Anda di halaman 1dari 108

LAPORAN KEGIATAN

UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

UPAYA PERBAIKAN KUALITAS AIR BERSIH, PENINGKATAN PENGGUNAAN


ALAT KONTRASEPSI, SERTA PENURUNAN ANGKA PEROKOK SECARA TEPAT
PADA RT 006/RW 014 KELURAHAN SIMOKERTO, SURABAYA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan IKM di Puskesmas Tambakrejo


untuk Memperoleh Gelar Dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah

Oleh :

Hartandyo Anang Ashari Hadju 201704200255


Heavy Delisia 201704200256
Huda Fajar Arianto 201704200257
I Gde Putu Paramatha 201704200258
I Gusti ngurah Ade Jaya 201704200259
Permana
I Gusti Ngurah Bayu Darma 201704200260
Putra
I Made Adiarta Nugraha 201704200261

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA

2019
HALAMAN PERSETUJUAN

UPAYA PERBAIKAN KUALITAS AIR BERSIH, PENINGKATAN


PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI, SERTA PENURUNAN ANGKA
PEROKOK SECARA TEPAT PADA RT 006/RW 014 KELURAHAN
SIMOKERTO, SURABAYA

Oleh :

Hartandyo Anang Ashari Hadju 201704200255


Heavy Delisia 201704200256
Huda Fajar Arianto 201704200257
I Gde Putu Paramatha 201704200258
I Gusti ngurah Ade Jaya Permana 201704200259
I Gusti Ngurah Bayu Darma Putra 201704200260
I Made Adiarta Nugraha 201704200261

Menyetujui :

Dokter Pembimbing, Kepala Puskesmas,

Efyluk Garianto, dr., M.Kes Anang Juniady Sukma, dr.

NIK/NIP : 2308 NIK/NIP : 197806222006041019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kepaniteraan klinik IKM dengan judul“UPAYA
PERBAIKAN KUALITAS AIR BERSIH, PENINGKATAN PENGGUNAAN
ALAT KONTRASEPSI, SERTA PENURUNAN ANGKA PEROKOK SECARA
TEPAT PADA RT 006/RW 014 KELURAHAN SIMOKERTO, SURABAYA”
dengan baik. Kegiatan yang kami laksanakan merupakan upaya untuk
memahami proses manajemen Puskesmas secara langsung. Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. dr. Anang Juniady Sukma A.K, selaku Kepala Puskesmas


Tambakrejo, beserta staf Puskesmas Tambakrejo Surabay
2. dr. Purdijanti Listijorini dan dr. Mei Vita Sari, selaku pembimbing
Upaya Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Tambakrejo
Surabaya
3. dr. Efyluk Garianto, M.Kes, selaku Kepala Departemen IKM-KM,
beserta staf,
4. Teman-teman sejawat Dokter Muda IKM
5. Ibu Yunita selaku ibu RT 006 dan Kader RT 006 / RW 014
Kelurahan Simokerto Surabaya
6. Serta semua pihak yang telah membantu kami atas
penyelesaian Laporan UKM yang tidak dapat kami sebutkan
satu persatu.

Kami menyadari bahwa Laporan UKM yang kami susun masih jauh
dari sempurna, sehingga kritik dan saran sangat kami harapkan. Semoga
laporan UKM ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surabaya, Agustus 2019


Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Puskesmas merupakan pusat kesehatan masyarakat yang
merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes No 75, 2014).
Puskesmas Tambakrejo merupakan salah satu Puskesmas yang
berada di kota Surabaya yang bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan dan melaksanakan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya. Puskesmas Tambakrejo berada di bawah
pengawasan Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
Puskesmas Tambakrejo dalam memberikan pelayanan kesehatan
dasar perlu menjaga mutu pelayanan sesuai dengan standard yang
berlaku. Dengan hal tersebut, Puskesmas Tambakrejo
menyelenggarakan Survei Mawas Diri (SMD) di salah satu wilayah
kerja Puskesmas yaitu RT 003 / RW 001 Kelurahan Kapasan
Kecamatan Simokerto Surabaya dalam rangka mengetahui
permasalahan kesehatan yang ada di wilayah tersebut. Berdasarkan
survei yang telah dilakukan telah ditemukan 3 masalah utama yang
menjadi pokok bahasan, yaitu : kebiasaan masyarakat yang sering
mengkonsumsi makanan berlemak, banyaknya penderita Diabetes
Mellitus di masyarakat dan jumlah masyarakat lanjut usia yang cukup
banyak di wilayah survey.
Pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah
pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu. Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi.
Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan.
Kuantitas hidangan menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi
terhadap kebutuhan tubuh, baik dari sudut kualitas maupun
kuantitasnya, maka tubuh akan mendapat kondisi kesehatan gizi yang
sebaik-baiknya.
Faktor pola makan pada usia 40-55 tahun dengan ukuran porsi
makannya yang tidak tepat (porsi besar), lemak tubuh yang meningkat
dan didukung aktifitas fisik yang rendah akan menyebabkan terjadinya
kelebihan konsumsi. Pola makan merupakan risiko penyebab
overweight atau obesitas. Aktifitas fisik yang rendah yang dibarengi
pola makan yang berlebih dapat menimbulkan kondisi gizi lebih.
Terjadinya peningkatan sel lemak dalam rongga perut atau panggul
diakibatkan oleh penimbunan energi dalam bentuk jaringan lemak
karena mobilisasi energi menurun. Lemak didalam rongga perut
merupakan pemicu terjadinya diabetes mellitus, hipertensi,
hiperlipidemia dan penyakit kardiovaskular.
Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan metabolik
menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh
tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin
adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah.
Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah.
Terdapat dua kategori utama diabetes mellitus yaitu diabetes tipe 1
dan tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin-dependent atau
juvenile/childhood-onset diabetes ditandai dengan kurangnya produksi
insulin. Diabetes tipe 2, dulu disebut non-insulin dependent atau adult-
onset diabetes, disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif
oleh tubuh. Diabetes tipe 2 merupakan 90% dari seluruh diabetes.
Pola hidup sehat adalah upaya untuk memberdayakan anggota
rumah tangga agar sadar, mau, serta mampu melakukan perilaku
hidup sehat (Suratno & Rismiati, 2001). Sedangkan menurut Kotler,
pola hidup sehat adalah gambaran dari aktifitas atau kegiatan
seseorang yang didukung oleh keinginan dan minat, serta bagaimana
pikiran seseorang dalam menjalaninya dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Masa tua bagi sebagian masyarakat adalah masa-
masa yang menakutkan oleh karena itu berbagai upaya dilakukan
untuk menyiapkan investasi kesehatan di usia tua. Penuaan
merupakan sebuah proses yang alami. Setiap orang akan mengalami
fase yang mengarah kepada penuaan. Seseorang dianggap berhasil
menjalani proses penuaan jika dapat terhindar dari berbagai penyakit,
organ tubuhnya dapat berfungsi dengan baik, serta kemampuan
berfikirnya atau kognitif masih tajam (Gunawan, 2001).
Agar tetap aktif sampai tua, sejak muda seseorang perlu
melakukan dan mempertahankan kemudian pola hidup sehat dengan
mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktifitas
fisik atau olahraga secara benar dan teratur dan tidak merokok. Pola
hidup dan pola makanan juga bisa mempengaruhi terjadinya proses
penuaan. Misalnya pola makanan yang tidak seimbang antara asupan
dengan kebutuhan baik jumlah maupun jenis makanannya, seperti
makanan tinggi lemak, kurang mengkonsumsi sayuran dan buah dan
sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran masalah kesehatan di RT 003 / RW 001
Kelurahan Kapasan Kecamatan Simokerto Surabaya?
1.3 Tujuan Kegiatan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui masalah kesehatan di RT 003 / RW 001 Kelurahan
Kapasan Kecamatan Simokerto Surabaya

1.3.2 Tujuan Khusus


Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam meanggulangi
kesehatan di RT 003 / RW 001 Kelurahan Kapasan Kecamatan
Simokerto Surabaya

1.4 Manfaat Kegiatan


Sebagai informasi dan bahan masukan bagi masyarakat RT 003 /
RW 001 Kelurahan Kapasan Kecamatan Simokerto Surabaya untuk
meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya memanfaatkan bahan
alami untuk mengurangi kadar lemak dalam darah, pentingnya memilih
bahan makanan yang aman untuk para penderita diabetes mellitus dan
pentingnya pola hidup bersih dan sehat bagi para lansia.
Sebagai informasi dan bahan masukan bagi petugas kesehatan
Puskesmas Tambakrejo Surabaya dalam rangka meningkatkan
pengetahuan mengenai bahan-bahan alami untuk mengurangi kadar
lemak dalam darah, meningkatkan pengetahuan tentang bahan
makanan yang aman untuk para penderita diabetes mellitus dan
meningkatkan pengetahuan tentang pola hidup bersih dan sehat bagi
para lansia.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskemas
2.1.1 Definisi Puskesmas
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi -
tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas memiliki tugas melaksanakan
kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat
(Depkes, 2014).

2.1.2 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas


a. Paradigma sehat

Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan


untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, dan masyarakat
(Depkes, 2014).

b. Pertanggung jawaban wilayah

Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap


pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya (Depkes, 2014).

c. Kemandirian masyarakat

Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu,


keluarga, kelompok, dan masyarakat (Depkes, 2014).
d. Pemerataan

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang


dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah
kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi,
agama, budaya, dan kepercayaan (Depkes, 2014).

e. Teknologi tepat guna

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan


manfaat tekonologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi
lingkungan (Depkes, 2014).

f. Keterpaduan dan kesinambungan

Puskesmas mengintregasikan dan mengkordinasikan


penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor
serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan
manajemen puskesmas (Depkes, 2014).

2.1.3 Fungsi Puskesmas


Menurut Depkes, 2014 puskesmas berwenang untuk :

1. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah


kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang
diperlukan

2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan

3. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan


masyarakat dalam bidang kesehatan

4. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan


menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat
perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain
yang terkait

5. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan


upaya kesehatan berbasis masyarakat

6. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia


Puskesmas

7. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan


kesehatan

8. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,


mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan

9. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,


termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit

2.1.4 Kegiatan Pokok Puskesmas


1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

2. Keluarga Berencana (KB)

3. Usaha perbaikan gizi

4. Kesehatan lingkungan

5. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

2.2 Survei Mawas Diri (SMD)


2.2.1 Definisi SMD
Survei Mawas Diri merupakan kegiatan untuk mengenali keadaan
dan masalah yang dihadapi masyarakat, serta potensi yang dimiliki
masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut. Potensi yang dimiliki
antara lain ketersediaan sumber daya, serta peluang - peluang yang dapat
dimobilisasi (Depkes, 2016).
2.2.2 Tujuan SMD
1. Dilaksanakannya pengumpulan data, masalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku

2. Mengkaji dan menganalisa masalah kesehatan, lingkungan, dan


perilaku yang paling menonjol di masyarakat

3. Menginventarisasi sumber daya masyarakat yang dapat mendukung


upaya mengatasi masalah kesehatan

4. Diperolehnya dukungan kepala desa atau kelurahan dan pemuka


masyarakat dalam pelaksanaan penggerakkan dan pemberdayaan
masyarakat di desa siaga (Depkes, 2009).

2.2.3 Pentingnya Pelaksanaan SMD


1. Agar masyarakat sadar akan adanya masalah, karena mereka
sendiri yang melakukan pengumpulan data dan fakta

2. Untuk mengetahui besarnya masalah yang ada dilingkungannya


sendiri

3. Untuk menggali sumber daya yanga da atau dimiliki oleh desa

4. Hasil SMD dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun


pemecahan masalah yang dihadapi (Depkes, 2009)

2.2.4 Cara Pelaksanaan SMD


1. Kegiatan SMD meliputi :

a. Pengenalan instrumen (daftar pertanyaan) yang akan


dipergunakan dalam pengumpulan data dan informasi masalah
kesehatan

b. Penentuan sasaran baik jumlah KK ataupun lokasinya


c. Penentuan cara memperoleh informasi masalah kesehatan
dengan cara wawancara yang menggunakan daftar pertanyaan
(Depkes, 2009),

2. Pelaksana SMD

Kader, tokoh masyarakat, dan kelompok warga yang telah ditunjuk


melaksanakan SMD dengan bimbingan petugas puskesmas dan bidan
(Depkes, 2009)

3. Pengolahan SMD

Kader, tokoh masyarakat dan kelompok warga yang telah ditunjuk


mengolah data SMD dengan bimbingan petugas puskesmas dan bidan di
desa, sehingga dapat diperoleh perumusan masalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku di desa atau kelurahan yang bersangkutan
(Depkes, 2009)

2.2.5 Langkah-langkah SMD


Dalam penyusunan SMD perlu dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut :

1. Menyusun daftar pertanyaan

a. Berdasarkan prioritas masalah yang ditemui di puskesmas dan


desa (data sekunder)

b. Dipergunakan untuk memandu pengumpulan data

c. Pertanyaan harus jelas, singkat, padat, dan tidak mempengaruhi


responden

d. Kombinasi pertanyaan terbuka, tertutup, dan menjaring

e. Menampung juga harapan masyarakat

2. Menyusun lembar observasi (pengamatan)


Menentukan kriteria responden, cakupan wilayah, danjumlah KK

3. Pelaksanaan

a. Pelaksanaan interview atau wawancara terhadap responden

b. Pengamatan terhadap rumah tangga dan lingkungan

4. Tindak lanjut

a. Meninjau kembali pelaksanaan SMD

b. Merangkum, mengolah, dan menganalisa data yang telah


dikumpulkan

c. Menyusun laporan SMD sebagai bahan MMD

5. Pengolahan data

a. Masalah yang dirasakan oleh masyarakat

b. Prioritas masalah

c. Kesediaan masyarakat untuk ikut berperan serta aktif dalam


pemecahan masalah (Depkes, 2009).

