Anda di halaman 1dari 6

Nama : Milfa Ghaissani Ritonga

NIM : 192370030
Kelas : III-1 Sore
Matkul : Proyek Aplikasi SI

Soal :
Buatlah metodologi manajemen proyek disertai penjelasannya !
1. Metodologi The Traditional Approach
2. Metodologi Rational Unifed Process
3. Metodologi Critical Chain

Jawaban :

1. Metodologi Tradisional (Metodologi The Traditional Approach)


Pendekatan Klasik (classical approach) disebut juga dengan Pendekatan Tradisional (traditional
approach) atau Pendekatan Konvensional (conventional approach). Metodologi Pendekatan
Klasik mengembangkan sistem dengan mengikuti tahapan-tahapan pada System Life Cycle.
Pendekatan ini menekankan bahwa pengembangan akan berhasil bila mengikuti tahapan pada
System Life Cycle. Permasalahan-permasalahan yang dapat timbul pada Pendekatan Klasik
adalah sebagai berikut :
Pengembangan perangkat lunak akan menjadi sulit Pendekatan klasik kurang memberikan alat-
alat dan teknik-teknik di dalammengembangkan sistem dan sebagai akibatnya proses
pengembangan perangkat lunak menjadi tidak terarah dan sulit untuk dikerjakan oleh
pemrogram. Lain halnya dengan pendekatan terstruktur yang memberikan alat-alat seperti
diagram arus data (data flow diagram), kamus data (data dictionary), tabel keputusan (decision
table). diagram IPO, bagan terstruktur (structured chart) dan lain sebagainya yang
memungkinkan Pengembangan Sistem Informasi pengembangan perangkat lunak lebih terarah
berdasarkan alat-alat dan teknik-teknik tersebut.
Didalam metodologi tradisional manajemen proyek terdiri dari beberapa fase yaitu inisialisasi,
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan fase akhir. Pada bagian ini akan
dibahas mengenai hal tersebut secara rinci.

a. Fase Inisialisasi
Pada fase ini merupakan fase dalam hal studi kelayakan. Dimana dalam studi kelayakan terdapat
beberapa langkah yang harus dilaksanakan. Salah satunya adalah analisis kebutuhan
(requirements analysis), karena kelayakan dari proyek sistem informasi didasarkan atas hasil dari
requirements analysis ini. Hasil studi kelayakan kemudian disusun dalam bentuk proposal proyek
untuk kemudian diajukan ke stakeholder.

b. Fase Perencanaan
Pelaksanaan fase ini lebih melibatkan tim pelaksana proyek, meskipun pihak lain, seperti
steering comittee tetap melaksanakan fungsi pengendalian dari luar. Meskipun dari fase
sebelumnya telah ada requirements analysis, tetapi untuk menghasilkan rencana dan desain
pengembangan sistem informasi maka diperlukan analisis yang lebih detail. Dalam fase ini
sering terjadi revisi terhadap hasil analisis.
Hal ini umum terjadi karena mungkin saja informasi yang didapatkan dari satu departemen
dengan departemen yang lain saling bertentangan atau bahkan tidak saling berhubungan akibat
dari buruknya arus kerja atau work flow dan standard operating procedure (SOP) organisasi atau
perusahaan tersebut.

c. Fase Pelaksanaan atau Pengembangan


Dalam fase ini aktivitas yang dilakukan adalah melaksanakan tugas-tugas yang telah
didefinisikan dalam fase sebelumnya untuk menghasilkan software sesuai requirements.
Aktivitas dalam lingkup manajemen proyek sistem informasi adalah :
- Pemrograman (Development) - Quality assurance (QA)
- Testing - Dokumentasi
Umumnya fase ini dilaksanakan dalam jangka waktu yang lebih panjang dibanding fase lain.
Berbeda dengan fase lain, fase ini juga menghasilkan produk berupa software yang nantinya
akan digunakan oleh klien, yang artinya akan digunakan oleh pihak di luar tim pelaksana proyek.
Oleh karena itu, dalam proyek sistem informasi yang besar dan kompleks, aktivitas testing dan
QA harus ada.

d. Sistem Pengawasan dan Kontrol


Fase ini terdiri dari proses-proses yang dilakukan untuk observasi pelaksanaan proyek untuk
menghindari potensi masalah yang bisa segera diidentifikasi dan jika diperlukan, tindakan
koreksi dapat segera dilakukan. Manfaatnya adalah kinerja proyek dapat diamati dan diukur
secara rutin agar jika terjadi penyimpangan pelaksanaan proyek terhadap rencana dandesain
dapat segera diantisipasi. Pengawasan dan pengendalian terdiri dari :
1) Mengukur aktivitas proyek yang tengah dilaksanakan (menentukan posisi pelaksanaan
proyek saat ini).
2) Mengawasi variabel (biaya, waktu, sumberdaya dan sebagainya) proyek terhadap rencana
dan desain yang telah disepakati (posisi yang seharusnya dicapai).
3) Identifikasi tindakan korektif jika terjadi penyimpangan (mengembalikan ke posisi yang
seharusnya).
4) Mengarahkan pengendalian terpusat agar hanya setiap perubahan terhadap rencana proyek
yang telah disetujui saja yang bisa diimplementasikan.

e. Fase Akhir
Dalam fase ini proyek telah memasuki tahap akhir di mana produk software telah diinstalasikan,
dioperasikan, dan dimanfaatkan oleh klien. Ada dua aktivitas yang dilakukan dalam fase ini yaitu
:
1) Penutupan proyek.
2) Memasuki masa maintenance yang dapat dilanjutkan dengan kontrak baru. Maintenance
penting mengingat produk software tidak bisa 100% bebas dari kemungkinan error atau bugs.

2. Metodologi Rational Unified Process


RUP (Relational Unified Process) adalah proses rekayasa software dengan pendekatan alokasi
tugas-tugas dan tanggung jawab dalam organisasi pengembangan software. Tujuannya adalah
untuk memastikan software yang dihasilkan berkualitas tinggi yang memenuhi kebutuhan klien
dengan jadwal dan anggaran yang telah ditentukan. Cara RUP meningkatkan produktivitas tim
yang terlibat adalah dengan menyediakan untuk setiap anggota, akses pada knowledge base
dengan petunjuk, template, dan alat bantu untuk mendukung aktivitas penting dalam
pengembangan software.
Knowledgebase ini berisi pengalaman-pengalaman terbaik yang terbukti berhasil (best practices),
yaitu :
a. Pengembangan sofware secara iteratif.
b. Mengelola requirements.
c. Menggunakan component-component architectures. f. Pengendalian perubahan pada
software.
d. Model software secara visual.
e. Verifikasi kualitas software.
Walaupun dalam prosesnya tetap melalui tahap-tahap sebaagaimana siklus hidup manajemen
proyek, tetapi dalam setiap fasenya selalu dilakukan peninjauan ulang terhadap setiap
deliverables yang dihasilkan masing-masing fase agar tercapai kualitas yang diinginkan dan
untuk mengakomodasi perubahan-perubahan yang terjadi secara dinamis. Untuk melakukannya
dibutuhkan knowledge base yang dapat diakses oleh setiap anggota tim yang berkepentingan,
yang juga dapat memberikan kontribusi dalam memperkaya knowledge base tersebut. Dengan
demikian hasil akhir proyek adalah produk yang berkualitas dan memberikan manfaat yang
memuaskan semua pihak. RUP menggunakan konsep object oriented, dengan aktifitas yang
berfokus pada pengembangan model dengan menggunakan Unified Model Language(UML).
Melalui gambar dibawah dapat dilihat bahwa RUP memiliki, yaitu:
Dimensi pertamata gambarkan secara horizontal. Dimensi ini mewakili aspek-aspek dinamis dari
pengembangan perangkat lunak. Aspek ini dijabarkan dalam tahapan pengembangan atau fase.
Setiap fase akan memiliki suatu major milestoneyang menandakan akhir dari awal dari phase
selanjutnya. Setiap phase dapat berdiri dari satu beberapa iterasi. Dimensi ini terdiri atas
Inception, Elaboration, Construction, dan Transition.
Dimensi kedua digambarkan secara vertikal. Dimensi ini mewakili aspek-aspek statis dari proses
pengembangan perangkat lunak yang dikelompokkan ke dalam beberapa disiplin. Proses
pengembangan perangkat lunak yang dijelaskan kedalam beberapa disiplin terdiri dari empat
elemen penting, yakni who is doing, what, how dan when.
Fase RUP
1. Inception/insepsi
a. Menentukan Ruang lingkup proyek
b. Membuat 'Business Case'
c. Menjawab pertanyaan 'apakah yang dikerjakan dapat menciptakan 'good business sense'
sehingga proyek dapat dilanjutkan
2. Elaboration/elaborasi
a. Menganalisa berbagai persyaratan dan resiko
b. Menetapkan 'Base line'
c. Merencanakan fase berikutnya yaitu construction
3. Construction/kontruksi
a. Melakukan sederetan iterasi
b. Pada setiap iterasi akan melibatkan prose analisa desain, implementasi dan testing

4. Transition/Transisi
a. Membuat apa yang sudah dimodelkan menjadi suatu produk jadi
b. Dalam fase ini dilakukan Beta dan performance testing, Membuat dokumentasi tambahan
(training, user guide dan sales kit), Membuat rencana peluncuran produk ke komunitas pengguna

3. Critical Chain Project Management


Setiap proyek atau usaha memerlukan seseorang atau sebuah organisasi untuk memanajemen
tugas-tugas yang berkaitan dengan proyek yang akan dikerjakan. Setiap proyek memiliki waktu
penyelesaian masing-masing, biaya masing-masing, sumber daya yang berbeda-beda dan
kenadala yang berbedabeda pula. Critical Chain Project Management menjadi salah satu jalan
keluar dalam membantu memanajemen proyek. CCPM adalah turunan dari manajemen CPM
( Critical Path Management ).
Critical Chain Project Management atau dikenal juga sebagai Metode Rantai Kritis adalah
metode perencanaan dan pengolahan proyek yang menekankan pada sumber daya ( sik dan
manusia ) yang diperlukan dalam rangka melakukan tugas-tugas proyek. Tujuan dari penggunaan
CCPM dalam menyelesaikan proyek adalah untuk meningkatkan tingkat throughput atau tingkat
penyelesaian proyek. Sebuah aplikasi dari Teori Kendala (TOC) untuk proyekproyek.Tujuannya
adalah untuk meningkatkan tingkat throughput (atau tingkat penyelesaian) proyek dalam suatu
organisasi. Menerapkan tiga pertama dari lima langkah fokus dari TOC, kendala sistem untuk
semua proyek yang diidenti kasi sebagai sumber daya.
Untuk mengeksploitasi kendala, tugas pada rantai kritis diberikan prioritas di atas semua
kegiatan lainnya. Akhirnya, proyek yang direncanakan dan dikelola untuk memastikan bahwa
sumber daya yang siap ketika tugas rantai kritis harus mulai, mensubordinasi semua sumber daya
lain untuk rantai kritis. Terlepas dari jenis proyek, rencana proyek harus menjalani meratakan
Sumber Daya, dan urutan terpanjang terbatas sumber daya tugas harus diidenti kasi sebagai
rantai kritis. Dalam lingkungan multi-proyek, meratakan sumber daya harus dilakukan di seluruh
proyek. Namun, cukup sering untuk mengidenti kasi (atau pilih) a "drum" tunggal sumber daya-
sumber daya yang bertindak sebagai kendala di proyek-proyek dan terhuyung berdasarkan
ketersediaan sumber daya tunggal itu.
CCPM metode baru dalam revolusi cara berpikir yang dapat digunakan untuk menentukan
bagaimana mengurangi / mempercepat pengerjaan proyek dan meningkatkan kemampuan
penjadwalan dan budget yang telah ditentukan. Melepaskan yang lainnya, membuktikan bahwa
pengalaman manager projek telah mengetahui penting CCPM dari satu dekade, dan kenunikan
dari CCPM ada di terminologinya dari pada isi pokoknya. Aplikasi atau software CCPM
memerlukan software khusus yang sekarang ini telah ditawarkan oleh beberapa vendor atau
instansi yang bukan untuk kebutuhan dagang pasar. Beberapa organisasi mengingat dengan baik
pengangkatan CCPM sebagai cara untuk meningkatkan kinerja projek yang menyangkut hal
biaya pasti, masalah ekonomi dan perubahan pada budaya dan prosedur. Oleh sebab itu, kehati-
hatian evaluasi dan penilaian dari CCPM sangat berpotensi untuk membawa peningkatan
perintah yang sikni kan. Menurut Badri (1997), manfaat yang didapat jika mengetahui lintasan
kritis adalah sebagai berikut :
a. Penundaan pekerjaan pada lintasan kritis menyebabkan seluruh pekerjaan proyek tertunda
penyelesaiannya.
b. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, bila pekerjaan-pekerjaan yang ada pada lintasan
kritis dapat dipercepat.
c. Pengawasan atau kontrol dapat dikontrol melalui penyelesaian jalur kritis yang tepat dalam
penyelesaiannya dan kemungkinan di trade o (pertukaran waktu dengan biaya yang e sien) dan
crash program (diselesaikan dengan waktu yang optimum dipercepat dengan biaya yang
bertambah pula) atau dipersingkat waktunya dengan tambahan biaya lembur.
d. Time slack atau kelonggaran waktu terdapat pada pekerjaan yang tidak melalui lintasan
kritis. Ini memungkinkan bagi manajer/pimpro untuk memindahkan tenaga kerja, alat, dan biaya
ke pekerjaan-pekerjaan di lintasan kritis agar efektif dan e sien.

Anda mungkin juga menyukai