Anda di halaman 1dari 34

Responsi Umum

SEORANG PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE V

ET CAUSA HYPERTENSIVE NEPHROSCLEROSIS

DENGAN SINDROM UREMIKUM

Oleh:

Cynthia M Indra

19014101023

Supervisor Pembimbing:

dr. Jeffrey A. Ongkowijaya, Sp.PD-KR

Residen Pembimbing:

dr. Debora Kindangen

BAGIAN/KSM ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU

MANADO

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Responsi Umum dengan judul:

“SEORANG PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE V

ET CAUSA HYPERTENSIVE NEPHROSCLEROSIS

DENGAN SINDROM UREMIKUM”

Oleh:

Cynthia M Indra

1901410023

Telah dikoreksi, disetujui dan dibacakan pada Agustus 2021

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Jeffrey A. Ongkowijaya, Sp.PD-KR

Residen Pembimbing

dr. Debora Kindangen


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................5

BAB III PEMBAHASAN......................................................................................17

BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27

LAMPIRAN...........................................................................................................30
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD)

merupakan suatu keadaan menurunnya fungsi ginjal yang yang berlangsung lebih

dari 3 bulan. Keadaan ini terkait dengan berbagai faktor risiko yang kemudian

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan biasanya berakhir

dengan gagal ginjal.1 Definisi CKD berdasarkan The Kidney Disease Outcomes

Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) adalah

kerusakan ginjal secara struktural atau fungsional yang berlangsung dalam waktu

lebih dari 3 bulan atau penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60

mL/min/1.73 m2 dalam waktu 3 bulan atau lebih dengan atau tanpa kerusakan
2,3
struktur ginjal. Menurut panduan Kidney Disease Improving Global Outcomes

(KDIGO) 2012, PGK didefiniskan sebagai kerusakan ginjal kronikdan persisten

dengan karakteristik adanya kerusakan ginjal secara struktural atau fungsional

yang dapat terlihat dari penanda (marker) kerusakan ginjal dari darah, urin dan tes

pencitraan (imaging tests) dan/atau terjadi penurunan LFG <60 mL/menit/1,73 m2

selama minimal 3 bulan.3

Chronic Kidney Disease dipengaruhi oleh banyak faktor risiko dengan

patofisiologi yang masih belum dimengerti secara sempurna. Penderita CKD

memiliki risiko tinggi untuk mengalami penyakit komplikasi, salah satunya adalah

penyakit kardiovaskular yang seringkali menyebabkan kematian.1


Prevalensi Penyakit Ginjal Kronik semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Menurut hasil penelitian Global Burden of Disease, PGK merupakan penyebab

kematian peringkat ke-27 di dunia pada tahun 1990, peringkat ke-18 pada tahun

2010 dan terus meningkat menjadi peringkat ke-12 pada tahun 2015.

International Society of Nephrology (ISN) memperkirakan bahwa sekitar 10%

dari populasi dunia mengalami penyakit ginjal kronik (PGK).4 Data dari Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatatkan bahwa prevalensi PGK di

Indonesia sebesar 0,38%. Namun, angka prevalensi yang sesungguhnya

kemungkinan lebih besar lagi karena sifat PGK yang tidak segera bergejala,

terutama di tahap dini (9 dari 10 orang tidak menyadari bahwa dirinya mengalami

PGK).5 Angka peningkatan kasus dialisis di negara barat meningkat 6-8% per

tahun menunjukkan CKD telah menjadi masalah kesehatan yang perlu

diperhatikan.1

Hasil Riskesdas tahun 2013 didapatkan bahwa populasi umur > 15 tahun

yang terdiagnosis gagal ginjal kronik sebesar 0,2%. Berdasarkan hasil peneltian

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2005 didapatkan bahwa

prevalensi PGK sebesar 12,5%. Data dari International Renal Registry (IRR) dari

249 renal unit, tercatat 30.554 pasien aktif menjalani dialisis pada tahun 2015,

sebagian besar adalah pasien dengan gagal ginjal kronik. Jumlah penderita CKD

di Indonesia sendiri pun makin meningkat. 6 Data IRR pada tahun 2014 mencatat

penderita baru CKD sebanyak 17.193. Berdasarkan etiologi, jumlah pasien tahun

2014 merupakan pasien dengan penyakit ginjal hipertensi yaitu sebanyak 4.699

pasien, diikuti dengan nefropati diabetika sebanyak 3.401 pasien.7


Chronic Kidney Disease dapat disebabkan oleh berbagai etiologi yang

mendasari, yang mengakibatkan kerusakan massa ginjal yang ireversibel dan

hilangnya nefron sehingga mengarah ke penurunan progresifitas Laju Filtrasi

Glomerulus (LFG). Ginjal memiliki kemampuan untuk mempertahankan LFG

ketika menghadapi cidera sehingga meskipun kerusakan nefron terjadi secara

progresif, LFG dipertahankan dengan hiperfiltrasi dan hipertropi nefron sehat

yang tersisa sebagai kompensasi. Kandungan toksin dalam plasma seperti urea

dan kreatinin mulai menunjukkan peningkatan yang signifikan hanya setelah LFG

total menurun hingga 50%, yaitu ketika ginjal sudah tidak mampu

mengkompensasi lagi.1

Fungsi ekskresi dan sekresi ginjal pada CKD menurun dan menyebakan

berbagai gejala secara sistemik. Pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik

stadium I - III umumnya bersifat asimtomatik. Manifestasi klinis biasanya muncul

pada stadium IV - V. Manifestasi klinis CKD dapat sesuai dengan penyakit yang

mendasari, adanya sindrom uremia, maupun gejala dari komplikasi yang

ditimbulkan.1

Diagnosis dini dari CKD sangat penting dilakukan karena prognosisnya

akan jauh lebih baik dan intervensi dapat segera dilakukan untuk memperlambat

penurunan fungsi. Penanganan CKD memerlukan kerjasama tim medis, pasien,

serta keluarga dan lingkungan karena melibatkan modifikasi gaya hidup. Edukasi

terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang

memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan sehingga

meskipun CKD merupakan penyakit yang ireversibel, akan tetapi dengan


penanganan yang baik akan dapat mengurangi gejala yang muncul dan

memperbaiki kualitas hidup penderitanya.1

Berikut ini dilaporkan kasus seorang pasien perempuan usia 48 tahun dengan

Chronic Kidney Disease Stage V on Hemodialisis et causa Hypertensive

Nephrosclerosis dengan sindrom uremikum, Anemia on Chronic Disease DD/

Anemia Renal, Hipertensi dan Hiperkalemi tanpa perubahan EKG yang dirawat di

Instalasi Rawat Inap Irina C4 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou.


