Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)

DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 TRANSPORTASI
Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dengan
menggunakan wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin.
Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Banyak ahli telah merumuskan dan mengemukakan
pengertian transportasi. Para ahli memiliki pandangannya masing-masing
yang mempunyai perbedaan dan persamaan antara yang satu dengan yang
lainnya.
Kata transportasi berasal dari bahasa latin yaitu transportare yang
mana trans berarti mengangkat atau membawa. Jadi transortasi adalah
membawa sesuatu dari satu tempat ketempat yang lain. Menurut Salim
(2000) transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan
penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam transportasi ada dua
unsur yang terpenting yaitu pemindahan/pergerakan (movement) dan
secara fisik mengubah tempat dari barang (comoditi) dan penumpang ke
tempat lain.
Menurut Miro (2005) transportasi dapat diartikan usaha
memindahkan, mengerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek
dari suatu tempat ke tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut
lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Nasution (2008) adalah sebagai pemindahan barang
dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Jadi pengertian
tranportasi berarti sebuah proses, yakni proses pemindahan, proses
pergerakan, proses mengangkut dan mengalihkan di mana proses ini tidak
bisa dilepaskan dari keperluan akan alat pendukung untuk menjamin
lancarnya proses perpindahan sesuai dengan waktu yang diinginkan.

LAPORAN AKHIR II - 1
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

Menurut Utomo, transportasi adalah pemindahan barang dan


manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Sedangkan menurut Sukarto,
transportasi adalah perpindahandari suatu tempat ke tempat lain dengan
menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh tenaga
manusia, hewan (kuda, sapi, kerbau), atau mesin. Konsep transportasi
didasarkan pada adanya perjalanan (trip) antara asal (origin) dan tujuan
(destination).
Transportasi merupakan salah satu fasilitas bagi suatu daerah
untuk maju dan berkembang serta transportasi dapat meningkatkan
aksesibilitas atau hubungan suatu daerah karena aksesibilitas sering
dikaitkan dengan daerah. Untuk membangun suatu pedesaan keberadaan
prasarana dan sarana transportasi tidak dapat terpisahkan dalam suatu
program pembangunan. Kelangsungan proses produksi yang efesien,
investasi dan perkembangan teknologi serta terciptanya pasar dan nilai
selalu didukung oleh system transportasi yang baik. Transportasi faktor
yang sangat penting dan strategis untuk dikembangkan, diantaranya
adalah untuk melayani angkutan barang dan manusia dari satu daerah ke
daerah lainnya dan menunjang pengembangan kegiatan-kegiatan sektor
lain untuk meningkatkan pembangunan nasional di Indonesia.

2.2 PENGERTIAN JALAN


Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada diatas permukaan air, kecuali
jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (UU No.38 Tahun 2004 tentang
jalan). Sedangkan menurut Moughtin (1992), jalan adalah garis
komunikasi yang digunakan untuk melakukan perjalanan di antara dua
tempat yang berbeda, baik menggunakan kendaraan maupun berjalan
kaki. Jika disebut jalur, jalan adalah cara untuk menuju akhir tujuan atau
perjalanan. Jalan merupakan permukaan linier dimana pergerakan terjadi
di antara dua tempat, sehingga dapat dikatakan fungsi jalan adalah
menjadi penghubung antara dua bangunan, penghubung antara dua jalan
dan penghubung antara dua kota. Pendapat ini diperkuat oleh Carr (1992),

LAPORAN AKHIR II - 2
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

yang mengatakan bahwa jalan adalah komponen dari sistem komunikasi


kota sebagai sarana pergerakan benda, masyarakat dan informasi dari
suatu tempat ke tempat yang lain.

2.3 KLASIFIKASI JALAN


Klasifikasi jalan atau hierarki jalan adalah pengelompokan jalan
berdasarkan fungsi jalan, berdasarkan administrasi pemerintahan dan
berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut dimensi dan berat
kendaraan. Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan besarnya volume
lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut, besarnya kapasitas jalan,
keekonomian dari jalan tersebut serta pembiayaan pembangunan dan
perawatan jalan.
Klasifikasi jalan berdasarkan fungsi, dinyatakan sebagai jalan arteri,
arteri primer, arteri sekunder, jalan kolektor, kolektor primer, kolektor
sekunder, dan jalan lokal:
1. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi,
dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan arteri primer adalah jalan arteri yang menghubungkan antar
pusat kegiatan nasional atau antar pusat kegiatan nasional dan
pusat kegiatan wilayah.
3. Jalan arteri sekunder adalah jalan arteri yang menghubungkan
antara kawasan primer dan kawasan sekunder kesatu,
antarkawasan sekunder kesatu, atau antara kawasan sekunder
kesatu dan antar kedua.
4. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
5. Jalan kolektor primer adalah jalan kolektor yang menghubungkan
antara pusat kegiatan nasional dan pusat kegiatan lokal, antar pusat
kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dan pusat
kegiatan lokal.

LAPORAN AKHIR II - 3
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

6. Jalan kolektor sekunder adalah jalan kolektor yang


menghubungkan antara kawasan sekunder kedua, atau antara
kawasan sekunder kedua dan kawasan sekunder ketiga kolektor.
7. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata
rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2006 tentang klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya adalah jalan
arteri primer, jalan kolektor primer, jalan lokal primerdan jalan
lingkungan primer.
1. Jalan arteri primer, menghubungkan secara berdaya guna
antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional
dengan pusat kegiatan wilayah (Pasal 10 ayat 1);
2. Jalan kolektor primer, menghubungkan secara berdaya guna antara
pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat
kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan local (Pasal 10 ayat 2);
3. Jalan lokal primer, menghubungkan secara berdaya guna pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat
kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat
kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan
lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan (Pasal 10 ayat 3);
4. Jalan lingkungan primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(4) menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan
perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan (Pasal
10 ayat 4).
Jaringan jalan terdiri dari ruas-ruas jalan yang menghubungkan satu
dengan yang lain pada titik pertemuan yang merupakan simpul-simpul
transportasi yang dapat memberikan alternatif pilihan bagi pengguna
jalan . Jaringan jalan berdasarkan sistem (pelayanan penghubung) seperti
terlihat pada Gambar Hierarki Jalan (di bawah) terbagi atas menurut
(Miro, 1997:28) :

