Anda di halaman 1dari 16

SAJAK-SAJAK

NIR DI ETALASE

Oleh:
Teater Teksas
FRAGMEN I
ADEGAN I
[NIR DAN PERTANYAAN ]
SUARA MESIN KETIK DENGAN TEMPO STABIL, DAN CAHAYA LAMPU
PERLAHAN MENERANGI SOSOK PEREMPUAN YANG ADA DI BALIK SUARA
MESIN KETIK ITU. SUARA MESIN KETIK TETAP TERDENGAR SAMA,
DIIRINGI INSTRUMEN LAGU ROHANI DARI PELANTANG SUARA YANG
MEMBERIKAN KETENANGAN.JIKA KATA YANG TEPAT UNTUK MENYEBUT
RUANGAN INI ADALAH RUANG KERJA, MAKA RUANG KERJA INI DIPENUHI
OLEH KERTAS DAN BUKU-BUKU YANG TERTATA SEKENANYA. DI MEJA
TERDAPAT MESIN KETIK, KOMPUTER JINJING, DAN BERBAGAI MACAM
PERALATAN TULIS. SEMUANYA YANG HADIR DI RUANGAN INI MEMBERIKAN
KESAN HANGAT DAN PRODUKTIF. RUANGAN YANG BISA MEMBERIKAN SUNYI
DAN PERMENUNGAN PANJANG UNTUK PEREMPUAN INI.
DI ANTARA BANYAK BARANG YANG TERDAPAT DI RUANGAN ITU,
PEREMPUAN TERSEBUT TETAP FOKUS PADA MESIN KETIKNYA, ENTAH APA
YANG DITULIS, SEGALANYA MENJADI SEPERTI SERIUS, DAN SAKSAMA.
PERMENUNGAN TERHADAP SEBUAH ALUNAN LAGU ROHANI DAN KERTAS
PUTIH, KETUK DARI TUTS, HURUF DEMI HURUF, GADUH YANG SUNYI.
TIBA-TIBA PECAH OLEH SUARA DARI JAUH, DISERTAI LANGKAH KAKI
YANG SEMAKIN MENDEKAT.
IBU
Nirrrrrrrr!!

PEREMPUAN ITU TIDAK MENGGUBRIS, TETAP MELANJUTKAN


KEGIATANNYA DENGAN TENANG. TATAPANNYA TETAP TAJAM, MEMANDANG
SEBUAH TITIK YANG SAMA PADA LEMBAR PUTIH, MEMBERI ISYARAT IA
TIDAK INGIN ADA YANG MENGGANGGU. SEMENTARA SUARA YANG
MEMANGGILNYA BERULANG TERDENGAR. SEMAKIN DEKAT SUARA ITU
HADIR, TEMPO KETIKAN SEMAKIN CEPAT, DAN BUNYI TUTS SEMAKIN
KERAS. SUARA LANGKAH DARI SEPATU HAK TINGGI SEMAKIN MENDEKAT.
RAUT WAJAH NIR RESAH.
IBU MEMASUKI RUANG KERJA NIR, DENGAN PAKAIAN YANG SUDAH
SIAP UNTUK BERPEGIAN, MENGHADIRI PESTA, MENYAMBUT TAMU ATAU KE
MANA PUN YANG BISA DISIMPULKAN DENGAN PENGGAMBARAN “RAPIH”.

IBU
Nir, siap-siap. Sudah jam berapa ini?
NIR
Iya, Bu. Sebentar lagi, tanggung.

IBU
Bisa dilanjut nanti, kan? Malu kalau sampai kita terlambat.
Sudah mandi, kan? Ganti baju. Cepat!
Minggu-minggu masih saja sibuk, sisihkan sedikit waktumu untuk
Pemberi hidup.

NIR
Baru jam segini, Bu. Masih ada dua jam. Santailah sedikit. Aku
juga tidak suka terlambat.
[Nada suara Nir terdengar kesal]

IBU
Kamu selalu menjawab lebih panjang Ketika Ibu bicara, Padahal
semua juga untuk Kebaikanmu. Cepat selesaikan, Ibu tunggu.
[Ibu mendekati Meja Nir]
Ibu tidak pernah mengerti sebenarnya untuk apa kamu duduk
berjam-jam di sini.

NIR
Untuk apa lihat-lihat? Selalu ingin tahu. Sudah, tunggu depan
saja, aku akan segera menyusul.

IBU
Ibu heran, sulit sekali untuk kamu memuliakan hari penciptaan.
Galak sekali.
[Suaranya tampak getar. Terdengar perasaan seorang Ibu yang
dibentak oleh anaknya]
Cepat! Ibu tunggu di depan.
[Ibu melangkah keluar ruangan]
[Nir mempercepat ketikannya, dalam beberapa waktu dicukupkan
secara mendadak. Dengan kesal dan sedikit membanting meja
kerjanya, dimatikanya semua yang ada di hadapannya; mesin
ketik dan lampu kerja. ditutupnya semua catatan dan buku-buku.
Tergesa tanpa bisa membantah perintah Ibunya, Ia menyusul
Langkah Ibu. Semuanya ditinggalkan kecuali radio yang masih
memutar instrument-instrumen lagu rohani]

***[LAMPU PADAM PERLAHAN]***


ADEGAN II
MUSIK TERUS DIPUTAR, KEMUDIAN PERLAHAN BERGANTI DENGAN
DENTINGAN LAYAKNYA SUARA KOTAK MUSIK YANG MENGINGATKAN AKAN
SEBUAH MASA, DI MANA PERTANYAAN YANG HADIR SEMUANYA BISA
TERJAWAB.
SEBUAH BANGKU PANJANG DI TENGAH PANGGUNG, LAKI-LAKI DAN
PEREMPUAN DUDUK DI SANA. TANPA DIALOG. MEMANDANG JALAN LENGANG
DI DEPANNYA. MUSIK SEMAKIN MEMBERIKAN SUASANA MASA KECIL.
LAMPU YANG MEMBERIKAN KECERIAAN. ANAK ITU TERSENYUM DAN MENTAP
PRIA DI SAMPINGNYA. MUSIK PERLAHAN HILANG DARI PENDENGARAN.

NIR
Isai, aku ingin setiap minggu pergi ke tempat ini. Tempat ini
menyenangkan, dengan keramaian, atau pun kesunyian. Sepertinya
aku suka tempat ini.

ISAI
Apa yang bisa kamu ambil dari tempat seperti ini? Kita hanya
duduk tanpa ada kegiatan yang berarti.

NIR
Aku suka duduk. Duduk dan terdiam, menyaksikan kekosongan
adalah kesukaanku mulai hari ini. Apa kau bisa mengajakku ke
sini setiap minggu?
ISAI
Kemana pun itu, jika kau yang meminta, akan aku penuhi.
Berikan aku kabar Ketika waktu luangmu tiba. Oh iya, Nir.
Kenapa kau bisa menyukai duduk dan melamun? Kesukaanmu aneh.
Semakin hari ada-ada saja kesukaanmu.

NIR
Bagaimana jika Aku ingin pergi ke luar angkasa?
terbang menembus batas-batas, kemudian mencari bintang jatuh
dan galaxy milky way. Apakah kau akan mengantarkanku?

ISAI
[tersenyum kecil memandang wajah Nir]
Duduk dan terdiam, menjadikan khayalanmu pergi kemana-mana.
Untuk apa pergi ke luar angkasa jika hanya mencari bintang
jatuh?
Lihatlah ke atas dan kau akan menemukannya.
Apa kau tau? Kata orang, Jika kau melihat bintang jatuh, kau
bisa meminta permohonan, dan permohonan itu akan terkabul.

NIR
Aku sudah tahu, Isai. Aku pernah membaca informasi itu. Karena
itu pula aku mau mencari bintang jatuh.

AYAH
Memangnya apa permohonanmu Ketika kau melihat bintang jatuh?

NIR
Rahasia!
[isai tertawa]
[Nir kemudian berubah diam, matanya penuh dengan pertanyaan,
akan tetapi mulutnya tidak sampai untuk melontarkan kata-kata
di kepalanya. Sampai pada akhirnya ia mengucap pelan sebuah
pertanyaan]
MUSIK MEMPERDENGARKAN SEBUAH IRINGAN DENGAN LEMBUT, LAMPU
YANG PERLAHAN MENJADI SURAM.

NIR
Isai, kenapa aku tidak bisa pergi bersamamu di setiap Minggu?
Katamu, kau akan mengantarku ke mana pun aku ingin pergi. Aku
tidak meminta tempat yang sulit. Aku hanya ingin duduk di
sini. Berdiam dan mencari bintang jatuh.

ISAI
Iya, Nir. Aku sudah bilang, beri tahu jika waktu luangmu tiba.
Kita akan pergi ke sini. Duduk dan melihat bintang jatuh.

NIR
Setiap hari minggu, adalah waktu kosongku. Aku hanya pergi
dari jam lima sore hingga pukul delapan. Pagi hingga waktu
sore tiba, aku hanya menonton kartun di televisi.

ISAI
Iya, Nir. Mengapa kau tiba-tiba suka sekali duduk terdiam dan
memandang bintang jatuh? Bukankah hari Minggu adalah waktu
terbaik untuk menghabiskan jam tidurmu?

NIR
Isai, apa kau tahu? setiap hari minggu adalah hari
pertempuranku dengan Ibu. Bagaimana bisa pergi menyembah dan
duduk terdiam mendengarkan segala racau dari sesorang di depan
mimbar menjadikanku manusia baik? Aku meminta segala sesuatu
dengan harus menjilat dan berbelas kasih ke pada segala yang
tak terlihat Sementara aku tidak bisa menemukan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaanku.
Duduk di sini terdiam, jauh lebih banyak menjawab
pertanyaan-pertanyaanku atas apa yang terjadi di hidupku!
Bahkan dengan memandang bintang jatuh saja aku bisa meminta
permohonan, dan tekabul. Lantas mengapa aku harus berlutut
untuk permohonanku?
[Nir menjadi Emosional, air matanya jatuh. Lama-lama nafasnya
ter-isak]

[Nir menyandarkan kepala di bahu Isai, tatapan keduanya


terlempar jauh le depan dan penuh harap untuk kemungkinan-
kemungkinan yang ada]

MUSIK MEMAINKAN PERAN, MENGGANTI DIALOG-DIALOG ISAI DAN


NIR YANG MENJADI KEKOSONGAN. ISAI TERDIAM, UNTUK SAAT INI DIA
TIDAK BISA MEMBERI KOMETAR APA PUN TENTANG PERNYATAAN ATAU
PERNYATAAN DARI NIR. WAJAHNYA IKUT SEDIH, TAPI TIDAK MENANGIS.
LAMPU YANG MENGUNING.

ADEGAN III
MUSIK TETAP MEMAINKAN PERANNYA, SUARA KESEDIHAN. KEMUDIAN
LAMPU MENGUNING. BUNYI DENTUMAN BENDA KERAS DARI LANTAI
PANGGUNG. ORANG-ORANG, LELAKI ATAU PERMPUAN. MEMBAWA SEBUAH
BENDA, KEMUDIAN BENDA ITU DISERET, DIDORONG, DAN DIBANTING.
DIULANGI, DAN MELANGKAH. MENGINTARI PANGGUNG. CAHAYA ISAI DAN
NIR MEREDUP, MEMBERI FOKUS PADA ORANG-ORANG YANG LALU LALANG
DENGAN BENDANYA MASING-MASING.
BENDA YANG DIBAWA MENGGAMBARKAN SUATU MASA. MEJA-MEJA,
LAYAR TABUNG, PETI BOTOL, TAS GENDONG, RADIO, JAM DINDING,
TABUNG UDARA, ALAT DAPUR, BANTAL, POSTER FILM, KURSI RODA.
ORANG-ORANG ITU MELANGKAH PELAN, WAJAHNYA TERTUTUP KAIN HITAM,
DAN CAHAYA MERAH MENERANGI PANGGUNG, SUARA DENGING NOIS DAN
NADA-NADA MINOR MEMBUAT BISING TELINGA.
NIR TETAP DUDUK DI KURSI ITU, ISAI HILANG. ORANG-ORANG
ITU MENCOBA MEMBUKA KAIN HITAM DI WAJAHNYA. SEBAGIAN YANG
BERHASIL JUSTRU TERJATUH DAN TERGELETAK. NIR MENGHAMPIRI
SETIAP ORANG YANG TERGELETAK. ORANG-ORANG MEMBAWA BENDA DAN
MENYERET TUBUH YANG TERGELETAK.
CAHAYA LAMPU ABSTRAK, KACAU. KEMUDIAN TERPANCAR SINAR
KUNING YANG MENYIALUKAN MATA KE ARAH NIR.
FRAGMEN II
[NIR DAN SAJAK]
ADEGAN I
KEKACAUAN HADIR, LIHAT SIAPA YANG PERGI. NIR MENATA
SEBUAH TEMPAT DARI SISA-SISA BARANG YANG TERTINGGAL,
DIJADIKANNYA SERUPA KAMAR PENGAKUAN DAN ALTAR, DINYALAKANNYA
LILIN. DAN KETIKA SELESAI, IA MENATAPNYA PUAS. DUDUK. DAN
MEMEJAM MATA. IRINGAN MUSIK MEMBERIKAN SUASANA SEJUK, IRINGAN
PUJIAN DAN PENYEMBAHAN.

NIR
Aku kalah
[Nir membuka matanya, dan melihat komputer jijing yang masih
terserak di depannya, dan menaruhnya di meja dibiarkannya
mati, Nir tahu benda tersebut rusak tetapi tetap dipandangnya]

LAMPU MEMBERI FOKUS PADA NIR


NIR
Ibu, mari kita menghitung angka di lekung senyummu. Dan segala
sesuatu harum ruangan ini.
Bagaimana jika Kita beri nama Almanak.
Satu, dua, tiga, empat, dan selanjutnya. Jangan ada yang
dilipat, biar melebar, biarkan juga berjarak.

LAMPU MEMBERI CAHAYA PADA KURSI YANG KOSONG, DI SITU IBU


DUDUK DAN MENATAP NIR.

IBU
Nirmala, seumpama hari ini adalah kesempatan terakhir kita
untuk bertemu pada titik api hasil kaca pembesar yang disinari
cahaya matahari, dan membakar daun-daun kering. Seperti
katamu, mari melesat.

KEDUANYA SALING TATAP.


CAHAYA MENERANGI DUA LATAR, RUANG KERJA, DAN KAMAR
PENGAKUAN. KINI BATAS HANYA SEBUAH IMAJI YANG HIDUP. RUANG
KERJA DAN KAMAR PENGAKUAN MENJADI ARENA HIDUP NIR.

[Nir berjalan kea rah ruang kerjanya, mencari kertas di


tumpukan benda di mejanya, setelah mendapatkan yang
diinginkan, Nir duduk di atas meja]

NIR
Bagaimana bisa, dalam harap-harap cemas kita bisa
mengingat dan melupakan. Atau kita perlu memetakan hari
selanjutnya dan mematahkan waktu yang padam?

IBU
[Ibu berdiri di sebelah nir]
Mari kita hitung, 48 hari lagi adalah waktu untuk
menggenapkan proses sacral seorang wanita agung menyaksikan
angka 23 di kening anaknya.
Kau harus meyakini ini; kecup mesra, dan setiap usapanku
adalah kata-kata magis serupa doa yang merasuki jari-jariku.
Anakku, aku adalah waktu yang menunggu usai. Lekas-lekas
bersinar.
Sepertu yang lalu aku sudah melihat sebuaH cahaya terang
dari sela-sela air mata. Aku berhenti. Kata-kataku layak
mendapatkan waktu istirahat. Dan tidak ada yang berubah mulai
hari kemarin.
Petasan di langit, abu sisa arang dan panggang. Makanlah
dengan kenyang.
Setelah itu beri jeda untuk segala langkah, hembuskan
nafas untuk setiap berkat, dan selalu memandang.
NIR
Bagaimana ibu bisa tahu kata-kata itu? Itu adalah
tulisannku? Aku tidak suka. Sangat tidak suka untuk segala hal
tentang tulisannku.

IBU
Ibu tahu segala tentangmu. Tanpa kau bicarakan sedikit
pun. Sekeras apa pun kau menutupnya. Ibu tahu.
Nirmala, aku ini Ibumu.

NIR
Ya, ya, ya. Aku mengaku kalah. Apakah Ibu akan
mendengarkanku jika aku bercerita tentang lelakiku? Aku tidak
tahu bagaimana mendeskripsikan rasa kepada sesorang. Aku butuh
Ibu, tolong dengarkan dan jangan memberikan komentar-komentar
menyebalkan seperti biasanya.

IBU
Nir. Nirmala, aku ini Ibumu. Bagaimana pun, jika Pria itu
baik untukmu. Berikan dia hatimu. Beri dia senyum yang tulus,
tanda kau menyayanginya.
Nir, semoga kamu bisa mendeskripsikan sayangmu ke Ibu.

NIR
Iya, Ibu. Nir sayang Ibu.
[Nir memeluk dan mencium Ibunya]
Ibu, tunggu ya. Akan kubawa dia ke hadapan Ibu. Namanya
Isai, tunggu. Jangan pergi.

MUSIK SUKA CITA MENGIRINGI LANGKAH KAKI NIR, IBUNYA DUDUK


TERDIAM DI KURSI KERJA NIR. NIR BERSUKACITA UNTUK KEBAHAGIAAN
SEDERHANA YANG SUDAH LAMA IA TAHAN. LANGKAH KAKINYA SERUPA
ORANG KASMARAN.
ADEGAN II
CAHAYA LAMPU TRANSISI, MEMBERI TERANG UNTUK TEMPAT ISAI
DAN NIR BERTEMU, WARNA-WARNI SERUPA KEMBANG API TAHUN BARU,
SUKACITA.

NIR
Isaiiiiii.
[memeluknya dari samping]

[isai tersenyum manis melihat Nir]

NIR
Isai, aku punya kabar gembira sekaligus buruk untukmu.

ISAI
Apa?

NIR
Hish, memangnya tidak ada cara lain untuk merespons berita
ini?
Apa berita ini tidak membuatmu antusias?

ISAI
Iya, Nir. Maaf. Lalu aku harus bagaimana meresponsnya?

NIR
Tidak jadi. Aku sudah tidak antusias.

ISAI
Iya, maaf. Coba ulangi.
NIR
Tidak mau.

ISAI
Nir, kekasihku. Ada kabar apa pagi ini nona Nir?
[Isai menggoda Nir]

[Nir luluh dan mulai meceritakannya]

NIR
Ibuku sudah tahu, tentang kita. Dan Ibu sepertinya
mengizinkannya. Tidak ada masalah.

ISAI
Itu kabar baik, aku senang mendengarnya.
Lalu kabar buruknya?

NIR
Kabar buruknya, Ibu memintamu untuk segera menikahiku.

[Isai tertegun, tidak percaya dan terbelalak]

ISAI
Bagaimana bisa? Tidak mungkin

NIR
Oh, jadi kamu tidak mau?
ISAI
Bukan begitu, Nir. Aku harus bagaimana? Aku tidak tahu apa-apa
tentang pernikahan.

NIR
Sstttt, jangan berisik. Menikah itu hal yang mudah. Sekarang
mari kita coba, Latihan ya. Berdiri di sini.
[Nir menyuruh Isai untuk berdiri di depannya]
Aku pernah melihat sebelumnya. Tatap mataku.
Ah, aku tidak kuat. Karena ini masih Latihan, lebih baik kita
saling membelakangi saja.
[Nir dan Isai saling membelakangi]
Mulai ya, Aku duluan sebagai contoh.

“di hadapan sang empunya hidup dan jemaat di sini. Saya


Nirmala menerima engkau Isai sebagai satu-satunya suamiku yang
sah. Sebagai istri yang mengakui adanya zat yang lebih tinggi
sebagai pepmberi nafas, saya berjanji akan memelihara engkau
pada masa sehat atau sakit, kaya atau miskin, senang atau
susah. Di hadapan nafas hidup, saya berjanji.

Sudah, gampang bukan? Hanya seperti itu. Kemudian kita bisa


hidup Bersama.
[Nir menghadap ke arah Isai, Isai tersenyum dan mengusap
rambut Nir]

ISAI
Amin.

NIR
Bagaimana bisa kau merespons janji suci itu hanya dengan satu
kata?
ISAI
Nir, aku belum bisa memberikanmu apa-apa. Tunggu dan berilah
waktu sesaat. Lalu aku akan belajar dan mengingat bagaimana
mengutarakan janji tadi.
Akum akan pergi di sini. Tunggu sebentar.

NIR
Berapa lama? Apakah tidak ada sesuatu untukku sebelum kau
pergi?

ISAI
Karena aku tidak lama, dan aku janji akan segera mungkin
kembali ke sini. Aku tidak memberikanmu apa-apa.

NIR
Baiklah, jangan lama-lama.
Isai, sebelum kau pergi, bisakah kau bacakan tulisan yang
pernah kau berikan kepadaku?

ISAI
Tulisan yang mana?

PENGULANGAN YANG SAMA. BATAS PANGGUNG MENJADI HILANG,


RUANG KERJA DAN TEMPAT NIR BERTEMU MENJADI KIKIS. NIR MENCARI
SESUATU DI TUMPUKAN MEJA KERJANYA, DAN MENGAMBIL SEBUHA
KERTAS.

NIR
Ini, aku rindu kau membaca sebuah tulisan untukku.

ISAI
Baik.
[Isai melangkah jauh, mengambil jarak di kamar pengakuan]
NIR
Kenapa harus jauh-jauh?

ISAI
Ssttt.. mengambil jarak agar semuanya terlihat dan terdengar
lebih beragam. Dengarkan!
[Isai membuka kertas dan membacakan tulisan itu]

”serupa jam kerja yang menerorku setiap pagi. Dan kedai-kedai


memberi ruang tunggu untuk memberi ruang tunggu sekaligus
permenungan untuk hari raya gajian. Kau berlari-lari, dan
menagih janji yang tidak pernah putus untuk laju di pukul lima
sore. Ujarmu aku adalah notifikasi favoritmu, tapi sebenar-
benarnya itu adalah noise abadi dalam telingamu. Selanjutnya
pengulangan monoton dimulai. Memasuki duniamu yang tanda
tanya, meski sekelebat bertebar tanda seru dan tanda baca lain
yang sulit dipahami. Bersama huruf-huruf membentuk amarah
serta senyum yang entah waktu tibanya kapan, aku selalu
memberinya halaman untuk ditulis. Ingkar, ingkar, maaf. Ingkar
lagi, ingkar lagi, maaf lagi. Pengulangan monoton yang entah
kapan berakhir. Dan aku memberinya ruang sedikit untuk
kebahagiaan yang tumbuh. Untuk Nirmalaku, terima kasih”

[Isai melangkah pergi tanpa sekata lagi. Melambaikan tangan ke


arah Nir]

CAHAYA UNGU BERTEBAR. PANGGUNG REDUP, SEMUA PERGI


KECUALI NIR. DUDUK BERPINDAH DI SEMUA TEMPAT DAN TERDIAM.
MUSIK KEMBALI MEMAINKAN PERAN UNTUK KEKOSONGAN YANG HADIR.

FRAGMEN III
[NIR DAN PENYELESAIAN]
AIR MATA NIR SEMAKIN DALAM MENGALIR, NAFASNYA SEMAKIN
MEMBURU DAN TERISAK. BERTERIAK DAN MEMUKUL-MUKUL MEJA.
MEMANGGIL ISAI DAN IBU. SEMUAN YANG BERJANJI KEMBALI, NAMUN
NIR LUPA BAHWA KEMBALI ADALAH PERNYATAAN ABSTRAK.
NIR LELAH AKAN TANGISNYA KEMUDIAN MEMUTAR RADIO TUA DI
RUANG KERJANYA. MASIH DALAM TANGIS NIR KEMUDIAN SECARA ACAK
MENDENGAR PENYIAR YANG MEMBACAKAN SEBUAH TULISAN DAN KIRIM-
KIRIM SALAM.

PENYIAR
Oke, kawula muda kali ini kita akan membacakan pesan dari
Kenra,
“salam untuk bara yang jauh di sana. Semoga dengar siaran ini
juga ya. Bara aku lagi ngefans sama orang yang kamu sering
sebut. Iya, Farid Stevy nih. Dan ada kutipan bagus yang aku
baca nih, mungkin kamu udah tau ya.
Kami benam ratusan ribu kata dalam diam, kami titip satu
kerinduan pada mereka yang kami cinta dalam gemuruh air, detak
bebatuan, daun dan bunga sembarang, terpa matahari yang mulai
condong ke barat, rumput-rumput yang terikat, langit dan bumi
yang bersepakat lewat desis angin serta lantang mimpi. Binasa
untuk ada. Tiada untuk niscaya”

Wow bagus banget ya kutipan dari Farid Stefy ini ya. Oke salam
untuk bar…

BELUM SELESAI PENYIAR ITU MEMBACAKAN PESAN-PESAN, NIR


MEMATIKAN RADIO ITU. TANGISNYA BERKURANG. IA BERJALAN KE ARAH
KAMAR PENGAKUAN, BERDIRI DI DEPANNYA MEMANDANG DENGAN KOSONG.
KEMUDIAN MENYALAKAN LILIN YANG ADA DI SITU. DAN BERLUTUT
MENYEMBAH DENGAN TANGIS YANG PECAH LAGI. TANPA SUARA DAN
TERISAK DALAM.
MUSIK MEMAINKAN INSTRUMENT PUJIAN YANG SAMA DI AWAL
PEMENTASAN. LAMPU PERLAHAN PADAM.

PEMENTASAN SELESAI.
PURWOKERTO, DAN SEMANGAT UNTUK KALIAN SEMUA
29-12-2021

Anda mungkin juga menyukai