BAB II.

LAPORAN KASUS

Seorang perempuan dengan inisial Ny. GF berusia 48 tahun dirawat di

Instalasi Rawat Inap Irina C4 RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. Pasien

bertempat tinggal di Sea, Kecamatan Pineleng. Pasien rujukan dari RS

Bhayangkara Manado masuk ke IGD RSUP Prof R. D. Kandou pada tanggal 22

Juli 2021 dengan keluhan mual muntah yang dirasakan sejak ± 1 bulan sebelum

masuk rumah sakit yang kemudian memberat sejak ± 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit. Muntah berisi cairan dan makanan, volume ± 1 gelas air kemasan (±

200 cc) tiap kali muntah, frekuensi muntah sebanyak ± 5 kali per hari. Pasien

mengeluhkan muntah tiap makan dan minum. Muntah tidak mengandung darah.

Pasien juga memiliki riwayat keluhan bengkak pada kedua tungkai sekitar 3

minggu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak di tungkai bawah kiri dan kanan

timbul secara bersamaan. Tungkai dikatakan tidak terasa nyeri. Tetapi saat pasien

masuk ke RSUP Prof R. D. Kandou, tungkai sudah tidak bengkak.

Pasien juga mengeluhkan tubuh terasa lemas sejak ± 1 minggu sebelum

masuk rumah sakit. Keluhan lemas mengakibatkan pasien enggan untuk

beraktivitas. Keluhan lain yaitu frekuensi buang air kecil yang menurun. Biasanya

pasien BAK sekitar ± 5 kali sehari, namun semenjak ± 1 bulan terakhir pasien

BAK hanya sekitar ± 2-3 kali dalam sehari dengan jumlah setiap kali BAK

sekitar ± ½ gelas air kemasan (±120 cc). Pasien mengatakan mampu minum
sehari sebanyak ±1 botol air kemasan besar (±1,5 liter). Pasien juga mengeluhkan

tidak BAB sejak ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. BAB berdarah

disangkal oleh pasien. Pasien juga memiliki keluhan nyeri ulu hati. Keluhan lain

yaitu terjadi penurunan berat badan sekitar ± 5 kg dalam 2 bulan terakhir serta

nafsu makan yang menurun semenjak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pada

anamnesis lebih lanjut, tidak terdapat riwayat demam. Keluhan sesak dan batuk

disangkal oleh pasien.

Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol sejak ± 3 tahun

yang lalu. Pasien minum obat amlodipin 10 mg satu kali dalam sehari namun

tidak teratur dan hanya minum obat apabila pasien memiliki keluhan seperti nyeri

kepala. Pasien pernah didiagnosis memiliki gangguan ginjal sekitar ± 1 bulan

yang lalu dimana pasien di rawat di RS Bhayangkara Manado. Saat itu, pasien

sudah disarankan untuk dilakukan hemodialisis tetapi pasien menolak. Pasien

menyangkal memiliki riwayat alergi terhadap makanan maupun obat-obatan.

Riwayat asam urat, diabetes mellitus, penyakit jantung dan paru disangkal pasien.

Riwayat penyakit keluarga, Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi. Dikatakan dari

keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jantung, diabetes

mellitus serta penyakit paru.

Pada riwayat sosial ekonomi, pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan

berasal dari strata sosial ekonomi menengah ke bawah. Sebelum sakit, pasien

mengatakan aktivitasnya dalam keseharian ialah mengurus rumah tangga . Namun

semenjak sakit, pasien mengatakan mengalami penurunan aktivitas dan enggan

untuk memasak. Riwayat merokok dan minum-minuman beralkohol, dan


konsumsi obat-obatan terlarang disangkal pasien. Pasien sudah bercerai dengan

suaminya dan sekarang pasien tinggal bersama anaknya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran compos mentis. Saat masuk didapatkan tekanan darah pasien 153/92

mmHg, nadi 102 kali per menit, reguler, kuat angkat, respirasi 20 kali per menit,

suhu badan 36,5oC. Pemeriksaan antropometri didapatkan berat badan 60 kg;

tinggi badan 155 cm; status gizi normal (IMT = 25 kg/m 2). Pemeriksaan kulit

diperoleh warna sawo matang, tidak ada perdarahan, tidak ada efloresensi, tidak

ada jaringan parut, tidak ada pigmentasi, tidak ada edema dan tidak ada iterik.

Pada pemeriksaan kepala dan leher diperoleh kepala bentuk bulat, rambut hitam

lurus, konjungtiva anemis dan sklera tidak ikterik, hidung bentuk normal, tidak

ada sekret, tidak ada trauma, telinga bentuk normal, tidak ada serumen, mukosa

mulut basah, tidak ada atrofi papil lidah, tidak ada karies gigi, tonsil T 1-T1 tidak

hiperemis, faring tidak hiperemis, trakea letak tengah dan tidak didapatkan

pembesaran kelenjar getah bening.

Pada pemeriksaan paru, inspeksi didapatkan pergerakan dinding dada saat

inspirasi dan ekspirasi simetris antara kiri dan kanan, pada palpasi didapatkan

taktil fremitus kiri dan kanan sama, perkusi didapatkan bunyi sonor pada regio

apeks, medial dan basal lapang paru kiri dan kanan, auskultasi terdengar suara

pernapasan vesikular, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pada pemeriksaan jantung

diperoleh iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba, batas jantung kanan pada

ICS IV linea parasternalis dekstra, batas jantung kiri pada ICS V linea

midklavikularis sinistra, bunyi jantung I-II regular, tidak ada murmur dan gallop.

