Anda di halaman 1dari 26

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN PNEUMONIA


DI BANGSAL ANAK RSUD KOTA SURAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

Konstantin Gamaliel
3217069

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XII


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2018

Jl. Ringroad Barat, Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta


Telp (0274) 4342000
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN PNEUMONIA


DI BANGSAL ANAK RSUD KOTA SURAKARTA

DISETUJUI PADA :

HARI, TANGGAL :........................................................................

TEMPAT : RSUD KOTA SURAKARTA

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

…………………………….. Agung Prabowo, S.Kep Konstantin Gamaliel


A. PENGERTIAN
Menurut Engram (2008) pneumonia adalah proses inflamasi pada
parenkim paru. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya invasi agen infeksius
atau adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran trakeobrokialis
sehingga flora endogen yang normal berubah menjadi patogen ketika
memasuki saluran jalan nafas. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru
yang disebabkan terutama oleh bakteri; merupakan penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada
bayi dan anak balita (Said 2007). Sedangkan menurut Betz dan Sowden
(2014) pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru yang
disebabkan oleh satu atau lebih agens berikut virus, bakteri, mikoplasma dan
aspirasi substansi asing. Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi
paru-paru yang disebabkan oleh bakteria, virus atau fungal (kulat). Ia juga
dikenali sebagai pneumonitis, bronchopneumonia dan 'community-acquired
pneumonia (Mansjoer, 2008 : 254).

B. KLASIFIKASI
Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang
berlainan. Salah satu diantaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya,
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu "community-acquired" (diperoleh diluar
institusi kesehatan) dan "hospital-acquired" (diperoleh di rumah sakit atau
sarana kesehatan lainnya). Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan
paling sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Pneumonia yang
didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat
menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita
untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinannya
terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah lebih
besar. Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer
maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis
pneumonia dikenal sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen
penyebabnya, virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi
asing. Pneumonia jarang terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis,
kokidiomikosis, dan jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial.
Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan
ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau
berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk
sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah,
prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit.
Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi
terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat
dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau
berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang
lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti
dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya
batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai
mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area
paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan
pneumonia streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia
lain, mikro-organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang
berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus,
toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan
cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas
dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia,
pneumonia dapat diklasifikasikan:
1. Usia 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat
dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada
usia 2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada
usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat
disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian
bawah dan tanpa adanya nafas cepat.
2. Usia 0 – 2 bulan
a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian
bawah dan tidak ada nafas cepat.
Menurut Depkes RI (2014) klasifikasi pneumonia menurut
program P2 ISPA antara lain :
1. Pneumonia sangat berat
Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum.
2. Pneumonia berat
Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat
minum.
3. Pneumonia sedang
Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan
cepat.
Klasifikasi pneumonia atas dasar anatomis dan etiologis, antara
lain :
1. Pembagian anatomis
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia lobularis (bronchopneumonia)
c. Pneumonia interstitialis (brochitis)

2. Pembagian etiologis
a. Bakteria : diplococcus pneumoniae, pneumococcus, streptococcus
nerus, dll.
b. Virus : respiratory syncytial virus, virus influensa, adenovirus, dll
c. Mycoplasma pneumonia
d. Jamur : aspergillus species, candida albicans, dll
e. Aspirasi : karosen, makanan, cairan amnion, benda asing
f. Pneumonia hipostatik
g. Sindrom loeffler

C. ETIOLOGI
Penyebab pneumonia antara lain :
1. Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada dewasa) yakni
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Legionella, dan
Hemophilus influenzae.
2. Virus : virus influenza, chicken-pox (cacar air)
3. Organisme mirip bakteri : Mycoplasma pneumoniae (terutama pada
anak-anak dan dewasa muda)
4. Jamur tertentu.
Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama
pembedahan perut) atau cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari
dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap kemampuan batuk dan lendir
yang tertahan. Yang sering menjadi penyebabnya adalah Staphylococcus
aureus, pneumokokus, Hemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri, yang
tersering yaitu bakteri Streptococcus pneumoniae pneumococcus. Pneumonia
pada anak-anak paling sering disebabkan oleh virus pernafasan, dan
puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada usia sekolah, pneumonia
paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah:
1. Batuk berdahak (dahaknya seperti lendir, kehijauan atau seperti nanah)
2. Nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk)
3. Menggigil
4. Demam
5. Mudah merasa lelah
6. Sesak nafas
7. Sakit kepala
8. Nafsu makan berkurang
9. Mual dan muntah
10. Merasa tidak enak badan
11. Kekakuan sendi
12. Kekakuan otot.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan antara lain kulit lembab,
batuk darah, pernafasan yang cepat, cemas, stress, tegang dan nyeri perut.

