Anda di halaman 1dari 17

PAPER

KONFLIK ANTAR SUKU DI INDONESIA

Oleh.

 RYAN SAPUTRA
 18.11.019781

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


MATA KULIAH MANAJEMEN KONFLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Konflik Antar
Suku di Indonesia ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya..
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai konflik antar suku yang sering terjadi di indonesia yang merupakan
akibat dari prasangka, diskriminasi dan etnosentrisme. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga paper/makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
saya mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Palangka Raya, 05 Maret 2020

Penulis, Ryan Saputra

i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL COVER.....................................................................................

KATA PENGANTAR................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang................................................................................................. 1


1.2. Ruang Lingkup................................................................................................ 2
1.3. Manfaat dan Tujuan........................................................................................ 2

BAB II ISI
2.1 Landasan Teori...............................................................3
A. Pengertian Konflik............................................................3
B. Pengertian Suku ............................................................ 3
C. Pengertian Indonesia......................................................3
D. Pengertian Konflik antar Suku di Indonesia..................... 3
2.2 Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Antar Suku............................ 4
2.3 Konflik Antar Suku di Indonesia......................................................... 5
A. Konflik Lampung............................................................. 5
B. Konflik Sampit................................................................ 5
C. Konflik Papua.................................................................. 8
D. Konflik Poso.................................................................... 9
2.4 Soulusi Penyelesaian Konflik Antar Etnis...........................................10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.................................................................................................13
B. Saran.............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

 1.1 Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan terbesar Indonesia memiliki banyak RAS, suku dan budaya
beragam. Menurut badan riset, data suku-suku yang ada di Indonesia mencapai kurang lebihnya
lebih dari 300 kelompok suku atau etnik. Namun dikarenakan banyaknya suku yang berbeda
dengan budaya yang berbeda pula, seringkali terjadi konflik yang melibatkan konflik anatar suku
yang menjadi suatu perstiwa yang tidak bisa dihindarkan lagi.
Konflik merupakan hal atau masalah yang lazim atau biasa terjadi di lingkungan
masyarakat. Dimana lagi-lagi perbedaan menjadi latar belakang yang mendasar dalam setiap
konflik perang antar suku di Indonesia. Peperangan antar suku akhir-akhir ini menjadi bahan
pekerjaan pemerintah untuk menetralisir kekisruhan yang sering terjadi khususnya peperangan
antar suku. Konflik tersebut terjadi karena saking beragam nya suku-suku di Indonesia dan
berawal dari banyaknya suku-suku yang ada tersebut konflik-konflik pembeda atau masalah
budaya yang berbeda dan variatif mulai bermunculan.
Salah satu contoh dari konflik yang sempat menarik perhatian adalah perang suku antara
suku Dayak dan Madura. Peperangan antara Suku Dayak dan Madura menimbulkan sebuah
pergeseran moral tentang bagaimana seharusnya saling menghargai perbedaan. Nyawa bukan
lagi menjadi hal yang mahal saat itu. Pemenggalan terhadap kepala manusia saat itu seolah
menjadi bukti bahwa kebencian telah benar-benar mengerikan. Penyebab terjadinya perang
kedua suku ini yaitu karena perbedaan budaya antara Suku Dayak dan Suku Madura, perilaku
yang tidak menyenangkan, pinjam meminjam tanah dan ikrar perdamaian yang dilanggar.
Kejadian ini memang telah lama berlalu. Tapi konflik tersebut bagaimanapun akan tetap
meninggalkan kesan mengerikan yang mendalam bagi masyarakat kedua suku tersebut.
Setiap suku tentu memiliki budaya, adat-istiadat dan kebiasaan tertentu yang beragam.
Keanekaragaman tersebut tentu memabawa dampak dan kosekuensi sosial yang beragam pula.
Jika hal ini tidak dapat disikapi dengan baik maka perbedaan tersebut justru akan terus manjadi
faktor utama penyebab terjadi perang antar suku.Setiap suku akan menginterpretasikan budaya
yang mereka miliki dalam lingkungannya sehingga terciptalah stereotip yang dapat
mengakibatkan lestarinya perbedaan. Penonjolan strereotip suatu suku amat berbahaya. Namun
faktanya, stereotip dan stigma buruk itu tetap hidup. Bahkan, tanpa disadari kian meluas. Bahaya
karena hal ini dapat menimbulkan pepecahan perang antar suku pun menjadi hal yang tak bisa
dihindarkan.
Stereotip orang Madura dalam pengetahuan orang Indonesia kadang identik dengan
watak yang kasar dank keras. Sering menyelesaikan masalah dengan carok, mengakhiri sengketa
dengan cara duel maut yang berunjung kematian. Penyebabnya adalah dendam atau pembalasan
pihak keluarga dan kerabat yang terluka hingga tewas.
(1)
Walaupun stereotip itu keliru dan berbahaya, hal tersebut seakan melekat dalam benak
keindonesiaan kita. Itulah yang sering memicu terjadinya kerusuhan etnis atau suku di Indonesia
bahkan berkembang menjadi perang antar suku.
Konflik sering terjadi di kalangan masyarakat karena manusia makhluk Indone dan
memiliki beragam pemikiran dan cara masing-masing untuk bersosialisasi. Konflik tersebut
biasanya terjadi karena hal sepele seperti prasangka Indonesi tapi berhubung menyangkut RAS
atau budaya maka rasa simpati antar Indone budaya yang membuat peperangan tersebut menjadi
bukan hal yang sepele lagi bahkan hingga terjadinya perang antar suku. Oleh karena itu saya
memuat makalah dengan mengangkat judul Konflik Antar Suku di Indonesia yang merupakan
wujud dari prasangka, diskriminasi dan etnosentrisme.

1.2              Ruang Lingkup Penelitian

Makalah ini akan membahas konflik antar suku di Indonesia yang merupakan wujud dari
prasangka, diskriminasi dan etnosentrisme yang masih sangat melekat dalam budaya di
Indonesia. Selain itu makalah ini akan membasa penyebab-penyebab lain yang menimbulkan
konflik anatar suku di Indonesia serta contoh konflik antar suku yang ada atau pernah terjadi di
Indonesia

1.3              Manfaat dan Tujuan

Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu memberikan pengetahuan tetang konflik antar
suku yang terjadi di Indonesia juga Indone penyebab terjadi konflik antar suku tersebut.
Sedangkan tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk menyadarkan masyarakat
pentingnya untuk tidak berburuk sangka, mendiskriminasi ataupun terlalu etnosentris yang
menjadi penyebab utama terjadinya konflik antar suku di Indonesia.
  

(2)
BAB II
ISI
2.1 Landasan Teori
A.    Pengertian Konflik

Secara umum pengertian Konflik adalah suatu masalah sosial yang timbul karena adanya
perbedaan pandangan yang terjadi di dalam masyarakat maupun negara.
Pengertian Konflik menurut Robbins, Konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu
pihak merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif atau akan segera
memengaruhi secara negatif pihak lain.
Menurut Alabaness, Pengertian Konflik adalah kondisi yang dipersepsikan ada di antara
pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk
mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain.
Dari kedua pengertian konflik yang disampaikan pakar di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa Konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut
persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Dengan demikian jika suatu
keadaan tidak dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan
begitu juga sebaliknya.

B.     Pengertian Suku

Menurut Ensiklopedi Indonesia Etnis berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau
kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama,
bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal
sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat
dan tradisi.

C.    Pengertian Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terbentang di khatulistiwa


sepanjang 3200 mil (5.120 km2) dan terdiri atas 13.667 pulau besar dan kecil. Nama Indonesia
berasal dari bahasa Yunani, yaitu Indo yang berarti Indoa dan Nesia yang berarti kepulauan.

D.    Pengertian Konflik Antar Suku di Indonesia


masalah sosial yang timbul karena adanya perbedaan pandangan yang terjadi di
dalam masyarakat maupun negara yang dilakukan oleh antar berarti kelompok sosial dalam
sistem sosial atau kebudayaan yang terjadi di Indonesia

(3)
2.2 Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Antar Suku
Suatu konflik khususnya yang terjadi antar suku umumnya didasari oleh tiga hal yaitu
prasangka, diskriminasi, dan etnosentrisme. Tiga hal ini menjadi ias l utama yang melatar
belakangi terjadinya koflik antar suku yang berujung kepada perang antar suku. Prasangka yang
buruk terhadap suku lain menjadi sangat umum di ias l ia hal tersebut dilatarbelakangi sikap
etnosentrisme suatu suku. Sikap ini menimbulkan prasangka terhadap suku lain sehingga
terjadinya diskriminasi ias l. Diskriminasi ias l yang berkelanjutan inilah yang dapat
menimbulkan konflik yang berujung kepada perang antar suku.Selain disebabkan oleh ketiga hal
itu beberapa ahli juga memaparkan ias l-faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya konflik
antar suku.
Faturochman menyebutkan setidaknya ada enam hal yang biasa melatarbelakangi
terjadinya konflik etnis terjadi disebuah tempat. Enam hal tersebut antara lain yakni:
1)      Kepentingan yang sama diantara beberapa pihak
2)      Perebutan sumber daya
3)      Sumber daya yang terbatas
4)      Kategori atau identitas yang berbeda
5)      Prasangka atau diskriminasi
6)      Ketidakjelasan aturan (ketidakadilan).
Konflik antar etnis yang terjadi dapat dikatakan karena kepentingan beberapa oknum atau
pihak yang memang bertujuan untuk mengambil untung dari konflik tersebut. Etnis etnis yang
saling berkonflik sangat mudah di adu domba karena memang sumber daya manusia yang
terbatas. Dalam arti pendidikannya kurang dan tingkat ekonomi yang rendah. Seharusnya dari
masing masing kepala daerah yang ada di wilayah konflik tersebut harus tegas membuat atau
merealisikan kebijkan ketika terjadi sebuah konflik antar etnis.
Dalam konteks Indonesia sendiri, kita kerap kali mendengar terjadinya konflik antar
etnis. Sebenarnya akar dari konflik ini adalah keterbelakangan dari masyarakat di wilayah
konflik tersebut. Sementara itu, Sukamdi menyebutkan bahwa konflik antar etnik di Indonesia
terdiri dari tiga sebab utama,yaitu:
1)      Konflik muncul karena ada benturan budaya
2)      Karena masalah ekonomi politik
3)      Karena kesenjangan ekonomi sehingga timbul kesenjangan ias l.
Menurutnya konflik terbuka dengan kelompok etnis lain hanyalah merupakan bentuk
perlawanan terhadap struktur ekonomi-politik yang menghimpit mereka sehingga dapat terjadi
konflik diantara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan identitas ias l, dalam hal ini etnik
dan budaya khasnya, seringkali menimbulkan etnosentrisme yang kaku, dimana seseorang tidak
mampu keluar dari perspektif yang dimiliki atau hanya ias memahami sesuatu berdasarkan
perspektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar
belakang budayanya.

(4)
Sikap etnosentrisme yang kaku ini sangat berperan dalam menciptakan konflik karena
ketidakmampuan orang-orang untuk memahami perbedaan.Sebagai tambahan,
pengidentifikasian kuat seseorang terhadap kelompok cenderung akan menyebabkan seseorang
lebih berprasangka, yang akan menjadi konflik.
Berdasarkan tulisan dari Stefan Wolff, bahwa konflik etnis ini sebagian besar terjadi di
wilayah Afrika, Asia, serta sebagian Eropa Timur. Dikatakan bahwa negara-negara Eropa Barat
serta Amerika Utara tidak terpengaruh atas konflik etnis yang terjadi di dunia ini.. Asia dan
Afrika adalah dua benua yang memiliki sejarah peradaban tertua di dunia. dan secara tidak
sengaja, kedua benua ini memiliki berbagai macam etnis,ras, ataupun suku bangsa. Tentu saja
hal ini tidak dapat ditemui di benua Amerika yang merupakan “peradaban baru” bentukan Eropa.
Peradaban-peradaban ini sejak dahulu selalu terlibat perang suku. Celakanya, perang antar suku
dan ras yang terjadi ini menyimpan dendam diantara semua pihak yang bertikai dan masih
terbawa hingga kini.
Dengan demikian, Wolff menyimpulkan bahwa “ethnic conflicts are based on ancient
hatreds between groups fighting in them and that”. Sebagian kecil konflik yang terjadi adalah
akibat isu kontemporer politik ataupun agama.

2.3 Konflik Antar Suku di Indonesia


A.    Konflik Lampung
Lampung merupakan daerah tujuan transmigrasi besar-besaran. Pada zaman belanda,
banyak sekali suku jawa yang dipindahkan ke lampung sehingga saat ini kita dapat menemukan
daerah yang menggunakan bahasa jawa. Masyarakat lampung hanya sedikit namun masyarakat
jawa, bali, sumatera utara, padang, palembang, bugis hingga keturunan cina dan arab banyak
yang menetap disana.
Dengan berbaurnya berbagai macam suku tersebut maka tingkat kecenderungan untuk
terjadinya konflik pun semakin tinggi. Sebenarnya konflik – konflik antar suku sudah sering
terjadi di provinsi lampung baik itu antara suku asli lampung dengan bali seperti yang terjadi saat
ini, maupun jawa dengan bali atau lampung dengan jawa. Kenapa hanya ketiga suku tersebut
yang sering terlibat konflik ? ya memang karena ketiga suku tersebutlah populasinya yang paling
banyak. Di beberapa daerah di lampung kita bisa menemukan sebuah desa yang seluruh
penduduknya berisi orang bali. Di tempat tersebut juga biasanya terdapat sebuah pura besar
tempat mereka melakukan kegiatan agama, sama persis seperti keadaan di bali.
Pada sisi lain masyarakat asli Lampung yang memiliki falsafah hidup fiil pesenggiri
dengan salah satu unsurnya adalah ”Nemui-nyimah” yang berarti ramah dan terbuka kepada
orang lain, maka tidak beralasan untuk berkeberatan menerima penduduk pendatang. Tetapi
dengan seiring waktu falsafah hidup tersebut mulai luntur dikarenakan berbagai macam hal.
Suku asli Lampung pada dasarnya bersikap sangat baik terhadap para pendatang, mereka
menyambut baik kedatangan para pendatang tersebut tetapi memang terkadang para pendatang
lah yang sering menyulut amarah penduduk asli lampung.
(5)
Sebagai tuan rumah, suku asli lampung tentunya tidak akan tinggal diam jika mereka
merasa dihina oleh suku lain apalagi hal tersebut berkaitan dengan masalah “harga diri”.
Berikut ini beberapa perang antar suku yang pernah terjadi di Lampung :
1)      Pembakaran pasa Probolinggo Lampung Timur oleh suku bali.
2)      29 Desember 2010 : Perang suku Jawa / Bali vs Lampung berawal dari pencurian ayam.
3)      September 2011 : Jawa vs Lampung
4)      Januari 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan Bali vs Lampung
5)      Oktober 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan.
Dari konflik – konflik kecil timbulah dendam diantara para suku – suku tersebut sehingga
jika terjadi insiden kecil bisa langsung berubah menjadi sebuah konflik besar. Pengelompokan
suku di daerah lampung memang sudah terjadi sejak lama, bahkan hal tersebut sudah terjadi
sejak mereka remaja. Di beberapa sekolah didaerah lampung anak – anak suku bali tidak mau
bermain / bersosialisasi dengan anak – anak suku lainnya begitu juga dengan anak – anak dari
suku jawa maupun lampung. Mereka biasanya berkelompok berdasarkan suku mereka sehingga
jika diantara kelompok tersebut terjadi perselisihan tentunya akan melibatkan suku mereka.
Konflik diatas adalah beberapa konflik yang terhitung besar, selain konflik besar yang
pernah terjadi diatas di lampung juga sering terjadi konflik – konflik kecil antar suku namun
biasanya hal tersebut masih bisa diredam sehingga tidak membesar.
B.     Konflik Sampit
Kerusuhan yang terjadi di sampit hanyalah salah satu rangkaian peristiwa kerusuhan yang
terjadi oleh suku Madura yang sejak berdirinya Kalimantan Tengah telah melakukan lebih dari
13 kali kerusuhan besar dan banyak sekali kerusuhan tersebut yang mengakibatkan korban dari
pihak Dayak. Sangat banyak kasus-kasus yang telah memicu pertikaian antara kedua suku
ini,yaitu :

1)      Pada tahun 1972, seorang gadis Dayak diperkosa. Kasus tersebut hanya diselesaikan dengan
hukum adat.
2)      Tahun 1982 terjadi pembunuhan seorang Dayak oleh suku Madura, pelaku tidak tertangkap
karena kemungkinan pembunuh kembali ke pulau Madura.
3)      Tahun 1983, pengeroyokan satu orang dayak oleh tiga puluh orang Madura, diadakan
perdamaian antara kepala suku Dayak dan Madura.
4)      Tahun 1996, seorang gadis Dayak diperkosa di gedung bioskop Panala dan dibunuh dengan
kejam dan sadis oleh orang Madura, ternyata hukumannya ringan.
5)      Tahun 1997, di desa Karang Langit, Barito Selatan orang Dayak dikeroyok oleh orang Madura
dengan perbandingan kekuatan 2:40,dengan skor orang Madura mati semua. Padahal orang
Dayak pada saat itu hanya ingin mempertahankan diri dari orang Madura yang jumlahnya sangat
banyak. Kasus ini ditutup dengan hukuman berat bagi orang Dayak.

(6)
6)      Tahun 1997, anak laki-laki suku Dayak yang bernama Waldi tewas dibunuh oleh orang Madura
yang berjualan sate di daerah itu. Waldi tewas secara mengenaskan dengan lebih dari tiga puluh
tusukan di badannya.
7)      Tahun 1998, terjadi lagi pengeroyokan orang Dayak oleh 4 orang Madura. Orang Dayak itu
tewas. Kasus ini tidak terselesaikan karena pengeroyok tidak dapat ditemukan karena
kemungkinan telah kembali ke asalnya.
8)      Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang petugas Tibum (ketertiban umum) dibacok oleh orang
Madura, pelakunya di tahan di Polresta Palangka Raya, namun besok harinya datang sekelompok
suku Madura menuntut agar temannya tersebut dibebaskan tanpa tuntutan. Ternyata pihak
Polresta Palangka Raya membebaskannya tanpa tuntutan hukum.
9)      Tahun 1999, kembali terjadi seorang Dayak dikeroyok oleh beberapa orang suku Madura karena
masalah sengketa tanah. Dua orang Dayak dalam perkelahian tidak seimbang itu mati semua.
Sedangkan pembunuh lolos, malahan orang Jawa yang bersaksi dihukum 1,5 tahun karena
dianggap membuat kesaksian fitnah terhadap pelaku pembunuhan yang melarikan diri itu.
10)  Tahun 1999, di Pangkut, ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat, terjadi
perkelahian massal dengan suku Madura. Gara-gara suku Madura memaksa mengambil emas
pada saat suku Dayak menambang emas. Perkelahian itu banyak menimbulkan korban pada
kedua belah pihak, tanpa penyelesaian hukum.
11)  Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-isteri bernama Iba oleh tiga
orang Madura. Pasangan itu luka berat. Dirawat di RSUD Dr. Doris Sylvanus, Palangka Raya.
Biaya operasi dan perawatan ditanggung oleh Pemda Kalteng. Namun para pembacok tidak
ditangkap, katanya? sudah pulang ke pulau Madura. Kronologis kejadian tiga orang Madura
memasuki rumah keluarga Iba dengan dalih minta diberi minuman air putih, karena katanya
mereka haus, sewaktu Iba menuangkan air di gelas, mereka membacoknya, saat istri Iba mau
membela, juga di tikam. Tindakan itu dilakukan mereka menurut cerita mau membalas dendam,
tapi salah alamat.
12)  Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin Barat, satu keluarga Dayak mati dibantai oleh orang
Madura, pelaku pembantaian lari, tanpa penyelesaian hukum.
13)  Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 satu orang suku Dayak di bunuh oleh pengeroyok suku
Madura di depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka. Para pelaku lari, tanpa proses hukum.
14)  Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, terjadi pembunuhan
terhadap SENDUNG (nama kecil). Sendung mati dikeroyok oleh suku Madura, para pelaku
kabur, tidak tertangkap, karena lagi-lagi katanya sudah lari ke Pulau Madura. Proses hukum tidak
ada karena pihak berwenang tampaknya belum mampu menyelesaikannya (tidak tuntas).
15)    Tahun 2001, di Sampit (17 s/d 20 Februari 2001) warga Dayak banyak terbunuh karena
dibantai. Suku Madura terlebih dahulu menyerang warga Dayak.
16)  Tahun 2001, di Palangka Raya (25 Februari 2001) seorang warga Dayak terbunuh diserang oleh
suku Madura.

(7)
Belum terhitung kasus warga Madura di bagian Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan
Kalimantan Selatan. Suku Dayak hidup berdampingan dengan damai dengan Suku Lainnya di
Kalimantan Tengah, kecuali dengan Suku Madura. Kelanjutan peristiwa kerusuhan tersebut (25
Februari 2001) adalah terjadinya peristiwa Sampit yang mencekam.
Tidak sedikit kasus pembunuhan orang dayak (sebagian besar disebabkan oleh aksi
premanisme Etnis Madura) yang merugikan masyarakat Dayak karena para tersangka (kebetulan
orang Madura) tidak bisa ditangkap dan di adili oleh aparat penegak hukum. Etnis madura yang
juga punya latar belakang budaya kekerasan ternyata menurut masyarakat Dayak dianggap tidak
mampu untuk beradaptasi (mengingat mereka sebagai pendatang). Sering terjadi kasus
pelanggaran “tanah larangan” orang Dayak oleh penebang kayu yang kebetulan didominasi oleh
orang Madura. Orang Dayak merasa sangat tersudut ditanahnya sendiri. Mereka seolah tidak
dilindungi dari pihak hukum. Sementara orang Madura semakin merasa diatas angin di kota
Sampit. Seakan mereka tidak peduli akan perasaan warga lokal disana. Situsi semakin hari
semakin panas. Orang Madura mempunyai keinginan untuk menjadikan kota Sampit sebagai
kota Sampang ke-2. Mereka melupakan pepatah di tanah Borneo tersebut yaitu, ''dimana tanah
dipijak,disitu langit dijunjung''.
Pada tanggal 18 februari 2002 di sebuah pasar di kota Sampit,seorang ibu yang sedang
hamil dibunuh dengan kejam. Perutnya dibelah dan janin dalam perut ibu tersebut dikeluarkan
lalu dibuang. Darah dari seorang ibu dan janinnya tadi dijadikan tinta untuk menulis di sebuah
spanduk besar yang bertuliskan, ''Sampit sebagai Sampang kedua''. Kejadian ini memang
sepertinya telah direncanakan oleh pihak Madura.Mereka juga berkeliling kota Sampit sambil
meneriakkan ''Matilah kau Dayak''.
Bom molotof pun berjatuhan di rumah-rumah orang Dayak. Tidak sedikit juga mereka
membakar rumah orang Dayak. Orang Dayak menjadi takut dan mereka berlari masuk ke dalam
hutan. Kepala suku mereka telah sangat murka dan memberi ultimatum kepada orang bahwa
apabila dalam 3 hari mereka tidak keluar dari Sampit, maka Dayak akan memerangi warga
Madura. Sudah sangat banyak pengungsi dari pihak Madura dan Dayak. Lebih dari 10.000
pengungsi telah diungsikan ke Surabaya dan ke Palangkaraya. Ultimatum tadipun tidak
dihiraukan oleh warga Madura sehingga terjadilah perang etnis disana.
Suku Dayak berhasil mengambil kembali rumahnya yang hampir diambil oleh suku
lain.Banyak rumah yang terbakar, toko-toko milik kedua etnis tadi lenyap serta kurang lebih 500
korban tewas. Tidak ada yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Dalam kata lain perang
hanya meninggalkan tangis dan air mata, dan juga kenangan yang sangat menyakitkan.

C.    Konflik Papua

Perang dan pertikaian yang terjadi di Indonesia ternyata tidak hanya melibatkan suku asli
dan pendatang. Namun kelompok yang berbeda di suatu daerah pun bisa memicu adanya
pertikaian yang mengorbankan nyawa.
(8)
Pada 30 mei 2013, terjadi konflik yang melibatkan suku atas pegunugan dan suku bawah
pantai. Hal ini dipicu oleh aksi pembakaran honai rumah adat papua milik kelompok bawah yang
dilakukan oleh kelompok atas. Hal yang dianggap kecil ini dapat membuat 6 orang tewas dan 21
lainnya dilarikan ke rumah sakit akibat terkena panah.

D.    Konflik Poso

Poso adalah sebuah kabupaten yang terdapat di Sulawesi Tengah. Kalau dilihat dari
keberagaman penduduk, Poso tergolong daerah yang cukup majemuk, selain terdapat suku asli
yang mendiami Poso, suku-suku pendatang pun banyak berdomisili di Poso, seperti dari Jawa,
batak, bugis dan sebagainya.
Suku asli di Poso, serupa dengan daerah-daerah disekitarnya;Morowali dan Tojo Una
Una, adalah orang-orang Toraja. Menurut Albert Kruyt terdapat tiga kelompok besar toraja yang
menetap di Poso. Pertama, Toraja Barat atau sering disebut dengan Toraja Pargi-Kaili. Kedua
adalah toraja Timur atau Toraja Poso-Tojo, dan ketiga adalah Toraja Selatan yang disebut juga
denga Toraja Sa’dan. Kelompok pertama berdomisili di Sulawesi Tengah, sedangkan untuk
kelompok ketiga berada di Sulawesi Selatan. Untuk wilayah poso sendiri, dibagi menjadi dua
kelompok besar. Pertama adalah Poso tojo yang berbahasa Bare’e dan kedua adalah Toraja
Parigi-kaili. Namun untuk kelompok pertama tidak mempunyai kesamaan bahasa seperti halnya
kelompok pertama.
Kalau dilihat dari konteks agama, Poso terbagi menjadi dua kelomok agama besar, Islam
dan Kristen.  Sebelum pemekaran, Poso didominasi oleh agama Islam, namun setelah mengalami
pemekaran menjadi Morowali dan Tojo Una Una, maka yang mendominasi adala agama Kristen.
Selain itu masih banyak dijumpai penganut agama-agama yang berbasis kesukuan, terutama di
daerah-daerah pedalaman. Islam dalam hal ini masuk ke Sulawesi, dan terkhusus Poso, terlebih
dahulu. Baru kemudian disusul Kristen masuk ke Poso.
Keberagaman ini lah yang menjadi salah satu pemantik seringnya terjadi pelbagai
kerusuhan yang terjadi di Poso. Baik itu kerusuhan yang berlatar belakang sosial-budaya,
ataupun kerusuhan yang berlatarbelakang agama, seperti yang diklaim saat kerusuhan Poso tahun
1998 dan kerusuhan tahun 2000. Agama seolah-olah menjai kendaraan dan alasan tendesius
untuk kepentingan masing-masing.
Awal konflik Poso terjadi setelah pemilihan bupati pada desember 1998. Ada sintimen
keagamaan yang melatarbelakangi pemilihan tersebut. Dengan menangnya pasangan Piet I dan
Mutholib Rimi waktu tidak lepas dari identitas agama dan suku. Untuk seterusnya agama
dijadikan tedeng aling-aling pada setiap konflik yang terjadi di Poso. Perseturuan kecil,
semacam perkelahian antar persona pun bisa menjadi pemicu kerusuhan yang ada di sana.
Semisal, ada dua pemuda terlibat perkelahian. Yang satu beragama islam dan yang satunya lagi
beragama Kristen.

(9)
Karena salah satu pihak mengalami kekalahan, maka ada perasaan tidak terima diantara
keduanya. Setelah itu salah satu, atau bahkan keduanya, melaporkan masalah tersebut ke
kelompok masing-masing, dan timbullah kerusuhan yang melibatkan banyak orang dan bahkan
kelompok.
Sebelum meletus konflik Desember 1998 dan diikuti oleh beberapa peristiwa konflik
lanjutan, sebenarnya Poso pernah mengalami ketegangan hubungan antar komunitas keagamaan
(Muslim dan Kristen) yakni tahun 1992 dan 1995.
Tahun 1992 terjadi akibat Rusli Lobolo (seorang mantan Muslim, yang menjadi anak
bupati Poso, Soewandi yang juga mantan Muslim) dianggap menghujat Islam, dengan menyebut
Muhammad nabinya orang Islam bukanlah Nabi apalagi Rasul. Sedangkan peristiwa 15 Februari
1995 terjadi akibat pelemparan masjid dan madrasah di desa Tegalrejooleh sekelompok pemuda
Kristen asal desa Mandale. Peristiwa ini mendapat perlawanan dan balasan pemuda Islam asal
Tegalrejo dan Lawanga dengan melakukan pengrusakan rumah di desa Mandale. Kerusuhan-
kerusuhan ”kecil” tersebut kala itu diredam oleh aparat keamanan Orde Baru, sehingga tak
sampai melebar apalagi berlarut-larut.
Memang, setelah peristiwa 1992 dan 1995, masyarakat kembali hidup secara wajar.
Namun seiring dengan runtuhnya Orde Baru, lengkap dengan lemahnya peran ”aparat
keamanan” yang sedang digugat disemua lini melalui berbagai isu, kerusuhan Poso kembali
meletus, bahkan terjadi secara beruntun dan bersifat lebih masif. Awal kerusuhan terjadi
Desember 1998, konflik kedua terjadi April 2000, tidak lama setelah kerusuhan tahap dua terjadi
lagi kerusuhan ketiga di bulan Mei-Juni 2000. konflik masih terus berlanjut dengan terjadinya
kerusuhan keempat pada Juli 2001; dan kelima pada November 2001. Peristiwa-peristiwa
tersebut memperlihatkan adanya keterkaitan antara satu dengan yang lain. Konflik Poso telah
memakan korban ribuan jiwa serta meninggalkan trauma psikologis yang sulit diukur tersebut,
ternyata hanya disulut dari persoalan-persoalan sepele berupa perkelahian antarpemuda.

2.4 Soulusi Penyelesaian Konflik Antar Etnis


Konflik antar etnis di Indonesia harus segera diselesaikan dan harus sudah ada solusi
konkritnya. Dalam bukunya Wirawan dengan judul Konflik dan Menejemen Konflik, Teori,
Aplikasi, dan Penelitian menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan konflik antar etnis yang ada
di sebuah Negara. Pertama, melalui Intervensi pihak ketiga. Dimana keputusan intervensi pihak
ketiga nantinya final dan mengikat. Contoh adalah pengadilan. Kedua, Mediasi. Mediasi ini
adalah cara penyelesaian konflik melalui pihak ketiga juga yang disebut sebagai mediator.
Ketiga, Rokosialisasi. Proses penyelesaian konflik dengan transormasi sebelum konflik itu
terjadi, dimana masyarakat pada saat itu hidup dengan damai.
Adapun cara lain dalam menyelesaikan konflik yang ada, yakni:

(10)
1)      Konflik Itu Harus di Management Menuju Rekonsiliasi
Konflik memang bukan sesuatu yang diharapkan oleh setiap orang yang hidup di dunia
ini. Apa lagi konflik yang bernuansa karena perbedaan agama yang dianut dan pebedaan etnis.
Konflik yang demikian itu memang suatu konflik yang sangat serius. Untuk meredam wajah
bahaya dari konflik itu, maka konflik itu harus dimanagement agar ia berproses ke arah yang
positif. Dr. Judo Poerwowidagdo, MA. Dosen Senior di Universitas Duta Wacana Yogyakarta
menyatakan bahwa proses konflik menuju arah yang positif itu adalah sbb: Dari kondisi yang
“Fight” harus diupayakan agar menuju Flight.
Dari kondisi Flight diupaykan lagi agar dapat menciptakan kondisi yang Flaw. Dari Flaw
inilah baru diarahkan menuju kondisi Agreement, terus ke Rekonsiliasi. Karena itu, masyarakat
terutama para pemuka agama dan etnis haruslah dibekali ilmu Management Konflik setidak-
tidaknya untuk tingkat dasar.

2)      Merubah Sistem Pemahaman Agama

Konflik yang bernuansa agama bukanlah karena agama yang dianutnya itu mengajarkan
untuk konflik. Karena cara umat memahami ajaran agamanyalah yang menyebabkan mereka
menjadi termotivasi untuk melakukan konflik. Keluhuran ajaran agama masing-masing
hendaknya tidak di retorikakan secara berlebihan.
Retorika yang berlebihan dalam mengajarkan agama kepada umat masing-masing
menyebabkan umat akan merasa dirinya lebih superior dari pemeluk agama lain. Arahkanlah
pembinaan kehidupan beragma untuk menampilkan nilai-nilai universal dari ajaran agama yang
dianut. Misalnya, semua agama mengajarkan umatnya untuk hidup sabar menghadapi proses
kehidupan ini. Menjadi lebih tabah menghadapi berbagai AGHT (ancaman, gangguan, hambatan
dan tantangan) dalam menghadapi hidup ini. Rela berkorban demi kepentingan yang lebih mulia.
Tidak mudah putus asa memperjuangkan sesuatu yang benar dan adil. Tidak mudah mabuk atau
lupa diri kalau mencapai sukses.
Orang yang sukses seperti menjadi kaya, pintar, menjadi penguasa, cantik, cakep,
memiliki suatu power, merasa diri bangsawan. Semuanya itu dapat menyebabkan orang menjadi
mabuk kalau kurang waspada membawa diri. Hal-hal yang seperti itulah yang sesungguhnya
lebih dipentingkan oleh masyarakat bangsa kita dewasa ini.

3)      Mengurangi Penampilan Berhura-Hura dalam Kehidupan Beragama.

Kegiatan beragama seperti perayaan hari raya agama, umat hendaknya mengurangi
bentuk perayaan dengan penampilan yang berhura hura. Hal ini sangat mudah juga memancing
konflik. Karena umat lain juga dapat terpancing untuk menunjukan existensi dirinya bahwa ia
juga menganut agama yang sangat hebat dan luhur.

(11)
4)      Redam Nafsu Distinksi Untuk Menghindari Konflik Etnis.

Setiap manusia memiliki nafsu atau dorongan hidup dari dalam dirinya. Salah satu nafsu
itu ada yang disebut nafsu Distinksi. Nafsu Distinksi ini mendorong seseorang untuk menjadi
lebih dari yang lainya. Kalau nafsu ini dikelola dengan baik justru akan membawa manusia
menjadi siap hidup bersaing. Tidak ada kemajuan tanpa persaingan. Namun, persaingan itu
adalah persaingan yang sehat. Persaingan yang sehat itu adalah persaingan yang berdasarkan
noram-norma Agama, norma Hukum dan norma-norma kemanusiaan yang lainya.
Namun, sering nafsu Distinksi ini menjadi dasar untuk mendorong suatu etnis bahwa
mereka adalah memiliki berbagai kelebihan dari etnis yang lainya.
Nafsu Distinksi ini sering membuat orang buta akan berbagai kekuranganya. Hal inilah
banyak orang menjadi bersikap sombong dan exlusive karena merasa memiliki kelebihan
etnisnya. Untuk membangun kebersamaan yang setara, bersaudara dan merdeka
mengembangkkan fungsi, profesi dan posisi, maka dalam hubungan dengan sesama dalam suatu
masyarakat. Dengan demikian semua pihak akan mendapatkan manfaat dari hubungan sosial
tersebut. Di samping mendapatkan sahabat yang semakin erat, juga mendapatkan tambahan
pengalaman positif dari sesama dalam pergaulan sosial.
Dengan melihat kelebiihan sesama maka akan semakin tumbuh rasa persahabatan yang
semakin kekal. Kalau kita lihat kekurangannya maka kita akan terus merasa jauh dengan sesama
dalam hubungan sosial tersebut

(12)
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Beragamnya suku, agama, ras, dan golongan membuat Indonesia sebagai bangsa yang
rawan konflik. Dari ujung timur sampai ujung barat bangsa ini sering kali terdengar jerit tangis
bahkan tetesan darah menyelimuti Tanah Air. Kalau konflik etnis itu terjadi terus terusan dalam
sebuah Negara, maka Negara tersebut dapat dikatakan tidak bisa menciptakan ketentraman dan
keamanan dalam negerinya. Maka dari itu masalah konflik etnis perlu diselesaikan secara cepat
oleh pemerintah. Karena selain Negara yang mengalami kerugian, masyarakat sekitar daerah
konflik tersebut pun akan mengalami kerugian juga.
Faktor faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik etnis seperti, kepentingan yang
sama diantara beberapa pihak, perebutan sumber daya, sumber daya yang terbatas, kategori atau
identitas yang berbeda, prasangka atau diskriminasi harus diselesaikan secara demokratik.
Cara-cara seperti rekonsialisasi dan mediasi harus dikedepankan. Penyelesaian konflik
tanpa kekerasan inilah yang harus dilakukan, agar tidak jatuh banyak korban. Kalau masalah
konflik antar etnis telah bisa diselesaikan dengan baik, Negara dan masyarakatnya akan hidup
tenang, tentram, dan aman.

3.2  Saran

1) Semoga dengan adanya Paper/makalah ini masyarakat menjadi sadar akan masalah yang
dihadapi. Tidak lagi menjadikan prasangka, diskriminasi dan etnosentrisme sebagai api penyulut
konflik yang ada. Semoga kita menjadi lebih dewasa dalam bertindak apalagi menyangkut
masalah suku ras dan agama.
2) Jika ada suatu masalah masyarakat harus tanggap untuk melapor, baik ke kepala Desa, kepala
Suku atau pihak berwajib Polisi.
3) Dalam Sebuah Permasalahan baik itu menyangkut kasus kejahatan, tindak pidana, atau perdata
alangkah baiknya permasalahan tersebut diserahkan ke pihak berwajib karena Negara kita
semakin maju dan berkembang sudah ada hukum dan UUD yang sudah mengaturnya. Apapun
pelanggarannya sudah termuat dalam UUD. Walaupun hasilnya jika tidak memuaskan, untuk
korban kembali kepada Iman dan bersabarlah.
4) Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan makalah di
kemudian hari.

(13)
DAFTAR PUSTAKA

Pandu Wibowo. Konflik antar etnis penyebab dan solusi. Kompasiana. 28 Juni 2014 [dikutip 27
November 2015]. Tersedia dari :http://www.kompasiana.com/pandu_wibowo/konflik-antar-
etnis-penyebab-dan-solusi_54f6d84fa33311ea608b4a5e
Febrio Valentino.Perang Sampit. Kupasiana. Mei 2013 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia
dari : http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/05/perang-sampit_2.html
Anhar Wahyu. Perang Suku di Lampung Sebuah Dendam Lama. Personal Website News. 30
Oktober 2012 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari :
http://www.lintasberita.web.id/perang-suku-di-lampung-sebuah-dendam-lama/
Saatnya yang muda. Sejarah Konflik Poso. Saatnya yang Muda. 28 Januari 2009[dikutip 27
November 2015]. Tersedia dari : https://saatnyayangmuda.wordpress.com/2009/01/28/sejarah-
konflik-poso/
Anne Ahira. Berbagai kasus perang antarsuku di Indonesia dan penyelesaiannya.Tak tau. Tau
untuk berbagi anneahira untuk Indonesia. 28 Juni 2012 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia
dari : http://www.anneahira.com/perang-antarsuku-di-indonesia.htm
Ali. Pengertian konflik, macam-macam konflik dan faktor-faktor konflik. Kumpulan Pengertian
Menurut Para Pakar. Maret 2015 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari :
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-konflik-faktor-penyebabnya.html#_
Lepank. Pengertian Etnis atau Suku. Kamus Pengertian Arti Definisi Menurut Para Ahli
Terlengkap. Agustus 2012 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari :
http://www.lepank.com/2012/08/pengertian-etnis-atau-suku.html

Albion Bengkirai. Konflik Antar Suku di Indonesia. This WordPress.com site is the bee's
knees.20 Juni 2014 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari :
https://albionbengkirai.wordpress.com/2014/06/20/konflik-antar-suku-di-indonesia-tugas-ibd-4/

Bagianku. Inilah pengertian dan definisi Indonesia menurut Para Ahli.Blog network. 28
Desember 2013 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari : http://bagian-
ku.blogspot.co.id/2013/12/inilah-pengertian-dan-definisi.html

(14)

Anda mungkin juga menyukai