Pemeriksaan abdomen inspeksi ditemukan datar dan lemas; auskultasi didapatkan


bising usus normal, palpasi ditemukan lemas; nyeri tekan tidak ada; hepar dan lien

tidak teraba; shifting dullness dan undulasi tidak ditemukan; ginjal tidak terdapat

ballotement; perkusi didapatkan bunyi timpani. Pada pemeriksaan ekstermitas

didapatkan akral hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema dan tidak ada

sianosis.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan sewaktu pasien masih berada di

IGD pada tanggal 22 Juli 2021 dengan hasil leukosit 5.500/µL, eritrosit 2,04 x

106/µL, hemogoblin 5,9 g/dL, hematokrit 17,0%, trombosit 160.000µL, MCH

28,9 pg, MCHC 34,7 g/dL, MCV 83,3 fL, SGOT 16 U/L, SGPT 6 U/L, ureum

330 mg/dL, kreatinin 30,2 mg/dL, klorida 95,9 mEq/L, kalium 5,77 mEq/L,

natrium darah 137 mEq/L, GDS 75. Berdasarkan hasil pemeriksaan foto thoraks

sebelumnya dari RS Bhayangkara Manado tanggal 21 Juli 2021 didapatkan hasil

dalam batas normal.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

pasien didiagnosis dengan Chronic Kidney Disease Stadium V et causa

Hypertensive Nephrosclerosis dengan sindrom uremikum, Anemia on Chronic

Disease DD/ Anemia Renal, Hipertensi dan Hiperkalemi tanpa perubahan EKG.

Pasien diberikan terapi dengan kalitake 1 sachet per 8 jam diberikan secara oral,

amlodipin 10 mg per 24 jam diberikan secara oral, asam folat 0,4 mg per 12 jam

diberikan secara oral, lansoprazole 30 mg per 12 jam diberikan secara oral,

domperidon 10 mg per 8 jam diberikan secara oral. Monitoring tanda-tanda vital

tiap 8 jam, monitoring urine output dan balans cairan tiap 24 jam. Pada pasien ini

direncanakan untuk diet non dialisis dengan pembatasan asupan protein pada
pasien ini 0,6-0,8 gr/kgBB/hari. Pada pasien ini asupan kalori per harinya

sebanyak 30-35 kkal/kgBB/hari.

Perawatan hari pertama tanggal 23 Juli 2021 di Instalasi Rawat Inap C4,

keluhan mual masih ada dan badan lemas. Keadaan umum pasien tampak sakit

sedang dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 120/85 mmHg, nadi 74

kali per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu badan 36,5oC. Pemeriksaan fisik

ditemukan konjungtiva anemis dan tidak ditemukan sklera ikterik. Dari

pemeriksaan fisik kepala diperoleh konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.

Pemeriksaan paru diperoleh gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, taktil

fremitus sama kanan dan kiri, perkusi sonor pada kedua lapangan paru, suara

pernapasan vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pemeriksaan jantung

diperoleh iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba, jantung kanan dan kiri dalam

batas normal, bunyi jantung s1-s2 regular, tidak ditemukan murmur dan gallop.

Pemeriksaan abdomen diperoleh kesan datar, lemas, bising usus normal, perkusi

timpani, tidak terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan ekstremitas diperoleh akral

hangat, tidak ada deformitas dan edema. Pasien didiagnosis dengan Chronic

Kidney Disease V et causa Hypertensive Nephrosclerosis dengan Sindrom

Uremikum, Anemia on Chronic Disease DD/ Anemia Renal, Hipertensi dan

Hiperkalemi. Untuk penatalaksanaan rencana akan dilakukan transfusi PRC

untuk rencana hemodialisis dengan target Hb minimal 6,5. Terapi lain yang

diberikan yaitu kalitake 1 sachet per 8 jam diberikan secara oral, amlodipin 10 mg

per 24 jam diberikan secara oral dan asam folat 0,4 mg per 12 jam diberikan

secara oral, lansoprazole 30 mg per 12 jam diberikan secara oral, domperidon 10

mg per 8 jam diberikan secara oral.


Perawatan hari kedua tanggal 24 Juli 2021 di Instalasi Rawat Inap Irina

C4, keluhan badan lemas. Keadaan umum pasien tampak sedang dengan

kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90 kali per menit,

laju pernapasan 20 kali per menit dan suhu badan 36,4 oC. Dari pemeriksaan fisik

kepala tampak konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Pemeriksaan paru

diperoleh gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, taktil fremitus sama

kanan dan kiri, perkusi sonor pada kedua lapangan paru, suara pernapasan

vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pemeriksaan jantung diperoleh iktus

kordis tidak tampak dan tidak teraba, jantung kanan dan kiri dalam batas normal,

bunyi jantung s1-s2 regular, tidak ditemukan murmur dan gallop. Pemeriksaan

abdomen diperoleh kesan datar, lemas, bising usus normal, perkusi timpani, tidak

ada nyeri tekan. Pemeriksaan ekstremitas diperoleh akral hangat, tidak ada

deformitas dan edema. Pasien didiagnosis dengan dengan Chronic Kidney

Disease V et causa Hypertensive Nephrosclerosis dengan sindrom uremikum,

Anemia on Chronic Disease DD/ Anemia Renal, Hipertensi dan Hiperkalemi.

Monitor tanda-tanda vital tiap 8 jam. Pasien post transfusi PRC. Terapi sama

dengan hari sebelumnya ditambah dengan lactulosa 10 cc per 8 jam dan dulcolax

bisacodyl yang diberikan secara suppositoria.

Perawatan hari ketiga tanggal 25 Juli 2021 di Instalasi Rawat Inap Irina

C4, keluhan badan lemas. Keadaan umum pasien tampak sedang dengan

kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 95 kali per menit,

laju pernapasan 18 kali per menit dan suhu badan 36,5 oC. Dari pemeriksaan fisik

kepala tampak konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Pada pemeriksaan paru

diperoleh gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, taktil fremitus sama
kanan dan kiri, perkusi sonor pada kedua lapangan paru, suara pernapasan

vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pada pemeriksaan jantung diperoleh

iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba, jantung kanan dan kiri dalam batas

normal, bunyi jantung s1-2 regular, tidak ditemukan murmur dan gallop.

