat. Sebab, pemahaman yang salah akan persaingan atau
kompetisi terutama di antara karyawan justru dapat berakibat pada permasalahan
seperti konflik internal hingga ketidakmampuan mereka bekerja sama tim.
Pemahaman yang tepat ini bisa diberikan misalnya oleh direktur utama atau
manajer bank ketika sedang melakukan acara kumpul bersama atau rapat. Misalnya
dengan memberi contoh bagaimana cara berdebat atau berdiskusi secara sehat supaya
ketika melewati tahap diskusi tak perlu ada yang berusaha saling menjatuhkan.
Memberikan pemahaman tentang menghargai perbedaan pendapat juga penting
karena pendapat ada untuk membuat perusahaan semakin berkembang.
2. Mengadakan kegiatan-kegiatan menyenangkan yang mempromosikan persaingan
persaingan sehat
Cara kedua untuk mengatasi persaingan yang tidak sehat di Bank “BMI 76”
Tbk adalah dengan mengadakan kegiatan menyenangkan yang mempromosikan
persaingan sehat diantara karyawan. Contohnya lewat mengajak karyawan bertanding
basket bersama, bulutangkis, atau permainan-permainan menarik lain yang pada
akhirnya mengajarkan untuk saling menghormati baik kepada pemenang maupun
pihak yang kalah.
3. Mengingatkan bahwa persaingan terbaik adalah dengan diri sendiri di masa lalu
Tidak salah jika karyawan di Bank “BMI 76” ingin bersaing memberikan
hasil kerja terbaik. Namun, harus diberikan pemahaman bahwa persaingan terbaik
adalah dengan diri mereka sendiri. Misalnya kemarin seorang karyawan bisa
melakukan satu tugas dengan baik, maka di hari esok ia harus mampu bersaing
dengan dirinya sendiri supaya bisa melakukan tugas selanjutnya dengan lebih baik
juga. Dengan begini, karyawan bank akan lebih fokus memperbaiki kemampuan
dirinya dibanding mencari-cari celah mengalahkan rekan kerja.

Dari ketiga upaya diatas, intinya adalah setiap karyawan harus memiliki kesadaran untuk
tidak melakukan persaingan tidak sehat. Oleh karena itu, hal utama yang harus dilakukan
untuk mengatasi masalah di Bank “BMI 76” adalah menumbuhkan kesadaran karyawan
untuk tidak bersaing secara tidak sehat sehingga situasi kerja dapat kembali normal seperti
sebelumnya dan terciptanya budaya kerja yang baik.
Hasil Analisis Kasus-2

Perusahaan keluarga umumnya dihadapkan pada masalah yang lebih kompleks dibandingkan
dengan perusahaan non-keluarga, selain masalah pada manajemen sehari–hari, masalah lain
ada pada hubungan dalam kehidupan keluarga. Banyak tantangan yang harus dihadapi untuk
menjamin kelangsungan mereka selama beberapa generasi. Untuk melakukan ini mereka
harus berhasil mengelola tiga tuntutan yang berbeda yaitu Permintaan menjadi perusahaan,
permintaan menjadi perusahaan keluarga, dan permintaan menjadi perusahaan keluarga yang
dimiliki oleh keluarga (Bañegil, Martinez dan Jiménez, 2013).

Hal penting yang selalu melekat dalam perusahaan keluarga adalah perusahaan keluarga yang
bertumbuh, berkembang dan diterima luas (Bañegil, Martinez dan Jiménez, 2013). John
Davis dan Morris Taguiri (1982) mengatakan akan ada hubungan tumpang tindih atau
overlap antara keluarga, manajemen dan kepemilikan atau ownership (dalam Hoover, 2000).
Hubungan yang kabur antara keluarga, bisnis dan ownership / kepemilikan dapat berpotensi
menjadi konflik dalam proses suksesi.

Pergantian pucuk pimpinan (suksesi) merupakan sesuatu yang pelik, krusial dan membuat
pendiri enggan untuk melakukannya. Rasa enggan tersebut bisa saja karena kekhawatiran
akan matinya perusahaan, enggan untuk menyerahkan kendali atas perusahaan, ketakutan
akan hilangnya identitas diri, mengingat bahwa proses suksesi merupakan proses
berkepanjangan yang menyangkut banyak hal di dalamnya (The Jakarta Consulting Group,
2014). Mulai dari menentukan calon suksesor, bagaimana kesiapan suksesor, bagaimana
stabilitas perusahaan tetap terjaga saat ada proses pergantian kepemimpinan. suksesi menjadi
agenda sangat penting bagi perusahaan keluarga karena ia secara langsung menentukan
sustainability perusahaan dalam jangka panjang, dari satu generasi ke generasi berikutnya
(Bizri, 2016).

Suksesi ini seringkali menimbulkan masalah karena munculnya persoalan non-teknis dan
muatan emosional yang tinggi dalam pelaksanaannya. Selain itu suksesi merupakan isu yang
sensitif, khususnya bagi perusahaan keluarga generasi pertama. Suksesi merupakan isu utama
yang harus diatasi untuk memastikan bisnis keluarga bertahan dari generasi ke generasi.
Perusahaan keluarga umumnya tidak secara formal dan sistemik dalam mengelola persoalan
suksesi ini sehingga persoalan ini umumnya tak terkelola dengan baik. Salah-urus dalam
pengelolaan suksesi ini seringkali berakibat fatal, berupa ambruknya perusahaan keluarga
tersebut dan membuat pesaing mendapat keuntungan yang signifikan.
Seperti konflik yang terjadi di perusahaan “Nyonya Menor”. Konflik tersebut bisa terjadi
karena perusahaan tidak melakukan kesiapan calon pemilik perusahaan yang baru pada saat
Ibu Menor masih hidup. Sehingga tidak ada kesepekatan antar Ibu Menor, para direksi dan
pemegang saham tentang siapa yang akan menjadi pemilik perusahaan.

Seharusnya dalam suatu perusahaan keluarga perlu adanya persiapan calon pemilik
perusahaan di generasi berikutnya supaya tidak terjadi perebutan antar keluarga. Menurut
Morris, William & Nel (1996) dimensi kesiapan calon pemimpin terbagi atas empat sub
dimensi yaitu :

1. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu hal yang menentukan dalam pemilihan
calon pemilik perusahaan. The Jakarta Consulting Group (2014) mengatakan
kebanyakan incumbent mempersiapkan calon pemilik perusahaan dengan
menyekolahkan calon pemilik perusahaan hingga ke jenjang pendidikan S1 atau S2.
2. Pengalaman Kerja
Merupakan pengalaman kerja yang didapat calon pemilik perusahaan dari dalam
perusahaan maupun dari luar perusahaan sebelum calon suksesor bergabung dengan
perusahaan keluarga. Biasanya pemilik perusahaan ditempatkan dalam berbagai
bidang posisi agar pemilik perusahaan memahami secara keseluruhan gambaran
perusahaan melalui berbagai macam posisi yang pernah ditempati.
3. Pelatihan yang Dijalani
Adalah proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, keterampilan
dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka (Dessler, 2009).
Bentuk-bentuk pelatihan yang dijalani oleh pemilik perusahaan biasanya diberikan
oleh professional dari perusahaan maupun dari luar perusahaan.
4. Motivasi
Merupakan proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk
mencapai suatu tujuan (Robbins dan Judge, 2007). Motivasi menyangkut alasan-
alasan mengapa orang mencurahkan tenaga untuk melakukan suatu pekerjaan.
Motivasi yang diberikan oleh incumbent terhadap calon pemilik perusahaan sebagai
faktor pendorong yang membuat calon pemilik perusahaan tertarik untuk masuk ke
perusahaan.
Penyelesaian masalah perusahaan “Nyonya Menor” sampai ke pengadilan dikarenakan
mereka tidak menemukan kata mufakat dalam bermusyawarah sehingga mereka perlu nasihat
hukum yang ada.

Faktor penyebab timbulnya perebutan hak milik perusahaan antara lain :

1. Masing-masing anggota merasa bahwa dirinya lah yang pantas mendapatkan hak
milik perusahaan “Nyonya Menor” terutama mereka yang memiliki saham tinggi di
perusahaan
2. Kesuksesan perusahaan “Nyonya Menor” membuat masing-masing keluarga terlena
untuk mendapatkan hak milik perusahan, karena dengan begitu status sosial mereka
akan naik dan perekonomian keluarganya terjamin.
3. Sifat tamak dan tidak mau mengalah antar keluarga juga menjadi salah satu penyebab
mereka saling berebut kekuasaan di perusahaan “Nyonya Menor”.
Daftar Pustaka

Hadi, F. S., & Mustamu, R. H. (2016). Analisis Proses Suksesi Pada Perusahaan Keluarga Di
Bidang Industri Makanan Ringan. Agora, 4(2), 83–88.

https://www.daya.id/usaha/artikel-daya/karir/5-cara-menciptakan-hubungan-sehat-dengan-
rekan-kerja

Anda mungkin juga menyukai