Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN
Cerebrovascular Accident (CVA)/Stroke

Disusun untuk memenuhi tugas laporan individu praktik profesi keperawatan departemen
Keperawatan Medikal Bedah I (KMB) yang dibina oleh
Ibu Anggun Setyarini, S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh
Nama : Nandhea Exza Syachfila
NIM : P17212215017

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AKADEMIK 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)/STROKE

A. KONSEP DASAR CVA


I. DEFINISI
Stroke atau cerebrovascular accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Firli, 2020) . Stroke
adalah suatu sindroma yang mempunyai karakteriktik suatu serangan yang
mendadak, nonkonvulsif yang disebabkan karena gangguan peredaran darah otak
non traumatic (Despitasari, 2018). Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena
terjadinya gangguan peredaran darah diotak yang menyebabkan terjadinya kematian
jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian (Ginting, 2019). Menurut WHO (World Health Organisation) stroke
adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam atau
berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler
(Zuryati dan Adityo, 2016).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah gangguan
neurologis dengan adanya perdarahan atau tidak adanya perdarahan pada otak yang
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
II. ETIOLOGI
Penyebab stroke dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Trombosis Serebri
Thrombosis serebral disebabkan oleh adanya arteroseklerosis serebral dan
perlambatan sirkulasi serebral. Thrombosis serebral merupakan penyebab yang
paling umum dari stroke. Thrombosis ditemukan pada 40% dari semua kasus
stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan
kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis.
2. Emboli Serebri
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung sehingga
masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung.
3. Haemoragic/Perdarahan
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstra dural atau epidural) di
bawah durameter (hemoragi subdural), di ruang sub arachnoid (hemoragik
subarachnoid atau dalam susbstansial otak) (Nggebu, 2019).
Adapun penyebab lain terjadinya stroke non hemoragic yaitu :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak)
yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain dari endapan lemak,
aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding
arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan
bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya
pembuluh darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang
menuju ke otak.
Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti:
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke
otak
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa
terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun (Freitas, 2019).
III. FAKTOR RESIKO STROKE
Faktor resiko yang dapat menyebabkan seseorang terkena serangan stroke
antara lain :
1. Hipertensi / tekanan darah tinggi, merupakan faktor resiko utama
2. Memiliki penyakit kardiovaskuler / jantung
3. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35
tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
4. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iskhemia serebral umum.
5. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
6. Obesitas atau kegemukan
7. Kolesterol darah tinggi
8. Riwayat penyakit diabetes mellitus
9. Merokok (Pinzon dan Asanti, 2010)
IV. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan penyebabnya, stroke dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Stroke hemoragic
Stroke hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau ke
dalam ruang subaraknoid yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini
adalah jenis stroke yang paling mematikan, tetapi relative hanya menyusun
sebgian kecil dari stroke total, 10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan
5% untuk perdarahan subaraknoid. Biasanya kejadianya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat (Aspriyani,
2018).
2. Stroke non hemoragic / iskemik
Hampir 85% stroke di sebabkan oleh, sumbatan bekuan darah,
penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak, atau
embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranial (arteri
yang berada di luar tengkorak). Ini di sebut sebagai infark otak atau stroke
iskemik.Pada orang berusia lanjut lebih dari 65 tahun, penyumbatan atau
penyempitan dapat disebabkan oleh aterosklerosis (mengerasnya arteri). Hal
inilah yang terjadi pada hampir dua pertiga insan stroke iskemik. Emboli
cenderung terjadi pada orang yang mengidap penyakit jantung (misalnya
denyut jantung yang cepat tidak teratur, penyakit katub jantung dan
sebagainya) secara rata-rata seperempat dari stroke iskemik di sebabkan oleh
emboli, biasanya dari jantung (stroke kardioembolik) bekuan darah dari
jantung umumnya terbentuk akibat denyut jantung yang tidak teratur
(misalnya fibrilasi atrium), kelainan katup jantung (termasuk katub buatan
dan kerusakan katub akibat penyakit rematik jantung), infeksi di dalam
jantung (di kenal sebagai endocarditis) dan pembedahan jantung.
Penyebab lain seperti gangguan darah, peradangan dan infeksi
merupakan penyebab sekitar 5-10% kasus stroke iskemik, dan menjadi
penyebab tersering pada orang berusia muda.namun, penyebab pasti dari
sebagian stroke iskemik tetap tidak di ketahui meskipun telah dilakukan
pemeriksaan yang mendalam. Sebagian stroke iskemik terjadi di hemisfer
otak, meskipun sebagian terjadi di serebelum (otak kecil) atau batang otak.
Beberapa stroke iskemik di hemisfer tampaknya bersifat ringan (Sekitar 20%
dari semua stroke iskemik) stroke ini asimptomatik (tidak bergejala, hal ini
terjadi ada sekitar sepertiga pasien usia lanjut) atau hanya menimbulkan
kecanggungan, kelemahan ringan atau masalah daya ingat. Namun stroke
ringan ganda dan berulang dapat menimbulkan cacat berat, penurunan
kognitif dan dimensia. Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau dipagi hari (Hasanah, 2017)
b. Berdasarkan perjalanan penyakit / stadium, dibagi menjadi empat jenis, yaitu :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan timbulnya
defisit neurologis akut yang berlangsung kurang kurang dari 24 jam. Stroke
ini tidak akan meninggalkan gejala sisa sehingga pasien tidak terlihat pernah
mengalami serangan stroke. Akan tetapi adanya TIA merupakan suatu
peringatan akan serangan stroke selanjutnya sehingga tidak boleh di abaikan
begitu saja
2. Reversible Ischemic Neurological Deficid (RIND)
Kondisi RIND hampir sama dengan TIA, hanya saja berlangsung lebih lama,
maksimal 1 minggu (7 hari). RIND juga tidak meninggalkan gejala sisa.
3. Complete Stroke
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan deficit
neurologis akut yang berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke ini akan
meninggalkan gejala sisa.
4. Stroke in Evolution (Progressive Stroke)
Stroke ini merupakan jenis yang terberat dan sulit di tentukan
prognosanya.Hal ini disebabkan kondisi pasien yang cenderung labil,
berubah-ubah, dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih buruk (Junaidi,
2011).
V. PATOFISIOLOGI
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen.
Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombus dan embolus, maka
mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak. Kekurangan selama 1 menit dapat
mengarah pada gejalan yang dapat menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-
neuron. Area nekrotik kemudian disebur infark. Kekurangan oksigen pada awalnya
mungkin akibat iskemiamum (karena henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia
karena akibat proses anemia dan kesukaran untuk bernafas. Stroke karena embolus
dapat mengakibatkan akibat dari bekuan darah, udara, palque, ateroma fragmen
lemak. Jika etiologi stroke adalah hemorrhagi maka faktor pencetus adalah hipertensi.
Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi ruptur dan dapat
menyebabkan hemorrhagi.
Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami iskemia dan infark
sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas setelah serangan pertama
sehingga dapat terjadi edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan
kematian pada area yang luas.Prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena
dan luasnya saat terkena. Bila terjadi kerusakan pada otak kiri, maka akan terjadi
gangguan dalam hal fungsi berbicara, berbahasa, dan matematika. Akibat penurunan
CBF regional suatu daerah otak terisolasi dari jangkauan aliran darah, yang
mengangkut O2 dan glukose yang sangat diperlukan untuk metabolisme oksidatif
serebral. Daerah yang terisolasi itu tidak berfungsi lagi dan karena itu timbullah
manifestasi defisit neurologik yang biasanya berupa hemiparalisis, hemihipestesia,
hemiparestesia yang bisa juga disertai defisit fungsi luhur seperti afasia Apabila arteri
serebri media tersumbat didekat percabangan kortikal utamanya (pada cabang arteri)
dapat menimbulkan afasia berat bila yang terkena hemisfer serebri dominan bahas.
Lesi (infark, perdarahan, dan tumor) pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area wernicke) menyebabkan afasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan dan tertulis, kelainan ini dicurigai bila klien tidak bisa
memahami setiap perintah dan pertanyaan yang diajukan. Lesi pada area fasikulus
arkuatus yang menghubungkan area wernicke dengan area broca mengakibatkan
afasia konduktif, yaitu klien tidak dapat mengulangi kalimat-kalimat dan sulit
menyebutkan nama-nama benda tetapi dapat mengikuti perintah. Lesi pada bagian
posterior girus frontalis inferoior (broca) disebut dengan afasia eksprektif, yaitu klien
mampu mengerti terhadap apa yang dia dengar tetapi tidak dapat menjawab dengan
tepat, bicaranya tidak lancar (Junaidi, 2011).
VI. PATHWAY
VII.MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebral yang terkena, fungsi
otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak yang terkena, keparahan
kerusakan serta ukuran daerah otak yang terkena selain bergantung pula pada derajat
sirkulasi kolateral.
Stroke Hemoragik Stroke Non
Gejala Klinis
PIS PSA Hemoragik
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada
Permulaan (onset) Menit/ jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak, kecuali lesi di
batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Bisa
sebentar
Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada
permulaan
Hemiparasis Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal
Gangguan bicara Sering Jarang Sering
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah
aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak
akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
6. Disartria (bicara pelo atau cadel)
7. Gangguan persepsi
8. Gangguan status mental
9. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala (Eduners dan Hidayat, 2021).