LAPORAN AKHIR II - 4
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

1. Sistem Jaringan jalan Primer adalah sistem jaringan jalan yang


menghubungkan kota/ wilayah di tingkat nasional;
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder adalah sistem jaringan jalan yang
menghubungkan zona-zona, kawasan-kawasan (titik simpul
didalam kota).
Sedangkan berdasarkan peranannya, jaringan jalan dapat dibagi atas
menurut (Miro, 1997:28)
1. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan
kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah masuk (accces road) dibatasi
secara efisien;
2. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan jarak sedang
dengan kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk masih
dibatasi;
3. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan jarak dekat
(angkutan setempat) dengan kecepatan rata-rata rendah dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 

Gambar 2. 1 Hirarki Jalan

LAPORAN AKHIR II - 5
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

2.4 DIMENSI JALAN


A. Rumaja (Ruang Manfaat Jalan)
Ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan, yang meliputi
badan jalan, bahu jalan,jalur lalu lintas, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamanan jalan (PP No. 34 tahun 2006, Bab III, pasal 34.1).
1. Badan Jalan adalah jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur
pemisah dan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki, bahu
jalanhanya diperuntukkan bagi layanan lalu lintas dan angkutan
jalan serta pengamanan konstruksi jalan;
2. Bahu jalan adalah bagian dari daerah manfaat jalan yang
berdampingan dengan jalur lalu lintas yang digunakan utnuk
menampung kendaraan berhenti dalam keperluan darurat, dan
diperlukan juga untuk mendukung bagian samping konstruksi
jalan;
3. Jalur Lalu lintas adalah bagian jalur jalan yang direncanakan
khusus(perkerasan) untuk lintasan kendaraan roda empat;
4. Saluran Tepi jalan adalah saluran yang hanya diperuntukkan bagi
penampungan dan penyaluran air agar badan jalan bebas dari
pengaruh/genangan air;
5. Ambang Pengamanan Jalan adalah berupa bidang tanah dan/atau
konstruksi bangunan pengaman yang berada diantara tepi badan
jalan dan batas ruangmanfaat jalan yang hanya diperuntukkan bagi
pengamanan konstruksi

B. Rumija (Ruang Milik Jalan)


Terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar
ruamh manfaat jalan (PP No. 34 tahun 2006, Bab III, Pasal 39,1)
Rumija minimal harus memiliki lebar :
1. Jalan bebas hambatan 30 meter
2. Jalan raya 25 meter
3. Jalan sedang 15 meter
4. Jalan kecil 11 meter

LAPORAN AKHIR II - 6
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

C. Ruwasja (Ruang Pengawasan Jalan)


Adalah ruang tertentu diluar ruang milik jalan yang penggunaannya
ada dibawah pengawasan penyelenggara jalan (PP No. 34 tahun 2006, Bab
III, Pasal 44.1) Ruang Pengawaan jalan ditentukan dari tepi jalan  yang
paling rendah sebagai berikut :
1. Jalan Arteri 15 meter
2. Jalan Kolektor Primer 10 meter
3. Jalan Lokal Primer 7 meterJalan Lingkungan Primer 5 meter
4. Jalan Arteri Sekunder 15 meter
5. Jalan Kolektor Sekunder 5 meter
6. Jalan Lokal Sekunder 3 meter
7. Jalan Lingkungan sekunder 2 meter
8. Jembatan 100 meter

a. Tipe jalan : berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja berbeda pada
pembebanan pada lalu lintas tertentu : misalnya jalan terbagi dan tak
terbagi : jalan satu arah.
b. Lebar jalur lalu lintas : kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat
dengan pertambahan lebar jalur lalu lintas.
c. Kereb : kereb sebagai batas antara jalur lalu lintas dan trotoar
berpengaruh terhadap dampak hambatan samping pada kapasitas dan
kecepatan. Kapasitas jalan dengan kereb lebih kecil dari jalan dengan
bahu. Selanjutnya kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap
dekat tepi jalur lalu lintas,tergantung apakah jalan mempunyai kereb
atau bahu.
d. Bahu : jalan perkotaan tanpa kereb pada umumnya mempunyai bahu
pada kedua sisi jalur lalu lintasnya. Lebar dan kondisi permukaannya
mempengaruhi penggunaan bahu, berupa penambahan kapasitas, dan
kecepatan pada arus tertentu, akibat pertambahan lebar bahu terutama
karena pengurangan hambatan samping yang disebabkan kejadian
disisi jalan seperti kendaraan angkutan umum berhenti, pejalan kaki
dan sebagainya.

LAPORAN AKHIR II - 7
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

e. Median : median yang direncanakan dengan baik meningkatkan


kapasitas.
f. Alinyemen jalan : lengkung horizontal dengan jari – jari kecil
mengurangi kecepatan arus bebas. Tanjakan yang curam juga
mengurangi kecepatan arus bebas. Karena secara umum kecepatan arus
bebas didaerah perkotaan adalah rendah maka pengaruh ini diabaikan.

2.5 VOLUME LALU LINTAS, KAPASITAS JALAN DAN


TINGKAT PELAYANAN JALAN
A. Volume Lalu Lintas
Sebagai pengukur jumlah dari arus lalu lintas digunakan “volume”.
Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu
titik pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit). Satuan
volume lalu lintas yang umum digunakan berkaitan pula dengan lalu lintas
harian rata-rata, volume jam perencanaan, kapasitas dan pertumbuhan
lalu lintas (Sukirman,S, Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan,
NOVA 2000).

B. Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat
melewati suatu jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan kondisi serta
arus lalu lintas tertentu. Penghitungan kapasitas suatu ruas jalan
perkotaan (MKJI 1997) sebagai berikut :

C = Co x FCw x FCsf x FCcs

dimana :
C = kapasitas ruas jalan (smp/jam)
Co = kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas
FCsp = faktor penyesuaian pemisahan arah
FCsf = faktor penyesuaian hambatan samping
FCcs = faktor penyesuaian ukuran kota

LAPORAN AKHIR II - 8
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

C. Tingkat Pelayanan Jalan


Menurut MKJI 1997, tingkat pelayanan (kinerja jalan) adalah
ukuran kwalitatif yang digunakan di HCM 85 Amerika Serikat dan
menerangkan kondisi operasional dalam arus lalu-lintas dan penilaiannya
oleh pemakai jalan (pada umumnya dinyatakan dalam kecepatan, waktu
tempuh, kebebasan, bergerak, interupsi lalu-lintas, keenakan,
kenyamanan, dan keselamatan).
Morlok (1991), mengatakan, ada beberapa aspek penting lainnya
yang dapat mempengaruhi tingkat pelayanan jalan antara lain :
kenyamanan, keamanan, keterandalan, dan biaya perjalanan (tarif dan
bahan bakar). Tingkat pelayanan jalan di klasifikasikan yang terdiri dari
enam (6) tingkatan yang terdiri dari Tingkat pelayanan A sampai denhan
dengan tingkat pelayanan F. Selanjutnya tingkat pelayanan dapat dilihat
pada tabel berikut :

Tabel 2. 1 Standar Tingkat Pelayanan Jalan


Tingkat Kecepatan
Pelayananjala Ideal Karasteristik
n (km/jam)
Arus bebas, volume rendah, kecepatan
A > 48,00 tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan
yang dikehendaki
Arus stabil, volume sesuai untuk jalan luar
B 40,00 – 48,00
kota, kecepatan terbatas
Arus stabil, volume sesuai untuk jalan kota,
C 32,00 – 40,00
kecepatan dipengaruhi oleh lalulintas
Mendekati arus tidak stabil, kecepatan
D 25,60 – 32,00
rendah
Arus tidak stabil, volume mendekati
E 22,40 – 25,60
kapasitas, kecepatan rendah
Arus terhambat, kecepatan rendah, volume
F 0,00 – 22,40
di atas kapasitas, banyak berhenti
Sumber : Morlok , E. K. (1991)

2.6 PEKERASAN JALAN


Perkerasan jalan adalah jalan yang diperkeras dengan lapisan
konstruksi tertentu memiliki ketebalan, kekuatan dan kekakuan serta
kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya
ke seluruh tanah dasar.

LAPORAN AKHIR II - 9
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

A. Jenis perkerasan
Berdasarkan bahan ikat perkerasan jalan dikelompokkan atas:
1) Perkerasan lentur (flexible pavement)
Adalah perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, yang
sifatnya lentur terutama pada saat panas. Aspal dan agregat ditebar dijalan
pada suhu tinggi (sekitar 100 0C). Perkerasan lentur menyebarkan beban
lalu lintas ke tanah dasar yang dipadatkan melalui beberapa lapisan
sebagai berikut :
a) Lapisan permukaan
b) Lapisan Pondasi atas
c) Lapisan pondasi bawah
d) Lapisan tanah dasar

2) Perkerasan kaku (rigid pavement)


Adalah perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, yang
sifatnya kaku. Perkerasan kaku berupa plat beton dengan atau tanpa
tulangan diatas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi bawah. Beban lalu
lintas diteruskan keatas plat beton. Perkerasan kaku bisa dikelompokkan
atas:
1. Perkerasan kaku semen yang terbuat dari beton semen baik yang
bertulang ataupun tanpa tulangan
2. Perkerasan kaku komposit yang terbuat dari komposit sehingga
lebih kuat dari perkerasan semen, sehingga baik untuk digunakan
pada landasan pesawat udara di Bandara.

2.7 FASILITAS PELENGKAP JALAN


Fasilitas pelengkap jalan adalah kelengkapan dari jalan untuk
mendukung fungsi jalan agar pergerakan kendaraan bermotor, kendaraan
tidak bermotor, pejalan kaki dan hewan di dalam suatu jaringan atau
prasarana yang disebut dengan jalan dapat terlaksana dengan selamat,

LAPORAN AKHIR II - 10
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

aman, nyaman serta mudah dan ekonomis. Fasilitas pelengkap ini terdiri
dari marka jalan, median jalan, rambu lalu lintas dan lain sebagainya.
a) Marka Jalan
Marka jalan adalah suatu tanda yang berada pada permukaan jalan
atau diatas permukaan jalan.
b) Median Jalan
Median jalan adalah daerah yang memisahkan arah lalu lintas pada
segmen tertentu.
c) Rambu Lalu Lintas
Rambu lalu lintas adalah salah satu alat perlengkapan jalan dalam
bentuk tertentu, memuat lambang, huruf, angka, kalimat dan atau
perpaduan diantaranya yang digunakan untuk memberikan
peringatan, petunjuk, larangan dan perintah bagi pemakai jalan.
d) Lampu Penerangan
Lampu penerangan jalan yang bisa ditempatkan pada kiri-kanan
jalan ataupun pada median jalan, sangat besar fungsinya karena
selain untuk memperjelas pandangan pengendara kendaraan juga
berpengaruh pada pembentukan karakteristik jalan tersebut baik
dari segi sosial maupun keamanan.
e) Papan Nama Jalan
Hal terpenting pada kelengkapan papan nama jalan adalah
penempatan ukuran warna dan tulisan yang jelas sehingga dapat
terbaca oleh para pengendara kendaraan dan pejalan kaki. Jika
papan nama jalan tersebut diberi sentuhan-sentuhan desain yang
menarik maka akan dapat memberikan kesan tersendiri. Kesamaan
desain papan nama pada kawasan jalan dengan kelompok jenis
nama yang sama akan memberikan identitas tersendiri pada
kawasan tersendiri.

2.8 PRASARANA JALAN DAN LALU LINTAS JALAN


A. Prasarana Jalan
Menurut PP 43 tentang prasarana dan lalu lintas jalan pasal 10:
pembagian jalan dalam beberapa jalan, didasarkan pada: kebutuhan

LAPORAN AKHIR II - 11
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan


keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi
kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor, serta
konstruksi jalan.
Jalan merupakan prasarana lingkungan yang berupa suatu
jaringan. Fungsi utama jaringan jalan untuk mempermudah pergerakan
manusia dan kendaraan. Jaringan jalan juga memiliki fungsi penting
sebagai akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat. Jaringan jalan
yang baik pada suatu kawasan permukiman harus memiliki pola yang
hubungan jelas antara jalan utama dengan jalan kolektor atau jalan
lokalnya.
Agar jalan pada suatu kawasan dapat berfungsi dengan sempurna, maka
dalam perencanaannya perlu mengacu kepada sistem hierarki jalan.
Sistem hierarki jalan mengklasifikasikan jalan berdasarkan kecepatan
kendaraan, lebar badan jalan, dan garis sempadan jalan. Dalam sistem
hierarki jalan, jalan diklasifikasikan kedalam enam jenis, yaitu : jalan
arteri primer, jalan arteri sekunder, jalan kolektor primer, jalan kolektor
sekunder, jalan lokal primer, dan jalan lokal sekunder. Ciri dan perbedaan
dari 6 klasifikasi jalan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2. 2 Pengklasifikasikan Jalan Berdasarkan Hierarki Jalan


Garis
Kecepatan
LebarBadanJala SempadanJalan
Hierarki Jalan Kendaraa
n TerhadapBanguna
n
n
≥ 60
Jalan Arteri Primer ≥8m ≥ 22 m
km/jam
≥ 30
Jalan Arteri Sekunder ≥8m ≥ 20 m
km/jam
≥ 40
Jalan Kolektor Primer ≥7m ≥ 17 m
km/jam
≥ 20
JalanKolektorSekunder ≥7m ≥ 7m
km/jam
≥ 20
Jalan Lokal Primer ≥6m ≥ 12 m
km/jam
≥ 10
Jalan Lokal Sekunder ≥5m ≥ 4m
km/jam
Sumber : Mirsa (2012:90)
Jaringan jalan dibangun untuk menghubungkan suatu tempat
dengan tempat lainnya. Diantara pengguna jalan, ada yang berjalan kaki,

LAPORAN AKHIR II - 12
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

mengendarai sepeda, dan menggunakan kendaraan bermotor. Jaringan


jalan yang baik harus dapatmemberikan rasa aman dan nyaman bagi
pergerakan manusia.
Untuk menjamin keamanaan dan kenyamanan bagi penggunanya,
maka jaringan jalan harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Memiliki permukaan yang rata
2. Memiliki trotoar untuk memisahkan sekaligus melindungi pejalan
kaki dari pergerakan kendaraan
3. Tersedia rambu – rambu dan petunjuk jalan yang jelas
4. Memiliki sistem drainase yang baik agar permukaan jalan tidak
tertutup oleh air pada saat hujan
5. Memiliki lahan parkir yang cukup dan tidak mengganggu lalu lintas
6. Memiliki lansekap yang baik untuk memberikan rasa aman

B.Lalu Lintas Jalan


Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009
didefinisikan sebagai gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas
Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas Jalan adalah
prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, atau
barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung. Pemerintah
mempunyai tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang
selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien
melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas. Tata cara berlalu
lintas di jalan diatur dengan peraturan perundangan menyangkut arah
lalu lintas, perioritas menggunakan jalan, lajur lalu lintas, jalur lalu lintas
dan pengendalian arus di persimpangan.
Ada tiga komponen terjadinya lalu lintas yaitu manusia sebagai
pengguna, kendaraan dan jalan yang saling berinteraksi dalam pergerakan
kendaraan yang memenuhi persyaratan kelaikan dikemudikan oleh
pengemudi mengikuti aturan lalu lintas yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundangan yang menyangkut lalu lintas dan angkutan jalan
melalui jalan yang memenuhi persyaratan geometrik.
1. Manusia sebagai pengguna

LAPORAN AKHIR II - 13
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

Manusia sebagai pengguna dapat berperan sebagai pengemudi atau


pejalan kaki yang dalam keadaan normal mempunyai kemampuan
dan kesiagaan yang berbeda-beda (waktu reaksi, konsentrasi dll).
Perbedaan-perbedaan tersebut masih dipengaruhi oleh keadaan
phisik dan psykologi, umur serta jenis kelamin dan pengaruh-
pengaruh luar seperti cuaca, penerangan/lampu jalan dan tata
ruang.
2. Kendaraan
Kendaraan digunakan oleh pengemudi mempunyai karakteristik
yang berkaitan dengan kecepatan, percepatan, perlambatan,
dimensi dan muatan yang membutuhkan ruang lalu lintas yang
secukupnya untuk bisa bermanuver dalam lalu lintas.
3. Jalan
Jalan merupakan lintasan yang direncanakan untuk dilalui
kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor termasuk
pejalan kaki. Jalan tersebut direncanakan untuk mampu
mengalirkan aliran lalu lintas dengan lancar dan mampu
mendukung beban muatan sumbu kendaraan serta aman, sehingga
dapat meredam angka kecelakaan lalu-lintas.

2.9 PARAMETER ARUS KINERJA LALU LINTAS


Berdasarkan MKJI 1997 fungsi utama dari suatu jalan adalah
memberikan pelayanan transportasi sehingga pemakai jalan dapat
berkendaraan dengan aman dan nyaman. Parameter arus lalu lintas yang
merupakan faktor penting dalam perencanaan lalu lintas adalah volume,
kecepatan, dan kerapatan lalu lintas.

A. Volume Lalu Lintas (Q)


Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu
titik per satuan waktu pada lokasi tertentu. Untuk mengukur jumlah arus
lalu lintas, biasanya dinyatakan dalam kendaraan per menit, smp per jam,
dan kendaraan per menit. Volume kendaraan dihitung berdasarkan
persamaan :
N
Q=
T
LAPORAN AKHIR II - 14
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

dengan :
Q = volume (kend/jam)
N = jumlah kendaraan (kend)
T = waktu pengamatan (jam)
Penggolongan tipe kendaraan untuk jalan dalam kota berdasarkan
MKJI 1997 adalah sebagai berikut:
1. Kendaraan ringan / Light Vehicle (LV).
Kendaraan bermotor beroda empat, dengan dua gandar berjarak
2,0 – 3,0 m (termasuk kendaraan penumpang, opelet, mikro bis,
angkot, mikro bis, pick-up, dan truk kecil).
2. Kendaraan berat / Heavy Vehicle (HV).
Kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,50 m, biasanya
beroda lebih dari empat, (meliputi : bis, truk dua as, truk tiga as dan
truk kombinasi sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
3. Sepeda motor / Motor Cycle (MC)
Kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda (termasuk sepeda
motor, kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
4. Kendaraan tak bermotor / Unmotorised (UM)
Kendaraan bertenaga manusia atau hewan di atas roda (meliputi
sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong sesuai sistem klasifikasi
Bina Marga). Berbagai jenis kendaraan diekivalensikan ke satuan mobil
penumpang dengan menggunakan faktor ekivalensi mobil penumpang
(emp), emp adalah faktor yang menunjukkan berbagai tipe kendaraan
dibandingkan dengan kendaraan ringan.

B. Kecepatan (V)
Manual menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama
kinerja segmen jalan, karena mudah dimengerti dan diukur, dan
merupakan yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisa
eonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan dalam manual ini sebagai

LAPORAN AKHIR II - 15
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen


jalan:
V = L/TT
Dimana:
V = Kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam)
L = Panjang segmen (km)
TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)
 Kecepatan tempuh pada bagian jalinan tunggal
Kecepatan tempuh (km/jam) sepanjang bagian jalinan dihitung
dengan rumus empiris berikut:
V = V0×0,5×(1+(1-DS)0,5)
Dimana:
V0 = Kecepatan arus bebas (km/jam), dihitung sebagai:
V0 = 43 × (1-pw/3)
Dimana pw = rasio-jalinan
DS = Derajat Kejenuhan

2.10 KAPASITAS JALAN (MKJI,1997)


Kapasitas jalan adalah arus maksimum per jam dimana orang atau
barang diharapkan melintasi suatu titik atau suatu ruas jalan yang
uniform pada satu waktu tertentu pada kondisi jalan, lalu lintas dan
pengaturan yang ada. Kondisi jalan adalah kondisi fisik jalan, kondisi lalu
lintas adalah sifat lalu lintas (nature of traffic). Kapasitas jalan dapat
menjadi tolok ukur efektifitas fasilitas lalu lintas (jalan) untuk
mengakomodasi lalu lintas.

A. Hubungan Arus dengan Kecepatan dan Kepadatan


Prinsip dasar analisa kapasitas segmen jalan adalah kecepatan
berkurang jika arus bertambah. Pengurangan kecepatan akibat
penambahan arus adalah kecil pada arus rendah tetapi lebih besar pada
arus yang lebih tinggi. Dekat kapasitas, pertambahan arus yang sedikit
akan menghasilkan pengurangan kecepatan yang besar. Hubungan ini
telah ditentukan secara kuantitatif untuk kondisi ‘standar’, unyuk tipe

LAPORAN AKHIR II - 16
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

jalan. Setiap kondisi standar mempunyai geometrik standar dan


karakteristik lingkungan tertentu. Jika karakteristik jalan “lebih baik” dari
kondisi standar (misalnya lebih lebar dari lebar jalur lalu lintas normal),
kapasitas menjadi lebih tinggi dan kurva bergeser ke sebelah kanan
dengan kecepatan lebih tinggi pada arus tertentu. Jika karakteristik jalan
“lebih buruk” dari kondisi standar (misalnya hambatan samping tinggi)
kurva bergeser ke kiri, kapasitas menjadi berkurang dan kecepatan pada
arus tertentu lebih rendah.
Data survei lapangan telah dianalisa untuk memperoleh hubungan
kurva kecepatan-arus yang khusus untuk jalan tak terbagi dan jalan
terbagi dengan menggunakan model ini. Arus pada sumbu horisontal telah
diganti dengan derajat kejenuhan dan sejumlah kurva telah digambar
untuk menunjukkan berbagai kecepatan arus bebas. Di Indonesia
kecepatan pada derajat kejenuhan tertentu biasanya jauh lebih rendah
dibandingkan dengan di negara maju.

B. Kapasitas Dasar
Kapasitas Dasar (smp/jam) adalah kapasitas persimpangan jalan
total untuk suatu kondisi tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya
(kondisi dasar). Kapasitas dasar jalan perkotaan lebih dari empat-lajur
(banyak lajur) dapat ditentukan dengan menggunakan kapasitas per lajur,
walaupun lajur tersebut mempunyai lebar yang tidak standar.Kapasitas
dasar (Co) ditetapkan dengan mengacu pada table 2.3 berikut.

Tabel 2. 3 Kapasitas Dasar Ruas Jalan


Tipe Kapasitas Dasar (smp/jam) Catatan
Alinyemen Jalan Jalan Jalan
Tipe Jalan
Perkotaa Luar Kota Bebas
n Hambatan
Enam atau empat Datar 1.650 1.900 2.300 Per lajur
lajur terbagi atau Bukit 1.850 2.250
jalan satu arah Gunung 1.800 2.150
Datar 1.500 1.700 Per lajur
Empat lajur tak
Bukit 1.650
terbagi
Gunung 1.600
Datar 2.900 3.100 3.400 Total
Dua lajur tak terbagi Bukit 3.000 3.300 dua arah
Gunung 2.900 3.200
Sumber : MKJI, 1997

LAPORAN AKHIR II - 17
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

C. Faktor Kapasitas Akibat Pembagian Arah


Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah
(FCSP) ditetapkan dengan mengacu pada table 2.4 berikut.

Tabel 2. 4 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pemisahan Arah


(FCsp)
Pemisahan Arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
Dua lajur
Jalan 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
FCsp (2/2)
perkotaan
Empat
1.00 0.985 0.97 0.955 0.94
lajur (4/2)
Dua lajur
FCsp 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
Jalan Luar (2/2)
Kota Empat
1.00 0.975 0.95 0.925 0.9
lajur (4/2)
Dua lajur
FCsp Jalan Bebas 1.00 0.97 94.00 0.91 0.88
(2/2)
Hambatan
Sumber : MKJI, 1997

D. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan


Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu-lintas
(FCw) ditetapkan dengan mengacu pada tabel 2.5 berikut.

Tabel 2. 5 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Lebar Jalur Lalu


Lintas (FCw)
FCw
Lebar jalur
Jalan
Lalu-lintas Jalan Jalan
Tipe Jalan Bebas
efektif (Wc) Perkot Luar
Hambat
(m) aan Kota
an
Per lajur
3.00 0.92 0.91
Enam atau empat lajur
3.25 0.96 0.96 0.96
terbagi atau jalan satu arah
3.50 1.00 1.00 1.00
(6/2 D) atau (4/2 D)
3.75 1.04 1.03 1.03
4.00
Per lajur
3.00 0.91 0.91
Empat lajur tak terbagi (4/2 3.25 0.95 0.96
UD) 3.50 1.00 1.00
3.75 1.05 1.03
4.00
Dua lajur tak terbagi (2/2 Total dua arah

LAPORAN AKHIR II - 18
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

5.0 0.56 0.69


6.0 0.87 0.91
6.5 0.96
7.0 1.00 1.00 1.00
UD) 7.5 1.04
8.0 1.14 1.08
9.0 1.25 1.15
10.0 1.29 1.21
11.0 1.34 1.27
Sumber : MKJI, 1997

2.11 DERAJAT KEJENUHAN (DS)


Derajat kejenuhan (DS) didefenisikan sebagai rasio arus lalu lintas
terhadap kapasitas, yang digunakan sebagai faktor utama dalam
penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai DS
menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah
kapasitas atau tidak. Untuk menghitung derajat kejenuhan pada suatu
ruas jalan perkotaan dengan rumus (MKJI 1997) sebagai berikut :

DS = Q/C
Dimana :
DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus maksimum (smp/jam)
C = Kapasitas (smp/jam)
2.12 HAMBATAN SAMPING
Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari
aktifitas samping segmen jalan. Banyaknya aktifitas samping jalan sering
menimbulkan berbagai konflik yang sagat besar pengaruhnya terhadap
kelancaran lalu lintas. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi nilai
kelas hambatan samping.

1. Faktor Pejalan Kaki.


Aktifitas pejalan kaki merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi nilai kelas hambatan samping, terutama pada daerah-
daerah yang merupakan kegiatan masyarakat seperti pusat-pusat
perbelanjaan. Banyak jumlah pejalan kaki yang menyebrang atau berjalan
pada samping jalan dapat menyebabkan laju kendaraan menjadi

LAPORAN AKHIR II - 19
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

terganggu. Hal ini semakin diperburuk oleh kurangnya kesadaran pejalan


kaki untuk menggunakan fasilitas-fasilitas jalan yang tersedia, seperti
trotoar dan tempat-tempat penyeberangan.

2. Faktor Kendaraan Parkir Dan Berhenti


Kurangnya tersedianya lahan parkir yang memadai bagi kendaraan
dapat menyebabkan kendaraan parkir dan berhenti pada samping jalan.
Pada daerah-daerah yang mempunyai tingkat kepadatan lalu lintas yang
cukup tinggi, kendaraan parkir dan berhenti pada samping jalan dapat
memberikan pengaruh terhadap kelancaran arus lalu lintas.
Kendaraan parkir dan berheti pada samping jalan akan
mempengaruhi kapasitas lebar jalan dimana kapasitas jalan akan semakin
sempit karena pada samping jalan tersebut telah diisi oleh kendaraan
parkir dan berhenti.

3. Faktor Kendaraan Masuk/Keluar Pada Samping Jalan


Banyaknya kendaraan masuk/keluar pada samping jalan sering
menimbulkan berbagai konflik terhadap arus lalu lintas perkotaan. Pada
daerah-daerah yang lalu lintasnya sangat padat disertai dengan aktifitas
masyarakat yang cukup tinggi, kondisi ini sering menimbulkan masalah
dalam kelancaran arus lalu lintas. Dimana arus lalu lintas yang melewati
ruas jalan tersebut menjadi terganggu yang dapat mengakibatkan
terjadinya kemacetan.

4. Faktor Kendaraan Lambat


Yang termasuk dalam kendaraan lambat adalah becak, gerobak dan
sepeda. Laju kendaraan yang berjalan lambat pada suatu ruas jalan dapat
menggaggu aktifitas-aktifitas kendaraan yang yang melewati suatu ruas
jalan. Oleh karena itu kendaraan lambat merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi tinggi rendahnya nilai kelas hambatan samping.

LAPORAN AKHIR II - 20
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

Dengan frekwesi bobot kejadian per jam per 200 meter dari segmen
jalan yang diamati, pada kedua sisi jalan.(MKJI 1997) seperti tabel
berikut:

Tabel 2. 6 Penentuan Tipe Fekwensi Kejadian Hambatan


Samping
Tipe Kejadian Hambatan Samping Simbol Faktor Bobot
Pejalan kaki PED 0,5
Kendaraan parkir PSV 1.0
Kendaraan masuk dan keluar sisi jalan EEV 0.7
Kendaraan lambat SMV 0.4
Sumber : (MKJI 1997)

Untuk mengetahiu nilai kelas hambatan samping, maka tingkat


hambatan samping telah dikelompokkan dalam 5 kelas dari yang sangat
rendah sampai tinggi dan sangat tinggi.
Tabel 2. 7 Nilai Kelas Hambatan Samping
Kelas
Jumlah kejadian
Hambatan Kode Kondisi Daerah
per 200 m perjam
samping (SCF)
Daerah pemukiman; hampir
Sangat rendah VL <100
tidak ada kegiatan
Daerah pemukiman; berupa
Rendah L 100-299
angkutan umum, dsb
Daerah industri, beberapa toko
Sedang M 300-499
disisi jalan
Daerah komersial; aktifitas sisi
Tinggi H 500-899
jalan yang sangat tinggi
Daerah komersial; aktifitas
Sabgat tinggi VH >900
pasar di samping jalan
Sumber : (MKJI 1997)
Dalam menentukan nilai Kelas hambatan samping digunakan
rumus (MKJI 1997) :
SCF = PED + PSV + EEV + SMV
Dimana :
SFC = Kelas Hambatan samping
PED = Frekwensi pejalan kaki
PSV = Frekwensi bobot kendaraan parkir
EEV = Frekwensi bobot kendaraan masuk/keluar sisi jalan.
SMV = Frekwensi bobot kendaraan lambat

LAPORAN AKHIR II - 21
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

2.13 KLASIFIKASI TINGKAT PELAYANAN LALU LINTAS


Tingkat pelayanan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk
mengetahui kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu
lintas yang melewatinya. Hubungan antara kecepatan dan volume jalan
perlu di ketahui karena kecepatan dan volume merupakan aspek penting
dalam menentukan tingkat pelayanan jalan. Apabilah volume lalu lintas
pada suatu jalan meningkat dan tidak dapat mempertahankan suatu
kecepatan konstan, maka pengemudi akan mengalami kelelahan dan tidak
dapat memenuhi waktu perjalan yang direncanakan.
Menurut Warpani, (2002), Tingkat pelayanan adalah ukuran
kecepatan laju kendaraan yang dikaitkan dengan kondisi dan kapasitas
jalan.
Morlok (1991), mengatakan, ada beberapa aspek penting yang dapat
mempengaruhi tingkat pelayanan jalan antara lain : kenyamanan,
keamanan, keterandalan, dan biaya perjalanan (tarif dan bahan
bakar).Tingkat pelayanan jalan di klasifikasikanterdiri dari enam(6)
tingkatan yang terdiri dari Tingkat pelayanan A sampai dengan tingkat
pelayanan F. Selanjutnya tingkat pelayanan dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2. 8 Standar Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat Kecepatan Ideal
Karasteristik
Pelayanan jalan (km/jam)
A > 48,00 Arus bebas, volume rendah, kecepatan
tinggi, pengemudi dapat memilih
kecepatan yang dikehendaki
B 40,00 – 48,00 Arus stabil, volume sesuai untuk jalan
luar kota, kecepatan terbatas
C 32,00 – 40,00 Arus stabil, volume sesuai untuk jalan
kota, kecepatan dipengaruhi oleh
lalulintas
D 25,60 – 32,00 Mendekati arus tidak stabil, kecepatan
rendah
E 22,40 – 25,60 Arus tidak stabil, volume mendekati
kapasitas, kecepatan rendah
F 0,00 – 22,40 Arus terhambat, kecepatan rendah,
volume di atas kapasitas, banyak
berhenti
Sumber : Morlok , E. K. (1991)

Adapun tingkat pelayanan (VCR) dilakukan dengan persamaan  sebagai


berikut:

LAPORAN AKHIR II - 22
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

Rumus Tingkat Pelayanan

VCR = V/C
Keterangan :
VCR = Volume Kapasitas ratio (nilai tingkat pelayanan)
V = Volume Lalu lintas (smp/jam)
C = Kapasitas Ruas Jalan (smp/jam)
Sedangkan Standarnisasi nilai VCR ditetapkan berdasarkan IHCM
(Indonesian Highway Capacity Model) adalah pada tabel 2.9 sebagai
berikut:

Tabel 2. 9 Standarisasi tingkat pelayanan (VCR)


Nilai VCR Klasifikasi Tingkat Pelayanan
0,01 – 0,07 Kondisi pelayanan sangat baik, dimana kendaraan
dapat berjalan dengan lancar
0,7 – 0,8 Kondisi pelayanan baik, dimana kendaraan berjalan
lancar dengan sedikit hambatan
0,8 – 0,9 Kondisi pelayanan cukup baik, dimana kendaraan
berjalan lancar tapi adanya hambatan lalu lintas sudah
lebih mengganggu
0,9 – 1,0 Kondisi pelayanan kurang baik, dimana kendaraan
berjalan dengan banyak hambatan
1,0 keatas Kondisi pelayanan buruk, dimana kendaraan berjalan
sangat lamban dan cenderung macet, banyak kendaraan
kendaraan akan berjalan pada bahu jalan
Sumber : IHCM (Indonesian Highway Capacity Model)

Tabel 2. 10 Standarisasi tingkat pelayanan (VCR)


Tingkat Batas Lingkup
Karakteristik-karakteristik
Pelayanan V/C
A Kondisi arus bebas dg kecepatan tinggi dan 0,00-0,19
volume arus lalu lintas rendah. Pengemudi
dapat memilih kecepatan yang
diinginkannya tanpa hambatan
B Dalam zone arus stabil. Pengemudi memiliki 0,20-0,44
kebebasan yang cukup untuk memilih
kecepatannya
C Dalam zone arus stabil. Pengemudi dibatasi 0,45-0,74
dalam memilih kecepatannya
D Mendekati arus tidak stabil dimana hampir 0,75-0,84
seluruh pengemudi akan dibatasi volume
pelayanan berkaitan dg kapasitas yg dapat
ditolelir (diterima)
E Volume arus lalu-lintas mendekati atau 0,85-1,0
berada pada kapasitasnya. Arus adalah tidak
stabil dengan kondisi yang sering berhenti
F Arus yang dipaksakan atau macet pada Lebih besar dari 1,0

LAPORAN AKHIR II - 23
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

Tingkat Batas Lingkup


Karakteristik-karakteristik
Pelayanan V/C
kecepatan-kecepatan yang rendah. Antrian
yang panjang dan terjadi hambatan-
hambatan yang besar.
Sumber :MKJI 1997

2.14 BENTUK JALAN


2.4.1 Bagian Jalan

Gambar 2. 2 Jalan dengan bahu dan median


Keterangan :
WSAO;WSBO : Lebar bahu luar sisi A dan B
WCA ; WCB : Lebar Jalur Lalu lintas
WSAI ; WSBI : Lebar bahu dalam sisi A dan B

Gambar 2. 3 Jalan dengan kereb tanpa median


Keterangan :
Wk : Jarak dari kereb ke penghalang
Wc : Lebar Jalur lalu lintas

2.4.2 Potongan Geometrik

LAPORAN AKHIR II - 24
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

Gambar 2. 4 Potongan Geometrik jalan


2.15 TIPE JALAN
A. Jalan Dua-Lajur Dua-Arah Tak Terbagi (2/2 UD)
Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah dengan lebar jalur
sampai dengan 11 meter. Untuk jalan arah yang lebih lebar daripada 11
meter, cara beroperasi jalan sesungguhnya selama kondisi arus terbagi
harus diperhatikan sebagai dasar dalam pemilihan prosedur perhitungan
untuk jalan dua-lajur atau empat-lajur tak terbagi.
Keadaan dasar dari tipe jalan ini yang digunakan untuk
menentukan kecepatan arus bebas dan kapasitas dicatat sebagai berikut:
- Lebar jalur lalu lintas efektif tujuh meter
- Lebar efektif bahu 1,5 m pada masing – masing sisi (bahu tak
diperkeras, tidak sesuai untuk lintasan kendaraa bermotor)
- Tidak ada median
- Pemisahan arah lalu lintas 50-50
- Tipe alinyemen : Datar
- Guna lahan : Tidak ada pengembangan samping jalan
- Kelas hambatan samping : Rendah(L)
- Kelas fungsional jalan : Jalan arteri
- Kelas jarak pandang : A

B. Jalan Empat Lajur Dua Arah Tak Terbagi (4/2 UD)


Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua arah tak terbagi dengan
marka lajur untuk empat lajur dan lebar total jalur lalu lintas tak terbagi
antara 12 dan 15 meter. Jalan standar dari tipe ini didefinisikan sebagai
berikut:
- Lebar jalur lalu lintas empat belas meter
- Lebar efektifitas bahu 1,5 m pada masing – masing sisi (bahu tak
diperkeras, tidak sesuai untuk lintasan kendaraan bermotor)
- Tidak ada median
- Pemisahan arah lalu lintas 50 - 50%
- Tipe alinyemen : Dasar

LAPORAN AKHIR II - 25
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

- Guna lahan : tidak ada pengembangan samping jalan


- Kelas hambatan samping : Rendah (L)
- Kelas fungsional jalan : Jalan arteri
- Kelas jarak pandang : A

C. Jalan Empat Lajur Dua Arah Terbagi (4/2 D)


Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua arah dengan dua jalur lalu
lintas yang dipisahkan oleh median. Setiap jalur lalu lintas mempunyai
dua lajur bermarka lebar antara 3,0 – 3,75 m.
Jalan standar dari tipe ini didefinisikan sebagai berikut:
- Lebar jalur lalu lintas 2 x 7,0 m (tak termasuk lebar median)
- Lebar efektif bahu 2,0 m diukur sebagai lebar bahu jalan dalam
+ bahu luar, untuk setiap jalur jalur lalu lintas (bahu tak
diperkeras, tidak sesuai untuk lintasan lalu lintas)
- Median
- Tipe alinyeme: Dasar
- Guna lahan : Tidak ada pengembangan samping jalan
- Kelas hambatan samping: Rendah (L)
- Kelas fungsional jalan: Jalan arteri
- Kelas jarak pandang: A

D. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D)


Jalan enam lajur dua arah dengan karakteristik umum sama
sebagai diuraikan untuk 4/2 D di atas dapat juga dianalisa dengan
menggunakan manual.

2.16 SISTEM PARKIR


Parkir adalah keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang
bersifat sementara (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996, 1)..
Parkir merupakan salah satu unsur prasarana transportasi yang tidak
terpisahkan dari sistem jaringan transportasi, sehingga pengaturan parkir
akan mempengaruhi kinerja suatu jaringan, terutama jaringan jalan raya.

LAPORAN AKHIR II - 26
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

A. Menurut Penempatannya
Sarana parkir ini pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi
(Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998) :
a) Parkir di jalan (on street parking)
Parkir di tepi jalan umum adalah jenis parkir yang penempatannya
di sepanjang tepi badan jalan dengan ataupun tidak melebarkan
badan jalan itu sendiri bagi fasilitas parkir. Parkir jenis ini sangat
menguntungkan bagi pengunjung yang menginginkan parkir dekat
dengan tempat tujuan. Tempat parkir seperti ini dapat ditemui
dikawasan pemukiman berkepadatan cukup tinggi serta pada
kawasan pusat perdagangan dan perkantoran yang umumnya tidak
siap untuk menampung pertambahan dan perkembangan jumlah
kendaraan yang parkir. Kerugian parkir jenis. ini dapat mengurangi
kapasitas jalur lalu lintas yaitu badan jalan yang digunakan sebagai
tempat parkir.
Kerugian :
- Mengganggu lalu lintas
- Mengurangi kapasitas jalan karena adanya pengurangan lebar
lajur lalu lintas
- Meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan
Keuntungan :
- Murah tanpa investasi tambahan
- Bagi pengguna tempat parkir bisa lebih dekat dan mudah
parkir :
- Sejajar dengan sumbu jalan
- Tegak lurus sumbu jalan
- Membuat sudut dengan sumbu jalan

LAPORAN AKHIR II - 27
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

Gambar 2. 5 Ruang Parkir Bersudut


Sumber : Menuju lalu lintas dan angkutan jalan yang tertib, DLLAJ, 1995

b) Parkir di luar jalan (off street parking) Untuk menghindari


terjadinya hambatan akibat parkir kendaraan di jalan maka parkir
kendaraan di jalan maka parkir di luar jalan / off street parking
menjadi pilihan yang terbaik. Terdapat dua jenis parkir di luar
jalan, yaitu :
1) Pelataran parkir Pelataran parkir di daerah pusat kota
sebenarnya merupakan suatu bentuk yang tidak ekonomis.
Karena itu di pusat kota seharusnya jarang terdapat peralatan
parkir yang dibangun oleh gedung-gedung yang
berkepentingan, dimana masalah keuntungan ekonomi dari
parkir bukan lagi merupakan suatu hal yang penting.
2) Gedung parkir bertingkat Saat ini bentuk yang banyak dipakai
adalah gedung parkir bertingkat, dengan jumlah lantai yang
optimal 5, serta kapasitas sekitar 500 sampai 700 mobil.
Terdapat dua alternatif biaya parkir yang akan diterima oleh
pemakai kendaraan, tergantung pada pihak pengelola parkir,
yaitu pihak pemerintah setempat menerapkan biaya nominal
atau pemerintah setempat menyerahkan pada pihak operator
komersial yang menggunakan biaya struktural.
Biasanya pemerintah lokal mengatasi defisit parkir di luar jalan
tadi dengan Dana Pajak (Rate Fund) atau dari surplus parkir
meter. Berbeda dengan pihak swasta yang terlibat dalam
properti, pihak swasta yang terlibat dalam bisnis perparkiran ini
tidak menerima subsidi dari pemerintah sehingga tidak ada cara

LAPORAN AKHIR II - 28
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

lain untuk tetap dapat berbisnis di bidang ini dan mendapatkan


profit. Hal inilah yang perlu mendapatkan pengawasan dari
pemerintah dalam pelaksanaannya, sebab penerapan tarif oleh
pengelola yang tujuannya adalah untuk mendapatkan
keuntungan akan menerapkan tarif yang lebih tinggi dari tarif
yang seharusnya. Hal ini tentu akan merugikan masyarakat
sebagai pengguna jasa parkir dan mengurangi kenyamanan
dalam penggunaannya.

B. Menurut Statusnya
1. Parkir umum, biasanya dikelola oleh pemerintah daerah.
2. Parkir khusus, dikelola oleh swasta.
3. Parkir darurat, diselenggarakan karena adanya kegiatan
incidental.
4. Taman Parkir, dikelola oleh pemerintah daerah.
5. Gedung Parkir, biasanya diselenggarakan oleh pemerintah
daerah dan pengelolaannya oleh swasta.

C. Menurut Jenis Kendaraan


1. Kendaraan tidak bermesin (sepeda)
2. Sepeda motor
3. Mobil

D.Menurut Jenis Tujuan Parkir


1. Parkir penumpang : untuk kebutuhan menaikkan dan
menurunkan penumpang
2. Parkir barang : untuk kebutuhan bongkar muat barang

E. Menurut Jenis Kepemilikan dan Pengoperasian


1. Milik swasta dan dikelola oleh swasta
2. Milik pemerintah daerah dan dikelola oleh pemda
3. Milik pemerintah daerah dan dikelola oleh swasta

LAPORAN AKHIR II - 29
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

2.11 Kerangka Teori

Pengukuran Kinerja Tingkat Pelayanan Ruas


Jalan dan Angkutan Umum

Pengertian Klasifikasi Parameter Arus Kapasitas Derajat Hambatan Klasisifikasi Tingkat Bentuk Tipe Sistem
Jalan Jalan Kinerja Lalu Lintas Jalan Kejenuhan (DS) Samping Pelayanan Lalu Lintas Jalan Jalan Parkir

Tingkat
Pelayanan A Dua-Lajur Empat Lajur
Berdasarkan Berdasarkan Volume Kecepatan Kapasitas Faktor Koreksi Kapasitas
Perda RTRW Peranannya Lalu Lintas Dasar Akibat Lebar jalan Dua-Arah Tak Dua Arah Tak
Surabaya (Miro, 1997:28) Tingkat Terbagi Terbagi
Pelayanan B
Hubungan Arus Faktor Kapasitas Faktor Pejalan
Kaki Empat Lajur Enam Lajur
Jalan Arteri Jalan Arteri Dengan Kecepatan Akibat Pembagian Tingkat
Dan Kepadatan Dua Arah Dua Arah
Primer Arah Pelayanan C Terbagi Terbagi
Jalan Kolektor
Jalan Lokal Faktor Kendaraan Parkir Tingkat
Primer Parkir On Street
Jalan Lokal Dan Berhenti Pelayanan D

Jalan Kolektor Faktor Kendaraan Tingkat Parkir Off Street


Primer Masuk/Keluar Pada Pelayanan E
Samping Jalan
Tingkat
Pelayanan F
Faktor Kendaraan
Lambat

Gambar 2. 6 Kerangka Teori

LAPORAN AKHIR II - 30
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019
LAPORAN SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

LAPORAN AKHIR II - 31
SURVEI LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)
DI KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019

Anda mungkin juga menyukai