Jawaban
1. Adapun pengertian tafsir, takwil dan terjemah menurut beberap ahli:1
Pengertian tafsir
Menurut al-Jurjani, tafsir adalah menjelaskan makna ayat keduanya,
kisahnya dan sebab yang karenanya ayat diturunkan, dengan lafaz yang
menunjukkan kepadanya dengan jelas sekali.
Menurut Husein Adz-Dzahabi, tafsir itu ialah mengungkap makna-makna
yang masih sulit.
Pengertian takwil
1
Zainuddin dan Moh. Ridwan , Tafsir, Takwil dan Terjemah , JURNAL Studi Al-Qr’an dan
Tafsir: Al-Allam Journal, 1, 1 desember 2020.
Jadi berdasarkan beberapa defenisi yang telah di ungkapkan oleh beberapa
para ahli dan pakar studi Qur’an dan tafsir tersebut. Dapat saya jelaskan
kembali bahwa terjemah adalah mentransformasikan dari bahasa yang satu
ke bahasa yang lain, dalam hal ini dari bahasa arab ke bahasa Indonesia,
karena apa? Bahasa Indonesia adalah bahasa kita. Kemudian tafsir, dalam
kitab lisanul ‘arob tafsir itu berasal dari kata al-fasru yang artinya bayan
atau menjelaskan. Tadi telah dijelaskan Menurut Husein Adz-Dzahabi,
tafsir itu ialah mengungkap makna-makna yang masih sulit. Nah dalam
tafsir ini sejauh mana kemampuan penafsir maka sejauh itu pula makna
yang dapat diungkap atau diselami. Karena tafsir itu adalah mengungkap
maknanya, maksudnya atau dari segi lainnya. Kemudian yang terakhir
adalah Ta’wil, takwil itu berasal dari kata aul yang artinya kembali
kepada asalnya. Takwil itu sama-sama menjelaskan.
Adapun hubungan antara tafsit, takwil dan terjemah ialah seperti yang
terdapat pada surah al-‘Anbiya ayat 95 “Dia mengeluarkan yang hidup
dari yang mati”. Apabila yang di maksudkan di situ adalah mengeluarkan
burung dari telur, maka itulah tafsir. Tetapi apabila yang dimaksudkan
disitu adalah mengeluarkan orang yang berilmu dar orang yang bodoh,
maka itulah takwil. Dari penjelasan tersebut jelaslah bahwah takwil lebih
dalam dari tafsir,dan tafsir itu berdasarkan kepada makna dzahir lafadz
harfiah ayat-ayat Al-Qur’an.
Adapun kegunaan dari tafsir, takwil dan tarjemah :
Kegunaan tafsir adalah sebagai alat atau sarana untuk memahami al-
Qur’an. Kemudian kegunaan takwil adalah untuk menerangkan makna
ayat-ayat Al-Qur’an. Kemudian kegunaan terjemah ialah mengalihkan
atau memindahkan suatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa lainnya
dengan menerangkan maksud yang terkandung dalam bahasa yang di
fahami.
Perbedaan:
Tafsir: menjelaskan makna yang kadang-kadang dengan panjang lebar,
lengkap dengan penjelasan hukum dan hikmah yang dapat diambil dari
ayat itu dan seringkali disertai dengan kesimpulan kandungan ayat
tersebut.
Takwil: mengalihkan lafadz ayat al-aqur’an dari arti yang lahir dan rajah
kepada arti lain yang samar dan marjuh
Terjemah: hanya mengubah kata-kata dari bahasa arab kedalam bahasa
lain tanpa memberikan penjelasan arti kandungan secara panjang lebar dan
tidak menyimpulkan dari isi kandungan.
Ada berbagai pandangan para pakar tentang tafsir ilmiah ini. Ada yang
menolak da nada pula yang mendukung nya. Adapun yang menolaknya yaitu
salah satunya M. Husein al-Dhahabi, beliau menolak penafsiran dengan
pendekatan ilmiah karena penafsiran semacam itu keluar dari maksud dan
menyimpang dari tujuan al-Qur’an. al-qur’an tidak diturunkna sebagai sumber
berbagai ilmu, kedokteran, astronomi, matematika, kimia, memanggil arwah
dll. Namun sebagai buku petunjuk bagi manusia yang mengeluarkannya dari
kegelapan menuju alam terang benderang. Kemudian yang mendukung
adanya tafsir ilmiah ini adalah salah satunya Muhammad ‘Abduh. Ia
berpandangan bahwa al-Qur’an memuat hakikat imiah (permasalahan alam,
secara empiris maupun rasional). Jika diamati maka seluruh pendukung tafsir
saintifik selalu menggunakan tendensi bahwa al-qur’an merupakan kitab yang
memuat segala hal didunia tanpa ada yang terlewat satupun, sesuai dengan
firman Allah bahwa kitab suci al-qur’an memuat segala hal tanpa terkecuali.
Problematika medical, kosmologi, astronomi, bahkan biologi dan fisika
sejatinya telah terungkap dengan rapi dalam lipatan-lipatan mushaf tersebut.
3
ibid
dari sisi bahasa maupun kaidah penafsiran. Cukup kiranya dengan
mengatakan bahwa di dalam alQur’an tidak ada sastupun nas yang berlawanan
dengan teori dan kaidah keilmuan yang ada dan akan ditemukan, selama teori
dan kaidah itu dilandasi oleh prinsip kebenaran bersumber pada realitas yang
benar pula.
3. Al-Qur’an mrupakan sebuah kitab yang sifatnya universal yakni shalih likulli
zaman wa makan. Sebagian Al-Qur’an tidak diturunkan secara tiba-tiba begitu
saja, melainkan sebagian ayat Al-Qur’an turun dikarenakn sebagai jawaban
atas suatu permasalahan yang sedang terjadi. Oleh karena itu, pengetahuan
terhadap asbabun nuzul sangat di perlukan sekali dalam menafsirkan Al-
Qur’an. Kemudian jika kita melihat dan membaca sekilas terhadap Al-Qur’an,
maka akan tampak tidak konsistennya Al-Qur’an. Hal ini dikarenakan pada
satu sisi ayat Al-Qur’an menyatakan ayat yang berkaitan dengan suatu hal,
kemudian ayat selanjutnya ternyata menyatakan hal berbeda. Hal inilah yang
pernah dilontarkan oleh para orientalis bahwa Al-Qur’an itu tidak konsisten.
Akan tetapi hal ini kemudian ditolak dan di sanggah oleh para mufassir. Para
mufassir mengatakan bahwa tidak mungkin antara ayat satu dengan ayat yang
lain dalam Al-Qur’an tidak berkaitan dan saling berhubungan. Kemudian
lahirlah karya-karya serta pendekatan tafsir yang sekarang yang memfokuskan
perhatiannya pada munasabah antar ayat dengan ayat. Kemudian mengapa
terjadi perbedaan penafsiran al-Qur’an yang menimbulkan berbagai corak
tafsir ? karena memang corak penafsiran al-Qur’an tidak terlepas dari
perbedaan, kecenderungan, inters, motivasi mufassir, perbedaan misi yang di
emban dan ragam ilmu yang dikuasai, perbedaan masa, lingkungan serta
perbedaan situasi dan kondisi dan sebagainya. Kesemuanya menimbulkan
berbagai corak penafsiran yang berkembang menjadi aliran yang bermacam-
macam dengan metode yang berbeda-beda. Dan semua itu terkandung kondisi
bahwa umat islam pada kenyataannya selalu tidak puas dengan salah satu
tafsir saja, sehingga berkembang berbagai macama metode dan corak dalam
tafsir Al-Qur’an4. Di sisi lain ilmu yang berkembang di tubuh umat islam
selama periode abad pertengahanyang bersentuhan langsung dengan ke
islaman adalah ilmu fiqih, kalam, tasawuf, bahasa, sastra dan filsafat. Karena
banyaknya orang yang berminat besar dalam studi setiap disiplin ilmu itu yang
menggunakan basis pengetahuannya sebagai kerangka dalam memahami al-
Qur’an maka muncullah berbagai perbedaan corak tafsir dalam Al-Qur’an.
Jadi dalam menafsirkan Al-Qur’an, ada sangat banyak factor yang
menyebabkan terjadinya perbedaan dalam kesimpulan yang diperoleh penafsir
dengan penafsir lainnya. Misalnya, factor kesubjektifan penafsir yang tidak
bisa dilepaskan ketika mengkaji Al-Qur’an, metode dan pendekatan yang
banyak dan berbeda-beda, bahkan perbedaan penafsiran dapat terjadi
disebabkan oleh Al-Qur’an itu sendir, hal ini misalnya tidak diketahui dengan
jelas sebuah kata atau kalimat bersifat muhkam atau mutasyabih, atau sebuah
kata bersifat khusus atau umum, dan lain sebagainya.
4
Hujair A. H. Sanaky, Metode Tafsir ( Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna Atau
Corak Mufassirin) , JURNAL Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008..
Kemudian sikap untuk mengahadapi realitas tersebut adalah kita tidak bisa,
bahkan dilarang untuk menghalangi dan membatasi penafsiran yang muncul,
apalagi menganggap penafsiran kita sebagai penafsiran yang benar dan yang
lain salah, karena menganggap penafsiran yang lain salah adalah sebuah
kesalahan untuk kita. Karena itu semestinya ketika terjadi perbedaan
penafsiran, dan setiap hasil penafsiran kita senantiasa diakhiri dengan ucapan
Wa Allahu A’lam bi ash-Showab. Lebih jauh, sikap terbuka, saling
menghormati dan tentunya sikap toleransi harus terus diterapkan dalam setiap
sudut perbedaan itu.
5
Hujair A. H. Sanaky, Metode Tafsir ( Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna Atau
Corak Mufassirin) , JURNAL Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008..