Disusun Oleh :
Konstantin Gamaliel
3217069
DISETUJUI PADA :
B. KLASIFIKASI
Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang
berlainan. Salah satu diantaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya,
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu "community-acquired" (diperoleh diluar
institusi kesehatan) dan "hospital-acquired" (diperoleh di rumah sakit atau
sarana kesehatan lainnya). Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan
paling sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Pneumonia yang
didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat
menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita
untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinannya
terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah lebih
besar. Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer
maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis
pneumonia dikenal sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen
penyebabnya, virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi
asing. Pneumonia jarang terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis,
kokidiomikosis, dan jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial.
Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan
ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau
berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk
sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah,
prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit.
Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi
terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat
dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau
berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang
lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti
dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya
batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai
mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area
paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan
pneumonia streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia
lain, mikro-organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang
berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus,
toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan
cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas
dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia,
pneumonia dapat diklasifikasikan:
1. Usia 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat
dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada
usia 2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada
usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat
disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian
bawah dan tanpa adanya nafas cepat.
2. Usia 0 – 2 bulan
a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian
bawah dan tidak ada nafas cepat.
Menurut Depkes RI (2014) klasifikasi pneumonia menurut
program P2 ISPA antara lain :
1. Pneumonia sangat berat
Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum.
2. Pneumonia berat
Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat
minum.
3. Pneumonia sedang
Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan
cepat.
Klasifikasi pneumonia atas dasar anatomis dan etiologis, antara
lain :
1. Pembagian anatomis
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia lobularis (bronchopneumonia)
c. Pneumonia interstitialis (brochitis)
2. Pembagian etiologis
a. Bakteria : diplococcus pneumoniae, pneumococcus, streptococcus
nerus, dll.
b. Virus : respiratory syncytial virus, virus influensa, adenovirus, dll
c. Mycoplasma pneumonia
d. Jamur : aspergillus species, candida albicans, dll
e. Aspirasi : karosen, makanan, cairan amnion, benda asing
f. Pneumonia hipostatik
g. Sindrom loeffler
C. ETIOLOGI
Penyebab pneumonia antara lain :
1. Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada dewasa) yakni
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Legionella, dan
Hemophilus influenzae.
2. Virus : virus influenza, chicken-pox (cacar air)
3. Organisme mirip bakteri : Mycoplasma pneumoniae (terutama pada
anak-anak dan dewasa muda)
4. Jamur tertentu.
Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama
pembedahan perut) atau cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari
dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap kemampuan batuk dan lendir
yang tertahan. Yang sering menjadi penyebabnya adalah Staphylococcus
aureus, pneumokokus, Hemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri, yang
tersering yaitu bakteri Streptococcus pneumoniae pneumococcus. Pneumonia
pada anak-anak paling sering disebabkan oleh virus pernafasan, dan
puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada usia sekolah, pneumonia
paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah:
1. Batuk berdahak (dahaknya seperti lendir, kehijauan atau seperti nanah)
2. Nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk)
3. Menggigil
4. Demam
5. Mudah merasa lelah
6. Sesak nafas
7. Sakit kepala
8. Nafsu makan berkurang
9. Mual dan muntah
10. Merasa tidak enak badan
11. Kekakuan sendi
12. Kekakuan otot.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan antara lain kulit lembab,
batuk darah, pernafasan yang cepat, cemas, stress, tegang dan nyeri perut.
E. PATOFISIOLOGI
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab
mencapai alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan
ektravasasi cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut
memberikan media bagi pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli
menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke dalam
perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi
hipoksemia (Engram 2008).
F. PATHWAY
G. TEORI TAHAPAN TUMBUH KEMBANG
1. Perkembangan kognitif (Piaget)
a. Tahap sensori motor (0-2 tahun)
Anak mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi dan
mengakomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh
dan kativitas motorik. Semua gerakan akan diarahkan ke mulut dengan
merasakan keingintahuan sesuatu dari apa yang dilihat, didengar,
disentuh dll.
b. Tahap praoperasional ( 2-7 tahun)
Anak belum mampu mengoperasionalkan apa yang dipikirkan melalui
tindakan dalam pikiran anak, perkembangan anak masih bersifat
egosentris. Pada masa ini pikiran bersifat transduktif menganggap
semuanya sama. Seperti semua pria dikeluarga adalah ayah maka semua
pria adalah ayah. Selain itu ada pikiran animisme, yaitu selalu
memperhatikan adanya benda mati. Seperti anak jatuh dan terbentur
batu, dia akan menyalahkan batu tersebut dan memukulnya.
c. Tahap kongret (7-11 tahun)
Anak sudah memandang realistis dari dunianya dan mempunyai
anggapan yang sama dengan orang lain, sifat egosentrik sudah hilang,
karena anak sudah mengerti tentang keterbatasan diri sendiri. Anak
sudah mengenal konsep tentang waktu dan mengingat kejadian yang
lalu. Pemahaman belum mendalam dan akan berkembang di akhir usia
sekolah (masa remaja).
d. Tahap formal operasional ( > 11 tahun)
Anak remaja dapat berpikir dengan pola yang abstrak menggunakan
tanda atau simbol dan menggambarkan kesimpulan yang logis. Mereka
dapat membuat dugaan dan mengujinya dengan pemikirannya yang
abstrak, teoritis dan filosofis. Pola berfikir logis membuat mereka
mampu berpikir tentang apa yang orang lain juga memikirkannya dan
berpikir untuk memecahkan masalah.
2. Perkembangan psikoseksual anak (Freud)
a. Tahap oral (0-1 tahun)
Pada masa ini kepuasan dan kesenangan, kenikmatan dapat melalui
dengan cara menghisap, menggigit, mengunyah atau bersuara,
ketergantungan sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk
mendapatkan rasa aman. Masalah yang diperoleh pada tahap ini adalah
menyapih dan makanan.
b. Tahap anal (1-3 tahun)
Kepuasan pada fase ini adalah pada pengeluaran tinja.Anak akan
menunjukkan keakuannya dan sikapnya sangat narsistik yaitu cinta
terhadap dirinya sendiri dan sangat egosentrik, mulai mempelajari
struktur tubuhnya. Masalah pada saat ini adalah obesitas, introvet,
kurang pengendalian diri dan tidak rapi.
c. Tahap oedipal/phalik ( 3-5 tahun)
Kepuasan pada anak terletak pada rangsangan autoerotik yaitu meraba-
raba, merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, suka pada
lain jenis. Anak laki-laki cenderung suka pada ibunya dan anak
perempuan cenderung suka pada ayahnya.
d. Tahap laten ( 5-12 tahun)
Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak masuk dalam fase pubertas dan
berhadapan langsng pada tuntutan sosial seperti suka hubungan dengan
kelompoknya atau sebaya, dorongan libido mulai mereda.
e. Tahap Genital ( > 12 tahun)
Kepuasan anak pada fase ini kembali bangkit dan mengarah pada
perasaan cinta matang terhadap lawan jenis.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2014) dapat
dilakukan antara lain :
1. Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi
di paru dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner
sehubungan dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya
anemia, infeksi dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika
anak tidak berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan
luas dan beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang
diinspirasi
9. Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya
seperti virus dan bakteri
10. Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk
menetapkan agens penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang
utama dari pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji
diagnostik, secara terapeutik digunakan untuk menetapkan dan
mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan
kajian diagnostik.
Sedangkan menurut Engram (2008) pemeriksaan penunjang meliputi
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis
dengan predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan
prognosis yang buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-
100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah
dari glukosa darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan
dapat menyokong diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau
sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau
aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman
penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA,
latex agglutination, atau latex coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap
mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari
infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata
(bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu
lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi
lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan
bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai
efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada
permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak,
kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau
hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya penekanan (65%), <
20% mengenai kedua paru.
I. KOMPLIKASI
Menurut Engram (2008) dan Betz dan Sowden (2014) komplikasi
yang sering terjadi menyertai pneumonia adalah abses paru, efusi pleural,
empiema, gagal nafas, perikarditis, meningitis, pneumonia interstitial
menahun, atelektasis segmental atau lobar kronik, atelektasis persiten,
rusaknya jalan nafas, kalsifikasi paru, fibrosis paru, bronkitis obliteratif dan
bronkiolitis.
Pada pasien usia lanjut usia risiko terjadinya komplikasi tinggi sebab
struktur sistem pulmonal telah berubah karena proses penuaan (komplain
jaringan paru menurun, kemampuan batuk efektif menurun dan kemampuan
ekspansi paru menurun sebagai akibat dari kalsifikasi kartilago vertebra.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan
antibiotik per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang
lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau
paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus.
Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu
nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap
pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Engram (2008) menyatakan bahwa penatalaksanaan medis umum
terdiri dari
1. Farmakoterapi : antibiotik (diberikan secara intravena), ekspektoran,
antipiretik dan analgetik.
2. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol
3. Fisioterapi dada dengan drainage postural.
Dalam melakukan terapi pada penderita pneumonia, yang perlu
diperhatikan antara lain :
1. Perhatikan hidrasi.
2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi
ADH juga akan berlebihan.
4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan
keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.
6. Pengobatan antibiotik:
a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari
atau penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000
mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak
terjadi komplikasi.
b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten
terhadap ampisillin.
c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi
ketiga, misal sefatoksim.
d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P.
Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya.
Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk
pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi
jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan
dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan
compliance dan efficacy.
f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C.
pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.
K. PENCEGAHAN
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas
dalam dan terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah
terjadinya pneumonia. Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis
pneumonia pada anak-anak dan orang dewasa yang beresiko tinggi yakni :
1. Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus
pneumoniae)
2. Vaksin flu
3. Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae
type b).
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam
pemberantasan pneumonia pada anak; terdiri dari pencegahan melalui
imunisasi dan upaya pencegahan non-imunisasi. Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah
dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan proporsi kematian
balita akibat pneumonia. Hal ini dapat dimengerti karena campak, pertusis
dan juga difteri bisa juga menyebabkan pneumonia atau merupakan penyakit
penyerta pada pneumonia balita.
Di samping itu, sekarang telah tersedia vaksin Hib dan vaksin
pneumokokus konjugat untuk pencegahan terhadap infeksi bakteri penyebab
pneumonia dan penyakit berat lain seperti meningitis. Namun vaksin ini
belum masuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) Pemerintah.
Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan non-
imunisasi yang meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang
baik, penghindaran pajanan asap rokok, asap dapur dIl; perbaikan
lingkungan hidup dan sikap hidup sehat; yang kesemuanya itu dapat
menghindarkan terhadap risiko terinfeksi penyakit menular termasuk
penghindaran terhadap pneumonia (Said 2007).
L. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
Menurut Betz dan Sowden (2014) pengkajian keperawatan pada
pneumonia meliputi :
a. Kaji kepatenan jalan nafas
b. Kaji tanda-tanda gawat pernafasan dan respons terhadap terapi
oksigen
c. Kaji respons anak terhadap pengobatan
d. Kaji kemampuan keluarga untuk penatalaksanakan program
pengobatan di rumah
Pengkajian keperawatan :
a. Riwayat pasien : panas, batuk, perubahan pola makan, kelemahan,
penyakit respirasi sebelumnya, perawatan di rumah, penyakit lain yang
diderita anggota keluarga di rumah.
b. Pemeriksaan fisik : demam, dispneu, takipneu, sianosis, penggunaan
otot pernafasan tambahan, suara nafas tambahan, rales, ronki, kenaikan
sel darah putih (bakteri pneumonia), arterial blood gas, x-ray dada.
c. Psikososial dan faktor perkembangan : usia, tingkat perkembangan,
kemampuan memahami rasionalisasi intervensi, pengalaman berpisah
dengan orang tua, mekanisme koping yang dipakai sebelumnya,
kebiasaan (pengalaman yang tidak menyenangkan, waktu
tidur/rutinitas pemberian pola makan, obyek favorit).
d. Pengetahuan pasien dan keluarga : pengalaman dengan penyakit
pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress
pernafasan, tingkat pengetahuan, kesia dan keinginan untuk belajar.
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
b. Pola Nafas tidak efektif
c. Kurang Pengetahuan
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Hipertermia
RENCANA KEPERAWATAN
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
kebutuhan tubuh Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Stelah dilakukan tikdakan keperawatan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
Kriteria Hasil : vitamin C
5. Berikan substansi gula
Adanya peningkatan berat badan
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
sesuai dengan tujuan
serat untuk mencegah konstipasi
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
badan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Mampu mengidentifikasi kebutuhan 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
nutrisi makanan harian.
Tidak ada tanda tanda malnutrisi 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Tidak terjadi penurunan berat badan 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
yang berarti 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
5 Kurang Pengetahuan Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
Stelah dilakukan tikdakan keperawatan spesifik
masalah kurang pengetahuan dapat teratasi 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
dengan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
Kriteria Hasil :
muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
Pasien dan keluarga menyatakan 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara
pemahaman tentang penyakit, kondisi, yang tepat
prognosis dan program pengobatan 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna
Pasien dan keluarga mampu cara yang tepat
melaksanakan prosedur yang 6. Sediakan informasi pada pasien tentang
dijelaskan secara benar kondisi, dengan cara yang tepat
Pasien dan keluarga mampu 7. Hindari harapan yang kosong
menjelaskan kembali apa yang 8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang
dijelaskan perawat/tim kesehatan kemajuan pasien dengan cara yang tepat
lainnya 9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi
di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Rita & Suriadi ( 2011 ) Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi. I Jakarta : EGC
Smeltzer SC, Bare B.G (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume
I, Jakarta : EGC