NERS ISLAMI
“MEMBERIKAN KEKUATAN DAN MOTIVASI PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN JIWA”
DOSEN PEMBIMBING
Nur Hidaayah, S.Kep.Ns.,M.Kes.
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8/ 5B
i
KATA PENGANTAR
(Kelompok 8 )
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah suatu kondisi dimana seseorang memiliki pola perilaku
yang berhubungan dengan distress sehingga menyebabkan timbulnya gangguan
pada sistem kehidupannya. Menurut Eni dan Herdiyanto (2018), Orang dengan
Gangguan Jiwa atau yang biasa disebut dengan ODGJ akan disertai dengan gejala-
gejala yang berupa halusinasi, ilusi, dan tingkah laku yang aneh misalnya katatonik
atau agresivitas. Oleh karena itu, ODGJ memiliki pola perilaku yang berbeda
dengan orang normal pada umumnya. ODGJ mengalami gangguan yang berupa
gangguan perilaku, gangguan pikiran, serta gangguan perasaan sehingga fungsinya
proses penyembuhan (Dewi & Nurchayati, 2021).
Penyakit kejiwaan merupakan salah satu persoalan kesehatan utama yang
dihadapi setiap masyarakat. Diperkirakan sekitar 22-23% orang dewasa (sekitar 44
juta orang) terdiagnosis menderita gangguan jiwa selama tahun tertentu. Sekitar
6% yang lain mengalami masalah ketergantungan dan 3% lainnya lagi mengalami
baik gangguan jiwa maupun masalah ketergantungan. Dengan begitu, sekitar 28-
30% populasi orang dewasa mengalami gangguan jiwa ataupun masalah
ketergantungan. Islam telah menetapkan bahwa perilaku manusia bisa diubah dan
berbalik arah. Karenanya, terapi hati dari segala jenis penyakitnya adalah hal yang
mungkin terjadi. Islam juga telah datang dengan ilmu kedokterannya untuk bisa
mengobati hati dari penyakitnya hingga bisa kembali normal. Dengan hati yang
baik, maka baiklah seluruh tubuh. Dan, rusaknya hati berimplikasi pada rusaknya
seluruh tubuh.
Setiap tahun, jumlah ODGJ mengalami peningkatan. Data yang berasal dari
Riskesda menjelaskan bahwa prevalensi rumah tangga yang memiliki anggota
keluarga dengan gangguan jiwa adalah sebesar 7: 1.000 dengan cakupan
pengobatan sebesar 84,9%. Sedangkan pada remaja berumur >15 tahun memiliki
prevalensi gangguan mental emosional sebesar 9,8%. Angka tersebut memiliki
peningkatan sebesar 6% jika dibandingkan dengan tahun 2013 (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2019) dikutip (Dewi & Nurchayati, 2021).
4
Proses penyembuhan ODGJ dapat dilakukan dengan berbagai cara. Namun
dalam proses tersebut, ODGJ memerlukan dukungan. Dukungan yang diberikan
dapat memicu motivasi ODGJ selama dilakukannya Menurut Cohen dan Syme
(dalam Almasitoh, 2011), terdapat empat aspek dukungan sosial, yaitu dukungan
emosional, dukungan informatif, dukungan instrumental, dan penilaian positif.
Dukungan emosional adalah dukungan dengan bentuk adanya kepercayaan yang
mana di dalamnya termasuk penghargaan, pengertian, sikap terbuka, serta adanya
rasa percaya. Lalu dukungan informatif adalah dukungan dengan pemberian
nasehat, petunjuk, serta informasi yang diberikan kepada seseorang untuk
menambah wawasan dalam memecahkan suatu permasalahan. Adapun dukungan
instrumental adalah dukungan seperti pemberian materi, penyediaan waktu luang,
serta peluang agar mempermudah tujuan yang ingin dicapai. Lain halnya dengan
penilaian positif adalah dukungan dengan adanya pemberian umpan balik dari
hasil, pemberian penghargaan atas capaian, serta pemberian kritik yang positif dan
membangun(Dewi & Nurchayati, 2021).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui konsep dukungan sosial,
keluarga dengan Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) dan mengambil
hikmah dari suatu penyakit.