2.2.6 Cara Penyajian Data SMD


1. Secara tekstular (mempergunakan kalimat) merupakan penyajian
data hasil penelitian menggunakan kalimat

2. Secara tabular (menggunakan tabel) merupakan penyajian data


dalam bentuk kumpulan angka yang disusun menurut kategori-
kategori tertentu, dalam suatu daftar. Dalam tabel, disusun dengan
cara alfabets, geografis, menurut besarnya angka, historis, atau
menurut kelas-kelas yang lazim.

3. Secara grafikal (menggunakan grafik) merupakan gambar-gambar


yang menunjukkan secara visual data berupa angka atau simbol-
simbol yang biasanya dibuat berdasarkan dari data tabel yang telah
dibuat (Depkes, 2009).

2.3 Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)


2.3.1 Definisi MMD
MMD adalah pertemuan seluruh warga desa untuk membahas hasil
SMD dan merencanakan penanggulangan masalah kesehatan yang
diperoleh dari SMD (Depkes, 2009).

2.3.2 Tujuan MMD


Tujuan dari dilaksanakannya MMD adalah sebagai berikut (Depkes,
2009) :

1. Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya

2. Masyarakat sepakat untuk menaggulangi masalah kesehatan

3. Masyarakat menyusun rencana kerja untuk menanggulangi masalah


kesehatan (Depkes, 2009).

2.3.3 Pelaksanaan MMD


1. MMD harus dihadiri oleh pemuka msyarakat desa, petugas
puskesmas, dan sektor terkait kecamatan (seksi pemerintahaan dan
pembangunan, pertanian, agama, dan lain-lainnya).

2. MMD dilaksanakan di balai desa atau tempat pertemuan lain yang


ada di desa.

3. MMD dilaksanakan segera setelah SMD dilaksanakan (Depkes,


2009).

2.3.4 Cara Pelaksanaan MMD


1. Pembukaan dengan menguraikan maksud dan tujuan MMD dipimpin
oleh Kepala Desa
2. Pengenalan masalah kesehatan oleh masyarakat sendiri melalui
curah pendapat dengan mempergunakan alat peraga, poster, dan
lain-lainnya di pimpin oleh ibu desa

3. Penyaji hasil SMD

4. Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan atas dasar


pengenalan masalah dari hasil SMD, dilanjutkan dengan
rekomendasi teknis dari petugas kesehatan di desa atau perawat
komunitas

5. Penyusunan rencana penanggulangan masalah kesehatan dengan


dimpin oleh kepala desa

6. Penutup (Depkes, 2009).

2.3.5 Perencanaan Kesehatan Komunitas


1. Menentukan prioritas

Melalui pengkajian, perawat mampu mengidentifikasi respons


komunitas yang aktual atau potensial yang memerlukan suatu tindakan.
Dalam menentukan perencanaan perlu disusun suatu sistem untuk
menentukan diagnosis yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah
satu sistem yang bisa digunakan adalah hierarki kebutuhan komunitas
(Depkes, 2009).

2. Menentukan kriteria hasil

Penentuan kriteria hasil (outcomes) harus ditujukan untuk


komunitas. Kriteria hasil harus menunjukkan “apa yang akan dilakukan
komunitas serta kapan dan sejauh mana tindakan akan bisa
dilaksanakan”. Kriteria hasil harus spesifik, dapat diukur, dapat dicapai,
rasional, dan ada batas waktu (Depkes, 2009).

3. Menentukan rencana tindakan


Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk
membantu komunitas dalam mencapai kriteria hasil. Rencana tindakan
dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab dari diagnosis
keperawatan. Oleh sebab itu, rencana mendefinisikan suatu aktivitas yang
diperlukan untuk membatasi faktor - faktor pendukung terhadap suatu
permasalahan (Depkes, 2009).

4. Dokumentasi

Rencana tindakan keperawatan ditulis dalam suatu bentuk yang


bervariasi guna mempromosikan perawatan yang meliputi perawatan
individu, keluarga, dan komunitas; perawat yang kontinu
(berkesinambungan); komunikasi; dan evaluasi. Perencanaan asuhan
keperawatan pada klien (komunitas) seyogyanya menyertakan tiga prinsip,
yaitu pemberdayaan (enpowerment), negosiasi (negotiation), dan kerja
sama lintas sektor (networking) (Depkes, 2009).

2.4 Kemuning
2.4.1 Deskripsi
Secara geografis, tumbuhan kemuning berasal dari daratan India,
Asia Selatan (Iskandar, 2005). Kemuning bersosok perdu dengan tinggi
mencapai 8 meter. Selain tumbuh liar di semak belukar, kemuning juga
ditanam orang sebagai tanaman hias. Tempat tumbuhnya dari dataran
rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian 400 meter di atas
permukaan laut .

Kemuning termasuk tanaman semak atau pohon kecil. Pohon


kemuning bercabang dan beranting banyak. Tinggi tanaman sekitar 3-8 m.
Batang kemuning keras, beralur, dan tidak berduri. Daunnya majemuk
bersirip ganjil dengan jumlah anak daun antara 3-9 helai dan letaknya
berseling. Helaian daun bertangkai berbentuk telur, sungsang, ujung
pangkal runcing, serta tepi rata atau sedikit bergerigi. Panjang daun sekitar
2-7 cm dan lebar antara 1-3 cm. Permukaan daun licin, mengkilap, dan
berwarna hijau. Bunga kemuning majemuk dan berbentuk tandan yang
terdiri dari 1-8 bunga. Warnanya putih dan berbau harum. Bunga - bunga
kemuning keluar dari ketiak daun atau ujung ranting. Buah kemuning
berbentuk bulat telur atau bulat memanjang dengan panjang 8-12 mm. Bila
masih muda, buah berwarna hijau dan setelah tua menjadi merah
mengkilap. Di dalam buah terdapat dua buah biji (Iskandar, 2005).

Daun tumbuhan ini dapat digunakan sebagai penurun kadar


kolesterol dalam darah dengan kandungan kimia berupa tannin, flavanoid,
steroid, dan alkaloid (Harmanto, 2005).

2.4.2 Klasifikasi
Sistematika tumbuhan kemuning adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae ( plants )

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Sapindales

Famili : Rutaceae

Genus : Murraya

Spesies : Murraya paniculata (L.) Jack.

2.4.3 Kandungan dan manfaat daun kemuning terhadap kadar kolesterol


darah
Daun kemuning mengandung senyawa kimia seperti minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin (Kartika, 2007). Minyak atsiri adalah
zat berbau yang terkandung dalam tanaman-tanaman. Minyak ini disebut
juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu
kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri
mewakili dari bau tanaman asalnya. Minyak atsiri umumnya tidak berwarna
dalam keadaan segar dan murni. (Gunawan, 2004).

Alkaloid dan flavonoid merupakan kandungan lain yang terdapat


dalam daun kemuning. Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik
yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloida
berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dari berbagai jenis
tumbuh-tumbuhan. Alkaloida yang ditemukan di alam mempunyai
keaktifan biologis tertentu, ada yang beracun dan adapula yang dapat
berfungsi sebagai obat. Senyawa flavonoid adalah salah satu senyawa
yang terkandung dalam daun kemuning. Flavonoid adalah senyawa fenol
terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa ini berwarna ungu, merah, biru
dan sebagian berwarna kuning dan ditemukan diberbagai tumbuh-
tumbuhan (Lenny, 2006).

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol, telah terdeteksi


dalam lebih dari 90 tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif
permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan
kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Sifat dari
saponin adalah berasa pahit dan tidak beracun pada ternak berdarah
panas (Harborne, 1996). Tanin merupakan substansi yang tersebar luas
dalam tanaman, seperti daun, buah yang belum matang, batang dan kulit
kayu. Tanin merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
beberapa tanaman. Tanin mampu mengikat protein, sehingga protein pada
tanaman dapat resisten terhadap degradasi oleh enzim protease (Kondo
dkk., 2004).
2.5 Asam Jawa (Tamarindus indica L.)
2.5.1 Deskripsi
Asam Jawa merupakan tanaman tropis yang berasal dari afrika
namun dapat tumbuh dengan subur di Indonesia, kebanyakan digunakan
sebagai pohon peneduh jalan (Heyne, 1987).

Asam Jawa merupakan tanaman tahunan, besar, berupa pohon


tinggi yang indah, tinggi mencapai 25 m (Heyne, 1987; Sastroamidjojo,
1967). Asam Jawa merupakan tumbuhan yang mempunyai tipe buah
polong. Batang pohonnya cukup keras, dapat tumbuh menjadi besar dan
daunnya rindang. Daun Asam Jawa bertangkai panjang, sekitar 17 cm dan
bersirip genap. Bunganya kuning kemerah-merahan dan buah dengan tipe
polong berwarna cokelat dengan rasa khas asam. Di dalam buahnya
selain terdapat kulit yang membungkus daging buah juga terdapat biji
berjumlah 2-5 yang berbentuk pipih dengan warna cokelat agak kehitaman
(Yuniarti, 2008).

Daun muda yang rasanya asam dalam bahasa jawa dinamakan


sinom untuk membedakannya dengan daun yang tua. Daun muda ini
digunakan sebagai pengganti daging buah (Heyne,1987). Helaian anak
daun berwarna hijau kecokelatan atau hijau muda, berbentuk bundar
panjang, panjang 1-2,5 cm, lebar 4-8 mm, ujung daun membundar
kadang-kadang berlekuk, pangkal daun membundar, pinggir daun rata dan
hampir sejajar satu sama lain. Tangkai daun sangat pendek sehingga mirip
duduk daun. Tulang daun terlihat jelas. Kedua permukaan daun halus dan
licin, permukaan bawah berwarna lebih muda (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1989). Di Jawa dan Madura sering ditanam sebagai
tanaman hias atau tanaman buah yang dapat dimakan (Backer & Van Den
Brink, 1963).

Sejak dulu tanaman asam, khususnya Asam Jawa, dikenal sebagai


obat tradisional, bumbu dapur, kayu bangunan, dan merupakan salah satu
komoditas ekspor potensial. Tanaman asam berpotensi untuk
dikembangkan secara intensif dan berpola komersial karena nilai sosial
dan ekonominya cukup tinggi. Tanaman asam dapat berfungsi untuk
memperindah dan melindungi pekarangan rumah, jalan-jalan didalam kota,
dan jalan raya. Disamping itu pohon asam juga berfungsi sebagai bahan
penghijauan dan penahan angin serta banyak digunakan untuk
memperbaiki lingkungan yang gersang dan tandus (Rukmana, 2005).

2.5.2 Klasifikasi
Asam Jawa (Tamarindus indica L.) termasuk kedalam suku
Fabaceae (Leguminose). Spesies ini adalah satu-satunya anggota marga
Tamarindus. Secara taksonomi, penggolongan tanaman Asam Jawa
menurut (Judd – Campbell – Kellog – Sclecens – Donoghue, 2007), adalah
sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan dengan pembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan dengan bunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Tamarindus L.

Spesies : Tamarindus Indica L.


2.5.3 Kandungan dan manfaat daun Asam Jawa terhadap kadar kolesterol
darah
Daun Asam Jawa diduga dapat berperan dalam menurunkan kadar
kolesterol total serum. Beberapa kandungan zat dalam ekstrak daun Asam
Jawa yang berfungsi dalam menurunkan kadar kolesterol total adalah
niasin (Vitamin B3), serat cair, tannin, saponin, flavonoid, pro vitamin A
(betakaroten), dan vitamin C.

Serat, saponin, tannin, dan flavonoid dapat menghambat absorbsi


kolesterol dalam usus (Zerlina, 2014; Yonita, 2014). Serat, vitamin C, dan
saponin dapat menurunkan sirkulasi enterohepatik asam empedu
(Adeneye dan Olagunju, 2009; Wrediyati, et al, 2011; Katarina, 2014).
Flavonoid menghambat kerja enzim HMG KoA reduktase yang berfungsi
untuk mengubah mevalonat menjadi kolesterol sehingga LDL dalam darah
menurun (Katarina, 2014).

Niasin yang terkandung dalam daun asam jawa, berfungsi


menurunkan kadar VLDL di hepar, sehingga produksi kolesterol total,
kolesterol LDL dan trigliserida menurun. Vitamin C (asam askorbat) yang
memiliki efek yang membantu hidroksilasi dalam pembentukan asam
empedu sehingga meningkatkan ekskresi kolesterol (Harlinawati, 2006).
Selain itu vitamin C juga berperan dalam meningkatkan kadar HDL dan
pencahar, sehingga meningkatkan pembuangan kotoran dan menurunkan
penyerapan ulang asam empedu (Khomsan, 2008).

Konsumsi serat dapat menurunkan kadar kolesterol serum melalui


beberapa cara.

1. Dengan meningkatkan ekskresi garam empedu dan kolesterol


melalui feses maka garam empedu yang mengalami siklus
enterohepatik juga berkurang. Berkurangnya garam empedu yang
masuk ke hati dan berkurangnya absorpsi kolesterol akan
menurunkan kadar kolesterol sel hati. Ini akan meningkatkan
pengambilan kolesterol sel hati. Ini akan meningkatkan
pengambilan kolesterol dari darah yang akan dipakai untuk sintesis
garam empedu yang baru yang akibatnya akan menurunkan kadar
kolesterol darah.

2. Terjadi perubahan pool garam empedu dari cholic acid menjadi


chenodeoxycholic acid yang menghambat 3-hydroxy 3-
methylglutaryl (HMG) KoA reduktase yang dibutuhkan untuk sintesis
kolesterol.

3. Penelitian pada hewan menunjukkan propionat atau asam lemak


rantai pendek lain yang tebentuk sebagai hasil degradasi serat di
usus besar akan menghambat sintesis asam lemak (Tala, 2009).
2.6 Lipid
2.6.1 Definisi lipid
Lipid adalah sekelompok senyawa heterogen, meliputi lemak, minyak,
steroid, malam (wax), dan senyawa terkait, yang berkaitan lebih karena
sifat fisiknya daripada sifat kimianya. Lipid memiliki sifat umum berupa (1)
relatif tidak larut dalam air dan (2) larut dalam larutan nonpolar misalnya
eter dan kloroform (Murray, et al, 2006).