Pemeriksaan abdomen diperoleh kesan datar, lemas, bising usus normal, perkusi

timpani, tidak ada nyeri tekan. Pemeriksaan ekstremitas diperoleh akral hangat,

tidak ada deformitas dan edema. Pasien didiagnosis dengan dengan Chronic

Kidney Disease V et causa Hypertensive Nephrosclerosis dengan sindrom

uremikum, Anemia on Chronic Disease DD/ Anemia Renal, Hipertensi dan

Hiperkalemi. Terapi sama dengan hari sebelumnya. Monitoring tanda-tanda vital

tiap 8 jam dan urine output tiap 24 jam. Pasien rencana dilakukan hemodialisis

dengan target Hb minimal 6,5 mg/dL.

Perawatan hari keempat tanggal 26 Juli 2021 di Instalasi Rawat Inap Irina

C4, keluhan badan lemas. Keadaan umum pasien tampak sedang dengan

kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 136/94 mmHg, nadi 90 kali per menit,

laju pernapasan 20 kali per menit dan suhu badan 36,4 oC. Dari pemeriksaan fisik

kepala tampak konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Pemeriksaan paru

diperoleh gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, taktil fremitus sama

kanan dan kiri, perkusi sonor pada kedua lapangan paru, suara pernapasan

vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pemeriksaan jantung diperoleh iktus

kordis tidak tampak dan tidak teraba, jantung kanan dan kiri dalam batas normal,

bunyi jantung s1-s2 regular, tidak ditemukan murmur dan gallop. Pemeriksaan

abdomen diperoleh kesan datar, lemas, bising usus normal, perkusi timpani, tidak

ada nyeri tekan. Pemeriksaan ekstremitas diperoleh akral hangat, tidak ada
deformitas dan edema. Pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium pada tanggal

26 Juli 2021 dan didapatkan hasil leukosit 7.200µL, eritrosit 3,34 x 106µL,

hemogoblin 9,6 g/dL, hematokrit 27,2%, trombosit 113.000µL, MCH 28,7 pg,

MCHC 35,3 g/dL, MCV 81,4 fL. Pasien didiagnosis dengan dengan Chronic

Kidney Disease V on Hemodialysis et causa Hypertensive Nephrosclerosis,

Anemia on Chronic Disease DD/ Anemia Renal, Hipertensi dan Hiperkalemi dan

Trombositopenia pro evaluasi. Monitor tanda-tanda vital tiap 8 jam dan urine

output tiap 24 jam. Terapi yang diberikan yaitu kalitake 1 sachet tiap 8 jam

diberikan secara oral, amlodipine 10 mg tiap 24 jam diberikan secara oral, asam

folat 0,4 mg tiap 12 jam diberikan secara oral dan laktuloksa 10 cc tiap 8 jam.

Pasien rencana akan dilakukan inisiasi hemodialisis.

Perawatan hari kelima tanggal 27 Juli 2021 di Instalasi Rawat Inap Irina

C4, keluhan badan lemas. Keadaan umum pasien tampak sedang dengan

kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 139/95 mmHg, nadi 90 kali per menit,

laju pernapasan 20 kali per menit dan suhu badan 36,5 oC. Dari pemeriksaan fisik

kepala tampak konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Pemeriksaan paru

diperoleh gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, taktil fremitus sama

kanan dan kiri, perkusi sonor pada kedua lapangan paru, suara pernapasan

vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pemeriksaan jantung diperoleh iktus

kordis tidak tampak dan tidak teraba, jantung kanan dan kiri dalam batas normal,

bunyi jantung s1-s2 regular, tidak ditemukan murmur dan gallop. Pemeriksaan

abdomen diperoleh kesan datar, lemas, bising usus normal, perkusi timpani, tidak

ada nyeri tekan. Pemeriksaan ekstremitas diperoleh akral hangat, tidak ada

deformitas dan edema. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 27 Juli 2021


ditemukan leukosit 6.300µL, eritrosit 3,23 x 106µL, hemogoblin 9,2 g/dL,

hematokrit 26,1%, trombosit 112.000µL, ureum 246 mg/dL, kreatinin 22,1

mg/dL, fosfor 8,2 mg/dL, magnesium 2,78 mg/dL, kalsium 9,38 mg/dL. Pasien

didiagnosis dengan dengan Chronic Kidney Disease V on Hemodialysis et causa

Hypertensive Nephrosclerosis, Anemia on Chronic Disease DD/ Anemia Renal

(perbaikan), Hipertensi, Hiperkalemi dan Trombositopeni pro evaluasi. Pasien

post transfusi. Terapi yang diberikan sama dengan hari sebelumnya. Rencana

dilakukan TPG – HD radiasi.

Perawatan hari keenam tanggal 28 Juli 2021 di Instalasi Rawat Inap Irina

C4, keluhan badan lemas. Keadaan umum pasien tampak sedang dengan

kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 136/94 mmHg, nadi 90 kali per menit,

laju pernapasan 20 kali per menit dan suhu badan 36,4 oC. Dari pemeriksaan fisik

kepala tampak konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Pemeriksaan paru

diperoleh gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, taktil fremitus sama

kanan dan kiri, perkusi sonor pada kedua lapangan paru, suara pernapasan

vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pemeriksaan jantung diperoleh iktus

kordis tidak tampak dan tidak teraba, jantung kanan dan kiri dalam batas normal,

bunyi jantung s1-s2 regular, tidak ditemukan murmur dan gallop. Pemeriksaan

abdomen diperoleh kesan datar, lemas, bising usus normal, perkusi timpani, tidak

ada nyeri tekan. Pemeriksaan ekstremitas diperoleh akral hangat, tidak ada

deformitas dan edema. Pasien didiagnosis dengan dengan Chronic Kidney

Disease V on Hemodialysis et causa Hypertensive Nephrosclerosis, Anemia on

Chronic Disease DD/ Anemia Renal (perbaikan), Hipertensi, Hiperkalemi dan

Trombositopenia pro evaluasi. Monitor tanda-tanda vital tiap 8 jam dan urine
output tiap 24 jam. Terapi yang diberikan kalitake 1 sachet tiap 8 jam diberikan

secara oral, amlodipine 10 mg tiap 24 jam diberikan secara oral dan asam folat 0,4

mg tiap 12 jam diberikan secara oral.

Perawatan hari ketujuh tanggal 29 Juli 2021 di Instalasi Rawat Inap Irina

C4, keluhan badan lemas. Keadaan umum pasien tampak sedang dengan

kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 136/94 mmHg, nadi 80 kali per menit,

laju pernapasan 20 kali per menit dan suhu badan 36,6 oC. Dari pemeriksaan fisik

kepala tampak konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Pemeriksaan paru

diperoleh gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, taktil fremitus sama

kanan dan kiri, perkusi sonor pada kedua lapangan paru, suara pernapasan

vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pemeriksaan jantung diperoleh iktus

kordis tidak tampak dan tidak teraba, jantung kanan dan kiri dalam batas normal,

bunyi jantung s1-s2 regular, tidak ditemukan murmur dan gallop. Pemeriksaan

abdomen diperoleh kesan datar, lemas, bising usus normal, perkusi timpani, tidak

ada nyeri tekan. Pemeriksaan ekstremitas diperoleh akral hangat, tidak ada

deformitas dan edema. Pasien didiagnosis dengan dengan Chronic Kidney

Disease V on Hemodialysis et cause Hypertensive Nephrosclerosis, Anemia on

Chronic Disease DD/ Anemia Renal (perbaikan), Hipertensi, Hiperkalemia dan

Trombositopenia pro evaluasi. Monitor tanda-tanda vital tiap 8 jam dan urine

output tiap 24 jam. Terapi sama dengan hari sebelumnya. Pasien rencana akan

dilakukan hemodialisis.

Perawatan hari kedelapan tanggal 30 Juli 2021 di Instalasi Rawat Inap

Irina C4, pasien masih merasakan lemah badan. Keadaan umum pasien tampak

sedang dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 130/88 mmHg, nadi 85
kali per menit, laju pernapasan 20 kali per menit dan suhu badan 36,2 oC. Dari

pemeriksaan fisik kepala diperoleh konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.

Pemeriksaan paru diperoleh gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, taktil

fremitus sama kanan dan kiri, perkusi sonor pada kedua lapangan paru, suara

pernapasan vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pemeriksaan jantung

diperoleh iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba, jantung kanan dan kiri dalam

batas normal, bunyi jantung s1-s2 regular, tidak ditemukan bising, murmur dan

gallop. Pemeriksaan abdomen diperoleh kesan datar, lemas, bising usus normal,

perkusi timpani, tidak ada nyeri tekan. Pemeriksaan ekstremitas diperoleh akral

hangat, tidak ada deformitas dan edema. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien

tanggal 30 Juli 2021 ditemukan leukosit 7.300µL, eritrosit 3,03 x 10 6µL,

hemogoblin 8,7 g/dL, hematokrit 25,7%, trombosit 111.000µL, ureum 162

mg/dL, kreatinin 14,2 mg/dL, fosfor 6,0 mg/dL, magnesium 3,26 mg/dL, albumin

3,63 g/dL, klorida 92,6 mEq/L, kalium 4,42 mEq/L, natrium 184 mEq/L dan

kalsium 8.99 mg/dL. Pasien didiagnosis dengan dengan Chronic Kidney Disease

V on Hemodialysis et causa Hypertensive Nephrosclerosis, Anemia on Chronic

Disease DD/ Anemia Renal (perbaikan), Hipertensi, Hiperkalemi dan

Trombositopenia pro evaluasi. Monitor tanda-tanda vital tiap 8 jam dan urine

output tiap 24 jam. Terapi yang diberikan yaitu kalitake 1 sachet tiap 8 jam

diberikan secara oral, amlodipine 10 mg tiap 24 jam diberikan secara oral dan

asam folat 0,4 mg tiap 12 jam diberikan secara oral.

Perawatan hari kesembilan tanggal 31 Juli 2021 di Instalasi Rawat Inap Irina

C4, pasien masih merasakan lemah badan. Keadaan umum pasien tampak sedang

dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 80 kali per
menit, laju pernapasan 20 kali per menit dan suhu badan 36,5oC. Dari

pemeriksaan fisik kepala diperoleh konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.

Pemeriksaan paru diperoleh gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, taktil

fremitus sama kanan dan kiri, perkusi sonor pada kedua lapangan paru, suara

pernapasan vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pemeriksaan jantung

diperoleh iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba, jantung kanan dan kiri dalam

batas normal, bunyi jantung s1-s2 regular, tidak ditemukan murmur dan gallop.

Pemeriksaan abdomen diperoleh kesan datar, lemas, bising usus normal, perkusi

timpani, tidak ada nyeri tekan. Pemeriksaan ekstremitas diperoleh akral hangat,

tidak ada deformitas dan edema. Pasien didiagnosis dengan dengan Chronic

Kidney Disease V on Hemodialysis et causa Hypertensive Nephrosclerosis,

Anemia on Chronic Disease DD/ Anemia Renal (perbaikan), Hipertensi,

Hiperkalemia dan Trombositopenia pro evaluasi. Pada hari kesembilan, pasien

dipulangkan dengan terapi yang diberikan yaitu amlodipin 10 mg tiap 24 jam

diberikan secara oral dan asam folat 0,4 mg tiap 8 jam diberikan secara oral.

Pasien diberikan edukasi untuk kontrol rutin di poliklinik, hemodialisis sesuai

jadwal dan minum obat secara teratur.


BAB III

PEMBAHASAN

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah

suatu proses patofisiologi dengan berbagai etiologinya, yang mengakibatkan

penurunan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible. Adapun kriteria CKD

menurut K/DOQI yaitu 1) Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari

3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional dengan atau tanpa penurunan

laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan manifestasi: kelainan patologis dan terdapat

tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau

kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests). 2) Laju filtrasi glomerulus (LFG)

kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan


ginjal.8 Kriteria CKD menurut KDIGO yaitu didapatkan salah satu dari hal berikut

yang terjadi > 3 bulan: penanda kerusakan ginjal (1 atau lebih) yaitu albuminuria

(AER>30mg/24 jam; ACR >30mg/gl), abnormalitas sedimen urin, abnormalitas

elektrolit dan abnormalitas lain akibat penyakit tubular, abnormalitas yang

dideteksi secara histologi, abnormalitas struktural yang dideteksi lewat radiologi,

riwayat transplatasi ginjal dan Penurunan LFG (<60 ml/min/1.73 m2).3

Etiologi Penyakit Ginjal kronik bervariasi tergantung geografis. Etiologi

Penyakit Ginjal Kronik antara lain Nefropati Diabetikum, Glomerulonefritis,

Hipertensi, Penyakit Ginjal Polikistik Otosomal dominan dan Nefropati Sistik dan

Tubulointerstisial.9 Prevalensi di Indonesia berdasarkan data dari Internatonal

Renal Registry (IRR) tahun 2017 didapatkan hasil penyebab terbanyak pasien

PGK adalah Hipertensi 36%, Diabetes Mellitus 29%, Glomerulopati Primer

(GNC) 12%, Piolonefritis Kronik(PNC) 7%, Nefropati Obstruksi 4%, Nefropati

Asam Urat 1%, Ginjal Polikistik 1%, Nefropati Lupus 1%, lain-lain dan tidak

diketahui 9%.7

Pada pasien PGK, patofisiologinya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya. Pada pasien ini, penyakit yang mendasarinya yaitu hypertensive

nephrosclerosis. Penyebab hypertensive nephrosclerosis dipilih karena penderita

memiliki riwayat penyakit hipertensi yang tidak terkontrol sejak ± 3 tahun yang

lalu. Lengkung kapiler glomerulus terlindung dari peningkatan tekanan arteri

sistemik oleh proses yang disebut autoregulasi. Perubahan kaliber arteriol aferen

sebagai respon terhadap tekanan sistemik (refleks miogenik) dan pengangkutan

natrium klorida ke makula densa (sebagai umpan balik tubuloglomerular)

merupakan bagian dari proses autoregulasi yang membantu mempertahankan


tekanan intraglomerular serta Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Namun, pada

pasien hipertensi, terjadi peningkatan tekanan arteri sistemik kronik yang

menyebabkan terjadinya remodelling arteriol aferen dan berkurangnya

kemampuan untuk berkonstriksi dan berdilatasi. Seiring berjalannya waktu,

peningkatan tekanan arteri sistemik yang ditransmisikan ke ginjal menyebabkan

hipertensi glomerulus, nefrosklerosis dan kehilangan progresif dari fungsi ginjal.10

Gambaran klinis pasien dengan penyakit ginjal kronik: a) Sesuai dengan

penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius,

hipertensi, hiperurikemi, dan lain sebagainya, b) Sindrom uremia, yang terdiri dari

lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan,

neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang-kejang, perubahan status mental,

penurunan kesadaran sampai koma, c) Gejala komplikasi antara lain, hipertensi,

anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan

keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).2

Pada penderita ini sudah menunjukkan beberapa gejala sindrom uremik,

seperti lemah badan, mual, muntah. Sedangkan gejala komplikasi pada penderita

ini yaitu sudah terjadi anemia renal, dan gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit berupa hiperkalemia. Pasien juga memiliki riwayat edema yang

disebabkan oleh karena retensi cairan akibat kerusakan pada ginjal.1

Gejala komplikasi yang muncul pada pasien ini yakni anemia. Dibuktikan

dengan anamnesis keluhan lemah badan, pada pemeriksaan fisik ditemukan

konjungtiva anemis dan pemeriksaan laboratorium tanggal 22 Juli 2021

didapatkan hemoglobin (Hb) 5,9 g/dL; hematokrit 17,0%; MCH 28,9pg; MCHC

34,7g/dL; MCV 83,3 fL. Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal
kronik. Pada PGK, prevalensi terjadinya anemia lebih tinggi dibandingkan dengan

populasi umum dan meningkat sesuai dengan stadium dimana 8,4% pada stadium

1 menjadi 53,4% pada stadium 5. Penyebab anemia pada PGK multifaktor.

Menurut data dari The National and Nutrition Examination Survey (NHANES),

anemia pada PGK dimulai dari awal perjalanan penyakit dan menjadi lebih berat

karena massa ginjal menyusut dan GFR semakin menurun. Hal ini menyebabkan

penurunan sintesis eritropoietin ginjal yang bertanggung jawab untuk stimulasi

sumsum tulang dalam hal memproduksi sel darah merah (RBC). 11 Penyebab lain

anemia pada PGK yaitu terjadi disfungsi trombosit yang diinduksi uremia

sehingga meningkatkan kecenderungan perdarahan.12 Hal-hal yang ikut berperan

dalam terjadinya anemia antara lain defisiensi besi, kehilangan darah (misal,

perdarahan saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat

terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh

substansi uremik dan proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap

anemia dimulai saat kadar hemoglobin <10g% atau hematokrit <30%, meliputi

evaluasi terhadap status besi. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik

adalah 11-12 g/dl.1,13 CKD yang progresif biasanya berkaitan dengan anemia

hipoproliferat yang sedang sampai berat. Tingkat anemia berkorelasi dengan

stadium CKD. Pada pasien ini diberikan transfusi PRC serta asam folat 0,4 mg

tiap 8 jam. Asam folat diperlukan sebagai salah satu substrat mayor dan kofaktor

dalam produksi eritrosit.9 Asam folat juga bermanfaat untuk menurunkan kadar

homosistein yang biasanya meningkat pada pasien HD, karena asam folat

merupakan salah satu substansi penting yang diperlukan dalam metabolisme

homosistein.14,15
Komplikasi lain yang terjadi pada pasien ini yaitu hiperkalemi. Hal ini

dibuktikan yaitu pada anamnesis didapatkan gejala mual muntah dan pada

pemeriksaan laboratorium tanggal 22 Juli 2021 didapatkan kalium = 5,77 mmol/L.

Pasien dengan Chronic Kidney Disease memiliki risiko tinggi terhadap

hiperkalemia. Ginjal memerankan peranan penting dalam menjaga homeostasis

kalium. Dalam keadaan sehat, 80-90% dari beban kalium yang difiltrasi akan

direabsorpsi di tubulus proksimal dan di lengkung Henle, dengan total ekskresi

kalium urin ditentukan oleh sekresi luminal di nefron distal. Oleh karena itu,

pasien dengan CKD dapat mempertahankan fungsi ekskresi kalium yang normal

sampai LFGs sangat terganggu.16,17 Hiperkalemi terjadi ketika ekskresi kalium

ginjal dibatasi oleh penurunan laju filtrasi glomerulus, aliran tubular, pengantaran

natrium distal atau sensitivitas aldosteron terhadap transpoter ion di nefron

distal.18 Untuk terapi hiperkalemi, pasien diberikan kalitake 1 sachet tiap 8 jam per

oral yang mengandung calcium polystyrene sulfonat (CPS) yang berfungsi untuk

meningkatkan ekskresi kalium. CPS merupakan resin pertukaran kation yang

bekerja dengan cara menukar ion Ca+ dengan K+ yang disekresikan ke dalam

kolon. Kalsium meningkatkan ambang potensial aksi dan menurunkan

eksitabilitas tanpa mengubah potensial membran istirahat. Dengan

mengembalikan perbedaan antara potensial istirahat dan ambang, kalsium

mengembalikan blokade depolarisasi yang disebabkan oleh hiperkalemi9

Untuk gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi : a) Sesuai

dengan penyakit yang mendasarinya, b) Penurunan fungsi ginjal berupa

peningkatan kadar ureum, dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung

menggunakan rumus Cockroft-Gault atau CKD-EPI, c) Kelainan biokimiawi


darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper

atau hipokalemi, hiponatremi, hiperfosfatemi, hipokalsemia, asidosis metabolik,

hiper atau hipokloremia, d) Kelainan urinalisis meliputi, proteinuria, hematuri,

leukosuria, cast, isostenuria.2

Dari hasil pemeriksaan darah lengkap pada kasus ini, dijumpai adanya

anemia normokrom normositer (Hb 5,9 g/dl, MCV 83,3 fL, MCH 28,9 pg). Pada

pemeriksaan kimia klinik, didapatkan hiperkalemi (kalium = 5,77 mmol/L),

peningkatan kreatinin (30,2 mg/dL) dan peningkatan ureum (330 mg/dL).

Chronic Kidney Disease berdasarkan klasifikasi NKF-KDOQI 2012 dibagi

menjadi 5 stadium berdasarkan kadar LFG. 8

Tabel. 1 Klasifikasi derajat CKD berdasarkan LFG

Stadium Deskripsi LFG (ml/menit/1,73 m2)


I Kerusakan ginjal dengan LFG normal ≥ 90

atau meningkat
II Kerusakan ginjal dengan penurunan 60 – 89

LFG ginjal
III Penurunan LFG sedang 30 – 59
IV Penurunan LFG berat 15 – 29
V Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Rumus LFG dihitung menggunakan Cockroft-Gault atau CKD-EPI


*GFR = glomerulus filtration rate

Rumus GFR berdasarkan CKD-EPI

GFR = 141 x [min(Scr/k), 1) α x max(Scr/k. 1)-1.209] x Umur-0.993 x 1.018 [jika


perempuan] x [1.157 jika ras afro-amerika]
*α bernilai 0.329 untuk perempuan dan 0.411 untuk laki-laki; indikasi minimum
darif Scr/k adalah 1, and indikasi maksimum Scr/k or 1

Terdapat 5 stadium CKD berdasarkan nilai Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).

Hasil perhitungan LFG pada pasien ini menggunakan rumus Crockcroft Gault

adalah 2,2 ml/menit/1,73m2 dan berdasarkan rumus CKD-EPI didapatkan LFG =

1,4 ml/menit/1,72m2 dengan stadium 5 yaitu gagal ginjal yang memerlukan terapi

pengganti fungsi ginjal.1

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan dengan

stadium penyakit pasien tersebut. Penatalaksanaan yang komprehensif pada pasien

PGK meliputi (1) terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya, (2) pencegahan dan

terapi terhadap kondisi komorbid (faktor komorbid tersebut antara lain gangguan

keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, diabebets mellitus, infeksi

traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan

aktivitas penyakit dasarnya), (3) memperlambat perburukan fungsi ginjal (restriksi

protein dan terapi farmakologis) (4) pencegahan dan terapi terhadap penyakit

kardiovaskular (pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia,

hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan

elektrolit), (5) pencegahan dan terapi terhadap komplikasi (anemia, osteodistrofi

renal, pembatasan cairan dan elektrolit) dan (6) terapi pengganti ginjal berupa

dialisis atau transplantasi ginjal.1,12


Terapi pengganti ginjal merupakan terapi definitif pada PGK 5. Terapi

pengganti ginjal tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis, dan

transplantasi ginjal. Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang mulai perlu dialisis adalah

penyakit ginjal kronik yang mengalami penurunan fungsi ginjal dengan LFG < 15

mL/menit. Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi

akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut sebagai uremia. Secara ideal semua

pasien dengan LFG < 15ml/menit dapat mulai menjalani dialisis. Namun dalam

pelaksanaan klinis pedoman yang dipakai antara lain LFG < 10mL/menit dengan

gejala uremia/malnutrisi atau LFG < 5 mL/menit walaupun tanpa gejala. Indikasi

khusus yaitu terdapat komplikasi akut (edema paru, hiperkalemi, asidosis

metabolik berulang), atau pada pasien dengan nefropati diabetik. Hemodialisis

dapat mengeluarkan zat-zat toksin dari darah. Pada keadaan keracunan obat atau

zat toksin yang tidak terikat albumin darah maka dialisis dapat dilakukan dengan

tujuan mengeluarkan zat toksin tersebut secara cepat.19,20

Pada kasus ini, karena pasien menderita CKD V maka telah terjadi

kegagalan fungsi ginjal yang didukung dengan LFG 1,4 mL/min/1,73m 2.

Sehingga penatalaksanaan utama pada pasien ini ialah terapi pengganti ginjal

berupa hemodialisis. Pasien telah menjalani hemodialisis 2 kali sejak masuk ke

RSUP Prof. Dr. dr. R.D. Kandou Manado yaitu pada tanggal 26 Juli 2021 dan 29

Juli 2021.

Pasien juga diberikan terapi tambahan untuk penyakit penyertanya yaitu

kalitake 1 sachet tiap 8 jam per oral untuk hiperkalemi, obat anti hipertensi

golongan calcium channel blocker yaitu amlodipine 10 mg tiap 24 jam per oral,

asam folat 0,4 g tiap 12 jam per oral, dulcolax bisacodyl diberikan secara
suppositoria oleh karena pasien mengeluhkan konstipasi. Pada pasien ini

diberikan diet non dialisis dengan pembatasan asupan protein 0,6-0,8

gr/kgBB/hari dan asupan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari. Setelah dilakukan

hemodialisis diberikan diet dialisis dengan pembatasan asupan protein 1,2-

1,4gr/kgBB/hari dan asupan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari. Monitoring tanda vital

dan urine output.

Asupan rendah protein dapat mengurangi penimbunan substansi nitrogen

dan mengurangi beban kerja ginjal dengan menurunkan tekanan intraglomerular

yang dapat melindungi ginjal terutama pada pasien dengan penurunan kapasitas

nefron dan fungsi ginjal. Terapi dialisis dapat menstimuasi katabolisme protein

yang meningkatkan pengeluaran energi protein pada gagal ginjal. Metabolisme

otot rangka diseluruh tubuh juga meningkat yang menyebabkan hilangnya protein

otot saat terapi hemodialisis. Sehingga supan protein pada pasien penyakit ginjal

kronik yang diterapi dengan dialisis ditingkatkan.21


BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus Chronic Kidney Disease Stadium V on

Hemodialysis et causa Hypertensive Nephrosclerosis, Anemia on Chronic

Disease DD/ Anemia Renal, Hipertensi dan Hiperkalemi pada seorang

perempuan berusia 48 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ditambah dengan penurunan fungsi

ginjal yang ditandai dengan LFG <15 ml/menit/1,73m 2. Pada anamnesis

didapatkan adanya gejala klinis mual, muntah, lemah badan dan riwayat bengkak

di kedua tungkai. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi yang tidak

terkontrol sejak 3 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik diperoleh konjungtiva

anemis. Pemeriksaan paru, jantung, ekstremitas dalam batas normal. Foto thoraks

dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 22 Juli 2021

didapatkan eritrosit 2,04 x 106µL, hemogoblin 5,9 g/dL, hematokrit 17,0%, ureum

330 mg/dL, kreatinin 30,2 mg/dL, kalium 5,77 mEq/L. Pemeriksaan laboratorium
tanggal 30 Juli 2021 didapatkan perbaikan yakni eritrosit 3,03 x 10 6µL,

hemogoblin 8,7 g/dL, hematokrit 25,7%, ureum 162 mg/dL, kreatinin 14,2 mg/dL,

kalium 4,42 mEq/L.

Pasien dirawat inap selama 9 hari dengan terapi hemodialisis. Terapi lain yang

diberikan yaitu amlodipine 10 mg per 8 jam diberikan secara oral, asam folat 0,4

mg per 12 jam diberikan secara oral, dulcolax bisacodyl diberikan secara

suppositoria, lactulose 10 cc per 8 jam diberikan secara oral, lansoprazole 30 mg

per 12 jam diberikan secara oral, domperidon 10 mg per 8 jam diberikan secara

oral. Pasien pulang dengan perbaikan dan dianjurkan untuk kontrol ke poli ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Setiati S, editor. Ilmu Penyakit

Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2015. p. 2159–65.

2. Suri RS. KDOQI Hemodialysis Adequacy Clinical Practice Guideline

Update 2015 : What You Need to Know. 2016;

3. Eknoyan G, Lameire No, Kasiske B. KDIGO 2012 clinical practice

guideline for evaluation and management of CKD. Off J Int Soc Nephrol.

2013;3(1):4477–83.

4. Jha V, Garcia-Garcia G, Iseki K, Li Z, Naicker S, Plattner B, et al. Chronic

kidney disease: Global dimension and perspectives. Lancet [Internet].

2013;382(9888):260–72. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S0140-

6736(13)60687-X
5. RI KK. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta;

6. Kemenkes RI. Info DATIN : PUSAT DATA INFORMASI DAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Situasi Penyakit Ginjal Kron.

2017;1–10.

7. 7th Report of Indonesia Renal Registry [Internet]. Indonesian Renal

Registry (IRR). Jakarta; 2014. Available from:

https://www.indonesianrenalregistry.org/

8. National Kidney Foundation. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for

Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification.

2002.

9. Kasper D, Hauser S, Jameson L, Fauci A, Longo D, Localzo J. Harrison’s

Principles of Internal Medicine. 19th ed. New York: McGraw; 2015. 2504–

2600 p.

10. Ku E, Lee BJ, Wei J, Weir MR. Hypertension in CKD: Core Curriculum

2019. Am J Kidney Dis [Internet]. 2019;74(1):120–31. Available from:

https://doi.org/10.1053/j.ajkd.2018.12.044

11. Stauffer ME, Fan T. Prevalence of anemia in chronic kidney disease in the

United States. PLoS One. 2014;9(1):2–5.

12. O’Connel S, Bare BG. Brunner & Suddarth Textbook of Medical Surgical

Nursing. 12th ed. SC S, BG B, editors. Philadelphia, United States:

Lippincott Williams & Wilkins Wolters Kluwer; 2010. 1112–1116 p.

13. Babitt JL, Lin HY. Mechanisms of anemia in CKD. J Am Soc Nephrol.
2012;23(10):1631–4.

14. (PERNEFRI) PNI. Konsensus Manajemen Anemia Pada Penyakit Ginjal

Kronik. Jakarta; 2011.

15. Segall L, Nistor I, Covic A. Heart failure in patients with chronic kidney

disease: A systematic integrative review. Biomed Res Int. 2014;2014.

16. Seliger SL. Hyperkalemia in patients with chronic renal failure. Nephrol

Dial Transplant. 2019;34:III12–8.

17. Watanabe R. Hyperkalemia in chronic kidney disease. Rev Assoc Med

Bras. 2020;66(Suppl 1):31–6.

18. Hunter RW, Bailey MA. Hyperkalemia: Pathophysiology, risk factors and

consequences. Nephrol Dial Transplant. 2019;34:III2–11.

19. PERNEFRI. Konsensus Dialisis. 2003. 21–34 p.

20. Zasra R, Harun H, Azmi S. Indikasi dan Persiapan Hemodialis Pada

Penyakit Ginjal Kronis. J Kesehat Andalas. 2018;7(Supplement 2):183.

21. Gang Jee Ko, MD, PhD1,2, Yoshitsugu Obi, MD, PhD1, Amanda R.

Tortoricci, RD1, and Kamyar Kalantar-Zadeh, MD, MPH P. Dietary

Protein Intake and Chronic Kidney Disease. Physiol Behav.

2017;176(12):139–48.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai