Anda di halaman 1dari 18

HANYA SATU KALI

Karya : John Galsworthy dan Robet Midlehman


Saduran : Sitor Situmorang

DI SEBUAH RUANG KERJA KEPALA PENJARA. WAKTU MALAM


PUKUL 22.36 WIB. KANTOR YANG LUAS DAN DINDING YANG
BERISI DAFTAR NARAPIDANA. TAMPAK KEPALA PENJARA
SEDANG ASYIK MENGEPULKAN ASAP ROKOKNYA, SEMENTARA
ULAMA BERDIRI DI DEKAT JENDELA, MATANYA MENATAP KE
ARAH LUAR. SEPERTINYA MEREKA BERDUA SEDANG BINGUNG.

KEPALA : apa sudah hujan?

ULAMA : (menjawab, tapi tidak menoleh) sudah.

KEPALA : mengapa pula mesti hujan malam ini.

ULAMA : (melihat jam tangan), sudah jam sebelas, menunggu?

KEPALA : tidak. Apa dia tenang waktu bapak tinggalkan?

ULAMA : ya, dia tenang. Dan…saya pikir, dia akan tenang sampai saat
terakhir.

KEPALA : saya tidak pernah melihat orang begitu tenang, sikapnya


sangat baik, dia tidak seperti tahanan yag lain.
Huh….sungguh menakjubkan.

ULAMA : sayangnya dia melakukan perbuatan untuk tujuan yang


tidak baik, sampai sekarang saya sangat sulit untuk
mengerti akan sifatnya.

KEPALA : (sedikit kesal) dia telah mempermainkan saya, tidak apa!

ULAMA : saya juga.

1
KEPALA : ketika dia meminta bapak untuk datang malam ini, saya
pikir dia hendak bicara.

ULAMA : memang, dia bicara berterus terang.

KEPALA : tentang apa?

ULAMA : hampir tentang segala hal.

KEPALA : tentang dirinya sendiri?

ULAMA : tidak. Rupanya itulah soal yang selama ini tidak menarik
perhatiannya.

KEPALA : jadi belum juga dia menceritakan siapa dia sebenarnya.

ULAMA : tidak sama sekali, dan dia tidak akan pernah


menceritakannya. Dia ingin mati sebagai manusia yang
meninggalkan rahasia bagi kita. Kadang-kadang saya pikir,
dia juga merupakan rahasia bagi dirinya sendiri.

KEPALA : dia cuma hendak membela orang lain, namanya pasti bukan
Sudarso, saya tahu apa yang diceritakannya omong kosong
sama sekali. Tapi mengapa? Saya kira dia hendak menutupi
perbuatannya terhadap keluarga maupun kenalannya.
Sekarang, apa yang kita dapat. Kita menghukum seorang
manusia yang kita tidak tahu siapa dia sebenarnya. Padahal
dia sudah enam bulan di sini.

ULAMA : seperti ada kekuatan jiwa untuk dapat menyingkirkan diri


dari keluarga dan kawan-kawan, seperti yang dia lakukan,
dia butuh hiburan.

KEPALA : itu tidak perlu…jam berapa sekarang?

ULAMA : jam sebelas tiga puluh.


2
KEPALA : saya kira, saya akan melakukan perbuatan yang belum
pernah saya lakukan selama dua puluh delapan tahun saya
bekerja dipenjara ini.

ULAMA : apa?

KEPALA : anak itu akan kita bawa ke sini, dan biar dia duduk di sini
bersama saya dan bapak. Sampai tiba waktunya eksekusi
dilaksanakan.

ULAMA : mengapa tuan berbuat demikian?

KEPALA : karena, kalau dia duduk di sini dan kita tanyakan langsung,
barangkali dia akan buka mulut. (memanggil opas), Yahya…!
Masuk sebentar.

YAHYA : Siap pak. (masuk ruangan kepala penjara) ada apa, pak?

KEPALA : bawa Sudarso ke sini?

YAHYA : baik, pak.

KEPALA : satu lagi, sudah sanpai di mana pekerjaan mereka?

YAHYA : kira-kira sepuluh menit lagi sudah selesai pak.

KEPALA : malam ini saya tidak suka ada halangan sedikitpun. Kalau
ada, celaka kalian semua. Katakan ini pada mereka. Sekarang,
ambil Sudarso dan bawa ke sini.

YAHYA : siap.pak.

ULAMA : bagaimana dengan wartawan-wartawan dan orang-orang


yang hendak menyaksikannya nanti.

3
KEPALA : mereka sekarang sedang minum kopi. (telpon berdering),
hallo, ya..ya..ada apa. Ya memang di sini, siapa yang hendak
bertemu dengan dia? (kepada Ulama), Bapak Menteri?

ULAMA : ada apa, tentang Sudarso?

KEPALA : sssst! benar pak, saya Direktur Penjara, ha.ha…ha…terima


kasih banyak pak. O..betul, bukan sebuah pekerjaan yang
enak, pak. Dijamin aman dan lancar pak, betul pak, menurut
aturan undang-undang harus dijalankan, ya…pak. Paling
lambat tengah malam nanti eksekusi sudah dilakukan, tapi
terserah bapak…apa pak? Diundur…boleh saja pak, bisa
diundur sesuai dengan kemauan bapak. Seorang gadis? Jadi
dia mau ke sini…baik, baik, pak. Saya akan telpon bapak
apabila sudah selesai. Terima-kasih. Selamat malam juga pak.
(meletakkan telpon dan menghadap Ulama). Bisakah bapak
mengerti, seorang gadis akan datang malam ini ingin
menemui Sudarso, karena dia menyangka kalau Sudarso
adalah kakak kandungnya yang sudah lama tidak bertemu
dengannya, dia mendesak bapak Menteri agar bisa bertemu
dengan Sudarso, mati saya…

ULAMA : kasihan sekali gadis itu…

YAHYA MASUK MEMBAWA SUDARSO.

YAHYA : ini Sudarso pak?

KEPALA : ya, kamu boleh keluar.

YAHYA : baik, pak.

KEPALA : duduk Sudarso

SUDARSO : terima kasih.


4
KEPALA : Sudarso…kamu sudah enam bulan di sini, dari hari pertama
sampai sekarang sikapmu sangat baik.

SUDARSO : buat apa saya mesti mengganggu bapak.

KEPALA : kau tidak menimbulkan kesulitan apa-apa dan karena itu,


saya menunjukkan penghargaan saya padamu, sepanjang
yang diperbolehkan undang-undang.

SUDARSO : bapak sangat baik pada saya, (pada Ulama) bapak juga.

KEPALA : kau saya suruh kemari, seterusnya kau akan tinggal di sini.
Kamu tidak usah takut, kamu di sini bersama saya dan bapak
ini.

SUDARSO : bagi saya tempat yang satu sama saja dengan tempat yang
lain.

KEPALA : apa maksudmu?

SUDARSO : saya hanya bermaksud, saya ini orang hukuman mati. Di


sini sama saja dengan di dalam sel.

KEPALA : jadi kau lebih suka di dalam sel?

SUDARSO : o..tidak, di sini lebih enak. Kecuali…

KEPALA : kecuali apa?

SUDARSO : dalam sel saya boleh merokok.

KEPALA : (mengangkat bahu) o..begitu. kau suka apa, Dji Sam Soe atau
Djarum?

SUDARSO : kalau boleh Dji Sam Soe saja pak.

5
KEPALA PENJARA MENGAMBIL SEBATANG ROKOK DJI SAM SOE,
MENYERAHKAN SATU BATANG KEMUDIAN MENGAMBIL KOREK
API UNTUK MEMBANTU MEMBAKAR ROKOK SUDARSO.

SUDARSO : (mengepulkan asap rokok). Terima kasih.

KEPALA : sebelum terlambat, saya minta supaya kamu pikirkan lagi


apa yang berkali-kali kami tanyakan.

SUDARSO : selalu saya pikirkan.

KEPALA : kalau begitu, ini kesempatan terakhir. Siapa kau sebenarnya


dan dari mana asalmu?

SUDARSO : saya..saya, saya…Su..Dar..So. Pembunuh!

KEPALA : itu bukan namamu yang sebenarnya!!

SUDARSO : bapak kan bukan mau mengeksekusi nama, tapi orangnya.


Apa bedanya kalau saya bernama Sudarso atau bukan.

KEPALA : Sudarso…

SUDARSO : saya pak.

KEPALA : kau lihat surat-surat ini?

SUDARSO : ya, saya lihat.

KEPALA : tiap surat ini menanyakan satu soal dan apabila


dikumpulkan barangkali sudah ribuan, ini hanya sebagian
kecil.

SUDARSO : ada apa dengan surat-surat itu?

6
KEPALA : mereka yang mengirim surat ini bertanya, apakah kau anak
mereka yang hilang, kakak, adik, saudara, kekasih yang
lenyap sudah puluhan tahun.

SUDARSO : saya tidak bisa menjawabnya

KEPALA : kau harus menjawabnya!!

SUDARSO : bagaimana cara saya harus menjawabnya.

KEPALA : ceritakan siapa kau sebenarnya (Sudarso menggeleng) apa


kau tidak mengerti ha…kau harus menjawabnya!

SUDARSO : saya tidak mengerti. Dapatkah bapak menerangkan


maksudnya?

KEPALA : apa ada orang yang mau kau lindungi?

SUDARSO : ada, eh..tidak,tidak, tidak ada.

KEPALA : siapa? Keluarga?

SUDARSO : saya bilang tidak.

KEPALA : tapi mula-mula kau sudah bilang, Ya..

SUDARSO : lidah saya keseleo pak.

KEPALA : ha..ha..ha.ha…kau memang pandai bersilat lidah, Sudarso.


Dengar, kau mesti berpandangan luas. Seandainya kau
ceritakan siapa namamu dan itu saya sebarkan. Di satu sisi
akan menimbulkan kesedihan, katakanlah dalam satu
keluarga yaitu rumahmu sendiri, itu yang kamu pikirkan
bukan? Kau tidak hendak menyusahkan keluargamu bukan?
Baik. Tapi pikirkanlah ini. Seandainya kau berbuat demikian,
kau akan membawa kemalangan dalam satu rumah. Tapi

7
akan melegakan beratus bahkan beribu rumah yang lain
Mengerti? dari semua kejahatan yang sudah kau lakukan,
apakah kau tidak punya tanggung jawab sedikitpun terhadap
orang-orang yang telah kau korbankan.

SUDARSO : sama sekali tidak.

ULAMA : bapak kepala benar anakku, kau wajib memberi ketenangan


jiwa pada mereka dan untuk kedamaian dalam kecemasan
mereka, saya minta agar kau mau mengatakan siapa kau
sebenarnya, anakku?

Sudarso : pak, saya tidak bisa. Jangan paksa saya.

ULAMA : baiklah, semuanya terserah padamu anakku.

KEPALA : saya pikir, ada satu hal lagi

SUDARSO : ya, tentang apa, pak

KEPALA : ini uangmu, lima puluh juta rupiah.

SUDARSO : ya, saya tidak bisa membawa uang itu ke tempat saya akan
pergi, jadi saya harap agar bapak mempergunakannya buat
maksud yang baik.

KEPALA : kepada siapa, uang ini akan saya kirim?

SUDARSO : (tertawa kecil), tidak pak, apa bapak kira saya bisa masuk
perangkap, apabila menjawab pertanyaan itu.

KEPALA : kepada siapa uang ini harus saya kirim!!! Saya tidak bisa
menyimpan ataupun membuangnya!

SUDARSO : saya tidak tahu, saya pikirkan dulu. Nanti saya beritahu, apa
ada hal lain?

8
KEPALA : tidak, kecuali jika kau ingin memberikan keterangan yang
jelas.

SUDARSO : tidak. Saya rasa semuanya sudah saya ceritakan. Saya


membunuh orang dan saya tidak menyesal, saya tidak
menyesal membunuhnya, saya….

ULAMA : kau seharusnya bertobat anakku.

SUDARSO : apa, bapak bilang bertobat! Huh…saya rasa bertobat hanya


buat jiwa yang sakit. Sementara jiwa saya sehat dan waras.
Orang itu memang patut dibunuh, dia tidak berguna hidup,
saya wajib membunuhnya dan itu sudah saya laksanakan.
Seumur hidup, saya belum pernah memukul seorang
makhluk-pun, tetapi setelah saya tahu apa yang dilakukan
orang itu. Saya harus membunuhnya. Saya bunuh dia
dengan sadar dan hati-hati. Saya tahu apa yang saya lakukan,
saya tidak mempunyai alasan untuk diampuni undang-
undang.Sejak kecil, saya sudah belajar tentang arti hidup,
sekarang semua akan saya terima tanpa dibantu siapa-siapa,
nanti bila mayat saya pucat setelah diambil oleh malaikat
pencabut nyawa dan meyerahkan kepada Tuhan. Saya akan
bertanya tentang tobat dan arti kebenaran sesungguhnya.

Ulama : Sudarso, anakku. jangan berkata demikian. Jangan


mempermainkan agama anakku.

YAHYA : maaf, mengganggu pak.

KEPALA : ada apa !!

YAHYA : ada orang yang ingin bertemu dengan bapak, dia membawa
surat ini.

9
KEPALA : o…gadis itu

YAHYA : ya, pak

KEPALA : periksa gadis itu, setelah itu suruh tunggu sampai kamu
saya panggil lagi.

YAHYA : baik, pak

KEPALA : Sudarso, seorang gadis ingin bertemu denganmu. Saya


harap kamu bersedia

SUDARSO : sebenarnya dia mau apa?

KEPALA : barangkali saja dia berfikir kalau kamu adalah kakaknya, dia
datang dari jauh hanya ingin bertemu denganmu.

SUDARSO : dia salah. Saya tidak punya adik.

KEPALA : saya atau kau sendiri yang akan menyampaikan hal itu?

SUDARSO : bapak saja.

KEPALA : baik.

SUDARSO : tunggu dulu, dia datang dari jauh untuk menemui saya?
Kalau begitu izinkan saya bicara dengan dia,tapi saya minta
cuma kami berdua saja.

KEPALA : baiklah, kau boleh bicara dengan gadis itu di sini.

SUDARSO : terima kasih pak..

KEPALA : Yahya!

YAHYA : (masuk) ya, pak.

KEPALA : bawa gadis itu masuk.

10
YAHYA : baik, pak. (Yahya keluar dan membawa masuk gadis ke
dalam ruangan Kepala). Ini gadis itu pak.

KEPALA : ya, kamu boleh keluar. Silahkan duduk nona.

GADIS : terima kasih

KEPALA : nona sudah bicara dengan bapak menteri, bukan?

GADIS : ya, pak. Hampir satu setengah jam

KEPALA : nona ingin bertemu dengan Sudarso

GADIS : ya, pak. Saya harap saya belum terlambat.

KEPALA : tidak, nona tidak terlambat. Nona datang sendiri, atau


barangkali nona memang hidup sendiri selama ini.

GADIS : tidak pak. Saya tinggal dengan ibu saya. Bapak saya
meninggal ketika saya masih bayi.

KEPALA : kenapa ibu nona tidak datang ke sini?

GADIS : beliau sedang sakit pak.

KEPALA : o..begitu. nona punya abang atau adik?

GADIS : saya punya abang Cuma satu, mudah-mudahan saja dia itu
abang saya.

KEPALA : abang nona jauh lebih tua dari nona bukan?

GADIS : ya, pak. Dia 13 belas tahun lebih tua dari saya

KEPALA : kenapa dia meninggalkan rumah?

GADIS : saya tidak tahu pak.

KEPALA : berapa lama nona tidak melihat dia?

11
GADIS : sekitar, sepuluh tahun pak

KEPALA : begitu lama, dan umur nona sekarang berapa?

GADIS : dua puluh tahun pak.

KEPALA : apa biasanya yang biasa nona lakukan dengan abang nona,
yang bisa memberi petunjuk.

GADIS : waktu kecil, abang selalu mengajak saya bermain. Dia suka
bercerita dan membaca sajak. Dan dia sangat bercita-cita
sekali untuk menjadi aktor. Kadang-kadang dia suka
mengajarkan cara membasa puisi kepada saya, biasanya pada
hari libur dia mengajak saya ke tepi laut, ke kota dan banyak
lagi.

KEPALA : nona, saya yakin Sudarso bukanlah abang nona

GADIS : kenapa bapak berkata demikian?

KEPALA : saya tahu betul sifatnya. Dia tidak suka puisi. Percayalah,
tapi biarlah nona saksikan sendiri, Yahya! Bawa Sudarso
kemari.

YAHYA : (dari luar) siap, pak.

KEPALA : jika ternyata dia abang nona, nona boleh bicara satu jam
dengannya. Tapi, jika tidak sebaiknya dipersingkat saja.

GADIS : saya hanya ingin dapat kepastian untuk saya ceritakan


kepada ibu. Beliau sudah lama khawatir, karena beliau sakit
maka saya diminta untuk memastikan apakah dia abang saya
atau bukan.

KEPALA : saya mengerti

12
GADIS : memang sedih juga buat kami, kalau seandainya dia abang
saya. Tapi itu akan lebih baik buat ibu dari pada siang dan
malam memikirkannya dan tidak tahu apa yang sebenarnya
terjadi dengan dia (Sudarso masuk bersama Yahya).

KEPALA : Sudarso, inilah gadis itu. Sekarang kau boleh bicara dengan
dia sendirian.

SUDARSO : terima kasih pak. Ini tidak akan lama.

KEPALA : sekarang kami pergi dulu, Yahya kau harus tetap berjaga.

Kepala dan ulama keluar

GADIS : malam…(Sudarso tidak menjawab)

SUDARSO : sebelumnya saya mohon maaf, kira-kira apa yang membuat


nona untuk datang kemari?

GADIS : sebenarnya ibu yang menyuruh saya untuk bertemu


denganmu.

SUDARSO : o, ya!

GADIS : soalnya kami sudah lama tidak mendengar kabar tentang


Tomo, abang saya. Dan setelah ibu melihat foto Mas Tomo di
layar televisi, beliau berfikir…..

SUDARSO : kalau saya adalah abang nona, Tomo, begitu?

GADIS : ya, begitulah

SUDARSO : saya pikir gampang buat nona untuk melihat bahwa saya
bukanlah abang nona, Tomo!

13
GADIS : Mas sedikit serupa dengan dia, seperti yang diberitakan
tersebut, ya…memang sudah begitu lama dan saya selalu
punya gambaran lain tentang mas Tomo.

SUDARSO : sudah barang tentu saya bukan abangmu, saya bukan abang
siapapun juga, sebab saya tidak punya adik, jelas bukan?

GADIS : siapa nama mas sebenarnya?

SUDARSO : Sudarso, mm..Ahmad Sudarso.

GADIS : benar itu nama mas?

SUDARSO : benar dik..eh nona. Apa nona pikir saya akan bohong dalam
keadaan seperti ini, tentu tidak bukan?

GADIS : tidak, saya pikir juga tidak. Apa…mas suka membaca?

SUDARSO : membaca? Membaca apa maksud nona?

GADIS : ya, buku-buku

SUDARSO : mmm…saya tidak pernah membaca, bahkan saya baru


membaca ketika berada di penjara ini.

GADIS : Mas pernah menjual buku, untuk mencari nafkah


maksudnya?

SUDARSO : juga tidak.

GADIS : saya harap ma jangan marah atas pertanyan-pertanyan saya.


Tetapi, saya…

SUDARSO : tidak apa-apa, teruskan saja.

GADIS : Mas pernah sekolah, ya…tentu sekolah menengah

SUDARSO : tidak. Saya hanya tamatan SD

14
GADIS : pernahkah mas bercita-cita ingin jadi pemain sandiwara,
atau pernahkah mas jadi anak sandiwara?

SUDARSO : tidak. Saya seorang hukuman.

GADIS : mas, suka puisi-puisi…

SUDARSO : sama sekali tidak!

GADIS : “kau tahu, kidung malam membuka, di pipi tempat biasa kau
menciumku, pipi sebagai kata perpisahan, aku akan pergi adikku
yang manis. Senyummu, adalah anugerah Tuhan yang telah
diberikan kepada ibu tercinta, jagalah dia dengan senyum, sampai
aku benar-benar pulang dan tidak ada lagi kata untuk pergi” apa
mas, tahu puisi itu?

SUDARSO : (menarik nafas dalam-dalam), tidak. Tapi syairnya bagus,


coba lanjutkan lagi.

GADIS : “selamat tidur, selamat tidur. Berpisah terasa bahagia dan sedih,
karena aku harus pergi, sampai tiba waktu esok” tahu
lanjutannya?

SUDARSO : (ragu, seperti ingin melanjutkan tapi tidak jadi). Tidak tahu

GADIS : selamat tinggal, Mas. Ternyata kau bukan abang saya. Saya
hanya ingin tahu saja apakah kau abang saya atau bukan.
Sekarang saya baru yakin, saya mohon pamit dulu, saya
harap kedatangan saya tidak menambah kesedihan mas
Tomo…eh,mas Sudarso.

SUDARSO : (terdiam kaku) kau, hendak pergi?

GADIS : ya, saya telah berjanji dengan kepala penjara, saya harus
pergi kalau ternyata mas bukan abang saya.

15
SUDARSO : dan menjumpai ibu?

GADIS : ya, saya akan menjumpainya untuk mengatakan hal yang


sebenarnya.

SUDARSO : saya heran, mengapa ibu mengirim nona untuk hal sedih
seperti ini, kalau ibu…

GADIS : ibu sakit keras, beliau sekarang hanya bisa berbaring


ditempat tidur, karena selalu memikirkan nasib mas Tomo.

SUDARSO : tapi kalau nona ceritakan kepada ibu kalau mas Tomo
bukan seorang pembunuh, artinya bukan saya. Mungkin
akan menghibur hatinya, bukan?

GADIS : ya, mungkin saja. Hanya….

SUDARSO : hanya apa?

GADIS : saya pikir, ibu tidak akan pernah sembuh. Sebelum


mengetahui bagaimana nasib mas Tomo.

SUDARSO : seorang ibu, tidak pantas diberlakukan seperti itu. Saya


menyesal, memperlakukan ibu saya tidak lebih baik dahulu.
Tapi, saya ingin tahu kira-kira siapa nama adik? Eh..nona.

GADIS : Saraswati

SUDARSO : wah, sebuah nama yang luar biasa, saya pernah


mendengarnya. Tapi entah di mana?

GADIS : dan, nama abang saya Murtomo

SUDARSO : Murtomo…Hendro, Hendro Murtomo ya…Hendro


Murtomo.

GADIS : ya, itulah nama lengkapnya. Dari mana mas bisa tahu?

16
SUDARSO : dengarlah, apa yang hendak saya katakana. Dan jangan
potong penbicaraan saya, sebab waktu saya tingggal sedikit
lagi. Dengarlah baik-baik. Agar hal ini bisa diceritakan
kepada ibu. Jika betul dia adalah abangmu bilanglah sama
ibu, kalau dia mati sebagai pahlawan.

GADIS : Mas Tomo, mati!!!

SUDARSO : ya, dia mati sebagai pahlawan, tentu hal ini akan
menggembirakan ibu. Bahwa anaknya mati sebagai pahlawan
bukan dihukum gantung sebagai penjahat.

GADIS : ya…gembira sekali. Tapi….

SUDARSO : saya hendak berkirim sesuatu buat ibu, (mengambil


amplop). Berikan ini kepada ibu. Sampaikan padanya bahwa
ini dari seseorang dan anggaplah ini yang bisa saya berikan
dan sampaikan maaf saya pada ibu dan salam saya. (gadis
mau membuka amplop) jangan dibuka dulu, biar ibu yang
buka.

GADIS : di dalamnya berisi apa?

SUDARSO : ini hanya kenang-kenangan saya buat ibu dan buatmu juga
sebagai tanda terima kasih saya.

GADIS : saya pasti akan selalu mengingatnya

SUDARSO : saya pikir kita berpisah sampai di sini, saya gembira sekali
karena kau tidak terlambat datang.

GADIS : selamat tinggal dan terima kasih atas jasa mas terhadap saya
dan ibu. Sebenarnya saya ingin berbuat sesuatu buat mas.
Apa yang bisa saya bantu?

17
SUDARSO : ya, ada. Hanya barangkali….

GADIS : bilanglah

SUDARSO : saya tidak bisa mengatakannya. Tapi maukah kau


membacakan puisi abangmu untuk saya dan itu akan selalu
saya ingat sampai ajal menjemputku. Bacakanlah menjelang
engkau pergi dan selamat jalan adikku.

GADIS : “selamat tidur, selamat tidur, berpisah terasa bahagia dan sedih
karena aku harus pergi sampai tiba hari esok”. (Sudarso
menyambung kalimat Puisi) ”kulihat malam dalam matamu,
damai dalam hatimu adikku, bilaslah kiranya aku tidur begitu
damai adikku manis.”

SUDARSO : dari segala yang saya lihat dan saya rasakan, bahwa
kematian adalah akhir dari cerita kehidupan, aku tidak mau
kalian bertambah sakit akan kematianku, aku ingin kalian
tenang dan akupun akan tenang dengan akhir cerita ini. Dan
ingatlah pahlawan hanya mati satu kali.

KEMUDIAN KEPALA PENJARA, ULAMA DAN YAHYA MASUK.

KEPALA : Sudarso, Sudah waktunya!

TAMAT

18

Anda mungkin juga menyukai