Sejumlah besar lemak disimpan dalam dua jaringan tubuh utama,


jaringan adiposa dan hati. Jaringan adiposa biasanya disebut deposit
lemak, atau jaringan lemak saja. Fungsi utama jaringan adiposa adalah
menyimpan trigliserida sampai diperlukan tubuh untuk membentuk energi
dalam tubuh. Fungsi utama hati dalam metabolism lipid adalah untuk (1)
memecahkan asam lemak menjadi senyawa kecil yang dapat dipakai
untuk energi, (2) mensintesis trigliserida, terutama dari karbohidrat tetapi
juga dari protein dalam jumlah yang lebih sedikit, dan (3) mensisntesis lipid
lain dari asam lemak, terutama kolesterol dan fosfolipid (Guyton, 2007).
Gambar 2. 1 Metabolisme trigliserol di jaringan adiposa (Murray, et al,
2003)

Lipid dalam makanan terutama berupa triasilgliserol, dan


mengalami hidrolisis menjadi monoasilgliserol dan asam lemak diusus,
yang kemudian mengalami re-esterifikasi di mukosa usus. Disini lipid ini
dikemas bersama protein dan dieksresikan ke dalam sistem limfe lalu
kealiran darah sebagai kilomikron, yaitu lipoprotein plasma terbesar
(Murray, et al, 2006).

Senyawa ini mula-mula dimetabolisme oleh jaringan yang


mengandung lipoprotein lipase yang menghidrolisis triasilgliserol, dan
membebaskan asam lemak yang kemudian masuk kedalam lipid jaringan
atau dioksidasi sebagai bahan bakar. Sisa kilomikron dibersihkan oleh hati.
Sumber utama lain asam lemak rantai-panjang adalah sintesis
(lipogenesis) dari karbohidrat, di jaringan adiposa dan hati. Triasilgliserol
jaringan adiposa adalah cadangan bahan bakar utama tubuh. Senyawa ini
dihidrolisis (lipolisis) untuk melepaskan gliserol dan asam lemak bebas ke
dalam sirkulasi. Gliserol adalah suatu substrat untuk glukoneogenesis.
Asam lemak diangkut dalam keadaan terikat pada albumin serum; asam-
asam ini diserap oleh sebagian besar jaringan (kecuali otak dan eritrosit)
dan diesterifikasi menjadi asilgliserol atau dioksidasi sebagai bahan bakar
(Murray, et al, 2006).

Asam lemak bebas (free fatty acids, FFA) yang juga disebut
unesterified fatty acids (UFA) atau nonsteroid fatty acids (NEFA) adalah
asam lemak yang berada dalam keadaan tidak teresterifikasi. Di plasma
FFA rantai-panjang berkaitan dengan albumin, dan di sel asam-asam ini
melekat pada protein pengikat-asam lemak sehingga pada kenyataannya
asam-asam lemak ini tidak pernah benar-benar “bebas”. Asam lemak
rantai pendek lebih larut air dan terdapat dalam bentuk asam tak-
terionisasi atau sebagai anion asam lemak (Murray, et al, 2006).

2.6.2 Lipoprotein
Lemak yang diserap dari makanan dan lipid yang disintesis oleh hati
dan jaringan adiposa harus diangkut ke berbagai jaringan dan organ untuk
digunakan dan disimpan. Karena lipid tidak larut didalam air, masalah cara
pengangkutan lipid dalam plasma yang berbahan dasar air, dipecahkan
dengan cara menggabungkan lipid nonpolar (triasilgliserol dan ester
kolesterol) dengan lipid amfipatik (fosfolipid dan kolesterol) serta protein
untuk menghasilkan lipoprotein yang dapat becampur dengan air (Murray,
et al, 2006).

Empat kelompok utama lipoprotein yang terpenting secara fisiologis


dan penting dalam diagnosis klinis telah berhasil diketahui. Keempatnya
adalah (1) kilomikron yang berasal dari penyerapan triasilgliserol dan lipid
lain di usus; (2) lipoprotein yang berdensitas sangat rendah (very-low
density lipoproteins, VLDL, atau pra-beta-lipoprotein) yang berasal dari hati
untuk ekspor triasilgliserol; (3) lipoprotein berdensitas rendah (low density
lipoprotein, LDL, atau beta-lipoprotein) yang menggambarkan suatu tahap
akhir metabolism VLDL, dan (4) lipoprotein berdensitas tinggi (high density
lipoprotein, HDL, atau alfa-lipoprotein) yang berperan dalam transport
kolesterol dan pada metabolisme VLDL dan kilomikron. Triasilgliserol
adalah lipid utama pada kilomikron dan VLDL, sedangkan kolesterol dan
fosfolipid masing-masing adalah lipid utama pada LDL dan HDL (Murray,
et al, 2006).

2.6.2.1 Kelas-kelas lipoprotein plasma beserta sifat dan fungsinya

Selain kilomikron, yang merupakan lipoprotein yang berukuran


sangat besar, ada empat tipe utama lipoprotein yang diklasifikasikan
berdasarkan densitasnya yang diukur dengan ultrasentrifugasi:

1. Lipoprotein yang berdensitas sangat rendah (very low density


lipoproteins) yang mengandung konsentrasi trigliserida yang tinggi
dan konsentrasi sedang kolesterol dan fosfolipid.

2. Lipoprotein berdensitas sedang (intermediate-density lipoprotein),


yang berasal dari lipoprotein yang berdensitas sangat rendah, yang
sebagian besar trigliseridanya sudah dikeluarkan, sehingga
konsentrasi kolesterol dan fosfolipid meningkat.

3. Lipoprotein berdensitas rendah (low-density lipoproteins) yang


berasal dari lipoprotein berdensitas sedang dengan mengeluarkan
hampir semua trigliseridanya, dan menyebabkan konsentrasi
kolesterol menjadi sangat tinggi dan konsentrasi fosfolipid menjadi
cukup tinggi
4. Lipoprotein berdensitas tinggi (high-density lipoprotein), yang
mengandung protein berkonsentrasi tinggi (sekitar 50 persen),
dengan konsentrasi kolesterol dan fosfolipid yang jauh lebih kecil
(Guyton, 2007).

Gambar 2. 2 Struktur umum lipoprotein plasma (Murray, et al, 2003)

2.6.2.2 Peran HDL dan LDL terhadap kolesterol darah

Hati dan banyak jaringan ekstrahepatik mengekspresikan reseptor


LDL (apo B-100, E). reseptor ini dinamai demikian karena spesifik untuk
apo B-100, tetapi tidak untuk B-48 yang tidak memiliki domain terminal
karboksil B-100 yang mengandung ligan reseptor LDL, dan juga menyerap
lipoprotein yang kaya akan apo E pada hiperkolesterolemia familial,
reseptor ini terganggu. Sekitar 30% LDL diuraikan dijaringan ekstrahepatik
dan 70% di hati. Terdapat korelasi positif antara insiden aterosklerosis
koroner dan kadar kolesterol LDL plasma. Reseptor LDL (apo-B-100, E)
terdapat pada permukaan sel di cekungan-cekungan yang diselubungi
disisi sitosilik membran sel oleh suatu protein yang disebut klatrin
(clathrin). Reseptor glikoprotein menembus membran dengan region
pengikat B-100 yang terletak diujung terminal amino yang terpajan.
Setelah terjadi pengikatan, LDL diserap secara utuh melalui proses
endositosis. Apoprotein dan ester kolesterol kemudian dihidrolisis di
lisosom, dan kolesterol dipindahkan ke dalam sel. Reseptor didaur ulang
ke permukaan sel. Influks kolesterol ini menghambat transkripsi gen-gen
yang menjadi HMG-KoA sintase HMG-KoA reduktase serta enzim-enzim
lain yang berperan dalam sintesis kolesterol serta reseptor LDL itu sendiri
melalui jalur SREBP (sterol regulatory element-binding protein) sehingga
secara terpadu menekan sintesis dan penyerapan kolesterol (Murray, et al,
2006).

HDL disintesis dan disekresikan dari hati dan usus. Namun, apo C
dan apo E disintesis dihati dan dipindahkan dari HDL hati ke HDL usus
ketika HDL usus ini memasuki plasma. Fungsi utama HDL adalah sebagai
tempat penyimpanan apo C dan apo E yang dibutuhkan dalam
metabolisme kilomikron dan VLDL. HDL nascent terdiri dari lapis-ganda
fosfolipid diskoid yang mengandung apo A dan kolesterol bebas.
Lipoprotein ini serupa dengan partikel yang ditemukan yang ditemukan di
dalam plasma pasien dengan defisiensi enzim plasma lesitin kolesterol
asiltransferase (LCAT) dan didalam plasma pasien ikterus obstruktif. LCAT
dan activator LCAT apo A-1- berikatan dengan partikel diskoid, dan
fosfolipid permukaan serta kolesterol bebas diubah menjadi ester
kolesterol dan lisolesitin. Ester kolesterol nonpolar bergerak menuju bagian
interior hidrofobik dari lapis-ganda, sementara lisolesitin dipindahkan ke
albumin plasma. Oleh karena itu, terbentuk bagian inti yang nonpolar, yang
membentuk HDL pseudomisel sferis yang dibungkus oleh lapisan
permukaan lipid polar dan apolipoprotein. Hal ini mempermudah
pengeluaran kelebihan kolesterol yang tidak teresterifikasi dari lipoprotein
dan jaringan (Murray, et al, 2006).
2.6.3 Kolesterol
Kolesterol terdapat di jaringan plasma sebagai kolesterol bebas
atau dalam bentuk simpanan, yang berkaitan dengan asam lemak rantai-
panjang sebagai ester kolesterol. Didalam plasma, kedua bentuk tersebut
diangkut dalam lipoprotein. Kolesterol adalah lipid amfipatik dan
merupakan komponen struktural esensial pada membran dan lapisan luar
lipoprotein plasma. Senyawa ini disintesis di banyak jaringan dari asetil-
KoA dan merupakan prekusor semua steroid lain ditubuh, termasuk
kortikosteroid, hormon seks, asam empedu, dan vitamin D. sebagai produk
tipikal metabolisme hewan, kolesterol terdapat dalam makan yang berasal
dari hewan misalnya kuning telur, daging, hati dan otak (Murray, et al,
2006).

Didalam plasma, kolesterol diangkut didalam lipoprotein, dan pada


manusia, proporsi tertinggi terdapat pada LDL. Kolesterol dari makanan
mencapai keseimbangan dengan kolesterol plasma dalam beberapa hari
dan dengan kolesterol jaringan dalam beberapa minggu. Ester kolesterol
dalam makanan dihidrolisis menjadi kolesterol yang kemudian diserap oleh
usus bersama dengan kolesterol tak-teresterifikasi dan lipid lain dalam
makanan. Bersama dengan kolesterol yang disintesis di usus, yang
diserap, 80-90% mengalami esterifikasi dengan asam lemak rantai-
panjang di mukosa usus. Sembilan puluh lima persen kolesterol kilomikron
disalurkan kedalam bentuk sisa kilomikron (chylomicron remnants), dan
sebagian besar kolesterol yang disekresikan oleh hati dalam bentuk VLDL
dipertahankan selama pembentukan IDL dan akhirnya LDL yang diserap
oleh reseptor LDL dihati dan jaringan ekstrahepatik (Murray, et al, 2006).

Namun, peran utamanya dalam proses patologi adalah sebagai


faktor pembentukan aterosklerosis arteri-arteri vital, yang menimbulkan
penyakit pembuluh darah perifer, koroner, dan serebrovaskular (Murray, et
al, 2006).
2.6.3.1 Prekusor untuk pembentukan kolesterol.

Kolesterol disintesis di tubuh seluruhnya dari asetil-KoA. Asetil-KoA


dibentuk dari glukosa melali oksidasi piruvat di dalam mitokondria. Namun,
zat ini tidak mudah berdifusi keluar mitokondria (sitosol), yaitu tempat
utama terjadinya sintesis asam lemak. Sitrat yang dibentuk setelah
kondensasi asetil-KoA dengan oksaloasetat di siklus asam sitrat didalam
mitokondria, dipindahkan ke dalam kompartemen ekstramitokondria
melalui pengangkut trikarboksil. Dengan keberadaan Koa dan ATP zat ini
kemudian mengalami penguraian menjadi asetil-KoA dan oksaloasetat
yang dikatalisis oleh ATP-sitrat lipase yang aktivitasnya meningkat dalam
keadaan kenyang. Asetil-KoA kemudian tersedia untuk membentuk
malonil-KoA dan sintesis palminat (Murray, et al, 2006).

2.6.3.2 Jalur biosintesis kolesterol

Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi lima tahap: (1) Sintesis


mevalonat dari asetil-KoA. (2) Pembentukan unit isoprenoid dari mevalonat
melalui pengeluaran CO2. (3) Kondensasi enam unit isoprenoid untuk
membentuk skualen. (4) Sirkulasi skualen menghasilkan steroid induk,
lanosterol. (5) Pembentukan kolesterol dan lanosterol (Murray, et al, 2006).

Tahap 1-Biosintesis mevalonat: HMG-Koa (3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA)


dibentuk melalui reaksi-reaksi yang digunakan di mitokondria untuk
membentuk badan keton. Namun, karena sintesis kolesterol berlangsung
diluar mitokondria, kedua jalur ini berbeda. Pada awalnya, dua molekul
asetil-KoA bersatu untuk membentuk asetoasetil-KoA yang dikatalisis oleh
tiolase sitosol. Asetoasetil KoA mengalami kondensasi dengan molekul
asetoasetil-KoA lain yang dikatalisis oleh HMG-KoA sintase untuk HMG-
KoA yang direduksi menjadi mevalonat oleh NADPH dan dikatalisis oleh
HMG-KoA reduktase. Ini adalah tahap regulatorik utama di jalur sintesis
kolesterol dan merupakam tempat kerja golongan obat penurunan kadar
kolesterrol paling efektif, yaitu inhibitor HMG-KoA reduktase (golongan
statin) (Murray, et al, 2006).

Gambar 2. 3 Biosintesis mevalonat

Tahap 2-Pembentukan Unit Isoprenoid: Mevalonat mengalami


fosforilasi secara sekuensial oleh ATP dengan tiga kinase, dan setelah
dekarboksilase terbentuk unit isoprenoid aktif, isopentenil difosfat.

Tahap 3-Enam Unit Isoprenoid Membentuk Skualen; Isopentenil


difosfat mengalami isomerisasi melalui pergeseran ikatan rangkap untuk
membentuk dimetilalil difosfat, yang kemudian bergabung dengan molekul
lain isopentinil difosfat untuk membentuk zat antara sepuluh karbon geranil
difosfat. Kondensasi lebih lanjut dengan isopentenil difosfat membentuk
farnesil difosfat. Dua molekul farnesil difosfat bergabung di ujung difosfat
untuk membentuk skualen. Pada awalnya, pirofosfat anorganik dieliminasi,
yang membentuk praskualen difosfat, yang kemudian mengalami reduksi
oleh NADPH disertai eliminasi satu molekul pirofosfat anorganik lainnya
(Murray, et al, 2006).

Tahap 4-Pembentukan Lanosterol: Skualen dapat melipat


membentuk suatu struktur yang sangat mirip dengan inti steroid. Sebelum
terjadi penutupan cincin, skualen diubah menjadi skualen 2,3-epoksida
oleh oksidase berfungsi-campuran, skualen epoksidase di retikulum
endoplasma. Gugus metil di C14 dipindahkan ke C13 dan yang ada di C8
ke C14 sewaktu terjadi siklisasi, dikatalisis oleh oksidoskualen: lanosterol
siklase (Murray, et al, 2006).

Tahap 5-Pembentukan Kolesterol: Pembentukan kolesterol dari


lanosterol berlangsung di membran retikulum endoplasma dan melibatkan
pertukaran-pertukaran di inti steroid dan rantai samping. Gugus metil di
C14 dan C4 dikeluarkan untuk membentuk 14-desmetil lanosterol dan
kemudian zimosterol. Ikatan rangkap di C8-C9 kemudian dipindahkan ke
C5-C6 dalam dua langkah, yang membentuk desmosterol. Akhirnya, ikatan
rangkap rantai samping direduksi, dan menghasilkan kolesterol. Belum
dapat dipastikan bagaimana urutan masing-masing tahap yang dijelaskan
di atas dapat benar-benar terjadi (Murray, et al, 2006).
Gambar 2. 4 Biosintesis kolesterol (murray,et al, 2003)

2.6.3.3 Kontrol sintesis kolesterol

Pengaturan sintesis kolesterol dilaksanakan menjelang awal jalur


reaksi, di tahap HMG-KoA reduktase. Berkurangnya pembentukan
kolesterol pada hewan yang kelaparan disertai oleh berkurangnya aktivitas
enzim. Namun, proses yang dihambat oleh kolesterol dalam makanan
hanyalah sintesis di hati. HMG-KoA reduktase di hati dihambat oleh
mevalonat, produk langsung jalur tersebut, dan oleh kolesterol, produk
utamanya. Kolesterol dan metabolit-metabolitnya menekan transkripsi
HMG-KoA reduktase melalui pengaktifan faktor transkripsi sterol
regulatory element-binding protein (SREBP, protein pengikat elemen
pengatur sterol). SREBP adalah suatu famili protein yang mengatur
transkripsi berbagai gen yang berperan dalam penyerapan dan
metabolisme kolesterol serta lipid lain oleh sel (Murray, et al, 2006).
2.6.3.4 Faktor yang mempengaruhi keseimbangan kolesterol di jaringan

Peningkatan kolesterol sel terjadi karena penyerapan lipoprotein


yang mengandung kolesterol oleh reseptor, misalnya reseptor LDL atau
Scavenger receptor, penyerapan kolesterol bebas dari lipoprotein yang
kaya kolesterol ke membran sel; sintesis kolesterol; dan hidrolisis ester
kolesterol oleh enzim ester kolesterol hidrolase. Penurunan disebabkan
oleh efluks kolesterol dari membran ke HDL melalui ABCA-1 atau SR-B1;
esterifikasi kolesterol oleh ACAT (asil-KoA:kolesterol asiltransferase); dan
pemakaian kolesterol untuk membentuk steroid lain, misalnya hormon,
atau asam empedu di hati (Murray, et al, 2006).

2.6.3.5 Esterifikasi kolesterol

Kolesterol memiliki 27 atom karbon. Zat ini memiliki 8 karbon di sisi


rantai alifatiknya yang bercabang, dan inti steroidnya memiliki sebuah
ikatan rangkap antara karbon 5 dan 6 serta sebuah gugus hidroksil di
posisi 3. Gugus hidroksil ini dapat mengalami esterifikasi ke asam lemak,
hingga menghasilkan ester kolesterol. Esterifikasi kolesterol menyebabkan
molekul menjadi lebih hidrofobik sehingga menjadi lebih mudah dikemas
dalam partikel lipoprotein atau dalam butir lemak dalam sitosol sel (Marks,
1996).

Enzim yang melakukan esterifikasi terhadap kolesterol darah adalah


(a) lesitin kolesterol asiltransferase (LCAT), yang terdapat di dalam darah
dan mengesterifikasi kolesterol yang berkaitan dengan partikel HDL, dan
(b) asil kolesterol asiltransferase (ACAT), yang terdapat di dalam sel,
terutama sel yang menyimpan kolesterol untuk membentuk hormon steroid
(Marks, 1996).

2.6.3.6 Manfaat kolesterol dalam tubuh

Sejauh ini manfaat kolesterol yang terbanyak dalam tubuh selain


membentuk membran adalah untuk membentuk asam kolat di hati.
Sebanyak 80 persen kolesterol dikonversi menjadi asam kolat. Kolesterol
berkonjugasi dengan zat lain untuk membentuk garam empedu, yang akan
meningkatkan pencernaan dan absorpsi lemak (Guyton, 2007).

Sejumlah kecil kolesterol dipakai oleh: (1) kelenjar adrenal untuk


membentuk hormon adrenokortikal, (2) ovarium untuk membentuk
progesteron dan estrogen, dan (3) testis untuk membentuk testosteron.
Kelenjar-kelenjar ini juga dapat membentuk sterol sendiri dan kemudian
membentuk hormon dari sterol tersebut (Guyton, 2007).

Sejumlah besar kolesterol diendapkan dalam lapisan korneum kulit.


Kolesterol ini, bersama dengan lipid lainnya, membuat kulit lebih persisten
terhadap absorpsi zat yang larut air dan juga kerja dari berbagai zat kimia,
karena kolesterol dan lipid kulit lainnya sangat inert terhadap zat-zat
seperti asam dan berbagai pelarut yang dapat lebih mudah menembus
tubuh. Zat lipid ini juga membantu mencegah evaporasi air dari kulit; tanpa
proteksi ini jumlah evaporasi dapat mencapai 5 sampai 10 liter setiap hari
(seperti yang terjadi pada pasien yang kehilangan kulitnya karena luka
bakar) sedangkan kehilangan yang biasa mencapai 300 sampai 400
mililiter (Guyton, 2007).

2.7 Tumpeng
2.7.1 Sejarah
Tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau
Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan
dengan filosofi Islam Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai
permohonan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi kenduri Slametan
pada masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan
sebelumnya digelar pengajian Al Quran. Menurut tradisi Islam Jawa,
"Tumpeng" merupakan akronim dalam bahasa Jawa : yen metu kudu sing
mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh). Lengkapnya, ada
satu unit makanan lagi namanya "Buceng", dibuat dari ketan; akronim dari:
yen mlebu kudu sing kenceng (bila masuk harus dengan sungguh-
sungguh) Sedangkan lauk-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam, angka
7 bahasa Jawa pitu, maksudnya Pitulungan (pertolongan). Tiga kalimat
akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra' ayat 80: "Ya
Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan
keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya keluar serta jadikanlah dari-
Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan". Menurut beberapa
ahli tafsir, doa ini dibaca Nabi Muhammad SAW waktu akan hijrah keluar
dari kota Mekah menuju kota Madinah. Maka bila seseorang berhajatan
dengan menyajikan Tumpeng, maksudnya adalah memohon pertolongan
kepada Yang Maha Pencipta agar kita dapat memperoleh kebaikan dan
terhindar dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang memberikan
pertolongan. Dan itu semua akan kita dapatkan bila kita mau berusaha
dengan sungguh-sungguh.

Tumpeng merupakan bagian penting dalam perayaan kenduri


tradisional. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa syukur dan terima
kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan
berkah lainnya. Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga
kini tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam
perayaan pesta ulang tahun.

Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa,


tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan
kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan,
atau yang paling dituakan diantara orang-orang yang hadir. Ini
dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut.
Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama
menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan
rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan
kebersamaan dan kerukunan.
2.7.2 Definisi
Nasi tumpeng adalah cara penyajian nasi yang
berbentuk kerucut dan ditata bersama dengan lauk – pauknya ; karena itu
disebut pula 'nasi tumpeng'. Olahan nasi yang dipakai umumnya
berupa nasi kuning, meskipun kerap juga digunakan nasi putih biasa
atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa atau
masyarakat Betawi keturunan Jawa dan biasanya dibuat pada
saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian,
masyarakat Indonesia sudah mengenal kegiatan ini secara umum.
Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah berbentuk bundar
tradisional yang terbuat dari anyaman bambu) yang telah dialasi daun
pisang.

2.8 DIABETES MELITUS


2.8.1 DEFINISI (Taufik, 2010)

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit gangguan metabolik


disebabkan oleh kekurangan insulin secara relative maupun absolut.

Kekurangan insulin absolute adalah insulin tidak dapat dihasilkan sama


sekali oleh pancreas.

Kekurangan insulin relative :

 Insulin yang disekresikan sedikit

 Kualitas insulin yang disekresikan buruk

 Resistensi insulin atau tubuh tidak menggunakan insulin untuk


metabolism glukosa terutama jaringan otot.

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen


yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hyperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu
dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi.
2.8.2 EPIDEMIOLOGI (Taufik, 2010)
Indonesia berkisar ± 1,4 – 1,6 % dari jumlah penduduk. Pada 30
tahun yang akan datang penduduk Indonesia meningkat 40% dan pasien
DM diperkirakan meningkat 86-138 %.

Diantara penyakit degenerative,diabetes adalah salah satu diantara


penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa yang
akan datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi
kesehatan umat manusia pada abad 21.

Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di


Indonesia,kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan
1,6%

Diperkirakan dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia


akan naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien diabetes yang
jauh lebih besar yaitu 86 – 138%, yang disebabkan oleh :

 Faktor demografi

- Jumlah penduduk meningkat

- Pendududuk usia lanjut bertambah banyak

- Urbanisasi makin tidak terkendali

 Gaya hidup

- Penghasilan percapita tinggi

- Banyaknya Fast Food

- Tekhnologi canggih menimbulkan sedentary life,kurang gerak


badan.

2.8.3 KLASIFIKASI (Perkeni,2015)


Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai
dengan anjuran klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA) 1997.

2.8.3.1 Klasifikasi Etiologis Diabetes Mellitus (ADA 1997)

1. Diabetes tipe 1. (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke


defisiensi insulin absolut) :

 Autoimun

 Idiopatik

2. Diabetes tipe 2. (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi


insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin).

3. Diabetes tipe Lain

a) Defek genetik fungsi sel beta :

 Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3

 DNA mitokondria

b) Defek genetik kerja insulin

c) Penyakit eksokrin pankreas

 Pankreatitis

 tumor/pankreatektomi

 pankreatopati fibrokalkulus

d) Endokrinopati

 akromegali

 sindrom Cushing

 feokromositoma
 hipertiroidisme

e) Karena obat/zat kimia

 vacor, pentamidin, asam nikotinat

 glukokortikoid, hormon tiroid

 tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain.

f) Infeksi

 Rubella kongenital, Cyto-MegaloVirus (CMV)

g) Sebab imunologi yang jarang

 antibodi anti insulin

h) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

 sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, dan lain-


lain

4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

2.8.4 ETIOLOGI (Perkeni,2015)  

2.8.4.1 Diabetes Tipe I

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-


sel β pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa
tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai
oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

2.8.4.2 Diabetes Tipe II

Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,


yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya


glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas


diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka
awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan
pandangan yang kabur.

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes


Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan
relatif sel β dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan
perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan
glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

2.8.4.3 Diabetes Gestasional

Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si Ibu :

1. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil

2. Si ibu mengalami/menderita DM saat hamil

Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke :

 Kelas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul


pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan.
 Kelas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak
sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil.

 Kelas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan


komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati,
nefropati, penyakit pembuluh darah panggul dan pembuluh
darah perifer.

90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam


kategori DM Gestasional (Tipe II) dan DM yang tergantung pada insulin
(Insulin Dependent Diabetes Mellitus = IDDM, tipe I).

Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum


kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi
hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah
pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.

Faktor Risiko terkena DM :

 Keturunan

 Obesitas / Kegemukan

 Hipertensi

 Kurang olah raga

 Penyakit kronis

 Kurang gizi.

2.8.5 PATOFISIOLOGI (Perkeni, 2015 dan Patofisiologi, 2006)

Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik.


Energi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses
pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah
menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa,
protein menjadi menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak.
Ketiga zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke
dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk
dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin
memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam
sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Pengeluaran
insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah
sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang
diterima oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin kinase
dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan
meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose
dengan bantuan transporter glukosa (GLUT 4).

Inkretin

Suatu hormone yang diproduksi di usus ( jejunum dan ileum) akibat


adanya makanan dalam usus dan dilepaskan ke darah dengan tujuan
respon insulin menjadi lebih intensif.

Respon lebih intensif karena :

 Adanya proliferasi dan peningkatan massa sel β Pankreas

 Menghambat apoptosis sel β

 Mensupresi pelepasan glukagon sel α.