E. PATOFISIOLOGI
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab
mencapai alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan
ektravasasi cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut
memberikan media bagi pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli
menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke dalam
perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi
hipoksemia (Engram 2008).

F. PATHWAY
G. TEORI TAHAPAN TUMBUH KEMBANG
1. Perkembangan kognitif (Piaget)
a. Tahap sensori motor (0-2 tahun)
Anak mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi dan
mengakomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh
dan kativitas motorik. Semua gerakan akan diarahkan ke mulut dengan
merasakan keingintahuan sesuatu dari apa yang dilihat, didengar,
disentuh dll.
b. Tahap praoperasional ( 2-7 tahun)
Anak belum mampu mengoperasionalkan apa yang dipikirkan melalui
tindakan dalam pikiran anak, perkembangan anak masih bersifat
egosentris. Pada masa ini pikiran bersifat transduktif menganggap
semuanya sama. Seperti semua pria dikeluarga adalah ayah maka semua
pria adalah ayah. Selain itu ada pikiran animisme, yaitu selalu
memperhatikan adanya benda mati. Seperti anak jatuh dan terbentur
batu, dia akan menyalahkan batu tersebut dan memukulnya.
c. Tahap kongret (7-11 tahun)
Anak sudah memandang realistis dari dunianya dan mempunyai
anggapan yang sama dengan orang lain, sifat egosentrik sudah hilang,
karena anak sudah mengerti tentang keterbatasan diri sendiri. Anak
sudah mengenal konsep tentang waktu dan mengingat kejadian yang
lalu. Pemahaman belum mendalam dan akan berkembang di akhir usia
sekolah (masa remaja).
d. Tahap formal operasional ( > 11 tahun)
Anak remaja dapat berpikir dengan pola yang abstrak menggunakan
tanda atau simbol dan menggambarkan kesimpulan yang logis. Mereka
dapat membuat dugaan dan mengujinya dengan pemikirannya yang
abstrak, teoritis dan filosofis. Pola berfikir logis membuat mereka
mampu berpikir tentang apa yang orang lain juga memikirkannya dan
berpikir untuk memecahkan masalah.
2. Perkembangan psikoseksual anak (Freud)
a. Tahap oral (0-1 tahun)
Pada masa ini kepuasan dan kesenangan, kenikmatan dapat melalui
dengan cara menghisap, menggigit, mengunyah atau bersuara,
ketergantungan sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk
mendapatkan rasa aman. Masalah yang diperoleh pada tahap ini adalah
menyapih dan makanan.
b. Tahap anal (1-3 tahun)
Kepuasan pada fase ini adalah pada pengeluaran tinja.Anak akan
menunjukkan keakuannya dan sikapnya sangat narsistik yaitu cinta
terhadap dirinya sendiri dan sangat egosentrik, mulai mempelajari
struktur tubuhnya. Masalah pada saat ini adalah obesitas, introvet,
kurang pengendalian diri dan tidak rapi.
c. Tahap oedipal/phalik ( 3-5 tahun)
Kepuasan pada anak terletak pada rangsangan autoerotik yaitu meraba-
raba, merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, suka pada
lain jenis. Anak laki-laki cenderung suka pada ibunya dan anak
perempuan cenderung suka pada ayahnya.
d. Tahap laten ( 5-12 tahun)
Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak masuk dalam fase pubertas dan
berhadapan langsng pada tuntutan sosial seperti suka hubungan dengan
kelompoknya atau sebaya, dorongan libido mulai mereda.
e. Tahap Genital ( > 12 tahun)
Kepuasan anak pada fase ini kembali bangkit dan mengarah pada
perasaan cinta matang terhadap lawan jenis.

3. Perkembangan psikososial (Erikson)


a. Tahap percaya tidak percaya (0-1 tahun)
Bayi sudah terbentuk rasa percaya kepada seseorang baik orang tua
maupun orang yang mengasuhnya ataupun tenaga kesehatan yang
merawatnya. Kegagalan pada tahap ini apabila terjadi kesalahan dalam
mengasuh atau merawat maka akan timbul rasa tidak percaya.
b. Tahap kemandirian, rasa malu dan ragu (1-3 tahun)
Anak sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas tumbuh kembang
seperti kemampuan motorik dan bahasa. Pada tahap ini jika anak tidak
diberikan kebebasan anak akanmerasa malu.
c. Tahap inisiatif, rasa bersalah (4-6 tahun)
Anak akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara
aktif dalam aktivitasnya. Apabila pada tahap ini anak dilarang akan
timbul rasa bersalah.
d. Tahap rajin dan rendah diri (6-12 tahun)
Anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atau
prestasinya sehingga anak pada usia ini adalah rajin dalam melakukan
sesuatu. Apabila pada tahap ini gagal anak akan rendah diri.
e. Tahap identitas dan kebingungan peran pada masa adolesence.anak
mengalami perubahan diri, perubahan hormonal.
f. Tahap keintiman dan pemisahan terjadi pada masa dewasa yaitu anak
mencoba melakukan hubungan dengan teman sebaya atau kelompok
masyarakat dalam kehidupan sosial.
g. Tahap generasi dan penghentian terjadi pada dewasa pertengahan yaitu
seseorang ingin mencoba memperhatikan generasi berikutnya dalam
kegiatan aktivitasnya.
h. Tahap integritas dan keutusasaan terjadi pada dewasa lanjut yaitu
seseorang memikirkan tugas-tugas dalam mengakhiri kehidupan.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2014) dapat
dilakukan antara lain :
1. Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi
di paru dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner
sehubungan dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya
anemia, infeksi dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika
anak tidak berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan
luas dan beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang
diinspirasi
9. Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya
seperti virus dan bakteri
10. Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk
menetapkan agens penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang
utama dari pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji
diagnostik, secara terapeutik digunakan untuk menetapkan dan
mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan
kajian diagnostik.
Sedangkan menurut Engram (2008) pemeriksaan penunjang meliputi
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis
dengan predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan
prognosis yang buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-
100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah
dari glukosa darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan
dapat menyokong diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.

2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau
sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau
aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman
penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA,
latex agglutination, atau latex coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap
mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari
infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata
(bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu
lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi
lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan
bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai
efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada
permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak,
kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau
hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya penekanan (65%), <
20% mengenai kedua paru.
I. KOMPLIKASI
Menurut Engram (2008) dan Betz dan Sowden (2014) komplikasi
yang sering terjadi menyertai pneumonia adalah abses paru, efusi pleural,
empiema, gagal nafas, perikarditis, meningitis, pneumonia interstitial
menahun, atelektasis segmental atau lobar kronik, atelektasis persiten,
rusaknya jalan nafas, kalsifikasi paru, fibrosis paru, bronkitis obliteratif dan
bronkiolitis.
Pada pasien usia lanjut usia risiko terjadinya komplikasi tinggi sebab
struktur sistem pulmonal telah berubah karena proses penuaan (komplain
jaringan paru menurun, kemampuan batuk efektif menurun dan kemampuan
ekspansi paru menurun sebagai akibat dari kalsifikasi kartilago vertebra.

J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan
antibiotik per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang
lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau
paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus.
Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu
nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap
pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Engram (2008) menyatakan bahwa penatalaksanaan medis umum
terdiri dari
1. Farmakoterapi : antibiotik (diberikan secara intravena), ekspektoran,
antipiretik dan analgetik.
2. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol
3. Fisioterapi dada dengan drainage postural.
Dalam melakukan terapi pada penderita pneumonia, yang perlu
diperhatikan antara lain :
1. Perhatikan hidrasi.
2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi
ADH juga akan berlebihan.
4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan
keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.
6. Pengobatan antibiotik:
a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari
atau penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000
mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak
terjadi komplikasi.
b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten
terhadap ampisillin.
c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi
ketiga, misal sefatoksim.
d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P.
Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya.
Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk
pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi
jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan
dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan
compliance dan efficacy.
f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C.
pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.

K. PENCEGAHAN
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas
dalam dan terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah
terjadinya pneumonia. Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis
pneumonia pada anak-anak dan orang dewasa yang beresiko tinggi yakni :
1. Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus
pneumoniae)
2. Vaksin flu
3. Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae
type b).
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam
pemberantasan pneumonia pada anak; terdiri dari pencegahan melalui
imunisasi dan upaya pencegahan non-imunisasi. Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah
dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan proporsi kematian
balita akibat pneumonia. Hal ini dapat dimengerti karena campak, pertusis
dan juga difteri bisa juga menyebabkan pneumonia atau merupakan penyakit
penyerta pada pneumonia balita.
Di samping itu, sekarang telah tersedia vaksin Hib dan vaksin
pneumokokus konjugat untuk pencegahan terhadap infeksi bakteri penyebab
pneumonia dan penyakit berat lain seperti meningitis. Namun vaksin ini
belum masuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) Pemerintah.
Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan non-
imunisasi yang meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang
baik, penghindaran pajanan asap rokok, asap dapur dIl; perbaikan
lingkungan hidup dan sikap hidup sehat; yang kesemuanya itu dapat
menghindarkan terhadap risiko terinfeksi penyakit menular termasuk
penghindaran terhadap pneumonia (Said 2007).

L. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
Menurut Betz dan Sowden (2014) pengkajian keperawatan pada
pneumonia meliputi :
a. Kaji kepatenan jalan nafas
b. Kaji tanda-tanda gawat pernafasan dan respons terhadap terapi
oksigen
c. Kaji respons anak terhadap pengobatan
d. Kaji kemampuan keluarga untuk penatalaksanakan program
pengobatan di rumah
Pengkajian keperawatan :
a. Riwayat pasien : panas, batuk, perubahan pola makan, kelemahan,
penyakit respirasi sebelumnya, perawatan di rumah, penyakit lain yang
diderita anggota keluarga di rumah.
b. Pemeriksaan fisik : demam, dispneu, takipneu, sianosis, penggunaan
otot pernafasan tambahan, suara nafas tambahan, rales, ronki, kenaikan
sel darah putih (bakteri pneumonia), arterial blood gas, x-ray dada.
c. Psikososial dan faktor perkembangan : usia, tingkat perkembangan,
kemampuan memahami rasionalisasi intervensi, pengalaman berpisah
dengan orang tua, mekanisme koping yang dipakai sebelumnya,
kebiasaan (pengalaman yang tidak menyenangkan, waktu
tidur/rutinitas pemberian pola makan, obyek favorit).
d. Pengetahuan pasien dan keluarga : pengalaman dengan penyakit
pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress
pernafasan, tingkat pengetahuan, kesia dan keinginan untuk belajar.

2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
b. Pola Nafas tidak efektif
c. Kurang Pengetahuan
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Hipertermia
RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria Hasil Intervensi


1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif  Respiratory status : Ventilation Airway suction
 Respiratory status : Airway patency  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
 Aspiration Control  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
suctioning.
Stelah dilakukan tikdakan keperawatan  Informasikan pada klien dan keluarga tentang
masalah bersihan jalan nafas tidak efektif suctioning
dapat teratasi dengan  Minta klien nafas dalam sebelum suction
dilakukan.
Kriteria Hasil :
 Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan memfasilitasi suksion nasotrakeal
suara nafas yang bersih, tidak ada  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
sianosis dan dyspneu (mampu tindakan
mengeluarkan sputum, mampu  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
bernafas dengan mudah, tidak ada setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
pursed lips)  Monitor status oksigen pasien
 Menunjukkan jalan nafas yang paten  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
(klien tidak merasa tercekik, irama suksion
nafas, frekuensi pernafasan dalam  Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
rentang normal, tidak ada suara nafas pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
abnormal) saturasi O2, dll.
 Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang dapat
Airway Management
menghambat jalan nafas
 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

2 Pola Nafas tidak efektif  Respiratory status : Ventilation Airway Management


 Respiratory status : Airway patency
 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
 Vital sign Status
jaw thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Stelah dilakukan tikdakan keperawatan
 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
masalah pola nafas tidak efektif dapat
jalan nafas buatan
teratasi dengan  Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Kriteria Hasil :  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
suara nafas yang bersih, tidak ada tambahan
sianosis dan dyspneu (mampu  Lakukan suction pada mayo
mengeluarkan sputum, mampu  Berikan bronkodilator bila perlu
bernafas dengan mudah, tidak ada  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
pursed lips) Lembab
 Menunjukkan jalan nafas yang paten
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
(klien tidak merasa tercekik, irama
keseimbangan.
nafas, frekuensi pernafasan dalam
 Monitor respirasi dan status O2
rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
 Tanda Tanda vital dalam rentang Terapi Oksigen
normal (tekanan darah, nadi,  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
pernafasan)  Pertahankan jalan nafas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign
3 Hipertermia  Thermoregulation Fever treatment
 Monitor suhu sesering mungkin
Stelah dilakukan tikdakan keperawatan  Monitor IWL
masalah hipertermi dapat teratasi dengan  Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Kriteria Hasil :  Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor WBC, Hb, dan Hct
 Suhu tubuh dalam rentang normal
 Monitor intake dan output
 Nadi dan RR dalam rentang normal
 Berikan anti piretik
 Tidak ada perubahan warna kulit dan
 Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab
tidak ada pusing, merasa nyaman
demam
 Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
 Berikan cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk mencegah
terjadinya menggigil
Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan
akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
14. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
15. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
16. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
17. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
18. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
19. Monitor kualitas dari nadi
20. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
21. Monitor suara paru
22. Monitor pola pernapasan abnormal
23. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
24. Monitor sianosis perifer
25. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
26. Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign

4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari  Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
kebutuhan tubuh Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Stelah dilakukan tikdakan keperawatan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
Kriteria Hasil : vitamin C
5. Berikan substansi gula
 Adanya peningkatan berat badan
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
sesuai dengan tujuan
serat untuk mencegah konstipasi
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
badan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
nutrisi makanan harian.
 Tidak ada tanda tanda malnutrisi 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Tidak terjadi penurunan berat badan 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
yang berarti 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
5 Kurang Pengetahuan  Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
 Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
Stelah dilakukan tikdakan keperawatan spesifik
masalah kurang pengetahuan dapat teratasi 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
dengan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
Kriteria Hasil :
muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
 Pasien dan keluarga menyatakan 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara
pemahaman tentang penyakit, kondisi, yang tepat
prognosis dan program pengobatan 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna
 Pasien dan keluarga mampu cara yang tepat
melaksanakan prosedur yang 6. Sediakan informasi pada pasien tentang
dijelaskan secara benar kondisi, dengan cara yang tepat
 Pasien dan keluarga mampu 7. Hindari harapan yang kosong
menjelaskan kembali apa yang 8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang
dijelaskan perawat/tim kesehatan kemajuan pasien dengan cara yang tepat
lainnya 9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi
di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Iskandar Mah-iditat. ( 2013 ) Ilmu Kesehatan Anak UI, Jakarta : EGC

Mansjoer, Arief dkk. (2011). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media


Aesculapus.

Marion Johnson, dkk. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC)


SecondEdition. Mosby

Marlyn, Doenges, dkk. 2007. Rencana perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC.

Mc. Closkey dan Buleccheck. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC)


Second Edition. Mosby.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan


GangguanSistem Kardiovaskular.Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2012-2014. Diagnosa Keperawatan. Penerbit: Buku Kedokteran EGC.

Ngastiyah , ( 2009). Perawatan an Anak Sakit.Jakarta : EGC

Rita & Suriadi ( 2011 ) Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi. I Jakarta : EGC

Smeltzer SC, Bare B.G (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume
I, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai