Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KONFLIK HORISONTAL DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :
ALLIANA PRANITA DEWI (2070201280)
KEVIN CHELSEA (2070201273)
RIMA YUNIAR (2070201254)
WILDAN ZULFIAN (2070201288)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya,
sehingga saya mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Konflik Horisontal
di Indonesia” ini dengan baik.
Akan tetapi, saya menyadari dengan sepenuh hati bahwa masih terdapat
kekurangan kekurangan di dalam makalah ini. Maka dari itu , saya mengharapkan
segala saran dan kritik dari pembaca makalah agar saya dapat memperbaiki
makalah yang saya buat.
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, serta untuk ke depannya saya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan ilmu
yang bermanfaat yang dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari para pembaca.

Tanggerang, Desember 2020

Penyusun Makalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1

1.2 Tujuan.............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2

BAB III PENUTUP..................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Konflik adalah sesuatu yang alamiah terjadi dalam kehidupan
manusia (Mc Collum, 2009: 14). Terjadinya konflik merupakan sebuah
keniscayaan dalam proses interaksi antar-individu, individu dengan
kelompok maupun kelompok dengan kelompok yang masing-masing
disebabkan oleh perbedaan baik dalam latar belakang interaksi, kemampuan
berinteraksi, maupun tujuan berinteraksi. Tidak terkecuali konflik juga
terjadi pada masyarakat Indonesia yang mempunyai latar belakang politik,
etnis, suku, dan agama yang berbeda. Dari latar belakang yang beragam ini,
corak konflik yang terjadi di Indonesia juga beragam diantaranya konflik
yang terjadi karena permasalahan etnis seperti yang pernah terjadi di Solo
antara etnis Cina dengan Pribumi pada Mei 1998 (Copel. 2006: 73), karena
permasalahan politik dalam bentuk separatisme yang pernah terjadi di Papua
dan Aceh (Braithwaite. 2010: 49-166; 343-428; Bertrand. 2004: 161) karena
permasalahan suku antara suku Dayak dengan suku Madura seperti yang
terjadi di Sampit Kalimantan Barat (Klinken. 2007: 55; Braithwaite: 291)
dan karena permasalahan agama antara agama Islam dan Kristen seperti
yang terjadi di Ambon (Klinken: 88).
Adanya feneomena tersebut menjadikan latar belakang saya untuk
menyusun makalah yang berjudul “Konflik Horisontal di Indonesia” ini.

1. 2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian konflik horisontal.
2. Mengetahui bagaimana konflik horisontal di Indonesia.
3. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi konflik
horisontal.
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian Konflik Horisontal


Konflik horizontal adalah konflik yang terjadi di antara orang atau golongan
yang memiliki kesamaan derajat sosial, kelas sosial, ataupun golongan yang
sama dalam masyarakat. Konflik ini sering terjadi dalam masyarakat,
biasanya perbedaan pendapat bisa menjadi pemicu terjadinya konflik
horizontal. Beberapa konflik horizontal bisa diselesaikan tanpa campur
tangan pihak lainnya, namun banyak pula konflik horizontal yang perlu
diselesaikan dengan bantuan pihak ketiga. Biasanya terjadi pelanggaran
hukum di dalamnya.

2. 2 Konflik Horisontal di Indonesia


Di Indonesia bukan sekali saja terjadi kerusahan/konflik horizontal
yang berkaitan dengan SARA. Seperti kerusuhan di Sampit (1996, 1997,
2001), yaitu konflik antara suku Dayak dan Madura, kerusuhan Sambas
(1999) konflik antara suku Melayu dan Dayak dengan Madura, kerusuhan di
Ambon (1999) konflik antara masyarakat beragama Kristen dan Islam,
kerusuhan di Sampang (2012) penyerangan terhadap warga Syiah.
Kerusuhan yang dipicu oleh faktor SARA tersebut mengakibatkan korban
jiwa dan materi yang tidak sedikit. Sebagai negara yang dibangun dengan
menjunjung tinggi perbedaan, ternyata Indonesia masih rentan dengan
ancaman terjadinya kerusuhan yang disebabkan oleh konflik SARA.
Konflik horisontal yang terjadi di Indonesia membesar karena dipicu
oleh perbedaan. Konflik Sampit dan Sambas membesar karena ada
perbedaan suku. Konflik Ambon membesar karena perbedaan agama.
Konflik Sampang membesar karena adanya perbedaan aliran atau mazhab.
Jika dipelajari, pemicu dari konflik-konflik tersebut adalah hal-hal kecil,
yang dapat dikategorikan kasus kriminal biasa. Namun karena sentimen
SARA maka perkara kecil dibesar-besarkan dan perbedaan SARA menjadi
katalisator.
Selain adanya perbedaan SARA, konflik cepat membesar karena
masyarakat mempunyai karakter "sumbu pendek", mudah terbakar dan
meledak. Pendeknya sumbu ini menhalangi akal sehat dan kesabaran untuk
berpikir menghargai perbedaan. Hal-hal kecil dengan cepat meledak jika
pelakunya berbeda dari sisi SARA, sementara hal-hal yang lebih besar akan
mudah diterima jika pelakunya dari kelompok yang sama.
Perbedaan-perbedaan yang dapat menjadi katalisator konflik adalah suku
agama, ras, antar-golongan. Deklarasi Indonesia sebagai negara dengan
filosofi Bhinneka Tunggal Ika belum mampu menyatukan masyarakat.
Selain faktor SARA, konflik dengan mudah membesar jika masalah
dibumbui oleh kesenjangan-kesenjanangan seperti ekonomi. Pihak yang
merasa marjinal atau yang mempunyai banyak massa akan dengan mudah
sakit hati, dan cepat tersulut sehingga kerusuhan meledak.
Otonomi daerah dan ketidakcakapan pemimpin bisa menjadi salah satu
pemicu konflik horizontal. Pemimpin daerah yang cenderung menjadi raja-
raja kecil di daerah akan memunculkan rasa kedaerahan/kesukuan yang kuat
dan kurang menghargai negara sebagai entitas utama yang harus dijunjung
tinggi.
Penyebab lain Konflik/kerusuhan membesar adalah lemahnya aparat
keamanan untuk melakukan deteksi dini dan pencegahan dini potensi
konflik. Tidak berwibawanya aparat keamanan di lapangan membuat pelaku
konflik merasa negara tidak hadir dan hukum tidak ada. Apapun akan
mereka lakukan demi meluapkan amarah, emosi, dan sentimen perbedaan
yang mereka miliki.
Antisipasi Konflik/Kerusuhan Untuk mencegah konflik/kerusuhan
horizontal yang disebabkan faktor SARA, maka harus ada daya pemersatu di
masyarakat. Negara harus menciptkan daya pemersatu yang kuat dan tidak
mudah ditembus oleh sentimen SARA. Contoh daya pemersatu tersebut
adalah rasa nasionalisme cinta akan tanah air yang sama.
Nasionalisme yang melemah di Indonesia menyebabkan perbedaan
menjadi penting dan dianggap sebagai hal yang kurang bisa diterima.
Negara harus hadir dan dirasakan oleh masyarakat sehingga masyarakat
akan mencintai negara dan pemerintah dalam satu kesatuan tanah air yang
sama.
Intelijen mempunyai peran penting dalam mendeteksi dini dan
melakukan pencegahan dini terhadap konflik. Seharusnya aparat intelijen
ada dimana saja, mempunyai jaring dimana-mana. Intelijen tidak akan
kekurangan informasi jika sesuai perannya mampu membangun jaringan
dengan baik. Informasi intelijen sedini mungkin dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan, termasuk keputusan-keputusan
untuk mencegah dan menangani konflik.

2. 3 Upaya-upaya Untuk Mengatasi Konflik Horisontal


Upaya-upaya untuk mengatasi konflik horisontal pada dasarnya dapat
melalui 2 ( dua ) cara :
1. Mengeliminasi konflik ( conflict elimination )
Konflik diselesaikan dengan cara mengeliminasi konflik berupa
pemisahan orang-orang yang konflik pada wilayah yang berbeda.
Kasus Sudan diatas termasuk cara ini. Antara mereka yang konflik
sebenarnya tidak ada upaya perdamaian. Perseteruan antara kedua
pihak tetap berlangsung tetapi tidak ada konflik karena mereka
dipisahkan dalam wilayah yang berbeda. Kasus Pakistan yang
memisahkan diri dari India termasuk cara pertama. Demikian juga
kasus pecahnya Yugoslavia menjadi beberapa negara, yaitu Serbia,
Kroasia, Bosnia Herzegovina, Macedonia dan Slovenia. Mereka
yang konflik mendirikan negara sendiri sesuai etnis dan agama yang
dianut.

2. Mengelola konflik ( conflict management )


Pada cara yang kedua, mereka yang konflik tetap berada di suatu
wilayah yang sama. Tetapi mereka mulai berdialog, membuat
kesepakatan dan menghormati perbedaan. Mereka menyadari
kemajemukan tidak harus disertai konflik tetapi harus saling
toleransi sehingga terwujud kehidupan yang penuh kedamaian. Inilah
yang terjadi di Swiss, yang memiliki 3 etnis, 3 bahasa dan 3 tradisi
tetapi dapat hidup berdampingan tanpa harus konflik. Cara ini
pulalah yang diupayakan di Indonesia. Keberagaman etnis, suku
bangsa dan agama diupayakan dapat hidup bersama dalam
kerukunan dan perdamaian. Kunci dari cara yang kedua ini adalah
masing-masing pihak yang bertikai memiliki kesadaran akan
pentingnya wawasan kebangsaan sebagai bangsa yang satu dan
bertanah air satu. Meskipun beraneka ragam tetapi tetap bersatu.
Setiap warga negara harus menyadari bahwa konflik horisontal, yg disertai
kekerasan karena perbedaan yg bersumber dari kemajemukan dapat
melemahkan persatuan bangsa dan menghambat pembangunan nasional.

Konflik terjadi karena memudarnya nilai2 dasar bermasyarakat seperti


religiusitas, musyawarah–mufakat, tenggang rasa, menghargai perbedaan
dll.

Konflik horisontal dapat mengarah kepada disintegrasi nasional, separatisme


dan mengancam keutuhan NKRI.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konflik horizontal adalah konflik yang terjadi di antara orang atau
golongan yang memiliki kesamaan derajat sosial, kelas sosial, ataupun
golongan yang sama dalam masyarakat.
Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari beragam suku
bangsa, budaya dan agama. Hal ini menjadi salah satu timbulnya konflik
horisontal di Indonesia.
Upaya untuk mengatasi konflik horisontal ada dua cara yaitu dengan
mengeliminasi konflik (mengeliminasi konflik berupa pemisahan orang-
orang yang konflik pada wilayah yang berbeda) dan mengelola konflik
(menyadari adanya perbedaan dan saling toleransi).

3.2 Saran
Saran yang ingin saya sampaikan kepada seluruh warga Indonesia terutama
yang membaca makalah ini adalah sebagai warga negara Indonesia yang
baik, kita harus saling menghargai antar agama, suku, ras dan budaya.
Adanya perbedaan tersebut tidak boleh menghalangi kita untuk bersatu di
bumi pertiwi ini. Karena negara kita adalah negara yang memiliki semboyan
Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
DAFTAR PUSTAKA

*), Stanislaus Riyanta, and M. Tohamaksun. “Mengapa Konflik Horizontal


Mudah Terjadi Di Indonesia?” ANTARA News Megapolitan, ANTARA
News Megapolitan, 2 Aug. 2016,
megapolitan.antaranews.com/berita/23185/mengapa-konflik-horizontal-
mudah-terjadi-di-indonesia.

Dewanti. “11 Contoh Konflik Horizontal Dan Vertikal.” MateriIPS.com, 15 Aug.


2017, materiips.com/contoh-konflik-horizontal.

Barat, D. I. K. (1999). No Title. 1–7.

Anda mungkin juga menyukai