Anda di halaman 1dari 7

SIKLUS RJP PADA ORANG DEWASA VERSI AHA 2015

Dosen: Ns.Susanti Manoarfa, M.Kep

OLEH:
Nama :Izrak Habu
Nim :C01418083
Kelas :B/Keperawatan

PROGRAM ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATA


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
TAHUN 2021
SIKLUS RJP PADA
ORANG DEWASA VERSI AHA 2015

A. ALGORITMA RJP VERSI AHA 2015


Prinsip utama dalam resusitasi adalah memperkuat rantai kelangsungan
hidup (chain of survival). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi
koordinasi rantai kelangsungan hidup. Urutan rantai kelangsungan hidup
pada pasien dengan henti jantung (cardiac arrest) dapat berubah tergantung
lokasi kejadian: apakah cardiac arrest terjadi di dalam lingkungan rumah
sakit (HCA) atau di luar lingkungan rumah sakit (OHCA). Gambar 1
menunjukkan “chain of survival” pada kondisi HCA maupun OHCA
Dalam melakukan resusitasi jantung-paru, AHA (American Heart
Association) merumuskan panduan BLS-CPR yang saat ini digunakan
secara global. Gambar menunjukkan skema algoritma dalam tindakan
resusitasi jantung-paru pada pasien dewasa.
Dalam melakukan resusitasi jantung paru, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1) Pengenalan dan pengaktifan cepat sistem tanggapan darurat Jika melihat
seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka petugas kesehatan
harus mengamankan tempat kejadian dan memeriksa respon korban.
Tepukan pada pundak dan teriakkan nama korban sembari melihat apakah
korban tidak bernafas atau terengah-engah. Lihat apakah korban merespon
dengan jawaban, erangan atau gerakan. Penolong harus memanggil
bantuan terdekat setelah korban tidak menunjukkan reaksi. Akan lebih
baik bila penolong juga memeriksa pernapasan dan denyut nadi korban
seiring pemeriksaan respon pasien agar tidak menunda waktu
dilakukannya RJP.
2) Resusitasi Jantung Paru dini Lakukan kompresi dada sebanyak 30
kompresi (sekitar 18 detik). Kriteria penting untuk mendapatkan kompresi
yang berkualitas adalah:
a. Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100 kali per
menit dan maksimal
b. 120 kali per menit. Pada kecepatan lebih dari 120 kali / menit,
kedalaman kompresi akan berkurang seiring semakin cepatnya interval
kompresi dada. Kompresi dada dilakukan dengan kedalaman minimal
2 inci (5 cm) dan kedalaman
c. maksimal 2,4 inci (6 cm). Pembatasan kedalaman kompresi maksimal
diperuntukkan mengurangi potensi cedera akibat kedalaman kompresi
yang berlebihan. Pada pasien bayi minimal sepertiga dari diameter
anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak
sekitar 2 inchi (5 cm). Pada pasien anak dalam masa pubertas (remaja),
kedalam kompresi dilakukan seperti pada pasien dewasa. Lokasi
kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum).
Petugas
d. berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban
jika korban berada di tempat tidur. Tabel 1 mencantumkan beberapa
hal yang perlu diperhatikan selama melakukan kompresi dada dan
pemberian ventilasi:
e. Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi. Selama
melakukan siklus kompresi dada, penolong harus membolej\hkan
rekoil dada penuh dinding dada setelah setiap kompresi; dan untuk
melakukan hal tersebut penolong tidak boleh bertumpu di atas dada
pasien setelah setiap kompresi. Meminimalisir interupsi dalam sela
kompresi. Penolong harus berupaya meminimalkan
f. frekuensi dan durasi gangguan dalam kompresi untuk mengoptimalkan
jumlah kompresi yang dilakukan per menit. Korban dengan tidak
ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan
g. nafas melalui head tilt – chin lift. Namun jika korban dicurigai cedera
tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust.
Menghindari ventilasi berlebihan. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali.
Pemberian ventilasi
h. dengan jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada
korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat. Setelah
terpasang saluran napas lanjutan (misalnya pipa endotrakeal,
Combitube, atau
i. saluran udar masker laring), penolong perlu memberikan 1 napas
buatan setiap 6 detik (10 napas buatan per menit) untuk pasien dewasa,
anak-anak, dan bayi sambil tetap melakukan kompresi dada
berkelanjutan Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi
dada bergantian setiap 2 menit.
Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan
bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12
nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus
perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2.
RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien
bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan
sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat
defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway
3) Alat defibrilasi otomatis
AED digunakan sesegera mungkin setelah AED tersedia. Bila
AED belum tiba, lakukan kompresi dada dan ventilasi dengan rasio 30 : 2.
Defibrilasi / shock diberikan bila ada indikasi / instruksi setelah
pemasangan AED. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali
apakah ritme tersebut dapat diterapi shock atau tidak, jika iya lakukan
terapi shock sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa
ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi shock lanjutkan RJP
selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut
hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support) datang, atau
korban mulai bergerak.
4) Perbandingan Komponen RJP Dewasa, Anak-anak, dan Bayi Pada pasien
anak dan bayi, pada prinsipnya RJP dilakukan sama seperti pada pasien
dewasa dengan beberapa perbedaan. Beberapa perbedaan ini seperti yang
tercantum pada tabel 2.
B. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Fokus Utama Pembaruan Pedoman American Heart Association 2015 Untuk CPR
dan ECC. American Heart Association; 2015.
1. Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100 kali per menit
dan maksimal 120 kali per menit. Pada kecepatan lebih dari 120 kali /
menit, kedalaman kompresi akan
g perlu diperhatika

Anda mungkin juga menyukai