Anda di halaman 1dari 24

1

HANYA SATU KALI


Karya : John Galsworthy

DI SEBUAH RUANG KERJA KEPALA PENJARA. WAKTU MALAM


PUKUL 22.36 WIB. KANTOR YANG LUAS DAN DINDING YANG
BERISI DAFTAR NARAPIDANA. TAMPAK KEPALA PENJARA
SEDANG ASYIK MENGEPULKAN ASAP ROKOKNYA, SEMENTARA
ULAMA BERDIRI DI DEKAT JENDELA, MATANYA MENATAP KE
ARAH LUAR. SEPERTINYA MEREKA BERDUA SEDANG BINGUNG.

KEPALA : apa sudah hujan?

ULAMA : (menjawab, tapi tidak menoleh) sudah.

KEPALA : mengapa pula mesti hujan malam ini.

ULAMA : (melihat jam tangan), sudah jam sebelas, menunggu?

KEPALA : tidak. Apa dia tenang waktu bapak tinggalkan?

ULAMA : ya, dia tenang. Dan…saya pikir, dia akan tenang sampai saat
terakhir.

KEPALA : saya tidak pernah melihat orang begitu tenang, sikapnya


sangat baik, dia tidak seperti tahanan yag lain.
Huh….sungguh menakjubkan.

ULAMA : sayangnya dia melakukan perbuatan untuk tujuan yang


tidak baik, sampaibsekarang saya sangat sulit untuk
mengerti akan sifatnya.

KEPALA : (sedikit kesal) dia telah mempermainkan saya, tidak apa!

ULAMA : saya juga.


2

KEPALA : ketika dia meminta bapak untuk datang malam ini, saya
pikir dia hendak bicara.

ULAMA : memang, dia bicara berterus terang.

KEPALA : tentang apa?

ULAMA : hampir tentang segala hal.

KEPALA : tentang dirinya sendiri?

ULAMA : tidak. Rupanya itulah soal yang selama ini tidak menarik
perhatiannya.

KEPALA : jadi belum juga dia menceritakan siapa dia sebenarnya.

ULAMA : tidak sama sekali, dan dia tidak akan pernah


menceritakannya. Dia ingin mati sebagai manusia yang
meninggalkan rahasia bagi kita. Kadang-kadang saya pikir,
dia juga merupakan rahasia bagi dirinya sendiri.

KEPALA : dia cuma hendak membela orang lain, namanya pasti bukan
Sudarso, saya tahu apa yang diceritakannya omong kosong
sama sekali. Tapi mengapa? Saya kira dia hendak menutupi
perbuatannya terhadap keluarga maupun kenalannya.
Sekarang, apa yang kita dapat. Kita menghukum seorang
manusia yang kita tidak tahu siapa dia sebenarnya. Padahal
dia sudah enam bulan di sini.

ULAMA : seperti ada kekuatan jiwa untuk dapat menyingkirkan diri


dari keluarga dan kawan-kawan, seperti yang dia lakukan,
dia butuh hiburan.

KEPALA : itu tidak perlu…jam berapa sekarang?

ULAMA : jam sebelas tiga puluh.


3

KEPALA : saya pikir, saya sudah terlalu tua menghadapi persoalan ini.
Mengeksekusi tahanan biasanya tidak pernah mengganggu
pikiran saya…tapi sekarang…

ULAMA : memang bukan pekerjaan yang enak, walaupun yang


dieksekusi mati itu adalah orang yang benar-benar bersalah.

KEPALA : yang mengganggu pikiran saya adalah, kenapa kali ini saya
dijijikkan, lebih dari yang dulu-dulu, anak ini melakukan
kejahatan yang luar biasa.

ULAMA : ya..membunuh orang. Sadar, kejam, dan direncanakan


terlebih dahulu.

KEPALA : apalagi dia mengaku bersalah, sudah sepantasnya dia


dihukum gantung.

ULAMA : itu undang-undang, tapi apakah tuan pernah mengalami


bahwa kalau seorang hukuman bersikap sopan, kita merasa
kalau dia itu bukan penjahat?

KEPALA : ya, memang. Tapi wajah anak ini membuat saya gusar. Dia
mengaku salah, tapi sama sekali tidak bersikap seperti
seorang yang bersalah, saya rasa apa yang saya lakukan
malam ini sama jahatnya dengan kejahatan yang sudah
dilakukannya, saya tidak tahu sebabnya. Saya kira, sudah
waktunya saya mesti minta pensiun.

ULAMA : sikapnya luar biasa, ya.. seolah-olah ia seorang yang akan


akan mengorbankan diri, tapi…

KEPALA : itu bukan korban!

ULAMA : saya tahu, ia sama sekali bukan seorang yang taat.


4

KEPALA : apakah tidak ada perasaan keagamaan sedikitpun?

ULAMA : saya kira tidak. Dia mendengar kata-kata saya dengan


penuh perhatian, tapi itu hanya karena dia dapat teman
bicara.

KEPALA : kalau dia heroik menghadapi tugas sebagai seorang


terdakwa, kita tidak akan memaksanya untuk merubah
pendirian.

ULAMA : memang tidak bisa, tapi kita tidak boleh berputus asa untuk
menyelamatkan jiwanya, karena jiwanya sedang gelap.

KEPALA : jangan terlalu cepat berputus asa.

ULAMA : apa bapak akan bicara dengannya?

KEPALA : terpaksa, lucu…ketika televisi dan surat kabar menawarkan


uang lima puluh juta untuk riwayat hidupnya, dia meloncat
dengan cepat, hingga saya yakin dia ingin mendapatkan uang
itu. Sekarang, uang itu ada disini, menunggu dia. Ke mana
uang ini hendak dipergunakan? Huh..bapak tahu kenapa?
Apa yang dia tulis segalanya bohong dari awal sampai akhir
dan dia gembira, karena dapat mengelabui orang lain,
sekarang saya harus menyerahkan uang ini.

ULAMA : bagaimana caranya?

KEPALA : saya kira, saya akan melakukan perbuatan yang belum


pernah saya lakukan selama dua puluh delapan tahun saya
bekerja dipenjara ini.

ULAMA : apa?
5

KEPALA : anak itu akan kita bawa ke sini, dan biar dia duduk di sini
bersama saya dan bapak. Sampai tiba waktunya eksekusi
dilaksanakan.

ULAMA : mengapa tuan berbuat demikian?

KEPALA : karena, kalau dia duduk di sini dan kita tanyakan langsung,
barangkali dia akan buka mulut. (memanggil opas), Yahya…!
Masuk sebentar.

YAHYA : Siap pak. (masuk ruangan kepala penjara) ada apa, pak?

KEPALA : bawa Sudarso ke sini?

YAHYA : baik, pak.

KEPALA : satu lagi, sudah sanpai di mana pekerjaan mereka?

YAHYA : kira-kira sepuluh menit lagi sudah selesai pak.

KEPALA : malam ini saya tidak suka ada halangan sedikitpun. Kalau
ada, celaka kalian semua. Katakan ini pada mereka. Sekarang,
ambil Sudarso dan bawa ke sini.

YAHYA : siap.pak.

ULAMA : bagaimana dengan wartawan-wartawan dan orang-orang


yang hendak menyaksikannya nanti.

KEPALA : mereka sekarang sedang minum kopi. (telpon berdering),


hallo, ya..ya..ada apa. Ya memang di sini, siapa yang hendak
bertemu dengan dia? (kepada Ulama), Bapak Menteri?

ULAMA : ada apa, tentang Sudarso?

KEPALA : sssst! benar pak, saya Direktur Penjara, ha.ha…ha…terima


kasih banyak pak. O..betul, bukan sebuah pekerjaan yang
6

enak, pak. Dijamin aman dan lancar pak, betul pak, menurut
aturan undang-undang harus dijalankan, ya…pak. Paling
lambat tengah malam nanti eksekusi sudah dilakukan, tapi
terserah bapak…apa pak? Diundur…boleh saja pak, bisa
diundur sesuai dengan kemauan bapak. Seorang gadis? Jadi
dia mau ke sini…baik, baik, pak. Saya akan telpon bapak
apabila sudah selesai. Terima-kasih. Selamat malam juga pak.
(meletakkan telpon dan menghadap Ulama). Bisakah bapak
mengerti, seorang gadis akan datang malam ini ingin
menemui Sudarso, karena dia menyangka kalau Sudarso
adalah kakak kandungnya yang sudah lama tidak bertemu
dengannya, dia mendesak bapak Menteri agar bisa bertemu
dengan Sudarso, mati saya…

ULAMA : kasihan sekali gadis itu…

YAHYA MASUK MEMBAWA SUDARSO.

YAHYA : ini Sudarso pak?

KEPALA : ya, kamu boleh keluar.

YAHYA : baik, pak.

KEPALA : duduk Sudarso

SUDARSO : terima kasih.

KEPALA : Sudarso…kamu sudah enam bulan di sini, dari hari pertama


sampai sekarang sikapmu sangat baik.

SUDARSO : buat apa saya mesti mengganggu bapak.


7

KEPALA : kau tidak menimbulkan kesulitan apa-apa dan karena itu,


saya menunjukkan penghargaan saya padamu, sepanjang
yang diperbolehkan undang-undang.

SUDARSO : bapak sangat baik pada saya, (pada Ulama) bapak juga.

KEPALA : kau saya suruh kemari, seterusnya kau akan tinggal di sini.
Kamu tidak usah takut, kamu di sini bersama saya dan bapak
ini.

SUDARSO : baik...

KEPALA : rupanya kau tidak mengerti juga. Saya memperlakukan


kamu menyimpang dari undang-undang.

SUDARSO : saya tahu. Tapi barangkali bapak yang tidak mengerti,


kenapa itu bisa dirasakan.

ULAMA : Anakku. Bapak kepala hanya memudahkan segalanya


buatmu.

SUDARSO : saya sudah tahu semua. Tapi bapak kepala penjara rupanya
tidak mengerti undang-undang judi. Sejak sekarang, bagi
saya tempat yang satu sama saja dengan tempat yang lain.

KEPALA : apa maksudmu?

SUDARSO : saya hanya bermaksud, saya ini orang hukuman mati. Di


sini sama saja dengan di dalam sel.

KEPALA : jadi kau lebih suka di dalam sel?

SUDARSO : o..tidak, di sini lebih enak. Kecuali…

KEPALA : kecuali apa?

SUDARSO : dalam sel saya boleh merokok.


8

KEPALA : (mengangkat bahu) o..begitu. kau suka apa, Dji Sam Soe atau
Djarum?

SUDARSO : kalau boleh Dji Sam Soe saja pak.

KEPALA PENJARA MENGAMBIL SEBATANG ROKOK DJI SAM SOE,


MENYERAHKAN SATU BATANG KEMUDIAN MENGAMBIL KOREK
API UNTUK MEMBANTU MEMBAKAR ROKOK SUDARSO.

SUDARSO : (mengepulkan asap rokok). Terima kasih.

KEPALA : sebelum terlambat, saya minta supaya kamu pikirkan lagi


apa yang berkali-kali kami tanyakan.

SUDARSO : selalu saya pikirkan.

KEPALA : kalau begitu, ini kesempatan terakhir. Siapa kau sebenarnya


dan dari mana asalmu?

SUDARSO : saya..saya, saya…Su..Dar..So. Pembunuh!

KEPALA : itu bukan namamu yang sebenarnya!!

SUDARSO : bapak kan bukan mau mengeksekusi nama, tapi orangnya.


Apa bedanya kalau saya bernama Sudarso atau bukan.

KEPALA : dulu nama lain, siapa?

SUDARSO : jikapun ada, saya sudah lupa.

KEPALA : kau sudah tidak waras, Sudarso.

SUDARSO : memang begitu, pak.

KEPALA : Sudarso…

SUDARSO : saya pak.


9

KEPALA : kau lihat surat-surat ini?

SUDARSO : ya, saya lihat.

KEPALA : tiap surat ini menanyakan satu soal dan apabila


dikumpulkan barangkali sudah ribuan, ini hanya sebagian
kecil.

SUDARSO : ada apa dengan surat-surat itu?

KEPALA : kau tahu apa isinya?

SUDARSO : tidak!

KEPALA : mereka yang mengirim surat ini bertanya, apakah kau anak
mereka yang hilang, kakak, adik, saudara, kekasih yang
lenyap sudah puluhan tahun.

SUDARSO : saya tidak bisa menjawabnya

KEPALA : kau harus menjawabnya!!

SUDARSO : bagaimana cara saya harus menjawabnya.

KEPALA : ceritakan siapa kau sebenarnya (Sudarso menggeleng) apa


kau tidak mengerti ha…kau harus menjawabnya!

SUDARSO : saya tidak mengerti. Dapatkah bapak menerangkan


maksudnya?

KEPALA : apa ada orang yang mau kau lindungi?

SUDARSO : ada, eh..tidak,tidak, tidak ada.

KEPALA : siapa? Keluarga?

SUDARSO : saya bilang tidak.


10

KEPALA : tapi mula-mula kau sudah bilang, Ya..

SUDARSO : lidah saya keseleo pak.

KEPALA : ha..ha..ha.ha…kau memang pandai bersilat lidah, Sudarso.


Dengar, kau mesti berpandangan luas. Seandainya kau
ceritakan siapa namamu dan itu saya sebarkan. Di satu sisi
akan menimbulkan kesedihan, katakanlah dalam satu
keluarga yaitu rumahmu sendiri, itu yang kamu pikirkan
bukan? Kau tidak hendak menyusahkan keluargamu bukan?
Baik. Tapi pikirkanlah ini. Seandainya kau berbuat demikian,
kau akan membawa kemalangan dalam satu rumah. Tapi
akan melegakan beratus bahkan beribu rumah yang lain
Mengerti? dari semua kejahatan yang sudah kau lakukan,
apakah kau tidak punya tanggung jawab sedikitpun terhadap
orang-orang yang telah kau korbankan.

SUDARSO : sama sekali tidak.

ULAMA : bapak kepala benar anakku, kau wajib memberi ketenangan


jiwa pada mereka dan untuk kedamaian dalam kecemasan
mereka, saya minta agar kau mau mengatakan siapa kau
sebenarnya, anakku?

KEPALA : pak, saya tidak bisa. Jangan paksa saya.

ULAMA : pikirkan anakku, coba pikirkan dulu.

SUDARSO : saya tahu pak, tapi sebaiknya kita tidak membahas hal itu
lagi. (kepada Kepala), sebaiknya bapak sendiri yang jawab
surat-surat itu, dan katakan pada mereka, kalau saya
bukanlah orang yang mereka cari. Dan itulah yang
sebenarnya, sebab saya tidak punya ibu, bapak, adik, kekasih
maupun isteri. Saya pikir itu sudah cukup?
11

ULAMA : baiklah, semuanya terserah padamu anakku.

KEPALA : saya pikir, ada satu hal lagi

SUDARSO : ya, tentang apa, pak

KEPALA : ini uangmu, lima puluh juta rupiah.

SUDARSO : ya, saya tidak bisa membawa uang itu ke tempat saya akan
pergi, jadi saya harap agar bapak mempergunakannya buat
maksud yang baik.

KEPALA : kepada siapa, uang ini akan saya kirim?

SUDARSO : (tertawa kecil), tidak pak, apa bapak kira saya bisa masuk
perangkap, apabila menjawab pertanyaan itu.

KEPALA : kepada siapa uang ini harus saya kirim!!! Saya tidak bisa
menyimpan ataupun membuangnya!

SUDARSO : saya tidak tahu, saya pikirkan dulu. Nanti saya beritahu, apa
ada hal lain?

KEPALA : tidak, kecuali jika kau ingin memberikan keterangan yang


jelas.

SUDARSO : tidak. Saya rasa semuanya sudah saya ceritakan. Saya


membunuh orang dan saya tidak menyesal, saya tidak
menyesal membunuhnya, saya….

ULAMA : kau seharusnya bertobat anakku.

SUDARSO : apa, bapak bilang bertobat! Huh…saya rasa bertobat hanya


buat jiwa yang sakit. Sementara jiwa saya sehat dan waras.
Orang itu memang patut dibunuh, dia tidak berguna hidup,
saya wajib membunuhnya dan itu sudah saya laksanakan.
12

Seumur hidup, saya belum pernah memukul seorang


makhluk-pun, tetapi setelah saya tahu apa yang dilakukan
orang itu. Saya harus membunuhnya. Saya bunuh dia
dengan sadar dan hati-hati. Saya tahu apa yang saya lakukan,
saya tidak mempunyai alasan untuk diampuni undang-
undang.Sejak kecil, saya sudah belajar tentang arti hidup,
sekarang semua akan saya terima tanpa dibantu siapa-siapa,
nanti bila mayat saya pucat setelah diambil oleh malaikat
pencabut nyawa dan meyerahkan kepada Tuhan. Saya akan
bertanya tentang tobat dan arti kebenaran sesungguhnya.

KEPALA : Sudarso, anakku. jangan berkata demikian. Jangan


mempermainkan agama anakku.

SUDARSO : maaf, pak. Saya bukan mengingkari apa yang suci buat
bapak. Kalau saya akan diadili Tuhan karena membunuh,
saya tidak akan takut, karena orang yang saya bunuh sudah
pasti di sana bukan? Dan kalau Tuhan mendengar cerita saya
yang tidak pernah bapak dengar dan juga para hakim tidak
mendengarnya sama sekali, bahwa apa yang saya lakukan
tidak sebanding dari apa yang telah mereka lakukan selama
ini. Berjuta-juta orang mati dalam berbagai tragedi di negeri
ini, tapi kasus itu malah lenyap, siapa yang mau bertanggung
jawab. Apa bapak mau bertanggung jawab, atau bapak?
Huh…sangat naïf. Sebentar lagi saya akan mati dalam tiang
gantungan, saya mati. Demi ratusan bahkan jutaan orang
yang telah saya selamatkan.

YAHYA : maaf, mengganggu pak.

KEPALA : ada apa !!


13

YAHYA : ada orang yang ingin bertemu dengan bapak, dia membawa
surat ini.

KEPALA : o…gadis itu

YAHYA : ya, pak

KEPALA : periksa gadis itu, setelah itu suruh tunggu sampai kamu
saya panggil lagi.

YAHYA : baik, pak

KEPALA : Sudarso, seorang gadis ingin bertemu denganmu. Saya


harap kamu bersedia

SUDARSO : sebenarnya dia mau apa?

KEPALA : barangkali saja dia berfikir kalau kamu adalah kakaknya, dia
datang dari jauh hanya ingin bertemu denganmu.

SUDARSO : dia salah. Saya tidak punya adik.

KEPALA : saya atau kau sendiri yang akan menyampaikan hal itu?

SUDARSO : bapak saja.

KEPALA : baik.

SUDARSO : tunggu dulu, dia datang dari jauh untuk menemui saya?
Kalau begitu izinkan saya bicara dengan dia di sini.

KEPALA : baiklah.

SUDARSO : tapi saya minta cuma kami berdua saja. Bapak tidak usah
khawatir, saya tidak kenal gadis itu, kalau dia ternyata gadis
yang tergila-gila kepada saya membawa senjata atau racun,
dia percuma kemari.
14

KEPALA : Sudarso, ada sifatmu yang menarik…

SUDARSO : jaksa tidak beranggapan begitu, pak.

KEPALA : ada lagakmu, yang…

SUDARSO : hakim juga tidak beranggapan begitu.

KEPALA : baiklah, kau boleh bicara dengan gadis itu di sini.

SUDARSO : terima kasih pak.

KEPALA : ini tidak pernah terjadi, tapi jika kau berjanji….

SUDARSO : terima kasih pak. Saya tidak akan lari.

ULAMA : apakah ini baik?

SUDARSO : apa bapak pikir, saya akan mencemarkan nama baik bapak
kepala penjara, atau nama baik bapak atau gadis itu.

ULAMA : maaf, anakku.

KEPALA : bapak pergi dulu dengan Sudarso di ruang sebelah. Saya


akan bicara lebih dahulu dengan gadis itu.

ULAMA : baik. Mari Sudarso.

KEPALA : Yahya!

YAHYA : (masuk) ya, pak.

KEPALA : bawa gadis itu masuk.

YAHYA : baik, pak. (Yahya keluar dan membawa masuk gadis ke


dalam ruangan Kepala). Ini gadis itu pak.

KEPALA : ya, kamu boleh keluar. Silahkan duduk nona.


15

GADIS : terima kasih

KEPALA : nona sudah bicara dengan bapak menteri, bukan?

GADIS : ya, pak. Hampir satu setengah jam

KEPALA : nona ingin bertemu dengan Sudarso

GADIS : ya, pak. Saya harap saya belum terlambat.

KEPALA : tidak, nona tidak terlambat. Nona datang sendiri, atau


barangkali nona memang hidup sendiri selama ini.

GADIS : tidak pak. Saya tinggal dengan ibu saya. Bapak saya
meninggal ketika saya masih bayi.

KEPALA : kenapa ibu nona tidak datang ke sini?

GADIS : beliau sedang sakit pak.

KEPALA : o..begitu. nona punya abang atau adik?

GADIS : saya punya abang Cuma satu, mudah-mudahan saja dia itu
abang saya.

KEPALA : abang nona jauh lebih tua dari nona bukan?

GADIS : ya, pak. Dia 13 belas tahun lebih tua dari saya

KEPALA : kenapa dia meninggalkan rumah?

GADIS : saya tidak tahu pak.

KEPALA : berapa lama nona tidak melihat dia?

GADIS : sekitar, sepuluh tahun pak

KEPALA : begitu lama, dan umur nona sekarang berapa?


16

GADIS : dua puluh tahun pak.

KEPALA : dua puluh tahun, hmm…yakinkah nona, bisa mengenal


abang nona kembali setelah berpisah begitu lama.

GADIS : tentu bisa, barangkali juga tidak. Tapi saya tahu, kalau dia
bukan orang yang jahat, pak. Apabila dia benar abang saya,
barangkali dia sudah banyak berubah. dia telah banyak
mengalami kesusahan

KEPALA : ya, memang begitu. Tetapi mengapa nona bisa yakin, kalau
Sudarso adalahabang nona? Perkaranya sudah enam bulan
jadi pemberitaan di surat kabar dan televisi.

GADIS : baru hari selasa kemaren, Ibu menonton di televisi dan


terpampang wajah yang mirip dengan abang saya. Dan saya
yakin sekali, orang yang saya temui malam ini adalah abang
saya.

KEPALA : sayang sekali, ibu nona tidak bisa datang dia pasti dapat
mengetahui apakah Sudarso berubah atau tidak. Minimal dia
bisa melihat kebenaran apakah Sudarso anaknya atau bukan.

GADIS : ya, tapi saya sendiri akan mencobanya.

KEPALA : nona bilang, nona akan mencobanya. Kalau seandainya


Sudarso tidak ingin ditemui oleh siapapun, bagaimana?

GADIS : saya harus bertemu dengan dia, untuk menanyakan


beberapa hal tentang dirinya, saya akan memperhatikan
wajah ataupun tingkah lakunya.

KEPALA : apa biasanya yang biasa nona lakukan dengan abang nona,
yang bisa memberi petunjuk.
17

GADIS : waktu kecil, abang selalu mengajak saya bermain. Dia suka
bercerita dan membaca sajak. Dan dia sangat bercita-cita
sekali untuk menjadi aktor. Kadang-kadang dia suka
mengajarkan cara membasa puisi kepada saya, biasanya pada
hari libur dia mengajak saya ke tepi laut, ke kota dan banyak
lagi.

KEPALA : nona, saya yakin Sudarso bukanlah abang nona

GADIS : kenapa bapak berkata demikian?

KEPALA : saya tahu betul sifatnya. Dia tidak suka puisi. Percayalah,
tapi biarlah nona saksikan sendiri, Yahya! Bawa Sudarso
kemari.

YAHYA : (dari luar) siap, pak.

KEPALA : jika ternyata dia abang nona, nona boleh bicara satu jam
dengannya. Tapi, jika tidak sebaiknya dipersingkat saja.

GADIS : saya hanya ingin dapat kepastian untuk saya ceritakan


kepada ibu. Beliau sudah lama khawatir, karena beliau sakit
maka saya diminta untuk memastikan apakah dia abang saya
atau bukan.

KEPALA : saya mengerti

GADIS : memang sedih juga buat kami, kalau seandainya dia abang
saya. Tapi itu akan lebih baik buat ibu dari pada siang dan
malam memikirkannya dan tidak tahu apa yang sebenarnya
terjadi dengan dia (Sudarso masuk bersama Yahya).

KEPALA : Sudarso, inilah gadis itu. Sekarang kau boleh bicara dengan
dia sendirian.
18

SUDARSO : terima kasih pak. Ini tidak akan lama.

KEPALA : sekarang kami pergi dulu, Yahya kau harus tetap berjaga.

SUDARSO : untuk kehormatan saya, pak.

KEPALA : kau bilang apa?

SUDARSO : tidak ada apa-apa pak, Cuma bercanda. (Kepala penjara


keluar bersama Yahya).

GADIS : malam…(Sudarso tidak menjawab)

SUDARSO : sebelumnya saya mohon maaf, kira-kira apa yang membuat


nona untuk datang kemari?

GADIS : sebenarnya ibu yang menyuruh saya untuk bertemu


denganmu.

SUDARSO : o, ya!

GADIS : soalnya kami sudah lama tidak mendengar kabar tentang


Tomo, abang saya. Dan setelah ibu melihat foto Mas Tomo di
layar televisi, beliau berfikir…..

SUDARSO : kalau saya adalah abang nona, Tomo, begitu?

GADIS : ya, begitulah

SUDARSO : saya pikir gampang buat nona untuk melihat bahwa saya
bukanlah abang nona, Tomo!

GADIS : Mas sedikit serupa dengan dia, seperti yang diberitakan


tersebut, ya…memang sudah begitu lama dan saya selalu
punya gambaran lain tentang mas Tomo.
19

SUDARSO : sudah barang tentu saya bukan abangmu, saya bukan abang
siapapun juga, sebab saya tidak punya adik, jelas bukan?

GADIS : siapa nama mas sebenarnya?

SUDARSO : Sudarso, mm..Ahmad Sudarso.

GADIS : benar itu nama mas?

SUDARSO : benar dik..eh nona. Apa nona pikir saya akan bohong dalam
keadaan seperti ini, tentu tidak bukan?

GADIS : tidak, saya pikir juga tidak. Apa…mas suka membaca?

SUDARSO : membaca? Membaca apa maksud nona?

GADIS : ya, buku-buku

SUDARSO : mmm…saya tidak pernah membaca, bahkan saya baru


membaca ketika berada di penjara ini.

GADIS : Mas pernah menjual buku, untuk mencari nafkah


maksudnya?

SUDARSO : juga tidak.

GADIS : saya harap ma jangan marah atas pertanyan-pertanyan saya.


Tetapi, saya…

SUDARSO : tidak apa-apa, teruskan saja.

GADIS : Mas pernah sekolah, ya…tentu sekolah menengah

SUDARSO : tidak. Saya hanya tamatan SD

GADIS : pernahkah mas bercita-cita ingin jadi pemain sandiwara,


atau pernahkah mas jadi anak sandiwara?
20

SUDARSO : tidak. Saya seorang hukuman.

GADIS : mas, suka puisi-puisi…

SUDARSO : sama sekali tidak!

GADIS : “kau tahu, kidung malam membuka, di pipi tempat biasa kau
menciumku, pipi sebagai kata perpisahan, aku akan pergi adikku
yang manis. Senyummu, adalah anugerah Tuhan yang telah
diberikan kepada ibu tercinta, jagalah dia dengan senyum, sampai
aku benar-benar pulang dan tidak ada lagi kata untuk pergi” apa
mas, tahu puisi itu?

SUDARSO : (menarik nafas dalam-dalam), tidak. Tapi syairnya bagus,


coba lanjutkan lagi.

GADIS : “selamat tidur, selamat tidur. Berpisah terasa bahagia dan sedih,
karena aku harus pergi, sampai tiba waktu esok” tahu
lanjutannya?

SUDARSO : (ragu, seperti ingin melanjutkan tapi tidak jadi). Tidak tahu

GADIS : selamat tinggal, Mas. Ternyata kau bukan abang saya. Saya
hanya ingin tahu saja apakah kau abang saya atau bukan.
Sekarang saya baru yakin, saya mohon pamit dulu, saya
harap kedatangan saya tidak menambah kesedihan mas
Tomo…eh,mas Sudarso.

SUDARSO : (terdiam kaku) kau, hendak pergi?

GADIS : ya, saya telah berjanji dengan kepala penjara, saya harus
pergi kalau ternyata mas bukan abang saya.

SUDARSO : dan menjumpai ibu?


21

GADIS : ya, saya akan menjumpainya untuk mengatakan hal yang


sebenarnya.

SUDARSO : saya heran, mengapa ibu mengirim nona untuk hal sedih
seperti ini, kalau ibu…

GADIS : ibu sakit keras, beliau sekarang hanya bisa berbaring


ditempat tidur, karena selalu memikirkan nasib mas Tomo.

SUDARSO : tapi kalau nona ceritakan kepada ibu kalau mas Tomo
bukan seorang pembunuh, artinya bukan saya. Mungkin
akan menghibur hatinya, bukan?

GADIS : ya, mungkin saja. Hanya….

SUDARSO : hanya apa?

GADIS : saya pikir, ibu tidak akan pernah sembuh. Sebelum


mengetahui bagaimana nasib mas Tomo.

SUDARSO : seorang ibu, tidak pantas diberlakukan seperti itu. Saya


menyesal, memperlakukan ibu saya tidak lebih baik dahulu.
Tapi, saya ingin tahu kira-kira siapa nama adik? Eh..nona.

GADIS : Saraswati

SUDARSO : wah, sebuah nama yang luar biasa, saya pernah


mendengarnya. Tapi entah di mana?

GADIS : dan, nama abang saya Murtomo

SUDARSO : Murtomo…Hendro, Hendro Murtomo ya…Hendro


Murtomo.

GADIS : ya, itulah nama lengkapnya. Dari mana mas bisa tahu?
22

SUDARSO : dengarlah, apa yang hendak saya katakana. Dan jangan


potong penbicaraan saya, sebab waktu saya tingggal sedikit
lagi. Dengarlah baik-baik. Agar hal ini bisa diceritakan
kepada ibu. Jika betul dia adalah abangmu bilanglah sama
ibu, kalau dia mati sebagai pahlawan.

GADIS : Mas Tomo, mati!!!

SUDARSO : ya, dia mati sebagai pahlawan, tentu hal ini akan
menggembirakan ibu. Bahwa anaknya mati sebagai pahlawan
bukan dihukum gantung sebagai penjahat.

GADIS : ya…gembira sekali. Tapi….

SUDARSO : saya hendak berkirim sesuatu buat ibu, (mengambil


amplop). Berikan ini kepada ibu. Sampaikan padanya bahwa
ini dari seseorang dan anggaplah ini yang bisa saya berikan
dan sampaikan maaf saya pada ibu dan salam saya. (gadis
mau membuka amplop) jangan dibuka dulu, biar ibu yang
buka.

GADIS : di dalamnya berisi apa?

SUDARSO : ini hanya kenang-kenangan saya buat ibu dan buatmu juga
sebagai tanda terima kasih saya.

GADIS : saya pasti akan selalu mengingatnya

SUDARSO : saya pikir kita berpisah sampai di sini, saya gembira sekali
karena kau tidak terlambat datang.

GADIS : selamat tinggal dan terima kasih atas jasa mas terhadap saya
dan ibu. Sebenarnya saya ingin berbuat sesuatu buat mas.
Apa yang bisa saya bantu?
23

SUDARSO : ya, ada. Hanya barangkali….

GADIS : bilanglah

SUDARSO : saya tidak bisa mengatakannya. Tapi maukah kau


membacakan puisi abangmu untuk saya dan itu akan selalu
saya ingat sampai ajal menjemputku. Bacakanlah menjelang
engkau pergi dan selamat jalan adikku.

GADIS : “selamat tidur, selamat tidur, berpisah terasa bahagia dan sedih
karena aku harus pergi sampai tiba hari esok”. (Sudarso
menyambung kalimat Puisi) ”kulihat malam dalam matamu,
damai dalam hatimu adikku, bilaslah kiranya aku tidur begitu
damai adikku manis.”

SUDARSO : dari segala yang saya lihat dan saya rasakan, bahwa
kematian adalah akhir dari cerita kehidupan, aku tidak mau
kalian bertambah sakit akan kematianku, aku ingin kalian
tenang dan akupun akan tenang dengan akhir cerita ini. Dan
ingatlah pahlawan hanya mati satu kali.

KEMUDIAN KEPALA PENJARA, ULAMA DAN YAHYA MASUK.

KEPALA : Sudarso, Sudah waktunya!

TAMAT

Diketik ulang pada tanggal 27 Desember 2008


24

Oleh Afrizal Haroen di Padangpanjang

Sumatera Barat

Anda mungkin juga menyukai