1.3.1 Tujuan Khusus
1. Mampu memahami Konsep Teori Gangguan Jiwa
2. Mampu memahami bentuk dukungan sosial
5
3. Mampu memahami bentuk dukungan keluarga
4. Mampu memahami bentuk dukungan social dengan Orang Dalam
Gangguan Jiwa
5. Mampu memahami cara mengambil hikmah dari suatu penyakit
6. Mampu memahami ketabahan hati dalam menghadapi orang sakit
1.4 Manfaat
Manfaat Teoritis Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat
memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai teori.
Manfaat Praktis Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai suatu pembelajaran bagi mahasiswa yang nantinya ilmu tersebut dapat
dipahami dan diaplikasikan dalam praktik keperawatan
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Gangguan Jiwa
A. Pengertian gangguan jiwa
Saat ini gangguan jiwa didefinisikan dan ditangani sebagai masalah
medis. Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu perubahan
pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan
peran sosial. Gangguan jiwa atau mental illnes adalah kesulitan yang harus
dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan
karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri
(Fajar, 2016). Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk
penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditentukan
ketidakwajaran dalam bertingkah laku. Hal ini terjadi karena menurunnya
semua fungsi kejiwaan. Gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu
atau lebih fungsi jiwa. Ganguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh
terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan
panca indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stres dan penderitaan bagi
penderita dan keluarganya (Stuart, 2007).
Gangguan jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan jasmaniah lainnya,
hanya saja gangguan jiwa bersifat lebih kompleks mulai dari yang ringan
seperti rasa cemas, takut, hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau lebih
kita kenal sebagai gila (Fajar 2016).
7
bayangan yang menyilaukan tentang kehidupan modern yang mungkin jauh
dari kenyataan hidup seharihari. Akibat rasa kecewa yang timbul, seseorang
mencoba mengatasinya dengan khayalan atau melakukan sesuatu yang
merugikan masyarakat.
3) Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi
Dalam masyarakat modern, kebutuhan dan persaingan makin meningkat
dan makin ketat untuk meningkatkan ekonomi hasil teknologi modern.
Memacu orang untuk bekerja lebih keras agar dapat memilikinya. Faktor-
faktor gaji rendah, perumahan yang buruk, waktu istirahat dan berkumpul
dengan keluarga sangat terbatas dan sebagainya, merupakan sebagian
mengakibatkan perkembangan kepribadian yang abnormal.
4. Perpindahan kesatuan keluarga
Khusus untuk anak yang sedang berkembang kepribadiannnya, perubahan-
perubahan lingkungan (kebudayaan dan pergaulan), sangat cukup
mempengaruhi.
5. Masalah golongan minoritas
8
Menurut Santrock (2013) dalam Sutejo (2017), penyebab gangguan jiwa dapat
dibedakan atas :
a. Faktor Biologis/Jasmaniah
1) Keturunan Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin
terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan
jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan
kejiwaan yang tidak sehat.
2) Jasmaniah Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang
berhubungan dengan ganggua jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh
gemuk/endoform cenderung menderita psikosa manik depresif, sedang
yang kurus/ectoform cenderung menjadi skizofrenia.
3) Temperamen Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai
masalah kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan
mengalami gangguan jiwa.
4) Penyakit dan cedera tubuh Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit
jantung, kanker, dan sebagainya mungkin dapat menyebabkan rasa
murung dan sedih. Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat
menyebabkan rasa rendah diri.
b. Faktor Psikologis
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang
dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian kasih
sayang orang tua yang dingin, acuh tak acuh, kaku dan keras akan
menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki kepribadian yang
bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.
c. Faktor Sosio-Kultural
Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat
dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan
penyebab langsung yang dapat menimbulkan gangguan jiwa, biasanya
terbatas menentukan “warna” gejala-gejala. Disamping memengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang, misalnya melalui
aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut (Sutejo,
2017).
9
Beberapa faktor-faktor kebudayaan tersebut, yaitu :
1) Cara membesarkan anak
Cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter, dapat menyebabkan
hubungan orangtua dan anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-anak
dewasa mungkun bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak suka
bergaul atau justru menjadi penurut yang berlebihan.akan tampil dalam
bentuk sikap acuh atau melakukan tindakan-tindakan yang merugikan
banyak orang.
10
5. Gangguan Pertimbangan
Pertimbangan (penilaian) adalah suatu proses mental untuk
membandingkan/menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka kerja
dengan memberikan nilai-nilai untuk memutuskan maksud dan tujuan dari
suatu aktivitas.
6. Gangguan Pikiran
Pikiran umum adalah meletakkan hubungan antara berbagai bagian dari
pengetahuan seseorang.
7. Gangguan Kesadaran
Kesadaran adalah kemampuan seseorang untuk mengadakan hubungan
dengan lingkungan, serta dirinya melalui pancaindra dan mengadakan
pembatasan terhadap lingkungan serta dirinya sendiri.
8. Gangguan Kemauan
Kemauan adalah suatu proses di mana keinginan-keinginan
dipertimbangkan yanng kemudian diputuskan untuk dilaksanakan sampai
mencapai tujuan.
9. Gangguan Emosi dan Afek
Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memberikan pengaruh
pada aktivitas tubuh serta menghasilkan sensasi organik dan kinetis. Afek
adalah kehidupan perasaan atau nada perasaan emosional seseorang,
menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu pikiran, bisa berlangsung
lama dan jarang disertai komponen fisiologis.
Menurut Suswinarto (2015) Perubahan prilaku pada kestabilan emosi
merupakan tanda seseorang mengalami gangguan jiwa. Perubahan perilaku
tersebut ditandai dengan perilaku menyimpang diantaranya adalah
keluyuran, merusak barang, menyakiti orang, mudah marah dan
memendam perasaan.
10. Gangguan Psikomotor
Psikomotor adalah gerakan tubuh yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa.
11
2.2 Dukungan Sosial
A. Pengetian Dukungan Sosial
Cohen & Syme mengatakan bahwa dukungan sosial adalah suatu keadaan
yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat
dipercaya sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang
memperhatikan, menghargai, dan mencintai (Cohe & Syme 1996, 241)
Dukungan sosial keluarga menurut Friedman adalah “Family social support as
a process of relationship between the family and the social environment” yaitu
sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial.
(Friedman 2010, 483)
Studi-studi tentang dukungan sosial keluarga dalam Friedman yang
dikutip oleh Setiadi (2008) telah mengkonseptulisasi dukungan sosial sebagai
koping keluarga, baik dukungan-dukungan bersifat eksternal maupun internal
terbukti sangat bermanfaat. Dukungan keluarga berupa dukungan sosial
keluarga internal antara lain dukungan suami atau istir, dari saudara kandung,
atau dukungan dari anak. Sedangkan dukungan keluarga berupa dukungan
sosial keluarga sosial antara lain keluarga besar, sahabat dan teman sekolah
atau kantor, tetangga, kelompok sosial, kelompok rekreasi, kelompok ibadah,
dan praktisi Kesehatan.
Dukungan sosial adalah sebuah Tindakan yang dilakukan kepada orang
lain untuk memberi dukungan (Lestari 2015). Hal tersebut berarti bahwa
dukungan sosial tidak dapat diperoleh seseorang tanpa adanya bantuan dari
orang lain. Oleh karena itu, dukungan sosial dapat bersumber dari orang-orang
terdekat seperti keluarga, pasangan, sahabat, ingga pihak-pihak ahli seperti
psikolog atau dokter. Seseorang dengan tingkat dukungan sosial yang kuat
akan memiliki harga diri serta perasaan memiliki yang kuat (Sarafino &
Simith, 2010).
12
dukungan dengan bentuk adanya kepercayaan yang mana didalamnya
termasuk penghargaan, pengertian, sikap terbuka, serta adanya rasa percaya.
Lalu dukungan informatif ialah dukungan dengan pemberian nasehat,
petunjuk, serta infromasi yang diberikan kepada seseorang untuk menambah
wawasan dalam memecah suatu permasalahan. Adapun dukunga instrumental
adalah dukungan seperti pemberian materi, penyediaan waktu luang, serta
peluang agar mempermudah tujuan yang ingin dicapai. Lain halnya dengan
penilaian positif adalah dukungan dengan adanya peberian umpan baik dari
hasil, pemberian penghargaan atas capaian, serta pemberian kritik yang positif
dan membangun.
Menurut Friedman jenis keluarga ada 4 yaitu :
a. Dukungan instrumental yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan
praktis dan kongrit.
b. Dukungan informasi yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan
disseminator (penyebar informasi)
c. Dukungan instrumental yaitu keluarga bertindak sebagai umpan balik,
membimbing, menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber, dan
validator identitas keluarga.
d. Dukungan emsoional yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan
damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap
emosi.
13
sekumpulan keluarga-keluarga. Hal ini bisa diartikan baik buruknya masyarakat
tegantung pada baik buruknya masyarakat kecil itu sendiri (keluarga), jadi secara
tidak langsung keselamatan dan kebahagiaan suatu masyarakat berpangkal pada
masyarakat terkecil yaitu keluarga (Subhan Zaitunah 2004, 3). Keluarga yang
umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak akan menjadi sebuah keluarga yang baik,
serasi, dan nyaman jika dalam keluarga tersebut terdapat hubungan timbal balik
yang seimbang antara semua pihak. Hal tersebut seperti bagan dibawah ini.
14
4. Dukungan Penilaian Positif
Bentuk dukungan penilaian sebagai penghargaan yang diberikan oleh keluarga
terhadap ODGJ adalah dengan mendukung hal-hal yang dilakukan oleh ODGJ
dan memberikan sanjungan kepada ODGJ.
(LEB,2020)
Bagi seorang Muslim yang taat kepada Allah, sakit bukanlah masalah yang
banyak menyita pikirannya, karena dia yakin bahwa sakit yang dideritanya akan
selalu berakhir dengan kebaikan, sembuh disertai degan ampunan Allah atau
meninggal dengan husnul khotimah.
Rasulullah memberikan tuntunan kepada kaum muslimin ketika ditimpa sakit
yaitu berobat dengan sungguh-sungguh karena setiap penyakit selalu ada obatnya.
َّ صلَّى
ُّللا ِ َّ سو َل
َ ّللا ُ سا يَقُو ُل إِ َّن َرً َسمِ ْعتُ أَن َ ي قَا َل َّ سمِ ْعتُ ِع ْم َرانَ ْالعَ ِم
َ س َحدَّثَنَا َح ْرب قَا َل
ُ َُحدَّثَنَا يُون
ْث َخ َلقَ الدَّا َء َخ َلقَ الد ََّوا َء َفتَدَ َاو ْوا
ُ ع َّز َو َج َّل َحي َ َّ سلَّ َم َقا َل إِ َّن
َ ّللا َ علَ ْي ِه َو
َ
“Telah menceritakan kepada kami Yunus telah menceritakan kepada kami
Harb berkata, saya telah mendengar ‘Imran yang buta berkata: saya mendengar
Anas berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Allah ‘azza
wajalla ketika menciptakan penyakit, juga menciptakan obat, maka berobatlah
kalian.” (HR. Ahmad)
Secara umum, kondisi sakit mempunyai dua sisi rasa. Namun, yang kerap kita
rasakan hanya salah satu sisinya, yakni penderitaan. Sisi lain berapa hikmah dan
kenikmatan di balik sakit sering kali kita lupakan. Padahal, jika kita mau
merenungkannya,
Banyak hikmah yang dapat dipetik dari sakit yang diderita:
Secara medis sakit merupakan suatu peringatan (warning) mengenai tingkat
kekuatan tubuh kita. Jika tubuh kita mengalami satu kondisi, kemudian berakibat
sakit, hal itu merupakan peringatan agar kita menghindari kondisi yang sama yang
dapat menyebabkan sakit tersebut. Sakit juga memberi kesempatan kepada kita
untuk beristirahat dan berkonsultasi dengan dokter sehingga penyakit yang ada
tidak menjadi lebih parah dan sulit diobati. Tak jarang, sakit yang dialami
mencegah seseorang agar tidak terkena penyakit yang lebih berat lagi.
15
Sakit dapat menjadi penggugur dosa. Penyakit yang diderita seorang hamba
menjadisebab diampuninya dosa yang telah dilakukan, termasuk dosa-dosa setiap
anggota tubuh. Orang yang sakit akan mendapatkan pahala dan ditulis untuknya
bermacam-macam kebaikan dan ditinggikan derajatnya. Sakit dapat menjadi jalan
agar kita selalu ingat pada Allah. Dalam kondisi sakit biasanya orang merasa
benar-benar lemah, tidak berdaya, sehingga ia akan bersungguh-sungguh
memohon perlindungan kepada Allah SWT dan Sakit bisa menjadi jalan kita untuk
membersihkan penyakit batin.
Sakit mendorong kita untuk menjalani hidup lebih sehat, baik sehat secara
jasmani maupun rohani. Sakit membuat orang tahu manfaat Tidak jarang orang
merasakan nikmatjustru ketika sakit. Begitu banyaknikmat Allah yang selama ini
lalai ia syukuri. Bagi orang yang banyak bersyukur dalam sakit, ia akan
memperoleh nikmat.
Secara sosial sakit mengajarkan kepada kita bagaimana merasakan
penderitaan orang lain, seperti halnya puasa yang mendidik kita agar mengetahui
bagaimana pedihnya rasa lapar dan dahaga yang dialami kaum papa. Rasa sakit
harusnya melahirkan kepekaan sosial yang lebih tinggi.
16
2. sabar mengendalikan hawa nafsu karena hawa nafsu mendorong manusia untuk
mendapatkan segala kenikmatan, kesenanangan, kemewahan dan kemegahan
dunia. Tetapi mengikuti semua kesenangan itu hanya akan membuat manuusia
melupakan tujuan hidup yang sesungguhnya yaitu mennggapai redha Allah
dunia dan akhirat.
3. Ketiga sabar dalam ketaatan kepada Allah, dalam beribadah kepada Allah
sangat membutuhkan kesabaran yang luar biasa, karena dalam ibadah yang
dibutuhkan adalah ketekunan dan keistiqamahan. Ibadah tidak akan berarti jika
dilaksanakan menurut kemauan dan keinginan individu semata, tetapi setiap
ibadah ada aturan dan tuntunan yang jelas yang harus diperhatikan dan diikuti
oleh setiap manusia. Ibadah yang dilakukan tampa dasar yang jelas hanya akan
sis-sia. Untuk itu perlu kesabaran yang luar biasa dalam menjalankan setiap
ibadah agar manusia bisa merasakan kenikmatan dan kebahagiaan setelah
melaksanakan ibadah.
4. sabar di jalan dakwah. Jalan dakwah adalah jalan yang penuh dengan berbagai
rintangan, onak dan duri. Setiap da’i membutuhkan kesabaran yang luar biasa
jika ingin sukses dalam dakwah.
5. sabar dalam jihad fi sabilillah. Jihad adalah amalah yang paling dicintai oleh
Alllah dan Rasul-Nya, namun jihad juga amalan yang sangat berat untuk
dikerjakan (Hidup Beragama, n.d.). Tidak semua muslim dewasa mampu
melakukan amalan ini karena beratnya tantanngan dan rintangan yang harus
dihadapai dalam melaksanakan amalan jihad. Mereka yang terjun kemedan
perang harus mengorbankan banyak hal, seperti hilangnya waktu untuk
istirahat, hilangkannya kesempatan untuk bersama keluarga, bahkan tidak
jarang mereka harus mempertaruhkan harta dan nyawa demi tegaknya agama
Allah.
6. sabar dalam interaksi sosial karena lingkungan sosial bisa berupa lingkungan
keluarga, lingkuangan sekolah, lingkungan kerja dan lingkungan masyarakat
yang di isi oleh berbagai kalangan yang berbeda baik dari segi strata sosial,
status sosial, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, budaya, dan lain sebagainya.
17
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku
akibat adanya distorsi emosi sehingga ditentukan ketidakwajaran dalam bertingkah
laku. Hal ini terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan. Gangguan jiwa
adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi jiwa. Ganguan jiwa adalah
gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku,
dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stres
dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya (Stuart, 2007).
3.2 Saran
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini dapat
menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan
makalah ini bagi para pembacanya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
18
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, O. I. P., & Nurchayati. (2021). PERAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA
DALAM PROSES PENYEMBUHAN ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA
(ODGJ). Jurnal Penelitian Psikologi , 08(01), 99–111.
https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/38498
Ernadewita, & Rosdialena. (2019). Sabar sebagai Terapi Kesehatan Mental . JURNAL
KAJIAN DAN PENGEMBANGAN UMAT , 03(01), 45–65.
Lestari, Dwi., & Tanti. 2019. PERAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP FAMILY
CAREGIVER ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA. Tasikmalaya : Sriwijaya
19
Nasriati, R. (2017). STIGMA DAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM
MERAWAT ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ) . Jurnal Ilmiah
Ilmu-Ilmu Kesehatan, 15(01), 56–65.
RS Roemani. (2018). MENGAMBIL HIKMAH DARI SAKIT. Diakses 16 Oktober
2021, dari https://rsroemani.com/rv2/edisi-iii-mengambil-hikmah-dari-sakit/
Saraswati, Sinta. 2019. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DALAM PROSES
PEMULIHAN ORANG DENGAN SKIZOFRENIA DI KOMUNITAS PEDULI
SKIFZORENIA INDONESIA. Banten : Jakarta
20