2.8.5.1 Patofisiologi DM tipe 1

Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian sel beta
pancreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses
autoimun, meski rinciannya masih samar. Pertama, harus ada kerentanan
genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan biasanya
memulai proses ini pada individu dengan kerentanan genetik. Infeksi virus
diyakini merupakan satu mekanisme pemicu tetapi agen non infeksius juga
dapat terlibat. Ketiga, dalam rangkaian respon peradangan pankreas,
disebut insulitis. Sel yang mengifiltrasi sel beta adalah monosit atau
makrofag dan limfosit T teraktivasi. Keempat, adalah perubahan atau
transformasi sel beta sehingga tidak dikenali sebagai sel sendiri, tetapi
dilihat oleh sistem imun sebagai sel. Kelima, perkembangan respon imun
karena dianggap sel asing terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja
bersama-sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah
perusakan sel beta dan penampakan diabetes.

2.8.5.2 Patofisiologi DM tipe 2

Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 mempunyai dua efek fisiologis.


Sekresi insulin abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada
jaringan sasaran. Ada tiga fase normalitas. Pertama glukosa plasma tetap
normal meskipun terlihat resistensi urin karena kadar insulin meningkat.
Kedua, resistensi insulin cenderung menurun sehingga meskipun
konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa bentuk
hiperglikemia.

Pada diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin normal, malah mungkin


banyak, tetapi jumlah reseptor pada permukaan sel yang kurang. Dengan
demikian, pada DM tipe 2 selain kadar glukosa yang tinggi, terdapat kadar
insulin yang tinggi atau normal. Keadaan ini disebut sebagai resistensi
insulin. Penyebab resistensi insulin sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi
faktor berikut ini turut berperan :

 Obesitas terutama sentral.

 Diet tinggi lemak rendah karbohidrat.

 Tubuh yang kurang aktivitas.

 Faktor keturunan.
Baik pada DM tipe 1 atau 2, jika kadar glukosa dalam darah melebihi
ambang batas ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urine.

Pada DM tipe II, jumlah insulin normal atau mungkin jumlahnya banyak,
tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat dalam permukaan sel
berkurang. Akibatnya glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan
glukosa di dalam pembuluh darah meningkat (Suyono, 2002).

DM TIPE II. (Taufik, 2010)

Gangguan reseptor insulin

Insulin darah tinggi tapi glukosa darah juga tinggi

Gula intrasel rendah Nafsu makan meningkat

Merangsang sel β Pankreas terus berproduksi

Kerusakan sel β Pankreas


Insulin darah rendah

Failed counter pada glukagon

Glukagon meningkat

Hepato Glucos Production meningkat

Gula darah meningkat

DM TIPE I DM TIPE II

NAMA LAMA DM JUVENIL DM DEWASA


UMUR BIASA < 40 ( TDK SELALU) BIASA > 40 ( TDK SELALU)

KEADAAN SAAT BERAT RINGAN

DIAGNOSA

KADAR INSULIN TIDAK ADA INSULIN INSULIN CUKUP TINGGI

BERAT BADAN BIASANYA KURUS BIASANYA GEMUK/NORMAL

PENGOBATAN INSULIN,DIET,OLAHRAGA DIET,OLAHRAGA,TABLET,INSU


LIN

2.8.6 Pengaturan Homeostasis Glukosa Darah

Gula darah perlu dipertahankan normal ( 70-150mg%) karena Sel


otak dan sel-sel mata energinya terutama berasal dari glukosa darah.
Mencegah kerusakan organ tubuh, apabila gula darah terlalu rendah atau
terlalau tinggi baik yang terjadi secara akut maupun kronik (Taufik, 2010).

Mekanisme tubuh pada saat hipoglikemi / lapar. :

Hipoglikemi ( < 70mg% )


Glicogenolisis + Gluconeogenesis Glukagon

Seluruh sel jaringan terutama hepar HGP

Otak tidak mampu glico + gluco

Mekanisme tubuh pada saat hiperglikemi / sesudah makan. 1

Hiperglikemi
>150 mg%

Glicogenesis Insulin
Hepar (terutama) Otak
tidak mampu Otot + jaringan
lemak (reseptor

Produksi Insulin Oleh Kelenjar


Pankreas

Nol/ Sangat Kurang Normal tetapi kualitas buruk


kurang atau gangguan reseptor insulin
pada target organ

Tergantung insulin DM Tipe II 90% oleh karena obesitas


dari luar keturunan
DM Tipe lain oleh karena penyakit/tumor

DM Tipe I
Genetik,kerusa
kan pancreas
Obat minum ( obat DM Oral)
Oral kombinasi
Insulin
Oral + Insulin
2.8.7 Manifestasi Klinis (FKUI, 2007)

Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi


metabolik defisiensi insulin.Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau
toleransi glukosa setelah makan karbohidrat.Jika hiperglikemi berat dan
melebihi ambang ginjal untuk zat ini,maka timbul glikosuria. Glikosuria ini
akan mengakibatkan diuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran
urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang
bersama urin,maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif
sehingga berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar
(polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien
mengeluh lelah dan mengantuk.

Pasien dengan diabetes tipe I sering memperlihatkan awitan gejala


yang eksplosif dengan polidipsia,poliuria,turunnya berat
badan,polifagia,lemah,somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau
beberapa minggu.Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul
ketoasidosis,serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan
segera.Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolism
dan umumnya penderita peka terhadap insulin.Sebaliknya pasien dengan
diabetes tipe II mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun
dan diagnose hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di
laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa.Pada hiperglikemia
berat,pasien tersebut mungkin menderita polidipsia,poliuria,lemah dan
somnolen.Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien
ini tidak defisiensi insulin secara absolute namun hanya relatif.
 Gejala akut

Pada tahap permulaan, gejala yang ditunjukkan meliputi: banyak


makan atau polifagia, banyak minum atau polidipsia, dan banyak kencing
atau poliuria. Pada fase ini, biasanya penderita menunjukkan berat badan
yang terus naik, karena pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi.

 Gejala Kronik

Gejala kronik yang sering timbul adalah kesemutan, kulit terasa


panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal dikulit, kram, lelah,
mudah mengantuk, mata kabur, gatal disekitar kemaluan terutama wanita,
gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, pada
ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.

Keluhan khas diabetes mellitus :

 Poliuria.

 Polidipsia.

 Polifagia.

 Berat badan menurun cepat

Keluhan tidak khas diabetes mellitus :

 Kesemutan.

 Gatal di daerah genital.

 Keputihan.

 Infeksi sulit sembuh.


 Bisul yang hilang sembuh.

 Penglihatan terganggu.

 Cepat lelah.

 Mudah mengantuk, dll


Gula Darah

Lebih / hiperglikemia Kurang / hipoglikemia

Komplikasi  Lemas
 Mual
 Sakit kepala
Kronik Akut  Berdebar
 Tremor
 Lapar
 Keringat dingin
Pembuluh Darah lebih
 Bingung
Sel
darah asam  Ngantuk
saraf  Sulit bicara
 Koma
Neurop Koma-DKA
-Otak 2x
ati asidosis
-Jantung laktat
2x
Impoten 50-
-Ginjal 7x
70 % pria DM
-Mata
25x

Amputasi Baal
kaki 5x
2.8.8 DIAGNOSIS (Taufik, 2010)

Seseorang disebut DM apabila

GD Puasa > 126 mg% atau dan

GD Sewaktu ( 2 jam PP) > 200 mg% ditambah Gejala klinis khas
( poliuri,polidipsi,polifagi)

Bila GD Puasa > 126 mg% atau dan GD Sewaktu > 200mg% ( 2 jam PP)
tanpa gejala klinik yang khas, maka :

Cek Ulang GD

GD Puasa > 126mg GD Puasa < 110mg GD puasa 110-126 mg%


% atau dan GD % atau dan GD atau dan GD sewaktu (2
sewaktu ( 2 jam PP) sewaktu ( 2 jam PP) jam PP) 140-199 mg%
> 200mg% < 140 mg%

DM Bukan DM Calon DM/gangguan


toleransi glukosa

diagnosis diabetes dipastikan bila :

1) Kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL atau lebih ditambah gejala
khas diabetes.

2) Glukosa darah puasa 126 mg/dL atau lebih pada dua kali
pemeriksaan pada saat berbeda.
Bila ada keraguan, perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) atau
yang populer disebut OGTT (Oral Glukose Tolerance Test) dengan
mengukur kadar glukosa puasa dan 2 jam setelah minum 75 g glukosa
(Suyono, 2002).

Cara test Toleransi Glukosa Oral ( TTGO)

 Puasa semalam selama 10-12 jam

 GD puasa diperiksa

 Diberikan glukosa 75 gram dilarutkan dalam air 250 ml dan


diminum dalam waktu 5 menit

 Periksa GD setelah 2 jam

 Selama pemeriksaan pasien tetap istirahat dan tidak


merokok (Taufik, 2010)

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah,


tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam
menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang
diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM,
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis
DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium
klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantapan kendali
mutu secara teratur). Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai
bahan darah kapiler.

Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara
reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat
dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan
dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan, terutama untuk
memantau kadar glukosa darah. Secara berkala, hasil pemantauan
dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.

2.8.9 Pemeriksaan Penyaring

  Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada


penduduk umumnya (mass-screening=pemeriksaan penyaring) tidak
dianjurkan karena di samping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi
mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat kesempatan
untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check up),
adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan
tersebut sangat dianjurkan. Pemeriksaan penyaring berguna untuk
menjaring pasien DM, TGT (toleransi glukosa terganggu), dan GDPT
(glukosa darah puasa terganggu), sehingga kemudian dapat ditentukan
langkah yang tepat untuk mereka. Peran aktif para pengelola kesehatan
sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan
pencegahan sekunder dapat segera diterapkan.

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu


faktor risiko untuk DM, yaitu :

 kelompok usia dewasa tua (> 45 tahun)


 kegemukan {BB (kg)> 120% BB idaman atau IMT > 27
(kg/m2)}
 tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
 riwayat keluarga DM
 riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
 riwayat DM pada kehamilan
 dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250
mg/dl).
 pernah TGT atau GDPT
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat
diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar (lihat skema
langkah-langkah diagnostik DM).

Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya


negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan
bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Pasien dengan Toleransi Glukosa Terganggu dan Glukosa Darah


Puasa Terganggu merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-
10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3
tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal.

Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada


kelompok TGT ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi daripada
kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular,
hipertensi dan dislipidemia.

Tabel Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan


penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

  Bukan Belum DM
DM pasti DM
Kadar glukosa darah
sewaktu <110 110-199 >200
plasma vena < 90 90 - 199 >200
darah kapiler
Kadar glukosa darah
puasa <110 110-125 >126
plasma vena < 90 90 - 109 >110
darah kapiler
* metoda enzimatik

2.8.9.1 Langkah-langkah untuk Menegakkan Diagnosis Diabetes


Melitus

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan


khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin
dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia
pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan
khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
> 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok
tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu
kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis
DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi
angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar
glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes
toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.

Untuk kemudahan, PERKENI hanya menganjurkan pemeriksaan


kadar glukosa darah pada jam ke-2 saja. Alasan untuk kemudahan ini
disarankan juga oleh ADA, yang bahkan juga memakai hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah puasa ³ 126 mg/dl untuk kriteria diagnosis.

Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dl


Atau

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dl


    Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir

Atau

3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban


glukosa 75 gram pada  TTGO**

* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi
metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.
**Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik

Untuk penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria


diagnostik kadar glukosa darah puasa.

Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama (Lihat


Buku Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Gestasional).

OLAHRAGA

 Makan dulu dan minum obat DM sebelum olahraga

 Olahraga teratur 3 – 5 kali seminggu

 Tipe olah raga adalah yang ringan dan sedang seperti


jalan,jogging,lari kecil,berenang dan bersepeda

 Waktu 30 – 60 menit

 Target tercapai 60 – 70% MHR (Maximum heart rate / nadi ). MHR


= 60% X ( 220 – UMUR )

 Pakai sepatu yang baik (Taufik, 2010)


Latihan jasmani dianjurkan secara teratur yaitu 3-5 kali dalam
seminggu selama kurang lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE (Continuous,
rhytmical, interval, progresife, endurance training) (Perkeni, 1998).
Menurut Haznam (1991) olahraga dianjurkan karena bertambahnya
kegiatan fisik menambah reseptor insulin dalam sel target. Dengan
demikian insulin dalam tubuh bekerja lebih efektif, sehingga lebih sedikit
obat anti diabetik (OAD) diperlukan, baik yang berupa insulin maupun
OHO (Obat Hipoglikemik Oral).

 Latihan jasmani (normal) pada waktu gerak badan (exercise).

 Ambilan glukosa oleh otot  7 – 20x

 Curah jantung  5 – 6x

 Konsumsi oksigen tubuh  20x

 Produksi glukosa hati  3 – 5x (dari pemecahan glikogen)

 Hal ini terjadi oleh karena glikogen otot relatif sedikit.

 Glukagon

 Hormon pertumbuhan

 Katekolamin

 Kortisol

 Penurunan insulin dalam sirkulasi

 Bila gerak badan lama (2 jam)  utilisasi asam lemak bebas (free fatty
acid) di jaringan periferi.

 Dengan mekanisme ini  glukosa darah stabil.

 Keuntungan latihan ketahanan teratur penderita DM :

Efek Metabolik
▫ Sensitivitas 

▫ Normalisasi oksidasi bahan bakar

▫ Enzim oudative 

▫ Ambilan asam amino 

▫ Ambilan oxygen max 

Efek Kardiovaskular

▫ HBAIC 

▫ Trigliserida serum 

▫ HDL cholesterol 

▫ Tekanan darah istirahat 

▫ Sirkulasi perifer membaik

▫ Transpotasi oxygen 

▫ Cardiac dynamic 

 Latihan Jasmani :

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur: 3 – 4 x/minggu

 Sifatnya sesuai cripe :

 Continuous

 Rhytmical

 Interval

 Progressive

 Endurance training

Sedapat mungkin dapat mencapai zona sasaran 75 – 85%.


Denyut nadi maksimal = 220 - umur

 Disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.

Contoh :

Olahraga ringan : Berjalan kaki 30 m

sedang : Berjalan cepat 20 m

berat : Jogging

 Kontraindikasi absolut :

. Retinopati proliferatif

. Myokard infark gmg terakhir

. Neuropati otonomik stress fraktur

 Kontraindikasi relatif :

. Neuropati DM + gagal ginjal

. Kontrol metabolik jelek

. Penderita yang selalu mengalami hipoglikemi.

2.8.10 PENANGANAN / PENGOBATAN

Pada prinsipnya, pengendalian DM melalui obat ada 2 yaitu :

1) Obat Anti Diabetes (OAD) atau Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yang
berfungsi untuk merangsang kerja pankreas untuk mensekresi
insulin.

2) Suntikan insulin. Pasien yang mendapat pengobatan insulin waktu


makanannya harus teratur dan disesuaikan dengan waktu
pemberian insulinnya. Makan selingan diberikan untuk mencegah
hipoglikemia (Perkeni, 1998).
Gula darah akan naik bila :

- Produksi insulin menurun

- Produksi gula oleh hati meningkat

- Afinitas reseptor insulin pada target organ menurun

- Asupan makanan di usus meningkat (Taufik, 2010)

2.8.10.1 Obat Berkhasiat Hipoglikemik

Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan


jasmani yang teratur namun pengendalian kadar glukosa darahnya belum
tercapai (lihat sasaran pengendalian glukosa darah), dipertimbangkan
pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik (oral/suntikan).

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Pada umumnya dalam menggunakan obat hipoglikemik oral, baik


golongan sulfonilurea, metformin maupun inhibitor glukosidase alfa, harus
diperhatikan benar fungsi hati dan ginjal. Tidak dianjurkan untuk
memberikan obat-obat tersebut pada pasien dengan gangguan fungsi hati
atau ginjal.

Macam – macam obat DM Oral :

a) Golongan Sulfonil Urea

 Meningkatkan sekresi insulin

 Penurunan produksi glukosa oleh hati dengan mekanisme


mengurangi degradasi insulin

 Hati hati hipoglikemi

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi


insulin oleh sel beta pankreas. Oleh sebab itu merupakan pilihan utama
untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
risiko hipoglikemia yang berkepanjangan, pada pasien usia lanjut obat
golongan sulfonilurea dengan waktu kerja panjang sebaiknya dihindari.
Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah
secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada
diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan
klorpropamid.

Obat ini menurunkan kadar gula darh dengan cara merangsang


pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya. Obat
lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi
meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri.

b) Golongan Biguanid

 Mekanisme utama adalah penurunan produksi glukosa oleh


hati ( HGP Menurun) yaitu turun nya glikogenolisis dan
glukoneogenesis oleh hati

 Ikut meningkatkan jumlah reseptor insulin

 Efek samping mual , diare.

Obat golongan ini mempunyai efek utama mengurangi produksi


glukosa hati di samping juga efek memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Obat golongan ini terutama dianjurkan dipakai sebagai obat tunggal pada
pasien gemuk. Biguanid merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya pasien dengan penyakit serebro
kardiovaskular).
Obat biguanid dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan bersamaan atau sesudah
makan.

c) Golongan Alfa glukosidase inhibitor

 Menghambat absorbs glukosa dari usus yaitu dengan cara


menghambat enzim glukosidase

 Dosis awal 50 mg, diminum bersama makan / dikunyah


bersama suap pertama,dinaikkan secara bertahap sampai
dengan dosis maksimal 600 mg

 Hipoglikemi yang terjadi bila dikombinasi dengan sulfonil


urea lainnya hanya dapat diatasi dengan gula murni
( Dextrose 40 %) bukan dengan gula pasir

 Efek samping mual,flatus,diare.

Obat golongan ini mempunyai efek utama menurunkan puncak


glikemik sesudah makan.Terutama bermanfaat untuk pasien dengan kadar
glukosa darah puasa yang masih normal. Biasanya dimulai dengan dosis 2
kali 50 mg setelah suapan pertama waktu makan. Jika tidak didapati
keluhan gastrointestinal, dosis dapat dinaikkan menjadi 3 kali 100 mg.
Pada pasien yang menggunakan acarbose jangka panjang perlu
pemantauan faal hati dan ginjal secara serial, terutama pasien yang sudah
mengalami gangguan faal hati dan ginjal.

Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di


dalam usus. Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita
diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah
secara adekuat. Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari),
meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian.

d) Golongan Thiazolindion / Glitazon


 Meningkatkan jumlah reseptor di sel otot dan sel lemak
( lebih kuat dari metformin)

 Paling toksik terhadap hati disbanding obat oral lain nya

 Efek samping retensi cairan / gemuk

e) Golongan Vildagliptin

 Memperpanjang masa kerja inkretin dengan cara


menghambat DPP-4.

Tabel Mekanisme Kerja, Efek Samping Utama dan Pengaruh


terhadap HbA1c

Cara kerja utama Efek samping Pengaruh terhadap


utama HbA1c

Sulfonilurea Meningkatkan BB naik 1,5-2,5%


sekresi insulin Hipoglikemia

Metformin Menekan produksi Diare, dispepsia, 1,5-2,5%


glukosa hati asidosis laktat

Inhibitor Menghambat Flatulens, tinja 0,5-1,0%


glukosidase absorpsi glukosa lembek
alfa

Insulin Menekan produksi Hipoglikemia, BB Potensial normal


glukosa hati, naik
stimulasi
pemanfaatan
glukosa

Tabel Obat Hipoglikemik Oral

Obat Dosis awal Dosis Pemberian sehari


maksimal yg dianjurkan

Golongan Sulfonilurea*    

Glibenklamid 2,5 mg 15-20 mg 1-2 kali

Gliklasid 80 mg 240 mg 1-2 kali

Glikuidon 30 mg 120 mg 2-3 kali

Glipisid 5 mg 20 mg 1-2 kali

Glipisid GITS 5 mg 20 mg 1 kali

Glimepirid** 1 mg 6 mg 1 kali

Klorpropamid 50 mg 500 mg 1 kali

Golongan Biguanid    

Metformin*** 500 mg 2500 mg 1-3 kali

Golongan inhibitor glukosidase alfa#  

Acarbose 50 mg 300 mg 3 kali

* diberikan kurang lebih 30 menit sebelum makan


** dapat diberikan sesaat sebelum makan
*** diberikan sebelum makan. Untuk mengurangi efek samping mual dapat
diberikan bersama maupun sesudah makan
# diberikan segera setelah suapan pertama waktu makan
Pada umumnya pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai
dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan kadar glukosa darah pasien. Kalau dengan sulfonilurea atau
metformin sampai dosis maksimal ternyata sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai, perlu dipikirkan kombinasi 2 kelompok obat hipoglikemik
oral yang berbeda (sulfonilurea + metformin atau metformin + sulfonilurea,
acarbose + metformin atau sulfonilurea). Kombinasi OHO dosis kecil dapat
pula digunakan untuk menghindari efek samping masing-masing kelompok
obat. Dapat pula diberikan kombinasi ketiga kelompok OHO bila belum
juga dicapai sasaran yang diinginkan, atau ada alasan klinik di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai.

Kalau dengan dosis OHO maksimal baik sendiri-sendiri ataupun


secara kombinasi sasaran glukosa darah belum tercapai, dipikirkan
adanya kegagalan pemakaian OHO. Pada keadaan demikian dapat
dipakai kombinasi OHO dan insulin (lihat skema pengelolaan DM).

Ada berbagai cara kombinasi OHO dan insulin (OHO + insulin kerja
cepat 3 kali sehari, OHO + insulin kerja sedang pagi hari, OHO + insulin
kerja sedang malam hari). Yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin malam hari mengingat walaupun dapat diperoleh
keadaan kendali glukosa darah yang sama, tetapi jumlah insulin yang
diperlukan paling sedikit pada kombinasi OHO dan insulin kerja sedang
malam hari.

Semua dapat diberikan obat minum kecuali :

 DM Tipe I / DM Tipe II ( tergantung insulin )

 Kurus / Malnutrisi

 Kehamilan

 Pembedahan
 Pasien yang tidak bisa makan

 Infeksi akut di rumah sakit

 Penyakit hati

 Gagal dengan obat minum.

2.8.10.2 Terapi insulin

Pada diabetes tipe I, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin


sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat
dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung
sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan). Bentuk insulin yang baru
(semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin
yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya
yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya. Insulin
disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan,
paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak
terasa terlalu nyeri.

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan


dan lama kerja yang berbeda :

1. Insulin kerja cepat.

Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling
sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu
20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama
6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang
menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20
menit sebelum makan.
2. Insulin kerja sedang.

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.


Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam
waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan
pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat
disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang
malam.

3. Insulin kerja lama.

Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.


Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

Cara Penyuntikan Insulin

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit


(subkutan). Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena
secara bolus atau drip. Insulin dapat diberikan tunggal (satu macam insulin
kerja cepat, kerja menengah atau kerja panjang), tetapi dapat juga
diberikan kombinasi insulin kerja cepat dan kerja menengah, sesuai
dengan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah harian. Untuk menyuntik insulin
kombinasi kerja cepat dan menengah atau panjang, diperlukan teknik
khusus untuk mencampur kedua macam insulin tersebut dalam satu
semprit. Lokasi penyuntikan juga harus diperhatikan benar, demikian pula
mengenai rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas
penyimpanan terjamin, semprit insulin dapat dipakai lebih dari satu kali
(sampai satu minggu) oleh pasien yang sama. Jarum suntik dapat dipakai
sampai dirasakan tidak nyaman lagi.

Tabel Jenis dan lama kerja insulin

Jenis Awitan kerja Puncak kerja Lama kerja


(jam) (jam) (jam)

Insulin kerja pendek 0,5 - 1 2–4 5–8

Insulin kerja menengah 1 - 2 4 – 12 8 – 24

Insulin kerja panjang 2 6 – 20 18 – 36

Insulin campuran 0,5 - 1 2 - 4 dan 6 -12 8 – 24

Indikasi penggunaan insulin pada DM - tipe 2 :

 Ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat

 Stres berat (infeksi sistemik, operasi berat)

 Berat badan yang menurun dengan cepat

 Kehamilan / DM gestasional yang tidak terkendali dengan


perencanaan makan.

 Tidak berhasil dikelola dengan OHO dosis maksimal atau ada


kontra indikasi dengan OHO.

2.8.11 PENGATURAN MAKAN / DIET (Sibbuea, 1997)

 Hitung berat badan ideal

 BB Ideal = ( tinggi badan -100 ) x 90 %

 Diet : BB Ideal x ( 25 atau 30 kal ) + aktivitas fisik + stress


(misalnya sakit)

 25 kal untuk wanita, 30 kal untuk pria

 Aktivitas fisik : ringan + 20 %, sedang + 30%, berat + 40%

 Stress : 10 s/d 20 %

 Kurus : BB < 20% BB Ideal


Diet + 20 s/d 30 %

 Gemuk : BB > 20% BB Ideal

Diet – 20 s/d 30 %

 Pada wanita hamil

Over weight tidak dihitung

Trimester I : Tambahkan 100kal

Trimester II : Tambahkan 200kal

Trimester III : Tambahkan 300kal

Note : Peningkatan berat badan selama hamil tidak boleh lebih dari 12
kg

Komposisi makanan

 60 % Karbohidrat

 20% Protein

 20% Lemak

Pengaturan jadwal makanan

 20% makan pagi

 30% makan siang

 25% makan malam

 25% makan tambahan / makanan kecil antara makan pagi,makan


siang,makan malam atau setelah makan malam

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang


seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut :
 Karbohidrat 60 - 70%

 Protein 10 - 15%

 Lemak 20 - 25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres


akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan memper tahankan berat
badan idaman.

Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks
Massa Tubuh (IMT).

BB (kg)

BMI = IMT =

{TB (m)}2

IMT normal Wanita = 18,5 - 22,9 kg/m2

IMT normal Pria = 20 - 24,9 kg/m2

Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan


status gizi memanfaatkan Rumus Broca, yaitu :

BB idaman = (TB – 100) – 10%

Status gizi :
Berat Badan kurang = < 90% BB idaman

Berat Badan normal = 90 - 110% BB idaman

Berat Badan lebih = 110 - 120% BB idaman

Gemuk = > 120% BB idaman

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman


dikalikan kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25
Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori
untuk aktivitas (10 - 30%; untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak
lagi, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya), koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori yang diperlukan
untuk menghadapi stres akut (infeksi, dan sebagainya) sesuai dengan
kebutuhan. Untuk masa pertumbuhan (anak dan dewasa muda) serta ibu
hamil, diperlukan perhitungan tersendiri (lihat konsensus DM tipe 1 dan
konsensus DM gestasional).

Makanan sejumlah kalori terhitung, dengan komposisi tersebut di


atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan
sore (25%) serta 2-3 porsi (makanan ringan, 10 - 15%) di antaranya.
Pembagian porsi tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan kebiasaan
pasien untuk kepatuhan pengaturan makanan yang baik. Untuk pasien DM
yang mengidap pula penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan
dengan penyakit penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan makan
pasien DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan
waktu makan yang terjadwal. Untuk kelompok sosial ekonomi rendah,
makanan dengan komposisi karbohidrat sampai 70 - 75% juga
memberikan hasil yang baik.
Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak dari
sumber asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh.
Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari, diutamakan serat larut. Pasien DM
dengan tekanan darah yang normal masih diperbolehkan mengkonsumsi
garam seperti orang sehat, kecuali bila mengalami hipertensi, harus
mengurangi konsumsi garam. Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya.
Gula sebagai bumbu masakan tetap diizinkan. Pada keadaan kadar
glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi
sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori.    Untuk mendapatkan kepatuhan
terhadap pengaturan makan yang baik, adanya pengetahuan mengenai
bahan penukar akan sangat membantu pasien.

a) Tujuan diet Menurut Pranadji (2000), tujuan diet DM adalah


membantu diabetesi atau penderita diabetes memperbaiki
kebiasaan gizi dan olah raga untuk mendapatkan kontrol metabolik
yang lebih baik, serta beberapa tujuan khusus yaitu :

1) Memperbaiki kesehatan umum penderita,

2) Memberikan jumlah energi yang cukup untuk memelihara berat


badan ideal atau normal.

3) Memberikan sejumlah zat gizi yang cukup untuk memelihara


tingkat kesehatan yang optimal dan aktivitas normal.

4) Menormalkan pertumbuhan anak yang menderita DM.

5) Mempertahankan kadar gula darah sekitar normal.

6) Menekan atau menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.

7) Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita,


misalnya sedang hamil, mempunyai penyakit hati, atau tuber
kolosis paru.
8) Menarik dan mudah diterima penderita.

b) Prinsip Diet

Prinsip pemberian makanan bagi penderita DM adalah mengurangi


dan mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi
mekanisme pengaturan gula darah. (Pranadji, 2000).

c) Syarat Diet

Menurut Pranadji (2000), syarat diet DM antara lain :

1) Jumlah energi ditentukan menurut umur, jenis kelamin, berat


badan dan tinggi badan, aktivitas, suhu tubuh dan kelainan
metabolik.

Untuk kepentingan klinik praktis, kebutuhan energi dihitung


berdasarkan status gizi penderita, dengan rumus Broca, yaitu :

BB idaman = (TB – 100) – 10%

Status gizi : (-) Berat badan kurang = 120% BB idaman

Jumlah energi yang dibutuhkan =

Laki-laki : BBI x (30 kkal/kg BB) + Aktivitas (10-30%) + koreksi


status gizi

Perempuan : BBI x (25 kkal/kg BB) + Aktivitas (10-30%) +koreksi


status gizi

Koreksi status : (-) gemuk dikurangi

(-) kurus ditambah (Perkeni, 1998)

2) Hidrat arang diberikan 60-70% dari total energi, disesuaikan


dengan kesanggupan tubuh untuk menggunakannya.

3) Makanan cukup protein dianjurkan 12% dari total energi.


4) Cukup vitamin dan mineral.

5) Pemberian makanan disesuaikan dengan macam obat yang


diberikan (Persagi, 1999).

6) Lemak dianjurkan 20–25% dari total energi.

7) Asupan kolesterol hendaknya dibatasi, tidak lebih dari 300/mg


perhari.

8) Mengkonsumsi makanan yang berserat,anjuranya adalah kira-


kira 25g/hari dengan mengutamakan serat larut.

d) Makanan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan

Semua bahan makanan boleh diberikan dalam jumlah yang telah


ditentukan kecuali gula murni seperti terdapat pada: gula pasir, gula jawa,
gula batu, sirop, jam, jelly, buah-buahan yang diawet dengan gula, susu
kental manis, minuman botol ringan, es krim, kue-kue manis, dodol, cake,
tarcis, abon, dendeng, sarden dan semua produk makanan yang diolah
dengan gula murni.

e) Macam diet

Menurut Persagi (1999), pedoman diet bagi penderita DM dapat


dilihat Seperti dalam Tabel1.

Tabel 1. MACAM DIET UNTUK PENDERITA DM

Macam I II III IV V VI VII VIII


Diet

Energi
(kal)  1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500

Protein 50 55 60 65 70 80 85 90
(gr)

Lemak 30 35 40 45 50 55 65 65
(gr)

Hidrat 165 195 225 260 300 325 350 390


arang (gr)

Diet I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diet IV s/d V : diberikan kepada penderita yang mempunyai berat badan


normal

Diet VI s/d VIII : diberikan kepada penderita yang kurus, diabetes


remaja atau juvenille diabetes serta

diabetes dengan komplikasi.

f) Standar diet

Untuk perencanaan pola makan sehari, pasien diberi petunjuk


berupa kebutuhan bahan makanan setiap kali makan dalam sehari dalam
bentuk penukar. Makanan sehari-hari pasien dapat disusun berdasarkan
pola makan pasien dan daftar bahan makanan penukar.

g) Daftar Bahan Makanan Penukar

DBMP adalah suatu daftar yang memuat nama bahan makanan


dengan ukuran tertentu dan dikelompokan berdasarkan kandungan energi,
protein, lemak dan hidrat arang. Setiap kelompok bahan makanan
dianggap mempunyai nilai gizi yang kurang lebih sama.

h) Pedoman diet

Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari, hendaknya pasien


mengikuti pedoman “3J” yaitu tepat jumlah, jadwal dan jenis, artinya J1:
energi yang diberikan harus habis, J2: Jadwal diet harus diikuti sesuai
dengan interval yaitu 3jam, J3: Jenis makanan yang manis harus dihindari,
termasuk pantang buah golongan A.

2.8.12 Puasa pada Penderita Diabetes Mellitus

Penyakit Diabetes Melitius (DM) merupakan penyakit degeneratif


yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius. Penyakit ini
tidak bisa disembuhkan tapi dengan penanganannya yang baik, DM bisa
diatasi. Penderitanya pun dapat hidup normal dan melakukan aktifitas
sehari-hari termasuk melakukan aktifitas ibadah berupa puasa pada bulan
Ramadhan.

2.8.13 Manfaat Berpuasa

Puasa dapat mengistirahatkan sistim pencernaan. Lambung yang


biasanya harus bekerja 18 jam nonstop tanpa henti. Dengan berpuasa,
lambung dapat beristirahat sekitar 12-14 jam. Puasa juga mengaktifkan
sistim pengendalian kadar gula darah, cadangan gula (glikogen) mulai
digunakan, agar gula darah tidak turun. Penurunan kadar gula darah
terutama dialami oleh diabetisi yang gemuk. Dengan berpuasa terjadi
penurunan lemak trigliserida dan kolesterol terutama tekanan darah pada
penderita hipertensi. Puasa juga bisa menurunkan berat badan pada
penderita kegemukan (obesitas), bila buka dan sahur tidak makan
berlebihan.

2.8.14 Penderita DM yang Aman untuk Berpuasa

Tidak semua penderita DM aman utk berpuasa. Ada pun mereka


yang diperbolehkan untuk puasa adalah bila kadar gula dalam darah <200
mg/dl atau mereka yang mendapat obat hipoglikemik oral (OHO) dosis
1x/2x dan suntikan insulin<20U. Penderita yang mendapat obat OHO 1x,
dapat diberikan pada waktu buka. 2x sehari diberikan saat sahur.
Penderita yang hanya mendapat 1x suntikan insulin dosis <20 U untuk
jenis insulin kerja menengah, harus mendapat ijin dari dokter sebelum
berpuasa. Pada penderita DM usia lanjut harus berhati-hati, sebab dapat
terjadi dehidrasi.penderita DM harus cukup banyak minum.

Diet DM merupakan diet yang seimbang antara karbohidrat, protein dan


lemak, ditambah dengan sayur dan buah. Karbohidrat dalam bentuk
kompleks sumbernya KH murni dibatasi hanya untuk bumbu, dapat
digunakan gula pengganti. Masukkan olahraga dalam kegiatan sehari-hari,
untuk membantu menurunkan kadar gula darah. Minum obat DM dan
penyuntikan insulin pada waktu yg tepat. Bila waktu puasa timbul gejala
hipoglikemi, harus segera buka puasa. Penderita yang kadar gulanya
terkendali dengan diet DM dan olah raga, tidak ada masalah. Namun bila
terjadi gejala hipoglikemi (kadar gula darah turun di bawah normal) harus
segera buka. Gejala hipoglikemi biasanya ditandai dengan keluar keringat
dingin, gemetar, pusing, rasa peril di ulu hati seperti orang kelaparan, mata
berkunang-kunang.
2.8.15 Pedoman puasa untuk penderita DM tipe II. (Perkeni, 2015)

a) Pasien yang terkendali dengan pengaturan makan saja, tidak


mengalami kesulitan kalau berpuasa. Selama berpuasa Ramadhan,
perlu dicermati adanya perubahan jadwal, jumlah dan komposisi
asupan makanan.

b) Pasien diabetes usia lanjut mempunyai kecenderungan dehidrasi bila


berpuasa, oleh karena itu dianjurkan minum yang cukup.

c) Perlu peningkatan kewaspadaan pasien diabetes terhadap gejala-gejal


hipoglikemia. Dianjurkan untuk jadwal makan sahur mendekati waktu
imsak/subuh, kurangi aktivitas fisik disiang hari dan bila berolahraga
dianjurkan pada sore hari.

d) Pasien yang cukup terkendali dengan Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. OHO
diberikan pada saat berbuka puasa. Hati-hati terhadap terjadinya
hipoglikemia pada pasien yang mendapat OHO dengan dosis
maksimal.

e) Untuk pasien yang terkendali dengan OHO dosis terbagi, pengaturan


dosis obat diberikan sedemikian sehingga dosis sebelum berbuka lebih
besar daripada dosis sahur.

f) Untuk pasien diabetes Tipe 2 yang menggunakan insulin, dipakai


insulin kerja menengah yang diberikan saat berbuka puasa.

g) Diperlukan kewaspadaan yang lebih tinggi terhadap hipoglikemia pada


pasien pengguna insulin. Perlu pemantauan yang lebih ketat disertai
penyesuaian dosis dan jadwal suntikan insulin. Bila terjadi
hipoglikemia, puasa dihentikan.

h) Untuk pasien yang harus menggunakan insulin dosis multipel,


dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.
i) Sebaiknya momentum puasa Ramadhan ini digunakan untuk lebih
meningkatkan pengetahuan pengetahuan dan ketaatan berobat pasien
DM. Dengan berpuasa Ramadhan diharapkan adanya perubahan
psikologis yang menciptakan rasa lebih sehat bagi pasien diabetes.

2.8.16 Cara Pembagian Makan (Perkeni, 2015)

Adapun pembagian makan yang baik bagi diabetesi selama puasa,


para diabetesi sebaiknya mengkonsumsi makanan dengan menu
seimbang. Komposisi menu seimbang terdiri dari karbohidrat (50-60%),
protein (15-20%), lemak (20-25%), ditambah sayur dan buah untuk sumber
vitamin dan mineral.

Untuk memperlancar buang air besar , cukup mengkonsumsi tinggi


serat. Sedangkan komposisi dan waktunya terdiri dari 30 persen saat
berbuka puasa, 20 persen sesudah tarawih dan 10% lainnya sebelum tidur
dengan ditambah makanan ringan (snack). Sisanya 30 persen untuk sahur
dan 10 persen lagi sebelum imsak, dengan menambahkan snack serta
vitamin. Yang paling penting adalah cukup banyak minum 8 gelas perhari.
Lima gelas waktu buka dan tiga gelas waktu sahur.

2.8.17 Penyuluhan (Edukasi Diabetes)

Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk


mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan
dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien
diabetes, yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien tentang penyakit DM, yang diperlukan
untuk mencapai keadaan sehat yang optimal (Perkeni,1998). Sukardji
(2002) mengatakan bahwa penyuluhan sangat diperlukan agar pasien
mematuhi diet.
BAIK SEDANG BURUK
Gula darah puasa 80-100 100-125 ≥ 126
GDS 80-144 145-179 ≥180
AIC (%) <6,5 6,5-8 >8
Kolesterol total <200 200-239 ≥240
(mg/dl)
Kolesterol LDL <100 100-129 ≥130
(mg/dl)
Kolesterol HDL >45
(mg/dl)
Trigliserida (mg/dl) <150 150-199 ≥200
IMT ( kg/m) 16,5-22,9 23-25 >25
Tekanan darah <130/80 130-140/80-90 >140/90
(mm/hg)

2.8.18 Komplikasi Diabetes Mellitus (Mansjoer, 2001)

1. Komplikasi akut :

 Ketoasidosis Diabetik, ditandai dengan :

 Symptom DM (poliuri,polifagi,polidipsi)

 Hipotensi

 Tachicardi

 Bau nafas aseton

 Respirasi Kussmaul

 Penurunan kesadaran

 Hiperosmolar Non ketotik.


 Hipoglikemia.

2. Komplikasi kronis :

 Microangiopathy

 Retinopathy diabeticum yang disebabkan karena kerusakan


pembuluh darah retina. Ada dua klasifikasi dari retinopathy
yaitu non-proliferative dan proliferative.

 Nephropathy diabeticum yang ditandai dengan ditemukannya


kadar protein yang tinggi dalam urine. Hal ini disebabkan
adanya kerusakan pada glomerolus berupa penebalan
glomerolus pada awalnya. Diabetic nephropathy merupakan
faktor resiko dari gagal ginjal kronik.

 Neuropathy diabeticum biasanya ditandai dengan hilangnya


rasa sensorik terutama bagian distal diikuti dengan hilangnya
reflex. Selain itu bisa juga terjadi poliradiculopathy
diabeticum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai
dengan gangguan pada satu atau lebih akar saraf dan dapat
disertai dengan kelemahan motorik. Biasanya self-limited
dalam waktu 6-12 bulan.

 Macroangiopathy

 Coronary heart disease, dimana berawal dari berbagai


bentuk dislipidemia, yaitu hipertrigliseridemia dan penurunan
kadar HDL. Pada DM sendiri tidak meningkatkan kadar LDL,
namun sedikit partikel LDL pada DM tipe 2 sangat bersifat
atherogenik karena mudah mengalami glikasilasi dan
oksidasi.
 Cerebrovascular disease

 Peripheral vascular disease dengan tanda klinis :

▫ Nyeri kaki bila berjalan dan hilang bila


beristirahat.

▫ Perubahan warna pada kaki

▫ Nyeri otot pada kaki

▫ Kaki terasa dingin

▫ Kaki terlihat membiru (sianosis)

▫ Pulsasi lemah atau hilang

Komplikasi DM dapat muncul secara akut dan kronik.

1) Komplikasi Akut :

a) Reaksi Hipoglikemia

Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh


kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat
dingin, pusing. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita dapat
menjadi koma. Karena koma pada penderita disebabkan oleh kekurangan
glukosa di dalam darah,maka koma disebut “Koma Hipoglikemik”.

b) Koma diabetik

Koma diabetik timbul karena kadar glukosa di dalam darah terlalu


tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dL. Gejala yang sering timbul
adalah: nafsu makan menurun, haus, minum banyak, kencing banyak,
disusul rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan dalam serta
berbau aseton, dan sering disertai panas badan karena biasanya terdapat
infeksi (Tjokroprawiro, 1998).

2) Komplikasi Kronis

Menurut Pranadji (2000), komplikasi kronis meliputi :

a) Komplikasi mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh darah kecil,


diantaranya :

 Retinopati diabetika, yaitu kerusakan mata seperti katarak


dan glukoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata.
Bentuk kerusakan yang paling sering terjadi adalah bentuk
retinopati yang dapat menyebabkan kebutaan.

 Nefropati diabetika, yaitu gangguan ginjal yang diakibatkan


karena penderita menderita diabetes dalam waktu yang
cukup lama.

 Neuropati diabetika yaitu gangguan sistem syaraf pada


penderita DM. Indera perasa pada kaki dan tangan
berkurang disertai dengan kesemutan, perasaan baal atau
tebal serta perasaan seperti terbakar.

b) Komplikasi makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai


pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan
atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung
koroner, hipertensi, stroke, dan gangren pada kaki.

2.8.19 PENYULIT DM (Mansjoer, 2001)

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.
A. Penyulit akut :

1) Ketoasidosis Diabetik

2) Hiperosmolar Non Ketotik

3) Hipoglikemia

B. Penyulit menahun

1) Makroangiopati :

 Pembuluh darah jantung (penyakit jantung kororner)

 Pembuluh darah tepi

 Pembuluh darah otak (stroke)

2) Mikroangiopati :

 Retinopati diabetik

 Nefropati diabetik

3) Neuropati

4) Rentan infeksi, seperti misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan


infeksi saluran kemih

5) Kaki diabetik (gabungan 1 sampai dengan 4)

2.9 Tinjauan Umum Tentang Lansia

2.9.1 Definisi Lansia dan batasan lansia

a. Definisi
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia bab I pasal I ayat 2, lanjut
usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Azizah,
2011).

Penuaan merupakan proses fisologis dalam kehidupan,


dengan gambaran sebagai kondisi yang mengalami penurunan
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan
berbagai masalah baik secara fisik- biologik, mental maupun
sosial ekonomis (Stanley & Beare, 2006).

Menurut WHO dan Undang-Undang No.13 Tahun 1998


tentang kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang
menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua.
Menua bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses
yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar
tubuhyang berakhir dengan kematian (Padila, 2013).

b. Batasan Lansia

Menurut World Health Organization (WHO, 2013).

 Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

 Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

 Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

 Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun

2.9.2 Tanda-Tanda Adanya Proses Penuaan

Pada dasarnya proses menua ditandai dengan berbagai perubahan


(Nugroho W., 2009):
 Perubahan perilaku dan masalah psikologis karena kehilangan
pasangan hidup, ditinggal anak yang telah menikah, penurunan
fungsi penglihatan dan pendengaran, adanya penyakit kronis atau
degeneratif, mobilitas terbatas, kesepian, dan penghasilan
berkuran.

 Perubahan pada organ tubuh. Dimana pada sistem organ pada


lansia rawan terkena penyakit diantaranya Diabetes Mellitus, stroke,
gagal ginjal, kanker, hipertensi, dan jantung.

2.9.3 Masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada lansia

Masalah - masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia akibat


perubahan sistem, antara lain (Azizah, 2011):

a. Lansia dengan masalah kesehatan pada system pernafasan, antara


lain penyakit paru obstruksi kronik, tuberkulosis, influenza dan
pneumonia. Lansia dengan masalah kesehatan pada system
kardiovaskuler, antara lain

b. Hipertensi. Penyakit jantung koroner.

c. Lansia dengan masalah kesehatan pada system neurologi, seperti


cerebro vaskuler accident.

d. Lansia dengan masalah kesehatan pada system musculoskeletal,


antara lain: faktur, osteoarthritis, rheumatoid arthritis, gout artritis,
osteporosis.

e. Lansia dengan masalah kesehatan pada system endokrin, seperti


DM.

f. Lansia dengan masalah kesehatan pada system sensori, antara


lain: katarak, glaukoma, presbikusis.
g. Lansia dengan masalah kesehatan pada system pencernaan,
antara lain: ginggivitis/ periodontis, gastritis, hemoroid, konstipasi.

h. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem reproduksi dan


perkemihan, antara lain: menoupause, inkontinensia.

i. Lansia dengan masalah kesehatan pada system integument, antara


lain: dermatitis seborik, pruitis, candidiasis, herpes zoster, ulkus
ekstremitas bawah, pressure ulcers.

j. Lansia dengan masalah kesehatan jiwa, seperti demensia.

2.9.4 Stressor Psikososial Pada Lansia

Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang


menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu
terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk
menanggulanginya. Namun tidak semua orang mampu melakukan
adaptasi dan mengatasi stressor tersebut, sehingga timbulah keluhan-
keluhan antara lain berupa stres, cemas dan depresi.

Permasalahan psikososial yang seringkali dihadapi lanjut usia


seperti (Azizah, 2011):

a. Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya, sehingga bergantung pada


orang lain.

b. Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan


untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya.

c. Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status


ekonomi dan kondisi fisik.

d. mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah
meninggal atau pergi jauh dan atau cacat.
e. Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang
bertambah.

f. Belajar untuk memperlakukan anak yang besar sebagai orang


dewasa.

g. Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat, yang secara khusus


direncanakan untuk orang dewasa.

h. Mulai merasakan kebahagian dari kegiatan yang sesuai untuk orang


berusia lanjut dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan
lama yang berat dengan kegiatan yang lebih cocok.

2.10 Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku terhadap kesehatan

2.10.1 Definisi pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu


seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan
sehingga menghasilkan pengetaahuan tersebut sangat di pengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo , 2014).

Notoatmodjo (2014), mengemukakan terdapat 6 tingkat


pengetahuan, diantantaranya:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah


ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya tahu bahwa buat
tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang
air besar, penyakit deman berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes
Agepti, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek
tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus
dapat mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut. Misalnya orang memahami cara pemberantasan penyakit deman
berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M
(mengubur,menutup,dan menguras), tetapi harus dapat
menjelaskan mengapa harus menutup, menguras, dan sebagainya,
tempat- tempat penampungan air tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang


dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya seseorang yang
telah paham tentang proses perencanaan program kesehatan di
tempat ia bekerja atau dimana saja.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan


atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui. Misalnya dapat membedakan anatar nyamuk Aedes Agepty
dengan nyamuk biasa.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum


atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-
komponen pengetahuan yang dimiliki. Misalnya dapat membuat
atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal
yang telah dibaca atau didengar dan dapat membuat kesimpulan
tentang artikel yang telah dibaca.
f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk


melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.
Misalnya seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak
menderita malnutrisi atau tidak.

2.10.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Wawan & Dewi (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan dalam diri seseorang antara lain:

1) Faktor Internal

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbangan yang diberikan seseorang terhadap


perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang
menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

b. Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk


menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

c. Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan


sampai berulang tahun. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan
pola pikir seseorang.

2) Faktor Eksternal

a. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia
dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku
orang atau kelompok.

b. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat


mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

c. Pengatahuan lansia tentang kesehatan

Pengetahuan kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh


seseorang lansia terhadap cara-cara memelihara kesehatan, pada
dasarnya pengetahuan lansia tentang kesehatan lebih mengutamakan
pelayanan kesehatan seperti dukun dibandingkan pelayanan di
puskesmas atau rumah sakit. Pengukuran pengetahuan lansia adalah
hal apa yang diketahui lansia atau responden terkait dengan sehat
dan sakit atau kesehatan. Misalnya latihan/ olaraga, diet, sleep/rest, jadwal
kunjungan medical check up, perilaku beresiko tinggi, spiritual dan
psikososial.

2.10.3 SIKAP

2.10.3.1 Definisi Sikap

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus


atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi
yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak
baik, dan sebagainya) (Notoatmodjo 2014). Sikap adalah keadaan mental
dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan
pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua
obyek dan situasi yang berkaitan dengannya (Widayatun, 2009). Jadi sikap
dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran, dan kecenderungan
seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek
tertentu dalam lingkungannya. Melalui sikap kita dapat memahami proses
kesadaran yang menentukan tindakan nyata yang mungkin dilakukan
individu dalam kehidupan sosial.

2.10.3.2 Komponen Sikap

Menurut Wawan & Dewi (2010) menyebutkan 3 komponen sikap yaitu:

a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai


oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan
stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan
penanganan (opini) terutama apabila menyakut masalah isu atau
problem yang kontroversial.

b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek


emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling
dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling
bertahan terhadap pengaruh- pengaruh yang mungkin adalah
mengubah sikap seseorang komponen afektif dismakan dengan
perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

c. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku


tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Dan berisi
tendensi atau kecenderungan untuk bertindak / beraksi terhadap
sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek
yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap
seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

2.10.3.4 Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2014) bahwa sikap terdiri dari berbagai tingkatan


yakni :

a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus
yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap


pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif


terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain,
bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain
merespon.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap


apa yang telah diyakininya.

2.10.3.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Wawan & Dewi, (2010) bahwa faktor-faktor yang menpengaruhi


sikap antara lain:

a. Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pemebentukan sikap, pengalaman pribadi


haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih
mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi
yang melibatkan faktor emosional.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis


atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

c. Pengaruh kebudayaan
Tanpa didasari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita
terhadap berbagai masalah.

d. Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar, radio atau media komunikasi


lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif
cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisannya, akibatnya berpengaruh
terhadap sikap konsumennya.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga


agama sangat menentukan system kepercayaan tidaklah mengherankan
jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

f. Faktor Emosional

Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi


yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.10.3.6 Sikap Lansia Terhadap Kesehatan

Sikap terhadap kesehatan merupakan penelian atau pendapat


orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan
yang sekurang-kurangnya mencakup 4 variabel yakni sikap terhadap
penyakit, sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan/ atau mepengaruhi
kesehatan, sikap terhadap fasilitas pelayanan, dan sikap dalam
menghindari kecelakaan. Sikap dapat diukur dengan bagaimana pendapat
atau penilaian lansia atau responden terhadap hal yang terkait dengan
kesehatan, sehat- sakit dan faktor yang terkait dengan faktor risiko
kesehatan (Notoatmodjo 2014). Jadi sikap dalam kesehatan ini Misalnya
latihan/ olaraga, diet, sleep/rest, jadwal kunjungan medical check up,
perilaku beresiko tinggi, spiritual dan psikososial.
2.11 PERILAKU

2.11.1 Definisi Perilaku

Menurut Wawan & Dewi (2010) perilaku adalah respon individu


terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan
mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik didasari maupun
tidak. Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandangan biologis
makhluk hidup mulai dari tumbu-tumbuhan, binatang sampai dengan
manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-
masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada
hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, menangis,
tertawa, menulis, membaca, dan sebagainya (Notoatmodjo 2014).

2.11.2 Bentuk Perilaku

Menurut Wawan & Dewi (2010) bentuk perilaku terdiri dari 2 macam yaitu:

a. Bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang terjadi


didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat
terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan
atau sikap batin dan pengetahuan.

b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat


diobservasi secara langsung.

2.11.3 Perilaku Lansia Terhadap Kesehatan

Tindakan hidup sehat atau praktik kesehatan adalah semua


kegiatan orang untuk memilihara kesehatan. Perilaku lansia terhadap
kesehatan jarang mengunjungi pelayanan kesehatan kerena status
ekonomi, kecemasan saat bertemu dengan tenaga medis dan faktor
kemalasan. Lansia pada dasarnya perilaku lansia terhadap kesehatan
masih sangat memperhatingkan karena lansia pada umumnya masih lebih
cenderung percaya kepada dukun dan obat-obat tradisional setempat di
bandingkan kepada pelayanan kesehatan seperti tenaga medis. Perilaku
lansia dalam merawat dirinya pada perilaku hidup bersih dan sehat masih
perlu di tingkatkan (Kustantya & Anwar, 2014). Adapun peneliti yang ingin
ketahui dari perilaku lansia diantaranya latihan/ olaraga, diet, sleep/rest,
jadwal kunjungan medical check up, perilaku beresiko tinggi, spiritual dan
psikososial.

2.12 KESEHATAN

2.12.1 Definisi Sehat

Menurut undang-undang No. 23 Tahun 1992, yang dimaksud


dengan sehat ialah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang
emungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi.
edangkan menurut World Health Organization (WHO, 2013) sehat adalah
keadaan sejahtera, sempurna dari fisik, mental, dan social yang tidak
terbatas hanya pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja. Hal ini
berarti kesehatan seseorang berperan penting untuk menunjang
produktifitas orang tersebut dalam hidupnya.

2.12.2 Aspek Kesehatan Pada Lansia

1. Mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

2. Lakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur, sekurang-


kurangnya 1 tahun sekali, untuk deteksi dini terhadap penyakit
kronis, dan gunakan obat sesuai anjuran petugas kesehatan.

3. Pengaturan gizi/diet seimbang (Makanlah beraneka ragam


makanan, diet sesuai kebutuhan gizi yang dianjurkan sesuai kondisi
kesehatan meliputi sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral, banyak makan sayur dan buah guna kebutuhan vitamin,
mineral dan serat).

4. Memelihara kebersihan tubuh secara teratur (mandi 2x sehari


dengan sabun mandi), dan gunakan pakaian, serta alas kaki yang
nyaman dan aman.

5. Memelihara kebersihan gigi dan mulut (menggosok gigi sehari 2x),


apabila menggunakan gigi palsu dilepas dan dibersihkan setiap
hari.

6. Biasakan melakukan: Aktivitas fisik (berjalan, mencuci, menyapu,


dsb.) Latihan fisik (senam, berjalan, berenang, dsb.) Sekurangnya
30 menit sehari 3 kali seminggu.

7. Jauhi asap rokok dan zat adiktif lainnya (tidak merokok, minuman
keras, ganja).

8. Kembangkan hobi sesuai dengan kemampuan.

9. Istirahat yang cukup dan kelola stres dengan baik.

10. Terus melakukan kegiatan mengasah otak seperti :bermain catur,


mengisi teka-teki silang, membaca buku, menari, bermain musik,
bercerita, dan bersosialisasi.

Anda mungkin juga menyukai