Anda di halaman 1dari 24

PROLOG

Suasana sedang hujan, nampak seorang pria tua berteduh di pos ronda
Pak Inggi : (berteduh menuju pos, kemudian menghidupkan rokok sejenak) tak terasa
perjalanan panjang yang ku lalui dalam hidup akan terhenti pula pada saat-saat
tertentu. Tak sangka pula banyak kejadian yang telah ku lewati, dan akhirnya…
(melihat ke sekeliling) sampai lagi di tempat ini. Oh ya selamat datang para
warga yang telah hadir di tempat ini. Meski langit sedang menangis masih mau
dengar cerita dari orang tua ini. Cerita yang jadi ironi yang jadi perspektif orang
masig-masing. Mungkin ini akan terdengar seperti lelucon, setidaknya seumur
hidupku tidak akan menyesal karena belum pernah bertemu dan membicarakan
kepada kalian. ya, kalian para saudara, tetangga, kerabat, teman kerja, teman
dekat dan berbagai jenis manusia disekitarnya. ya kita para manusia yang
seringkali mengagungkan kemanusiaan. tapi justru kita merasa jijik,
menganggapnya hina, bahkan sewaktu kita kecil seringkali mengejeknya,
banyak juga diantara kita yang menganggap bahwa dia sudah menjadi hewan
karena hanya insting yang tersisa.

Dulu saya seorang kepala desa di tempat ini. Saya telah menjumpai berbagai
problema masyarakat. Diantara berbagai penyebabnya pun sama ketidak
dapatannya dalam menemukan hidup secara esensial, dan ketidak pedulian kita.
Kisah ini aku simpan bertahun-tahun dalam kesesakan yang begitu lamanya.
Kisah yang bukan sekedar imajinasi ataupun khayalan dalam dunia anak-anak.
Melainkan terjadinya tragedi yang mengusik sedikit nilai di masyarakat. Jika
kalian mengatakan bahwa semua sudah menjadi suratan, namun pada dasarnya
siapakah kita dan siapakah mereka akan tergambar dengan sendirinya

SCENE 1
Pagi hari di sebuah halaman rumah
Lasmi : Bukankah sungguh indah menikmati surya dengan mendengar burung yang
bernyanyi
Kartakusuma : menjumpai hari tentu tak sama tiap hari
Lasmi : bapak ini, selalu memandang hal yang berbeda tiap harinya

Kartakusuma : bukan Cuma hari, momen dalam waktu pasti akan berbeda tiap detiknya. Apalagi
semenjak waktu yang mempertemukan dan menyatukan kita sampai detik ini.
Lasmi : iya pak, ibu jadi terigat masa-masa dulu. Saat bapak memberikan sekuntum bunga
mawar merah sampai bapak memberikan cincin pada jari manis wanita ini
Kartakusuma : tentu, untuk apa ibu mengenal bapak kalau tak mampu lakukan itu

Lasmi : bapak ini memang hebat, semoga anak kita ini kelak jadi sehebat bapaknya.
Seorang pejabat masyur yang dikenal selalu membela rakyat, bukan pejabat yang
bisanya menghukum rakyat. (lasmi seolah bicara dengan anak dalam
kandungannya) Bapakmu itu orang yang bekerja keras tiap harinya sampai-sampai
sering tak sempat bersama kita. Bukan begitu pak? (seakan menyindir
kartakusuma)

Kartakusuma : (terdiam sejenak, memalingkan wajah) aku sedang tidak ingin membahas perihal
kerja
Lasmi : bapak sepertinya kurang sehat hari ini
Kartakusuma : ada yang ingin ku katakan sebenarnya
Lasmi : apa itu pak, katakan saja

Kartakusuma : ingatkah ibu akan kalimat yang selalu bapak katakan. Bahwa momen dalam takdir
akan selalu berbeda dan penuh kejutan.
Lasmi : maksudnya pak? Mungkin bapak sedang lelah, sini akan ibu pijati

Lasmi melepas jasnya. Terlihat baju tahanan yang dikenakannya.


Lasmi : Astagfirullah pak, apa yang terjadi?!!

Lampu mati. Terdengar dalam kegelapan vonis kartakusuma


“KARTAKUSUMA DIVONIS HUKUMAN PENJARA SEUMUR HIDUP KARENA
TERBUKTI MELAKUKAN PEMBUNUHAN BERENCANA”

SCENE 2
Nampak bagaskara pulang dengan kondisi mabuk berusaha masuk rumah
Bagaskara : lonte ku… terima kasih. Atas pertolonganmu di malam itu (kemudian mengetuk
pintu) buka pintu ini!
Lasmi : dari mana saja kau

Bagaskara : dari mana saja aku? Apa pentingnya kau tau darimana aku? Aku hanya ingin
menikmati jerih payah ayahku selama menjadi anggota dewan, anggota dewan
yang memakai dasi, berjas beludru dan berspatu kulit, tentu tak sembarang dasi,
dasi yang diperoleh dari hasil mengulur lidah dalam masa kampanye. Jas beludru
yang ia kenakan hanya untuk menutupi berjuta daki ditubuhnya dan sepatu kulit
yang tak sembarang kulit. Kulit yang didapat dari menguliti kulit para petani. Cepat
buka pintu ini
Lasmi : pintu mana yang harus aku buka untukmu? dan siapa kah yang ingin masuk?
Bagaskara : tentu aku yang ada didepan pintu
Lasmi : aku tidak mengenal mu. Cepat pergi dan jauhi pintu ku!

Bagaskara : ibu bicara apa ini, bukankah anakmu yang pulang ini? (terduduk dikursi dan
tertidur)

SCENE 3
Malam hari dimana nampak sekelompok orang berkumpul bermain kartu di pos
Yanto : mati kau.. haha. Tutup kartumu. Jalanmu sudah habis, gak ada lagi
Slamet : waduh waduh, nutup lagi nutup lagi
Yanto : wah wah, pak RT itu kayaknya ya.. pak RT! Mampir sini pak
Pak RT : ini pada ngapain kok malem-malem rame gini?

Slamet : biasa dong pak, sambil jaga pos a main kayak gini. Sengaja dibuat rame, biar pada
betah. Monggo, duduk pak. Habis dari mana to pak?
Pak RT : ini lho, cari angin. Sekalian cari sate, buat makan
Slamet : ee tak kira ada acara apa pak, kok kayak sibuk banget pak
Yanto : lho gimana to kamu, lha wong pejabat. Mesti sibuk to..

Pak RT : lho..lho..lho.. kalau boleh cerita, bukannya sombong. Tapi emang akhir-akhir ini
lagi sibuk ngurus surat-surat warga ke desa
Slamet : wah ya pak ah, percaya pokok e (tertawa bersama)

Yanto : lho sombong gak papa, pejabat soalnya. Penting, gak jadi pejabat yang makan
uang rakyat. Kayak kebanyakan anggota dewan di sana. Ruwet mesti. Ruwet sama
warga penjabat lain, ya ruwet sama rakyat

Slamet : lha pak RT sudah punya rencana makan duit rakyat belum? Kalau sudah, saya tak
bilang kang Sueb. Biar nyantet pak RT dulu (tertawa)
RT : sudah, eee... ya gak mungkin. Tenang pokok e Met
Yanto : eh ngomong anggota dewan aku kok jadi inget cerita suaminya si Lasmi itu.
Kabarnya kan dulu suami Lasmi anggota dewan. Korupsi tapi malah. Ruwet sampe
bunuh orang juga. Hancur langsung keluarganya itu
Slamet : tau dari mana kamu? Bener gak?

Yanto : lho sampean gak kenal yanto. Segala informasi, sampai ditelinga. Tapi gak tau
juga bener gak nya. Lha wong cerita orang-orang. Soalnya kan Yu Lasmi kan dulu
waktu pindah sini toh juga gak sama suaminya. Menyendiri terus lagi. Kayak orang
gak waras. Gak mau berbaur sama tetangga yang lain. Jadi ya informasi simpang
siur

Pak RT : ee malah ngomong orang. Gak baik. Itu telinga si Lasmi gatel mesti kalian
omongin. Tapi.. saya juga denger-denger sih gitu. Udah aneh, gak mau berbaur
sama masyarakat lagi. Kayak orang pelihara tuyul lagi
Slamet : lha ini pak RT bilang gak baik kok ikutan ngomongin juga
Pak RT : e yay a.. ya udah tak lanjut wae cari sate. Malah ngomongin orang. Ya silahkan
dilanjut main kartune (pergi meninggalkan mereka)
Yanto : lho kok cepetan pak
Slamet : ati-ati pak RT

SCENE 4
Bagaskara terbangun, tepat disamping Lasmi yang sedang merajut.
Lasmi : sampai kapan aku mengepel muntahanmu setiap harnya (dengan takzimnya Ibu
membuka omongan), lalu duduk disampingmu sambil sedikit menahan nafas karena
bau alkohol dan parfum khas perempuan jalang yang menjijikkan itu.
Bagaskara : sampai kapan? (dengan masih mengantuk dan menguap). Sampai aku mengakhiri
gerhana yang sedang menghalangi bulan bersinar.
Lasmi : aku yang bakal menyinari.
Bagaskara : dengan sinar yang redup ibu?
Lasmi : dan kau jangan mebuat ibu lebih redup dengan mengotori lantai dari muntahan isi
perutmu yang berbaur dengan bau parfum perempuan jalang, hingga kau sendiripun
jalang. Perlahan rubuhlah rumah yang ku bangun dengan segenap asaku.
Bagaskara : betul segenap asamu ibu? Setelah rumah yang dia bangun dengan segenap asa dan
derita mereka tersita?
Lasmi : aku tidak pernah mengajarkan kau seperti itu.
Bagaskara : para guru yang ibu bayar sendiri yang mengajariku seperti ini.
Lasmi : sungguh mulia gurumu, tetapi kasihku tak kurangnya dari gurumu.
Bagaskara : aku hanya ingin melihat wajah ibuku yang anggun setiap hari, lalu menyanyikan
puji-pujian, menyeduh kopi lalu pergi lagi. Karena aku muak dengan semua ini bu,
muak dengan rumah yang dulu membuatku nyaman. Membuat semua mata yang
melihatnya terpesona, membuat mulut yang berbicara sembahkan puja.
Lasmi : lalu kini semua mata menerka dan semua mulut menghina?
Bagaskara : tak kurang demikian ibu. Aku juga ingin menjadi manusia, tapi semua manusia
tak lebihnya dari hewan.
Lasmi : apakah itu pula yang gurumu ajarkan? Berbual dan merendahkan yang lain,
apakah itu hasil sekolah?
Bagaskara : ya ibu, disekolah dilarang ada yang bebal, karena yang bebal dapat dikelabuhi
yang pintar. Seperti Drs. Kertakusuma, menghabiskan sebagian hidupnya dibangku
sekolah lalu berjaya. Kenyang diantara mereka yang kelaparan.
Lasmi : Tutup mulutmu, anak tak tahu diri.
2 Polisi datang ke rumah Bagaskara, 2 diantaranya berpakaian preman. Polisi yang
berpakaian preman mengetuk pintu
Polisi 1 : Assalamualaikum
Lasmi : Waalaikumussalam (berjalan ke arah pintu).
Polisi 1 : Selamat pagi bu, saya dari dinas sosial ditugaskan untuk sensus penduduk, bisa
saya masuk untuk mengajukan beberapa pertanyaan?
Bagaskara mulai curiga, dia bergegas ke belakang untuk melarikan diri, namun sebelum
dia melangkah segera mengambil tindakan.
Polisi 2 : (dengan mengancungkan pistol) angkat tangan, rumah ini sudah terkepung.
(Bagaskara angkat tangannya disusul dengan polisi mengambil tindakan mengunci
badannya untuk ditiarapkan).
Bagaskara : Ibu ini ada apa? (sambil meronta)
semua anggota mulai memasuki rumah Bagaskara guna memeriksa seluruh rumahnya.
ruangan hening, hanya di isi tangisan Bagaskara dan mondar-mandir memriksa rumah
Bagaskara.
Polisi 1 : Maaf nyonya Kertakusuma, kami dari Polres sedang melaksanakan operasi
tangkap tangan setelah terbongkarnya sindikat narkoba di pantai utara ini. Anak ibu
yang bernama Bagaskara diduga menyalahgunakan obat-obat terlarang, ini surat
tugas kami, dimohon untuk pengertiannya. (sambil mengulurkan surat tugas).
Lasmi : anakku? (dengan senyum sinis), aku tidak punya anak seperti itu. anakku telah
pergi sejak suamiku diwartakan diberbagai media. Ooo Sang Hyang Jagad
Pramudhita, beribu maaf untuk makhluk itu (sambil menunjuk Bagaskara) Pak
polisi, cepat selesaikan urusanmu dirumah ini.
Bagaskara : Ibu, tolong aku (tangisannya semakin jadi dan meronta-ronta).
Bagaskara digelandang dan sekali lagi menghadap ke ibunya dengan wajah menunduk.
Lasmi : jangan cengeng, kau lelaki. (dengan memalingkan wajahnya).
polisi lalu membawanya pergi lalu lampu mengarap spot ke Lasmi.
Lasmi : aku rindu kepada anakku, Bagaskara yang baik budinya, lebih-lebih perilakunya,
tutur katanya selalu membuatku jatuh cinta, yang bersuluk setiap terbit dan
tenggelamnya matahari dikala senja, menghiasi rumah dengan doa, selalu
mengangkat sembah kepada orang tuanya, seringkali memuasakan dirinya, hingga
tubuhnya beraroma kasturi khas surga. ketika dia bersuluk aku selalu ingat waktu
aku muda dulu diajak berlari bapaknya ditengah padang safana. Ooo Bagaskara
anakku maafkan bapakmu, jangan kau benci bapakmu. (menangis tersedu-sedu)

SCENE 5
Di suatu sore Sueb sedang melakukan ritual di depan pos
Sueb : ooo.. Tuan yang sedang duduk di sana. Perlihatkan lah diri tuan. Sekarang apa
yang coba tuan katakan pada hamba? (seolah mendengar sesuatu) baik baik hamba
akan menerimanya dengan senang hati (seolah menarik benda gaib di sudut
halaman)

Tiba-tiba yanto dan slamet datang dan sueb pun terkejut


Slamet : kang.. kang sueb. Sampean itu ngapain to kang? Kok berisik amat

Sueb : (terdiam sejenak langsung melirik Slamet) lha dasar ganggu orang aja. Sialan
bener ini orang lagi ritual! Ini mau dapet pemberian berharga dari danyang di sini.
Katanya mau ngasih kesaktian ilmu kebal. Malah gagal gara-gara kalian datang.
Ada apa? ganggu orang aja!

Yanto : kita habis denger dari jalan ada suara orang teriak-teriak dari sini. Maka dari itu
ke sini. Ternyata malah kang Sueb
Sueb : kalau aku memangnya knapa?
Yanto : gak knapa-knapa kang.. tenang kang
Sueb. : masih emosi ini. Kalian kan udah tahu biasanya aku cari pusaka buat kesaktian.
Masih aja diganggu
Slamet : ya maaf kang

Yanto : kan kita tadi gak tau kalau itu kang sueb, soalnya kita tadi malem denger kayak
ada orang ngmong disekitar sini. Keras ngomongnya kang. Tadi malem sampean
kang?
Sueb : nah, bukan aku itu. Tadi malem aku juga denger ada orang ngobrol disekitar sini.
Tapi kayaknya kemarin sepi sini. Aku merasakan sepertinya ada gesekan dunia
spiritual di sini. Maka dari itu hari ini aku ke sini coba cari tau apa yang terjadi

Yanto : suara kemarin malam kayak suara wanita. Aku menduga itu suara si Lasmi itu.
Suara darimana lagi emang? Kalau gak dari si Lasmi ya dari mana lagi
Slamet : tapi kayak ada orang teriak-teriak
Yanto : aku kok jadi mulai merinding ya..

Sueb : tenang, aku mulai merasakan keberadaan makhluk lain di sini. Mungkin itu benar
Lasmi tapi dia sedang kerasukan makhluk lain
Slamet : jadi kang sueb menduga emang itu si Lasmi?
Sueb : aku berpikir begitu
Yanto : waduh.. lha sekarang kita harus ngapain? Si Lasmi kerasukan setan itu

Tiba-tiba lasmi keluar dan sudah berada di depan rumah dengan termenung ditambah
tatapan kosong
Slamet : (terkejut) lha lha lha, apa an itu. Lasmi itu ya?
Yanto : iya met, itu lasmi. Tapi kok kayaknya ada yang aneh.. itu si lasmi kerasukan apa
gimana ya?
Slamet : yah.. serem lagi. Yakin gak papa itu si Lasmi kita biarin?

Sueb : tenang, kalian ga perlu khawatir. Suatu saat aku akan coba mengusir setan dari
tubuh lasmi
Yanto : jadi bener di Lasmi itu kerasukan setan ya..

Sueb : untuk saat ini, kita pergi dulu saja dari sini. Sudah mahgrib, para jin dan setan
sedang berkeliaran disini. Nanti akan berakibat buruk pada kita nanti. Ayo kita
pergi saja

Mereka bertiga pergi meninggalkan Lasmi yang masih termenung


SCENE 6

Bermula dengan keromantisan Bagaskara dan shopia. Kemudian dilanjut berkunjung ke


rumah
Bagaskara : Assalamualaikum... Assalamualaikum
Lasmi : Waalaikumussalam
Bagaskara : anakmu pulang Ibu (Bagaskara sungkem.)
Lasmi : Keselamatan dan keberkahan senantiasa menyertaimu nak. (sambil terbatuk-
batuk)
Bagaskara : Pangestu Ibu, Ibu sakit.
Lasmi : ndak nak, ibu ndak apa-apa.
disusul Shopia yang menjabat tangan ibu namun pundaknya diturunkan untuk sungkem
sama seperti Bagaskara
Shopia : maaf Ibu Shopia kurang mengetahui tata krama seperti ini.
Lasmi : tidak apa nak, bangunlah cah ayu. inikah nak Shopia yang sering diceritakan
bagaskara setiap pulang. ( Bagaskara menundukkan wajahnya malu)
Bagaskara : ah ibu ini bisa aja. (Bagaskara memotong)
Lasmi : saya buatin minum dulu ya, wong ana dayoh.
Lasmi pergi ke dalam rumah
Shopia : eee... Apa itu dayoh gas? (Sambil berbisik ke bagaskara)
Bagaskara : Tamu, Shopia kan sudah datang jauh-jauh.
Shopia : ah malah ngrepotin ibu kamu nanti
Bagaskara : enggak shopia, kehormatan bagi kami bila kedatangan tamu.
Lasmi keluar dengan membawa teh
Shopia : ah ibu ini bisa aja, Shopia malah ngrepotin nih.
Lasmi : tidak nok, bagaimana dengan skripsimu.
Shopia : ini baru pengambilan data bu, alhamdulillah si Bagas banyak membantu.
Lasmi : Lho ya wajib no nek saling membantu, toh Shopia kan sudah berperan banyak
sama kehidupannya Bagas. syukur-syukur kalian bisa akur terus.
Bagaskara : Ah, bohong bu, bantunya Cuma fotokopi, ngeprint, sama dicurhatin kalau
dosbingnya lagi moodian.
Shopia : ndak ibu, dia sering bantuin ngambil data dilapangan, ngoding juga. justru Shopia
yang banyak belajarma si Bagas.
Bagaskara : masa iya baru jalan dua semester bisa bantuin yang skripsi.
Lasmi : kalian itu lho kalau dilihat kayae kok gak akur gitu, yang satu jawab A yang satu
jawab B, tapi inikah keromantisan kawula muda jaman sekarang? Eh lho kok malah
dibiarin adem wedangnya, ayo diminum dulu
Bagaskara : Oh ya ibu, ini sekalian minta ijin, bulan lalu bagas kan sudah cerita bahwa bulan
ini bagas akan ke luar negeri untuk mengikuti kuliah musim panas di Paris, Prancis.
bagskara minta pangestu dari ibu.
Lasmi : bersama nak shopia?
Shopia : tidak ibu, Shopia kan masih butuh ngambil data disini. Wong udah gede juga.
Lasmi : tapi bagas, berapa bulan kamu akan di Paris?
Bagaskara : enam bulan bu.
Lasmi : betapa rindunya aku nanti. Kapan kau berangkat?
Bagaskara : lusa ibu.
Lasmi : lusa? Berarti besok pagi kau sudah harus berangkat dari rumah?
Bagaskara : betul ibu.
Lasmi : nak Shopia menginap disini?
Shopia : tidak ibu, shopia sudah mengirim kabarke ayah kemarin, katanya sekalian
sulaturahim sama ibu. Sekalian pula Bagas ingin. Nanti pulangnya bareng ayah.
Lasmi : ayahmu datang kemari? Celaka.
Shopia : ada apa dengan ayahku ibu?
Bagaskara : iya bu, ada apa emangnya.
Lasmi : tidak ada apa-apa.
tiba-tiba suara mobil berhenti dan Subroto mengetuk pintu, ibu kaget seperti kebingungan,
sementara Shopia tampak senang
Shopia : lha mungkin itu ayah sudah tiba ibu.
Subroto : Assalamualaikum.
Shopia&bagas : waalaikumussalam. (Ibu semakin kebingungan)
Bagaskara menuju pintu dan membukakannya, lalu menyalami dengan merunduk.
Bagaskara : pangestunipun om.
Subroto : keselamatan dan keberkahan untukmu nak.
Bagaskara : silahkan duduk om
Subroto : santai saja, kamu duduk duluan. dia sudah besar mbakyu, sudah menjadi perawan.
Habis ini dia akan meneruskan s2 nya diluar negeri.
Bagaskara : maksutnya om.
Subroto : iya Bagas, Shopia melanjutkan s2nya di London.
Bagaskara : lho maksutnya gimana Shopia? Bukannya dulu kamu pernah bilang akan
menemani aku disini terus, lalu hidup bersama dengan kesederhanaan.
Subroto : kesederhanaan, hahaha. Tugas Shopia telah selesai bagaskara, membuatmu lebih
baik dari tahun lalu, biar Shopia menempuh jalannya, minggu depan anak dari
teman bisnisku akan datang kerumah dan melamarnya.
Shopia menunduk dan menangis, ibu tampak kebingungan.
Lasmi : waktumu tak tepat Broto.
Subroto : sudah tepat mbakyu, tugasnya telah usai. Untuk perkuliahan Bagaskara
selanjutnya tetapaku yang akan mengurus.
Bagaskara : sebenarnya ada apa ini ibu?,dan sebenarnya kau ini siapa?
Lasmi memalingkan wajah
Subroto : Subroto, kawan lama ayahmu Kertakusuma. Lupa kau nak sewaktu kecilmu
sering bermain dirumahku bersama Shopia, dulu waktu kecil Shopia lebih sering
dipanggil putri. Ya nama tengah dari Shopia Putri Andini. Ingat kau nak?
Bagaskara : Shopia, benar semua ini? (marah)
Shopia hanya menunduk sambil menahan isak tangisnya lalu mengambil tisu didalam
tasnya.
Bagaskara : kenapa semua tidak ada yang cerita, aku seperti wayang dimainkan banyak dalang.
Ibu, kenapa ibu juga tidak cerita?
Lasmi : semua demi masa depanmu nak.
Bagaskara : masa depan macam apa?
Lasmi : setidaknya kau tak terpuruk karena ayahmu.
Subroto : benar ibumu nak, setidaknya ini balasan jasa ayahmu.
Bagaskara : omong kosong kau broto, kau mencoba menghidupiku dengan uang hasil
menindas mereka, layaknya kertakusuma ayahku.
Subroto : padi subur karena kotoran ayam dikandang, kau ini terlalu jauh dalam menjalani
hidup nak. Hiduplah apa yang didepan mata, bukan apa yang dibalik mata.
Bagaskara : aku berpendidikan broto, setidaknya aku punya prinsip yang teguh, minimal aku
tahu bahwa aku manusia, bukan seperti kau layaknya hewan yang jalang.
Subroto : tutup mulutmu, omong kosong. Lihat mereka yang digedung tinggi dengan
ruangan ber ac, para anggota dewan. Ya layaknya ayahmu, bukankah mereka
berpendidika, yang dulu setiap seminggu sekali berorasi didepan gerbang gedung
itu, lantas kali ini mereka berjamaah menggerogoti sedikit demi sedikit, dan
mentertawai teman-temanmu yang setiap minggu pula mengotori pemandangan
didepan gerbang gedung para anggota dewan pula.
Ibu : Shopia tolong tunggu ke dalam.
Bagaskara : tunggu dulu, biar semua jadi gamblang
Subroto : apanya yang kurang gamblang? Kau tinggal melanjutkan kuliah hingga selesai,
membangun rapot yang baik dengan relasi, dan membangun hidup yang baru.
Demikian pula dengan Sopia.
Bagaskara : Shopia, tolong bicarakan apa yang sebenarnya terjadi.
Shopia : maafkan kami bagas, shopia juga tidak tahu kalau semua bakal menjadi seperti
ini.
Bagaskara : dan kenapa ibu hanya diam?teganya ibu menjadikan anakmu ini seorang pelacur.
Ibu : aku lebih banyak makan garam kehidupan, jangan menasehatiku.
Subroto : sudah menjadi suratan takdir kau sebagai anak bagas.
Ibu : kau juga Broto, dengan sengaja menemukan anakku dengan anakmu, membangun
rasa mereka, mencerahkan masa depan merek pula. Pun kamu pula yang
merobohkan semua. Apa maumu Broto, aku menghargai semua dharmamu
kepadaku, balas budimu kepada Mas Kertakusuma. Tapi perilakumu tak kurang
jalang dari apa yang dikatakan anakku Broto.
Subroto : maaf mbakyu, setidaknya anakmu tahu diri, mau diberi makan apa anakku.
Ibu : anakku baru saja bangun dari kematian hatinya broto, lalu kali ini kau matikan
kembali dengan cara berbeda, dengan nafsu keserakahanmu. Apa perlu tanganku
sendiri yang mengeluarkan isi perutmu yang penuh dengan belatung keserakahan
itu.
Subroto : maaf atas semuanya mbakyu mohon turunkan benda tajam itu, bagaimanapun juga
Shopia adalah anakku.
Ibu : dan Bagaskara adalah darah dagingku Broto, Ibu siapa yang merelakan anaknya
di tindas orang lain. Dan kau Shopia, lihatlah perilaku ayahmu sendiri. Sekarang
lihat mataku, apakah rasa yang terbangun didalam dirimu dan anakku adalah
rekayasa ayahmu pula.
Shopia : tidak ibu.
Ibu : dengar broto, kau telah memperkosa darah dagingku sekalian darah dagingmu
sendiri. Kalau hanya senyum simbol empatimu dulu, senyum westerling tak
kurangnya mempesona dari senyummu broto. Cepat pergi dari rumahku atau aku
yang mengeluarkan isi perutmu, dan kau yang disana, pergi. Ini bukan tontonan.
Kau nak, masuklah dalam, lupakan semua yang telah lalu.
Subroto : sekali lagi maafkan broto mbakyu.
Ibu : tak ada maaf untukmu, juga untuk semesta yang selalu saja mendatangkan duka.
Subroto : aku pamit mbakyu, ayo Shopia.
Shopia masih memegang tangan ibu dan merengek minta maaf
Shopia : maafkan kami ibu, maafkan kami bagas.
Subroto : ayo Sopia kita pulang. (sambil memegang tangan Shopia dan keluar)
Semua hening sejenak, hanya isak tangis bagaskara yang mengisi ruangan.
Ibu : jangan menangis nak, kau lelaki yang kelak sendiri. Jangan cengeng, aku tak
pernah mangajarimu menjadi pribadi yang cengeng.
Terdengar Suara orang berbisik-bisik
Ibu : hei kalian, kenapa masih disana juga, kau anggap semua ini panggung sandiwara?
Kau anggap aku orang gila. Bubar atau isi perutmu ku keluarkan.
kemudian ibu menangis dan berhalusinasi Bagaskara ingin membunuhnya.
Bagaskara : kenapa dari dulu ibu tidak cerita? Kenapa? Tega-teganya kau menghianati anakmu
sendiri, juga suamimu, juga broto, shopia, dan semesta yang selalu saja tak selaras.
Kenapa kau begitu tega ibu.
Subroto : kau gagal dalam semuanya mbakyu, tak pantas juga kau hidup.
Shopia : betul, kenapa masih juga hidup bila semesta tak menginginkanmu.
Polisi A : kenapa juga wanita itu masih saja hidup
Subroto : gagal menyelamatkan kawanku kertakusuma, gagal menyelamatkan anakmu,
gagal dalam menyelamatkan asetmu.
Polisi B : dan gagal menjadi manusia
Polisi A : kau gagal dalam kesemuanya.
Bagaskara : apakah pantas kau ku anggap ibu, apa perlu ku yang mengakhiri semua.
Subroto : apa perlu parang ini yang membantu.
Polisi A : dan saya bisa menarik pelatuk ini supaya kau mati.
Shopia : atau kau yang mengakhiri sendiri.
Polisi B : biar aku yang membantumu.
Bagaskara : sudah tak pantas kau hidup ibu. Akhiri saja semua.
Subroto : akhirilah sendiri, atau jika kau kesulitan parangku akan memuluskan.
Shopia : supaya kedamaian kau rengkuh, ketenangan kau capai, dan semua hiruk pikuk
didunia kau tertawakan disurga.
Ibu : jika semesta tak lagi menginginkan, jika itu jalan yang membuatku dalam
kedamaian, dan jalan itu pulalah aku dapat mentertawakan hiruk pikuk yang selama
ini aku pikul dari surga. Biar aku sendiri yang mengakhiri.
Bagaskara : ya betul, itu lebih bijak untukmu, untuk semua yang ada disekelilingmu pula.
lekaslah menuju surga, rengkulah.

SCENE 7
Lastri ke rumah ibu hendak mengantar makanan
Lastri : yu..yu…diundang kok gak nyaut ye..lho kok mosak-masik ngene, ning ndi no iki
wonge, wong arep diwenehi panganan enak kok malah raono iki. Ya Allah Gusti! Yu Lasmi!
Tulung! tulung!

SCENE 8
Olah TKP di rumah Lasmi dan ditonton beberapa warga
Polisi 1 : bagaimana kondis jenazah, bisa saya lihat?
Polisi 2 : bisa ndan, di dalam
Polisi 1 : astaga sungguh malang nasibmu nyonya
Polisi 2 : ini laporan olah TKP sementara
Pak Inggi : bagaimana kondisinya pak?

Polisi 1 : pak inggi selaku otoritas setempat tolong sampaikan ke para warga agar tetap
tenang. Proses penyelidikan akan tetap kami urus dengan maksimal. Jadi mohon
kerja samanya para warga untuk kami mintai keterangan terkait kasus ini
Pak Inggi : kira-kira apa yang terjadi pada korban ya pak?

Polisi 1 : kami belum bisa memastikan apa yang terjadi. Pokoknya pak inggi percaya saja
dengan pihak kepolisian. Penyelidikan akan terus berlanjut
Pak Inggi : baik pak akan kami sampaikan
Pak RT : bagaimana pak? Apa yang terjadi?

Pak inggi : kepolisian belum bisa menyimpulkan apa yang terjadi tapi proses penyelidikan
akan terus berlanjut. Beri tahu juga pada para warga agar ke depannya polisi akan
meminta keterangan terkait kasus ini. Jadi mohon para warga yang dimintai
keterangan dapat menceritakan dengan sebenar-benarnya
Pak RT : o begitu ya pak, baik akan saya sampaikan nanti

SCENE 9
Para warga nampak termenung berkumpul di pos ronda
Yanto : jadi ngeri ya sekarang kalau mau jaga pos disini, apalagi malem-malem kayak gini

Slamet : iya To, kalau keinget lagi kerasa merinding juga disini. Seminggu sejak kejadian
itu, para warga semakin resah to. Gimana ya perkembangan penyelidikannya?

Yanto : malah tanya saya, saya ya sama juga gak tahu. Eh tapi kamu dah denger dari cerita
Yu Lastri?
Slamet : Lastri yang katanya nemuin mayat yu Lasmi itu? Belum. Lha sampean tahu?
Yanto : tahu dong, lha wong yanto (dengan bangga)
Slamet : lha gimana cerita nya?

Yanto : menurut cerita yu lastri, waktu nemuin mayat lasmi ditemukan pisau nancep di
perut lasmi. Jangan-jangan si Lasmi di bunuh kemarin. Dan sekarang mungkin si
Lasmi gentayangan menuntut pembunuhnya. Maka dari itu sekarang di sini jadi
serem

Slamet : waduh, kok tega ya ada yang bunuh si Lasmi itu, udah gak begitu waras. Masih
aja ada yang mau bunuh. Eh lha berarti ada pembunuh yang masih berkeliaran
bebas. Waduh-waduh kok jadi tambah gawat gini ya..

Yanto : ngeri kan met, bisa-bisa warga semakin hari malah semakin ketakutan sama panik
nanti. Lha kebijakan pak RT gimana? Nanti kalau ada pembunuh yang masih
berkeliaran jangan-jangan nanti ada yang di bunuh lagi
Slamet : kalau pak RT pasti tinggal ngikut omongan pak Inggi
Yanto : lha pak inggi gimna?
Slamet : kalau pak inggi bilang kita tunggu saja keputusan dari pihak kepolisian

Yanto : walah kalau gitu terus warga keburu minggat dari sini. Lha wong takut kalau ada
pembunuhan lagi, sama takut sama arwah Lasmi yang gentayangan di sini. Gimna
itu pak Inggi?
Slamet : lha kita harus gimana lagi To Yanto?

Tiba-tiba Sueb muncul dari samping pos


Sueb : tenang semuanya, saya punya solusi

Slamet dan Yanto terkejut


Slamet : lha! Kang sueb ngagetin aja tiba-tiba muncul dari situ
Yanto : iya kang sueb kok tiba-tiba muncul kayak set..
Slamet : wuss.. jaga omonganmu. Tadi kang sueb bilang punya solusi itu gimana?
Sueb : Lasmi bukan dibunuh oleh seseorang
Yanto : maksudnya kang?

Sueb : yang membunuh lasmi bukan manusia melainkan jin. Para polisi sekalipun tak
akan bisa menangkap pembunuh itu. Buktinya sampai sekarang polisi belum
berhasil mengungkapnya kan?
Slamet :lha trus kita harus gimna kang?

Sueb : kita harus melakukan ritual di tempat ini. Khususnya rumah Lasmi, agar para
arwah yang mengganggu dapat dihalau dari tempat ini
Yanto : oo gitu ya kang?

Sueb : iya, secepatnya akan saya siapkan kebutuhannya. Kalian juga harus ikut saya
dalam ritual nanti

Yanto dan slamet saling bertatap dengan termenung


Slamet : kita kan gak ngerti caranya kang

Sueb : tenang, nanti akan aku transfer juga kekuatan ke kalian berdua agar bisa ikut ritual
juga
Yanto : ya udah kang, kita nanti ikut kang sueb aja
Slamet : mohon maaf kang, tapi kira-kira ritual nanti bisa berhasil gak ya?

Yanto : udah... ikut aja kang sueb. Siapa tahu nanti arwah-arwah yang mengganggu bisa
ilang
Sueb : kalian ikut saja. Jangan banyak tanya. Besok kita ketemu lagi disini habis magrib
Yanto : siap kang

SCENE 10
Slamet : Eh To, aku kok ragu ya cara ritual kayak gini berhasil
Yanto : walah, sampean itu banyak tanya. Udah ikut aja, mungkin aja kang sueb bener
Slamet : yakin ini?
Yanto : yakin, wes tah ikut aja. Lha itu kang sueb. Kang sueb!
Sueb : o ya ya.. baru datang kalian. Langsung saja kalian kesini.

Mereka bertiga duduk menghadap pintu rumah, ritual pun dimulai

SCENE 11
Pak RT : ya jadi gitu lah pak, gara-gara semakin banyak yang mulai tinggal disini akhir-
akhir ini saya semakin sibuk ngurus surat warga lah
Pak Inggi : ya baguslah kalau gitu. Semakin ramai desa kita

Tiba-tiba pak inggi terhenti sambil melihat rumah lasmi


Pak RT : lho ada pak Inggi? (ikut melihat rumah Lasmi) o ya pak, gimana pak
perkembangan kasus Alm. Lasmi?

Pak Inggi : saya juga kurang paham mengenai perkembangan kasus ini. Pihak kepolisian juga
masih belum ada konfirmasi lebih lanjut

Pak RT : bingung juga ya pak. Apalagi semenjak meninggalnya Alm. Lasmi warga mulai
gelisah. Banyak info simpang siur tentang meninggalnya Alm. Lasmi. Saya denger
juga ya pak, kang sueb mulai ngajak in para warga untuk ikut ritual-ritual aneh gitu
pak
Pak Inggi : buat ulah apa lagi si sueb itu. Lha para warga responnya gimana?
Pak RT : lha itu pak RT, para warga pada ikut kang sueb. Malahan ya pak, ritualnya sampe
aneh-aneh pak. Sembelih ayam, sembelih bebek, sembelih kambing, banyak lah
pak kalau yang disembelih. Berlanjut sampe sekarang itu ritualnya pak

Pak Inggi : lha Pak RT kok gak pernah cerita sama saya. Dan itu para warga ngikut juga alesan
nya apa juga? Parah itu sudah

Pak RT : kalau menurut omongan beberapa warga yang saya tanyai, mereka ikut omongan
kang Sueb karena kata kang Sueb desa kita sedang diganggu jin dan arwah
gentayangan. Dan energi paling besar itu ada di rumah Lasmi

Pak Inggi : sembarangan itu si sueb. Kita harus melakukan sesuatu. Semakin kacau nanti desa
kita

Pak RT : tapi kita harus ngelakuin apa pak, saya dulu sudah coba beritahu warga. Tapi
warga malah lebih percaya sama si Sueb itu
Pak Inggi : besok biar kita ketemu sama si Sueb. Biar kita urus dia
Pak RT : ya udah besok kita ketemu kang sueb. Paling ya kesini juga besok si Sueb itu

SCENE 12
Nampak yanto, slamet dan sueb berkumpul di pos kemudian disusul Pak Inggi dan Pak RT
Pak RT : kang sueb! Bisa kesini sebentar
Yanto : ada apa ini pak RT? Kang sueb lagi cari ilham. Lagi gak bisa diganggu
Pak RT : diam dulu sampean. Pak Inggi lagi ada perlu sama kang sueb
Slamet : ada apa to pak?
Pak RT : ini lagi ikut-ikutan malah, udah minggir dulu
Pak Inggi : kang Sueb! Saya ada perlu dengan sampean
Sueb : ada apa pak?
Pak Inggi : gini kang sueb, saya merasa kelakuan kang sueb sudah keterlaluan.
Yanto : keterlaluan gimana pak inggi?

Pak inggi : ya keterlaluan, menghasut para warga buat ritualnya yang gak jelas itu, hasilnya
toh sampai sekarang gak ada
Slamet : nuwun sewu pak inggi. Tapi upaya kang sueb ini untuk kepentingan dan
kesejahteraan warga sini. Pak inggi gak berhak menghina usaha kang sueb dan para
warga selama ini

Pak inggi : kesejahteraan apanya? Apa yang diperoleh para warga. Gak ada, rugi lha iya.
Hewan ternak pada disembelih. Jangan sampai buat aliran sesat di desa ini

Yanto : aliran sesat gimana? Pak inggi kalau ngmong mbok ya sadar diri juga. Kita para
warga sama kang sueb sudah usaha agar desa ini nyaman lagi sejak kematian si
lasmi. Banyak yang katanya mulai diganggu arwah si lasmi yang gentayangan. Kita
berusaha pak. Nuwun sewu nggih pak, daripada pak inggi yang gak mau ngusaha
in apa-apa buat para warga.

Pak RT : eh yanto, sampean at-ati kalau ngomong. Ini pak Inggi lho yang didepan sampean!
Kan dulu sudah saya sampaikan berkali-kali kalau kita menunggu konfirmasi lebih
lanjut dari pihak berwenang.
Yanto : iya pak tunggu-tunggu terus yang kami terima

Slamet : bener yanto pak RT, pak Inggi warga juga perlu kepastian jenengan-jenengan ini
selaku otoritas setempat

Yanto : maka dari itu pak, para warga lebih ikut suara kang sueb daripada omongan pak
RT dan pak Inggi
Sueb : pergi saja kalian dari sini! Setelah ini akan ada ritual lagi, jangan ganggu kami!
Yanto : pergi saja pak Inggi dari sini. Bawa sekalian pak RT. Jangan ganggu kami

Slamet : iya pak, lebih baik bapak-bapak ini pulang saja. Sebelum nanti para warga
berkumpul di sini, dan akhirnya terjadi hal yang tidak diinginkan.
Pak Inggi : pak RT, kita pergi saja dulu
Pak RT : tapi pak..
Pak Inggi : sudah ayo pak RT

SCENE 13
Suatu pagi Pak RT dan Pak Inggi kembali keliling sekitar rumah Lasmi
Pak RT : saya mohon maaf ya pak atas kejadian kemarin, entah saya harus gimana lagi buat
ngurusi para warga
Pak inggi : ya gak papa pak RT. Saya juga merasa bersalah karena kurang memperhatika
kondisi warga pasca kejadian itu.
Pak RT : tapi kan pak, pak inggi kan memang ikut arahan dar pihak kepolisian

Pak inggi : saya juga bingung harus gimana lagi. (terdiam sejenak) oh ya pak RT. Terima
kasih pak RT sudah jadi rekan saya ketika bertugas sebagai kepala desa di tempat
ini.

Pak RT : oo jelas dong pak, pak inggi kan pemimpin di desa ini, dan saya kan selaku RT di
tempat ini jadi ya saya harus mengarahkan warga sesuai ketentuan pak Inggi. Eh
tapi emangnya ada apa pak kok tiba-tiba bilang begitu?

Pak Inggi : begini pak RT, sebenarnya 2 minggu yang lalu saya mendapat surat dari
kecamatan kalau mulai minggu depan saya akan dipindah tugaskan ke desa lain.
Dan sepertinya desa itu diluar kota.
Pak RT : lha pak Inggi kok baru bilang

Pak Inggi : nah itu pak RT (terdiam sejenak) saya sebenarnya ingin menceritakan hal ini pada
semuanya, tapi waktu mau saya sampaikan malah ada kasus kematian si Lasmi.
Kalau saya ngomong malah dikira nanti saya cari alasan kabur dari masalah. Saya
sebenarnya juga bingung mau nyampaikannya gimana
Pak RT : kalau begitu kan sama saja nanti pak RT juga pergi
Pak Inggi : ya gitulah pak RT, saya sekalian minta tolong Pak RT buat jelasin ke para warga
nantinya

Pak RT : ya wis pak, tenang pak. Saya semaksimal mungkin akan coba jelasin ke para
warga. Semoga di desa selanjutnya pak Inggi jadi kepala desa yang tambah sukses.

Pak Inggi : saya juga mau pesen sama pak RT. Mungkin para warga juga harus diberitahu
tentang kelakuan si Sueb itu.
Pak RT : tapi gimna lagi cara kita pak?

Pak Inggi : mungkin pak RT nanti bisa menemukan cara yang tepat, biar para warga percaya
juga sama omongan pak RT. Ini lihatlah (memberikan lembaran kertas) aku baru
dikirimi hasil penyelidikan kasus lasmi kalau emang Lasmi gak di bunuh, tapi
bunuh diri
Pak RT : apa pak?

Pak Inggi : itu sambil dibaca isi suratnya. Lasmi berhalusinasi parah sampai membunuh
dirinya sendiri
Pak RT : gak ngira aku hasilnya ternyata gini pak
Pak Inggi : maka dari itu sebelum terulang kejadian yang sama nanti, saya benar titip warga
sini ke Pak RT
Pak RT : baik pak, aku akan lebih memperhatikan kesejahteraan warga sini pak. Warga
secepatnya juga harus tahu hasil penyelidikan Lasmi pak. Tapi Pak Inggi kan udah
keburu dinilai jelek sama warga pak. Ini gara-gara warga yang terlalu cepat
nyimpulke kejadian pak. Pasti akan kuceritakan semuanya pada para warga

SCENE 14
Di pos ronda pada siang hari
Slamet : To..To..
Yanto : apa met?

Slamet : To, aku kok ngrasa semakin kesini kok kayaknya ada yang janggal sama ritualnya
kang sueb ya
Yanto : janggal gimna to met?

Slamet : gini To, aku kok ngerasa gak ada efek dari hasil ritual yang selama ini kita lakukan
ya.. udah para warga termasuk kita juga. Udah harta benda dikerahkan buat beli
macem-macem, buat sajen, masih aja gak ada hasil. Malahan kayaknya para warga
semakin khawatir dengan kondisi desa kita.

Yanto : ya mau gimana lagi met, kita juga gak tau harus gimna lagi. Kalau kita mau usaha
ya usaha gimna lagi met???

Slamet : gini, kali ini aku punya pendapat sendiri dan mungkin aku gak sependapat
denganmu kali ini! Logikane ini mulai gak masuk akal to... kita para warga
sekarang mulai bangkrut, terutama aku to.. gak bisa lanjut lagi aku kalau kayak gni

Yanto : ya, sebenernya ya sama met. Aku juga mulai bangkrut met. Lalu gimna lagi
met???
Slamet : gini, aku sekali-kali ingin memata-matai aktivitas kang Sueb. Aku soalnya mulai
meragukan kemampuan kang sueb, bner gak dia itu dukun sakti pa gak.

Yanto : tapi kan kita semua sudah tahu kalau kang sueb itu dukun di tempat kita. Masak
iya kita masih meragukan kang sueb

Slamet : gini To, tak pikir-pikir yang ikut ritual itu pendatang semua, yang belum lama
banget tinggal disini

Yanto : iya ya.. bener juga omonganmu. Tak pikir lagi ya juga gitu. Ya udah Met, aku ikut
rencanamu buat memata-matai kang sueb. Nanti malem paling kang sueb kesini
lagi. Kayak biasanya
Slamet : nah nanti kita sembunyi dulu aja, sambil liat kelakuan kang sueb
Yanto : iya met, aku setuju
Slamet : ya udah, kita pergi aja dulu dari sini, nanti keburu ada kang sueb lagi

Mereka berdua pergi

SCENE 15
Terlihat sueb sedang ngomong sendiri
Sueb : oo lasmi, aku tau kau menderita disana. Menderita dengan akalmu menderita pula
dengan jiwamu.. oo lasmi hanya aku yang tau kondisimu. Andaikata sedari dulu
para warga mau mnuruti omonganmu kalau kau selalu diganggu makhluk halus,
diganggu jin. Kita semua pasti akan melakukan ritual ini sedari dulu. Mereka malah
lebih menuruti omongan para dokter yang bilang kau kena gangguan jiwa. Bukan
kepedulian yang mereka lakukan setelah tahu, malah hinaan yang selalu mereka
lontarkan. Dokter pun gak mau mengurusmu, apalagi pejabat disana. Kau selalu
tersiksa lasmi. Aku berbeda dengan kau, meski dokterpun bilang aku gila, aku gak
mau menerimanya. Aku yakin ini gangguan jin setan gentayangan. Aku pasti
menang lawan para setan itu, aku pasti menang melawan para warga! Hahaha!
(dilanjut dengan minum obat)
Aku masih waras Lasmi, tak ada yang mampu mengalahkan kesaktianku! hahaha
Yanto : Gusti Allah, gila ternyata kang sueb Met
Slamet : iya To, ternyata emang gak waras itu kang sueb. Firasatku bener, udah gak masuk
akal itu otaknya, jiwanya juga

Yanto : waduh Met.. selama ini kita ngikutin orang gila. Kurang ajar dia! Kita sekaligus
para warga udah dibohongi
Slamet : kambingku kini sia-sia To.. udah tak korbanin. Itu tabunganku
Yanto : ayam-ayamku juga.. gimna ini Met

Mereka terduduk lemas


Yanto : kita gak boleh tinggal diam! Kita harus bertindak. Jangan sampai ini berlanjut

Slamet : iya To, tapi kalau para warga tahu, kita bisa mati To. Karena suruh mereka
ngikutin orang gila itu
Yanto : kalau gitu kita harus tangkep sendiri cepetan
Slamet : eh liat itu kang sueb kok ngomong gak jelas lagi ya.. (kembali melihat kang sueb)

Sueb : oo dewa bintang yang duduk di atas sana. Berikan aku kekuatan lagi. Hey kalian
yang disana!
Yanto : waduh Met. Kita kayaknya ketahuan.

Sueb : berikan aku lagi kekuatan yang dapat kubagikan pada para warga untuk ritual.
hahaha
Slamet : eh gak To, kita gak ketahuan. Kang sueb masih ngomong sendiri

Sueb : oo katakanlah lagi apa yang harus kulakukan. Aku ini titisan Balaputra Dewa. Aku
akan menyerapnya semua. Untung aku masih sadar gara-gara bantuan obat dari
dokter. Cepat sebelum para warga datang..
Yanto : jangan-jangan selama ini memang kang sueb dibawah pengaruh obat dokter

Slamet : dasar pasien gila. Udah habis sabarku ini. Mumpung masih jam segini. Ayo kasih
pelajaran dia
Yanto : ayo met

Tiba-tiba kang sueb bergerak tak terkendali. Seperti diserang mengamuk dan tertawa tak
terkendali
Slamet : waduh gmna ini To?
Yanto : iya met ini gimna kok malah jadi kayak gini?
Slamet : kita harus nglakuin apa ini to?
Yanto : gak ngerti juga aku harus ngapain
Slamet : e anu, panggil pak RT aja. Cepet panggil pak RT
Yanto : oke siap met

SCENE 16
Slamet : dibawa kemana tadi kang sueb pak RT
Pak RT : tadi dibawa Dinas Kesehatan
Slamet : emangnya kang Sueb itu bener-bener gila ya pak RT?
Pak RT : gangguan jiwa tepatnya, dulu banget kang sueb itu normal tapi semenjak ada
masalah pekerjaan ia bangkrut. Dan ia malah dihina sama dicaci sama orang lain
gara-gara kebodohannya. Selesai dah dia jadi kayak gitu. Sampe di pasung juga itu
si sueb. Sueb itu pasien rawat jalan sebenarnya. Makanya yang orang-orang lama
seperti saya dan pak Inggi gak begitu percaya omongannya
Slamet : lho pak RT kok gak pernah cerita

Pak RT : dulu saya sama pak Inggi kan sudah coba beritahu kalian. E malah gak pernah
diperhatikan, yawis lah. O ya ini hasil penyelidikan Alm. Lasmi (sambil
menyerahkan kertas) dari pihak kepolisian menyatakan kalau Alm. lasmi ternyata
bunuh diri. Dengan menusukkan sendiri pisau ke tubuhnya. Secara medis setelah
diruntut terbukti memang kalau memang Alm Lasmi gangguan jiwa. Dan ia
meninggal karena halusinasinya sendiri. Jadi bukan karena dibunuh makhluk halus,
jin atau yang lainnya
Slamet : iya, kami mengaku salah pak. Kok bisa ya orang jadi kayak gitu

Yanto : lha trus nasib harta benda kita yang raib gara-gara ngikutin kang sueb gimana pak
RT?
Slamet : iya gimna nasibnya pak?
Pak RT : ya itu resiko kalian, maaf emang pihak RT gak bisa kalau ngurus itu
Yanto : kalau dari pak Inggi gmana pak?

Pak RT : gini kalau sampe ke desa, semua orang nanti tahu. Kalian berdua mau kalau kalian
dituduh melakukan penipuan sama para korban yang lain? Kan kalian kan yang
ngajak para warga

Slamet : itu apa gak coba di proses dulu di desa. Ditampung dulu sama pak Inggi nanti kita
bisa diskusi buat nemuin jalan keluarnya

Pak RT : nah itu, 3 hari lagi pak Inggi akan dipindah tugaskan diluar kota. Jadi ke depan
kepala desa kita akan baru
Yanto : waduh met, gimana ini
Slamet : iya To, kapok aku ngikut acara gak jelas lagi

Mereka berdua terduduk lesu

Epilog
Pak Inggi masih berteduh di pos ronda
Pak Inggi : saya masih ingat akan kisah itu, dan masih ingat pula aku torehkan dalam buku
ini. Catatan yang ku tulis sebelum kepergianku dari desa ini. Rentetan tragedi yang
bermula dari ketidak pedulian dan kebodohan kita. Rantai dunia maya yang
dipaksakan masuk ke dunia nyata. Atau mungkin itu berpindah dengan sendirinya.
Dalam hati aku bertanya pada kesadaran dan merenungkan sebagai mana yang
terjadi pada mereka. Tentang Lasmi yang selalu dalam kesendirian di akhir
hayatnya. Inilah ungkapannya,
bila semesta selalu tak bersama saya, maka kenapa aku harus dihidupkan dimuka
bumi, dan tepat kata terakhir pudar tintanya, mungkin itu tetesan air mata. kata
terakhir yang tertulis dibuku ini. Sungguh malang nasibnya. tidak ada manusia
hidup kecuali untuk kemanusiaan itu sendiri, dan selama ini kemanusiaan yang kita
gembar-gemborkan adalah omong kosong belaka bila mereka yang diluar sana
terpasung karena ketidak pedulian kita.
Seperti halnya kisah Sueb yang mengingkari kenyataan yang terjadi. Karena orang
yang paling buta diantara orang-orang buta adalah orang-orang yang tidak mampu
membedakan yang nyata dan yang maya, begitu pula orang yang paling tuli adalah
orang-orang yang tak mampu mendengarkan suara yang nyata dan maya. dan orang
yang paling sakit diantara orang-orang sakit adalah orang yang tidak tahu bahwa
dirinya sedang sakit.
Terima kasih para warga yang telah menemani saya menunggu hujan. Siapa kita
dan siapa mereka bukan orang lain yang tentukan. Apa yang kita lakukan kita juga
yang harus tentukan. Menjadi manusia atau memang kita telah manusia. Kita yang
pastikan kenyataannya.
Sudah reda ternyata (berdiri) Aku pulang, cerita apa lagi sekarang.

Anda mungkin juga menyukai