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan terkait dengan penyakit stroke
ialah sebagai berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik okulusi atau ruptur.
2. Lumbal pungsi
Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya adanya trombosis, emboli
serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan carian yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial.
Kadar total protein meningkat pada kasus trombisis sehubungan dengan adanya
proses inflamasi.
3. Single Photo Emission Computed Tomography (SPECT)
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
4. CT Scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
5. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi dan besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
6. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
7. EEG
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
8. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas; klasifikasi karotis interna terdapat pada trombisis
serebral; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
9. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
b. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
c. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
rangsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
(Fitriani, 2019).
IX. PENATALAKSANAAN
Penanganan stroke ditentukan oleh penyebab stroke dan dapat berupa terapi farmasi,
radiologi intervensional, atau pun pembedahan. Untuk stroke iskemik, terapi
bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah keotak, membantu lisis bekuan darah
dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif, dan
mencegah cedera sekunder lain. Pada stroke hemoragik, tujuan terapi adalah
mencegah kerusakan sekunder dengan mengendalikan tekanan intrakranial dan
vasospasme, serta mencegah perdarahan lebih lanjut.
1. Penatalaksanaan Non Farmakologi
Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan terkait proses pemulihan
kondisi pasca stroke :
a. Terapi wicara
Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah, berbicara, maupun
mengerti kembali kata – kata
b. Fisioterapi
Kegunaan metode fisioterapi yang digunakan untuk menangani kondisi stroke
stadium akut
c. Akupuntur
Akupuntur merupakan metode penyembuhan dengan cara memasukkan jarum
dititik-titk tertentupada tubuh penderita stroke. Akupuntur dapat
mempersingkat waktu penyembuhan dan pemulihan gerak motorik serta
ketrampilan sehari-hari
d. Terapi ozon
Terapi ozon bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah ke otak,
membuka dan mencegah penyempitan pembuluh darah otak, mencegah
kerusakan sel-sel otak akibat kekurangan oksigen, merehabilitasi pasien pasca
serangan stroke agar fungsi organ tubuh yang terganggu dapat pulih kembali,
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, serta mengendalikan kadar kolestrol
dan tekanan darah.
e. Terapi sonolisis
Terapi ini bertujuan untuk memecahkan sumbatan pada pembuluh darah agar
menjadi partikel-partikel kecil yang sangat halus sehingga tidak menjadi
resiko untuk timbulnya sumbatan-sumbatan baru ditempat lain. Terapi
sonolisis ini dilakukan dengan teknik ultrasound dan tanpa menggunakan
obat-obatan
f. Senam ergonomic
Senam ini berfungsi untuk melatih otot-otot yang kaku dengan gerakan-
gerakan yang ringan dan tidak menimbulkan rasa sakit bagi penderitanya.
Senam ergonomik diawali dengan menarik napas menggunakan pernapasan
dada. Hal ini bertujuan supaya paru-paru dapat lebih banyak menghimpun
udara. Ketika napas, oksigen dialirkan keotak yang memerlukan oksigen
dalam jumlah yang banyak supaya dapat berfungsi dengan baik. Dengan
demikian, senam ergonomik dapat dikatakan membantu penderita stroke
karena kondisi stroke merupakan terganggunya suplai oksigen ke otak
g. Terapi bekam
Dalam konsep bekam, darah kotor yaitu darah yang tidak berfungsi lagi,
sehingga tidak diperlukan tubuh dan harus dibuang. Bekam juga dapat
menurunkan tekanan darah berkurang setelah dibekam. Dengan terhindar dari
penggumpalan darah dan tekanan darah tinggi dapat mencegah dan mengobati
stroke (Junaidi, 2011).
2. Penatalaksanaan Farmakologi
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intraarterial.
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombositmemainkan peran
sangat penting dalam pembentukan trombus dan ambolisasi. Antiagresi
thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler
3. Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan :
a. Endoseterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis dileher
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh klien TIA
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Identitas meliputi : Nama, Umur, Jenis kelamin, Pendidikan, Alamat Pekerjaan,
Agama, Suku bangsa, Tanggal dan jam MRS, Nomor register, dan Diagnosis
Medis.
2. Keluhan utama
Keluahn utama merupakan hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan, seperti hemiplegia, gangguan sensorik, afasia, sakit kepala,
kebingungan, paralisis, dan lainnya.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang berisi tentang alasan / alur pasien sampai dengan
dirawat . Pada kasus CVA biasanya klien akan menyampaikan bahwa dia
mengalami keluhan terkait kelemahan ekstremitas, kehilangan sensasi, gangguan
tonus otot dan lainnya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, hipotensi,
kolesterol, diabetes melitus, penyakit jantung, trauma, cedera batang otak,
penggunaan obat-obatan / vitamin dalam jangka waktu yang lama, dan riwayat
diet.
5. Riwayat kesehatan keluarga
CVA dapat diturunkan oleh keluarga dengan riwayat penyakit jantung dan
hipertensi
6. Perilaku yang memengaruhi kesehatan
Menanyakan terkait dengan perilaku sebelum sakit yang dapat memengaruhi
kesehatan, apakah klien suka merokok, suka mengonsumsi makanan asin, suka
mengonsumsi gorengan/makanan berlemak lainnya, suka minum alcohol, dan lain
sebagainya.
7. Pola aktivitas latihan
ditanyakan/dilihat apakah pasien mandiri dalam melakukan aktivitas atau
memerlukan bantuan untuk beraktifitas/mobilisasi , jika iya dituliskan alat
bantunya apa yang dibutuhkan.
8. Pola nutrisi dan metabolic
Pengkajian terkait dengan status nutrisi pada pasien meliputi pemeriksaan
anropometri, jenis diet, pantangan makan, pola makan sehari-hari, jumlah
cairan/minuman, dan gangguan menelan/pencernaan
9. Pola eliminasi
Melakukan pengkajian terkait dengan pola BAK dan BAB, kebiasannya berapa
kali perhari, tekstur / warna BAB dan BAK bagaimana, ada kesulitan atau keluhan
terkait BAB dan BAK atau tidak, membutuhkan alat bantu eliminasi atau tidak.
10. Pola istirahat dan tidur
Menanyakan terkait dengan kebiasaan tidur pasien, tidur nyenyak atau tidak, ada
masalah/gangguan tidur atau tidak, lama tidur berapa jam.
11. Pola kognitif perseptual
Mengkaji keadaan mental pasien apakah stabil atau tidak, mengkaji pola
komunkasi dan kemampuan pemahaman, mengkaji pendengaran, apakah
membutuhkan alat bantu dengar atau tidak, dan mengkaji fungsi penglihatan.
12. Pola persepsi diri
Mengkaji terkait masalah utama sehubungan dengan dirawat di RS, apakah ada
ancaman perubahan penampilan, penurunan harga diri, ancaman kematian, dan
masalah biaya
13. Pola persepsi kesehatan
Menanyakan terkait pandangan pasien terhadap sehat atau sakit, menurut pasien
seperti apa cara menjaga kesehatan dan cara mendapat penyembuhan.
14. Pola peran hubungan
Menanyakan terkait peran yang dijanlankan saat ini, interaksi dengan orang lain,
apakah mengisolasi diri atau tidak, dan menayakan terkait dengan system
pendukung
15. Pola seksualitas
Menanyakan periode menstruasi terakhir dan kesehatan payudara jika pasien
wanita, menanyakan terkait masalah hormonal, gangguan seksual, dan lainnya
16. Pola koping
Mengkaji pola penyelesaian / pengambilan keputusan terkait masalah yang
dihadapi
17. Pola nilai kepercayaan
Mengkaji terkait agama yang dianut, pantangan agama, nilai/keyakinan terhadap
penyakit, dan sebagainya
18. Melakukan Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh dengan system head-to-toe
meliputi system pernafasan, kardiovaskuler, persyarafan, perkemihan, pencernaan,
penglihatan, muskuloskeletaal, integument, dan endokrin.
19. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital yang diperiksa meliputi kesadaran pasien, nadi, tekanan darah,
suhu, respiratori.

II. DIAGNOSA
1. D.0054 Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan neuromuscular d.d pasien
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang
gerak (ROM) menurun, sendi kaku, fisik lemah, dan lainnya
2. D.0109 Defisit Perawatan Diri b.d gangguan neuromuscular d.d pasien tidak
mampu mandi/mengenakan pakaian/ke toilet/berhias secara mandiri, dan
minat melakukan perawatan diri kurang
3. D.0119 Gangguan Komunikasi Verbal b.d gangguan neuromuscular d.d
pasien tidak mampu berbicara atau mendengar, afasia, disfasia, pelo, gagap,
sulit memahami komunikasi, dan lainnya.
III. INTERVENSI

Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi


D.0054 Gangguan Mobilitas Mobilitas Fisik L.05042 Dukungan Mobilisasi I.05173
Fisik b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
neuromuscular d.d pasien 3x24 jam mobilitas fisik (L.05042) membaik 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
mengeluh sulit menggerakkan dengan kriteria hasil : lainnya
ekstremitas, kekuatan otot 1. Pergerakan ekstremitas meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melkaukan
menurun, rentang gerak 2. Kekuatan otot meningkat pergerakan
(ROM) menurun, sendi kaku, 3. Kaku sendi menurun 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
fisik lemah, dan lainnya 4. Gerakan terbatas menurun sebelum memulai mobilisasi
5. Kelemahan fisik menurun 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi

Terapeutik
1. Fasilitais aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisais dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan
Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi
D.0109 Defisit Perawatan Diri Perawatan Diri L.11103 Dukungan Perawatan Diri I.11351
b.d gangguan neuromuscular d.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
pasien tidak mampu 3x24 jam diharapkan perawatan diri (L.11103) 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
mandi/mengenakan pakaian/ke meningkat dengan kriteria hasil : sesuai usia
toilet/berhias secara mandiri, 1. Kemampuan mandi meningkat 2. Monitor tingkat kemandirian
dan minat melakukan 2. Kemampuan mengenakan pakaian meningkat 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
perawatan diri kurang 3. Kemampuan ke toilet meningkat berpakaian, berhias, dan makan

Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang terapeutik
2. Siapkan keperluan pribadi
3. Damping dalam melakukan perawatan diri
sampai mandiri
4. Fasilitasi untuk menerima keadaan
ketergantungan
5. Jadwalkan rutinitas perawatan diri

Edukasi
1. Anjurkan melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi
D.0119 Gangguan Komunikasi Komunikasi Verbal L.13118 Promosi komunikasi : Defisit bicara I.13492
Verbal b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
neuromuscular d.d pasien tidak 3x24 jam diharapkan komunikasi verbal 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume,
mampu berbicara atau (L.13118) meningkat dengan kriteria hasil : dan diksi bicara
mendengar, afasia, disfasia, pelo, 1. Kemampuan berbicara meningkat 2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis
gagap, sulit memahami 2. Kemampuan mendengar meningkat yang berkaitan dengan bicara
komunikasi, dan lainnya. 3. Afasia menurun 3. Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain
4. Disfasia menurun yang mengganggu bicara
5. Pelo menurun 4. Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai
6. Gagap menurun bentuk komunikasi
Terapeutik
1. Gunakan metode komunikasi alternative (mis.
Menulis, berkedip, isyarat tangan, dan komputer)
2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan
3. Modofikasi lingkungan untuk meminimalkan
bantuan
4. Ulangi apa yang disampaikan pasien
5. Berikan dukungan psikologis
6. Gunakan juru bicara , jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitianatomis, dan fisiologis, yang
beruhubungan dengan kemampuan bicara
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologis atau terapis
C. DAFTAR REFERENSI
ASPRIYANI, Y. (2018). PENERAPAN PENGARUH POSISI MIRING KANAN KIRI
UNTUK MENGURANGI RESIKO LUKA TEKAN PADA PASIEN STROKE
HEMORAGIK DI RS ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Semarang).
Despitasari, L. (2018). Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke Berulang pada
Penderita Pasca Stroke. Jurnal Kesehatan Midwinerslion, 3(2), 155-161.
EduNers, T., & Hidayat, A. A. (2021). Buku Pengayaan Uji Kompetensi Keperawatan
Gerontik. Health Books Publishing.
Firli, S. A. (2020). Asuhan Keperawatan Perfusi Jaringan Serebral Tidak Efektif Pada
Pasien Cerebro Vascular Accident (CVA) Infark Emboli (Doctoral dissertation,
UNIVERSITAS AIRLANGGA).
Fitriani, E. (2019). Asuhan Keperawatan Kasus Stroke Non Hemorogik pada Ny. S dengan
gangguan kebutuhan rasa nyaman di Ruang Saraf RSD Mayjend HM Ryacudu Kotabumi
Lampung Utara pada tanggal 13-15 Mei 2019 (Doctoral dissertation, Poltekkes
Tanjungkarang).
Freitas, I. (2019). Asuhan Keperawatan pasien Stroke Non Hemoragik di Ruang Cempaka
RSUD Prof. Dr. WZ Johhanes Kupang Tanggal 15-18 Juli Tahun 2019 (Doctoral
dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).
Ginting, G. K. A. (2019). TUGAS PERAWAT DALAM MENERAPKAN
KESELAMATAN PASIEN STROKE DIRUMAH SAKIT.
HASANAH, A. U. (2017). PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI
LATIHAN PNF DENGAN ROM EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN
KEMAMPUAN FUNGSIONAL EKSTREMITAS ATAS PADA PENDERITA
HEMIPARESE POST STROKE DI MALANG (Doctoral dissertation, University of
Muhammadiyah Malang).
Junaidi, I. (2011). Stroke, waspadai ancamannya. Penerbit Andi.
Nggebu, J. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny PS Dengan Stroke Non Hemoragik Di
Ruang Cempaka RSUD Prof. Dr. WZ Johannes Kupang (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Kupang).
Pinzon, R., & Asanti, L. (2010). Awas stroke! pengertian, gejala, tindakan, perawatan dan
pencegahan. Penerbit Andi.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai