ULAMA : ya, dia tenang. Dan…saya pikir, dia akan tenang sampai saat
terakhir.
KEPALA : ketika dia meminta bapak untuk datang malam ini, saya
pikir dia hendak bicara.
ULAMA : tidak. Rupanya itulah soal yang selama ini tidak menarik
perhatiannya.
KEPALA : dia cuma hendak membela orang lain, namanya pasti bukan
Sudarso, saya tahu apa yang diceritakannya omong kosong
sama sekali. Tapi mengapa? Saya kira dia hendak menutupi
perbuatannya terhadap keluarga maupun kenalannya.
Sekarang, apa yang kita dapat. Kita menghukum seorang
manusia yang kita tidak tahu siapa dia sebenarnya. Padahal
dia sudah enam bulan di sini.
KEPALA : saya pikir, saya sudah terlalu tua menghadapi persoalan ini.
Mengeksekusi tahanan biasanya tidak pernah mengganggu
pikiran saya…tapi sekarang…
KEPALA : yang mengganggu pikiran saya adalah, kenapa kali ini saya
dijijikkan, lebih dari yang dulu-dulu, anak ini melakukan
kejahatan yang luar biasa.
KEPALA : ya, memang. Tapi wajah anak ini membuat saya gusar. Dia
mengaku salah, tapi sama sekali tidak bersikap seperti
seorang yang bersalah, saya rasa apa yang saya lakukan
malam ini sama jahatnya dengan kejahatan yang sudah
dilakukannya, saya tidak tahu sebabnya. Saya kira, sudah
waktunya saya mesti minta pensiun.
ULAMA : memang tidak bisa, tapi kita tidak boleh berputus asa untuk
menyelamatkan jiwanya, karena jiwanya sedang gelap.
ULAMA : apa?
5
KEPALA : anak itu akan kita bawa ke sini, dan biar dia duduk di sini
bersama saya dan bapak. Sampai tiba waktunya eksekusi
dilaksanakan.
KEPALA : karena, kalau dia duduk di sini dan kita tanyakan langsung,
barangkali dia akan buka mulut. (memanggil opas), Yahya…!
Masuk sebentar.
YAHYA : Siap pak. (masuk ruangan kepala penjara) ada apa, pak?
KEPALA : malam ini saya tidak suka ada halangan sedikitpun. Kalau
ada, celaka kalian semua. Katakan ini pada mereka. Sekarang,
ambil Sudarso dan bawa ke sini.
YAHYA : siap.pak.
enak, pak. Dijamin aman dan lancar pak, betul pak, menurut
aturan undang-undang harus dijalankan, ya…pak. Paling
lambat tengah malam nanti eksekusi sudah dilakukan, tapi
terserah bapak…apa pak? Diundur…boleh saja pak, bisa
diundur sesuai dengan kemauan bapak. Seorang gadis? Jadi
dia mau ke sini…baik, baik, pak. Saya akan telpon bapak
apabila sudah selesai. Terima-kasih. Selamat malam juga pak.
(meletakkan telpon dan menghadap Ulama). Bisakah bapak
mengerti, seorang gadis akan datang malam ini ingin
menemui Sudarso, karena dia menyangka kalau Sudarso
adalah kakak kandungnya yang sudah lama tidak bertemu
dengannya, dia mendesak bapak Menteri agar bisa bertemu
dengan Sudarso, mati saya…
SUDARSO : bapak sangat baik pada saya, (pada Ulama) bapak juga.
KEPALA : kau saya suruh kemari, seterusnya kau akan tinggal di sini.
Kamu tidak usah takut, kamu di sini bersama saya dan bapak
ini.
SUDARSO : baik...
SUDARSO : saya sudah tahu semua. Tapi bapak kepala penjara rupanya
tidak mengerti undang-undang judi. Sejak sekarang, bagi
saya tempat yang satu sama saja dengan tempat yang lain.
KEPALA : (mengangkat bahu) o..begitu. kau suka apa, Dji Sam Soe atau
Djarum?
KEPALA : Sudarso…
SUDARSO : tidak!
KEPALA : mereka yang mengirim surat ini bertanya, apakah kau anak
mereka yang hilang, kakak, adik, saudara, kekasih yang
lenyap sudah puluhan tahun.
SUDARSO : saya tahu pak, tapi sebaiknya kita tidak membahas hal itu
lagi. (kepada Kepala), sebaiknya bapak sendiri yang jawab
surat-surat itu, dan katakan pada mereka, kalau saya
bukanlah orang yang mereka cari. Dan itulah yang
sebenarnya, sebab saya tidak punya ibu, bapak, adik, kekasih
maupun isteri. Saya pikir itu sudah cukup?
11
SUDARSO : ya, saya tidak bisa membawa uang itu ke tempat saya akan
pergi, jadi saya harap agar bapak mempergunakannya buat
maksud yang baik.
SUDARSO : (tertawa kecil), tidak pak, apa bapak kira saya bisa masuk
perangkap, apabila menjawab pertanyaan itu.
KEPALA : kepada siapa uang ini harus saya kirim!!! Saya tidak bisa
menyimpan ataupun membuangnya!
SUDARSO : saya tidak tahu, saya pikirkan dulu. Nanti saya beritahu, apa
ada hal lain?
SUDARSO : maaf, pak. Saya bukan mengingkari apa yang suci buat
bapak. Kalau saya akan diadili Tuhan karena membunuh,
saya tidak akan takut, karena orang yang saya bunuh sudah
pasti di sana bukan? Dan kalau Tuhan mendengar cerita saya
yang tidak pernah bapak dengar dan juga para hakim tidak
mendengarnya sama sekali, bahwa apa yang saya lakukan
tidak sebanding dari apa yang telah mereka lakukan selama
ini. Berjuta-juta orang mati dalam berbagai tragedi di negeri
ini, tapi kasus itu malah lenyap, siapa yang mau bertanggung
jawab. Apa bapak mau bertanggung jawab, atau bapak?
Huh…sangat naïf. Sebentar lagi saya akan mati dalam tiang
gantungan, saya mati. Demi ratusan bahkan jutaan orang
yang telah saya selamatkan.
YAHYA : ada orang yang ingin bertemu dengan bapak, dia membawa
surat ini.
KEPALA : periksa gadis itu, setelah itu suruh tunggu sampai kamu
saya panggil lagi.
KEPALA : barangkali saja dia berfikir kalau kamu adalah kakaknya, dia
datang dari jauh hanya ingin bertemu denganmu.
KEPALA : saya atau kau sendiri yang akan menyampaikan hal itu?
KEPALA : baik.
SUDARSO : tunggu dulu, dia datang dari jauh untuk menemui saya?
Kalau begitu izinkan saya bicara dengan dia di sini.
KEPALA : baiklah.
SUDARSO : tapi saya minta cuma kami berdua saja. Bapak tidak usah
khawatir, saya tidak kenal gadis itu, kalau dia ternyata gadis
yang tergila-gila kepada saya membawa senjata atau racun,
dia percuma kemari.
14
SUDARSO : apa bapak pikir, saya akan mencemarkan nama baik bapak
kepala penjara, atau nama baik bapak atau gadis itu.
KEPALA : Yahya!
GADIS : tidak pak. Saya tinggal dengan ibu saya. Bapak saya
meninggal ketika saya masih bayi.
GADIS : saya punya abang Cuma satu, mudah-mudahan saja dia itu
abang saya.
GADIS : ya, pak. Dia 13 belas tahun lebih tua dari saya
GADIS : tentu bisa, barangkali juga tidak. Tapi saya tahu, kalau dia
bukan orang yang jahat, pak. Apabila dia benar abang saya,
barangkali dia sudah banyak berubah. dia telah banyak
mengalami kesusahan
KEPALA : ya, memang begitu. Tetapi mengapa nona bisa yakin, kalau
Sudarso adalahabang nona? Perkaranya sudah enam bulan
jadi pemberitaan di surat kabar dan televisi.
KEPALA : sayang sekali, ibu nona tidak bisa datang dia pasti dapat
mengetahui apakah Sudarso berubah atau tidak. Minimal dia
bisa melihat kebenaran apakah Sudarso anaknya atau bukan.
KEPALA : apa biasanya yang biasa nona lakukan dengan abang nona,
yang bisa memberi petunjuk.
17
GADIS : waktu kecil, abang selalu mengajak saya bermain. Dia suka
bercerita dan membaca sajak. Dan dia sangat bercita-cita
sekali untuk menjadi aktor. Kadang-kadang dia suka
mengajarkan cara membasa puisi kepada saya, biasanya pada
hari libur dia mengajak saya ke tepi laut, ke kota dan banyak
lagi.
KEPALA : saya tahu betul sifatnya. Dia tidak suka puisi. Percayalah,
tapi biarlah nona saksikan sendiri, Yahya! Bawa Sudarso
kemari.
KEPALA : jika ternyata dia abang nona, nona boleh bicara satu jam
dengannya. Tapi, jika tidak sebaiknya dipersingkat saja.
GADIS : memang sedih juga buat kami, kalau seandainya dia abang
saya. Tapi itu akan lebih baik buat ibu dari pada siang dan
malam memikirkannya dan tidak tahu apa yang sebenarnya
terjadi dengan dia (Sudarso masuk bersama Yahya).
KEPALA : Sudarso, inilah gadis itu. Sekarang kau boleh bicara dengan
dia sendirian.
18
KEPALA : sekarang kami pergi dulu, Yahya kau harus tetap berjaga.
SUDARSO : o, ya!
SUDARSO : saya pikir gampang buat nona untuk melihat bahwa saya
bukanlah abang nona, Tomo!
SUDARSO : sudah barang tentu saya bukan abangmu, saya bukan abang
siapapun juga, sebab saya tidak punya adik, jelas bukan?
SUDARSO : benar dik..eh nona. Apa nona pikir saya akan bohong dalam
keadaan seperti ini, tentu tidak bukan?
GADIS : “kau tahu, kidung malam membuka, di pipi tempat biasa kau
menciumku, pipi sebagai kata perpisahan, aku akan pergi adikku
yang manis. Senyummu, adalah anugerah Tuhan yang telah
diberikan kepada ibu tercinta, jagalah dia dengan senyum, sampai
aku benar-benar pulang dan tidak ada lagi kata untuk pergi” apa
mas, tahu puisi itu?
GADIS : “selamat tidur, selamat tidur. Berpisah terasa bahagia dan sedih,
karena aku harus pergi, sampai tiba waktu esok” tahu
lanjutannya?
SUDARSO : (ragu, seperti ingin melanjutkan tapi tidak jadi). Tidak tahu
GADIS : selamat tinggal, Mas. Ternyata kau bukan abang saya. Saya
hanya ingin tahu saja apakah kau abang saya atau bukan.
Sekarang saya baru yakin, saya mohon pamit dulu, saya
harap kedatangan saya tidak menambah kesedihan mas
Tomo…eh,mas Sudarso.
GADIS : ya, saya telah berjanji dengan kepala penjara, saya harus
pergi kalau ternyata mas bukan abang saya.
SUDARSO : saya heran, mengapa ibu mengirim nona untuk hal sedih
seperti ini, kalau ibu…
SUDARSO : tapi kalau nona ceritakan kepada ibu kalau mas Tomo
bukan seorang pembunuh, artinya bukan saya. Mungkin
akan menghibur hatinya, bukan?
GADIS : Saraswati
GADIS : ya, itulah nama lengkapnya. Dari mana mas bisa tahu?
22
SUDARSO : ya, dia mati sebagai pahlawan, tentu hal ini akan
menggembirakan ibu. Bahwa anaknya mati sebagai pahlawan
bukan dihukum gantung sebagai penjahat.
SUDARSO : ini hanya kenang-kenangan saya buat ibu dan buatmu juga
sebagai tanda terima kasih saya.
SUDARSO : saya pikir kita berpisah sampai di sini, saya gembira sekali
karena kau tidak terlambat datang.
GADIS : selamat tinggal dan terima kasih atas jasa mas terhadap saya
dan ibu. Sebenarnya saya ingin berbuat sesuatu buat mas.
Apa yang bisa saya bantu?
23
GADIS : bilanglah
GADIS : “selamat tidur, selamat tidur, berpisah terasa bahagia dan sedih
karena aku harus pergi sampai tiba hari esok”. (Sudarso
menyambung kalimat Puisi) ”kulihat malam dalam matamu,
damai dalam hatimu adikku, bilaslah kiranya aku tidur begitu
damai adikku manis.”
SUDARSO : dari segala yang saya lihat dan saya rasakan, bahwa
kematian adalah akhir dari cerita kehidupan, aku tidak mau
kalian bertambah sakit akan kematianku, aku ingin kalian
tenang dan akupun akan tenang dengan akhir cerita ini. Dan
ingatlah pahlawan hanya mati satu kali.
TAMAT
Sumatera Barat