Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA

Untuk memenuhi tugas praktik klinik


Keperawatan Anak

COVER

COVER LUAR

Sekar Prana Iswari (P17212215026)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS KEPERAWATAN MALANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan pada Pasien dengan kasus

thalasemia pada periode praktik di RSUD Dr. Soedono Madiun tanggal 1 s/d 6

November 2021. Telah disetujui dan disahkan pada tanggal …… November 2021.

Malang, ….Oktober 2021


Preceptor Lahan RS Preceptor Akademik

Rossyana Septyasih, S.Kp., M.Pd,


NIP/NIK. NIP.196109171985012001

Mengetahui,
Kepala Ruang Anak

NIP/NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Thalassemia merupakan penyakit kelainan darah dengan kondisi sel darah
merah lebih mudah rusak atau umumnya lebih pendek dari sel darah normal
(<120 hari) (Susyanti & Prayustira, 2016). Definisi lain menyebutkan bahwa
thalassemia adalah sindrom kelainan darah yang diwariskan dan merupakan
kelompok penyakit hemoglobinopati yaitu kelainan yang disebabkan gangguan
sintesis hemoglobin akibat mutase didalam atau dekat gen globin (Nurafif &
Kusuma, 2015).

B. KLASIFIKASI
Menurut (Hockenberry & Wilson, 2009) thalassemia diklasifikasikan menjadi 2
antara lain sebagaimana berikut.
1. Thalasemia Alfa
Sindrom talasemia α biasanya disebabkan oleh delesi gen globin pada
kromosom 16. Oleh karena pada keadaan normal terdapat empat salinan gen
globin α, keparahan klinis dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah gen yang
tidak ada atau tidak aktif. Jenis talasemia alfa berdasarkan jumlah gen yang
tidak ada.
a. Mutasi empat gen (talasemia α mayor).
Hilangnya keempat gen menekan sintesis rantai α secara keseluruhan dan
karena rantai α 7 esensial pada hemoglobin janin dan dewasa, keadaan ini
menyebabkan kematian dalam rahim (hidrops fetalis).
b. Mutasi tiga gen (penyakit Hb H).
Delesi tiga gen α menyebabkan anemia mikrositik hipokromik dengan
tingkat keparahan sedang berat (hemoglobin 7-11 g/dL). Keadaan ini
dikenal sebagai penyakit Hb H karena hemoglobin H (β4) dapat dideteksi
dalam eritrosit pasien-pasien ini dengan elektroforesis atau preparat
retikulosit. Pada kehidupan janin, ditemui Hb Barts (γ4).

c. Mutasi dua gen.


Pembawa sifat (trait) talasemia α disertai dengan anemia mikrositik ringan
menyerupai defisiensi besi tetapi dengan kapasitas peningkatan besi yang
normal dan kadar besi serum yang meningkat/normal.
d. Mutasi satu gen (silent carrier).
Pembawa sifat (trait) talasemia α yang secara klinis tidak tampak gejala,
tanpa adanya mikrositosis atau anemia. e) Bentuk talasemia α non-delesi
akibat mutasi titik yang menyebabkan disfungsi gen atau mutasi yang
menyebabkan terminasi translasi, menghasilkan suatu rantai yang lebih
panjang tetapi tidak stabil .
2. Talasemia Beta
Gen globin β terletak di lengan pendek kromosom 11. Talasemia β terjadi
oleh karena mutasi resesif dari satu atau dua rantai globin β tunggal pada
kromosom 11. Jenis talasemia β terbagi menjadi beberapa bagian
sebagaimana berikut ini.

a. Talasemia β mayor (Cooley’s Anemia).


Kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai
beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan
berupa anemia yang berat.

b. Talasemia intermedia.
Kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit
rantai beta globin. Derajat anemia tergantung derajat mutasi gen yang
terjadi.

c. Talasemia β minor (trait).


Penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi.
Penderita mungkin mengalami anemia mikrositik ringan.

C. ETIOLOGI
Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia); dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukan yang di sebabkan oleh:
1. Gangguan structural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal)
misalnya pada Hb S, Hb F, Hb D dan sebagainya.
2. Gangguan jumlah (salah satu/ beberapa) globin seperti pada talasemia. Kedua
kelainan ini sering dijumpai bersama-sama pada orang seorang
pasien seperti talasemia Hb S atau talasemia Hb F. penyakit ini banyak di
jumpai pada bangsa- bangsa disekitar laut tengah seperti turki, yunani, Cyprus
dan lain-lain. Di Indonesia talasemia cukup banyak di jumpai bahkan
dikatakan merupakan yang paling banyak penderitanya dai pasien penyakit
darah lainnya

D. MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai
beratnya gejala klinis : mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat).
Batas diantara tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata
pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang
membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel
darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan
volume plasma. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah
berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang
mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka
mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan
zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak
sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering
mendapat transfusi darah kulit menjadikelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala
lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0
g/dl). Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis
ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa
dewasa. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh
anemia mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

E. PATOFISIOLOGI
Penyebab anemia pada thalassemia bersifat primer dan sekunder.
Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang
tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab
sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma
intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system
retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen
sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
1. Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai
alpa dan dua rantai beta.
2. Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam
molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit
membawa oksigen.
3. Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai
Beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan
hemoglobin defektive. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah
menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
4. Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada
thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam
sel eritrosit. Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak
stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
5. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC
yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi
RBC diluar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC
terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi
tipis dan mudah pecah atau rapuh.
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Kiswari, 2014) pemerikasaan penunjang dapat dilakukan dengan
beberapa pemeriksaan sebagaimana berikut ini.
1. FBC (Full Blood Count)
Pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa jumlah sel
darah merah yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang ada di sel darah
merah, dan ukuran serta bentuk dari sel darah merah.
2. Sediaan Darah Apus
Pada pemeriksaan ini, darah akan diperiksa dengan mikroskop untuk melihat
jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Selain
itu, dapat juga dievaluasi bentuk darah, kepucatan darah, maturasi darah.
3. Iron Study
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek penggunaan dan
penyimpanan zat besi dalam tubuh.Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
membedakan apakah penyakit disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa
atau talasemia.
4. Haemoglobinopathy evaluation
Pemeriksaan ini untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif hemoglobin yang
ada dalam darah.
5. Analisis DNA
Analisis DNA ini untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang
memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan tes yang
paling efektif untuk mendiagnosis keadaan karier pada talasemia.

H. PENATALAKSANAAN
1. Transfusi Sel Darah Merah
Pemberian transfusi sel darah merah yang teratur, mengurangi komplikasi
anemia dan eritropoiesis yang tidak efektif, membantu pertumbuhan dan
perkembangan selama masa anak-anak dan memperpanjang ketahanan hidup
pada talasemia mayor. Keputusan untuk memulai program transfusi
didasarkan pada kadar hemoglobin < 6g/dl dalam interval 1 bulan selama 3
bulan berturut-turut, yang berhubungan dengan pertumbuhan yang terganggu,
pembesaran limpa dan atau ekspansi sumsum tulang. Penentuan berbasis
molekuler dari talasemia β yang berat jarang dapat memperkirakan kebutuhan
transfusi yang teratur.Sebelum dilakukan transfusi pertama, status besi dan
folat pasien harus diukur, vaksin hepatitis B dan diberikan fenotif sel darah
merah secara lengkap ditentukan ,sehingga alloimunisasi yang timbul dapat
dideteksi (Permono, 2012). Pemberian transfusi darah bagi penyandang
talasemia seumur hidup, rata-rata sebulan sekali, kemudian untuk
mengeluarkan kelebihan besi dalam tubuh akibat 16 transfusi darah rutin dan
anemia kronik maka diberikan obat kelasi besi. Berdasarkan rekomendasi
PHTDI Indonesia transfusi darah rutin untuk pasien anak diberikan pada
kadar Hb pretranfusi 9-10 gr %, dengan target Hb pasca transfusi antara 12-13
gr%. Hal ini bertujuan agar anak Talasemia mayor dapat tumbuh dan
berkembang sesuai anak normal lainnya (Kemenkes, 2017).
2. Terapi Pengikat Besi dengan Deferoksamin
Absorpsi deferoksamin secara oral buruk. Ekskresi besi setelah pemberian
jangka pendek deferoksamin secara intramuscular, intravena, dan subkutan
pertama kali dilaporkan awal tahun 1960. Setelah lebih dari dua dekade,
pemberian jangka panjang intramusskular dilaporkan menimbulkan akumulasi
besi secara perlahan dan penghambatan fibrosis hati pada pasien yang
mendapat transfusi, bila deferoksamin diberikan efektif melalui infus 24 jam
dan selanjutnya 12 jam. Bersamaan dengan studi ini diijinkan pemberian infus
deferoksamin subkutan selama satu malam menggunakan pompa portable
yang dapat dibawa kerumah sebagai metode standar pemberian deferoksamin
saat ini (Permono dkk, 2012). Saat ini di Indonesia tersedia 3 jenis obat obat
pengikat besi (iron cehlators). Ketiga obat tersebut adalah:
a. Desferrioxamine (DFO) yang diberikan secara subkutan
b. Deferriprone (DFP),
c. Deferasirox (DFX) yang dapat diberikan secara oral.
Obat kelasi besi ini baru diberikan jika
a. Kadar feritiin serum ≥ 1000 ng/dL
b. Kadar saturasi transferin (serum iron/total iron binding capacity =
SI/TIBC) ≥ 75%
c. Adanya tumpukan besi di jantung yang diukur dengan menggunakan
pemeriksaan MRI T2< 20 ms
d. Telah menerima transfuse darah > 10x
e. Telah menerima darah sebanyak ± 3 liter (Kemenkes, 2017)
3. Transplantasi Sumsum Tulang (TST)
Pengobatan talasemia β yang berat dengan transplantasi sumsum tulang
pertama kali dilaporkan lebih dari satu dekade yang lain, sebagai alternatif
dari pelaksanaan klinis standar dan saat ini diterima dalam pengobatan
talasemia β. Meskipun penyembuhan pasien talasemia β adalah dengan TST,
prosedur yang optimal untuk seleksi pasien, waktu yang tepat untuk
transplantasi dan regimen yang harus dipersiapkan masih belum ditentukan
dengan jelas hingga saat ini.
4. Splenektomi
Sebagian besar pasien β talasemia yang berat akan mengalami pembesaran
limpa yang bermakna dan peningkatan kebutuhan sel darah merah setiap
tahunnya pada decade pertama kehidupan. Meskipun hipersplenissme kadang-
kadang dapat dihindari dengan transfuse lebih awal dan teratur, namun banyak
pasien yang memerlukan splenektomi. Splenektomi dapat menurunkan
kebutuhan sel darah merah sampai 30% pada pasien indeks transfusinya
(dihitung dari penambahan PRC yang diberikan selama setaun dibagi berat
badan dalam kg pada pertengahan tahun) melebihi 200 ml/kg/tahun. Karena
adanya risiko infeksi, splenoktomi sebaiknya ditunda hingga usia 5 tahun.
Sedikitnya 2-3 minggu sebelum dilakukan splenoktomi, pasien sebaiknya di
vaksinasi pneumococcal dan haemophlus influenzae type B sehari setelah
operasi diberi penisilin profilaksis.Bila anak alergi dapat diganti dengan
eritromisin (Permono dkk, 2012).
5. Obat-obat suportif dan makanan
Di samping transfusi darah, kepada pasien diberikan obat-obat seperti asam
folat, vitamin E sebagai antioksidan,serta micro dan makroelental lainnya
seperti kalsium,zinc dan pengobatan khusus lainnya untuk mencegah atau
sebagai terapi dari komplikasi yang timbul.Makanan yang perlu dihindari
adalah makanan yang banyak mengandung zat besi seperti daging merah dan
hati. Sangat dianjurkan untuk banyak mengkonsumsi makanan dairy products
seperti susu, keju, gandum (Kemenkes, 2017).

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki,Yunani, dll. Di Indonesia sendiri,
thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkanmerupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia
minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau
infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang
sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak,
adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan
anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan
tidak sesuai usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa
apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak
beresiko terkena talasemia mayor.
8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu
perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah
lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a. Keluhan utama yaitu lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain
yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid
(hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat
lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya
pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di
bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis
ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tanpa
odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi
karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien dengan talasemia
antara lain sebagaimana berikut ini.
1. D. 0009 Perfusi Perifer Tidak Efektif
2. D. 0057 Keletihan
3. D. 0056 Intoleran Aktivitas
4. D. 0019 Defisit Nutrisi
5. D. 0142 Risiko infeksi
6. D. 0139 Risiko Gangguan Integritas Kulit
K. ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan/
Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Masalah Kolaboratif
D. 0009 Perfusi Perifer Setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam 1. 02079 Perawatan Sirkulasi
Tidak Efektif diharapkan masalah perfusi perifer tidak Observasi
efektif teratasi dengan kriteria: 1. Periksa sirkulasi perifer
2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
1. Denyut nadi perifer meningkat dari
3. Monitor panas, kemerahan nyeri, atau bengkak pada
skala 3 ke 5 ekstremitas
2. Warna kulit pucat meningkat dari skala
2 ke 5 1. 02048 Manajemen syok
3. Pengisian kapiler meningkat dari skala Observasi
3 ke 5 1. Monitor status pulmonal
2. Monitor status oksigenasi

Teraupetik
1. Pasang jalur IV

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian produk darah

D. 0057 Keletihan Setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam 1. 05178 Manajemen Energi


diharapkan masalah keletihan teratasi Observasi
dengan kriteria: 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
1. Verbalisasi lelah menurun dari skala 3 kelelahan
ke 5 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
2. Lesu menurun dari skala 3 ke 5
3. Tenaga membaik dari skala 3 ke 5 Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan
D. 0019 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam 1. 03119 Manajemen Nutrisi
diharapkan masalah status nutrisi teratasi Observasi
dengan kriteria: 1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi
1. Porsi makan yang dihabiskan membaik
3. Monitor asupan makanan
dari skala 3 ke 5 4. Monitor berat badan
2. Berat badan membaik dari skala 3 ke 5 5. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
3. IMT membaik dari skala 3 ke 5
4. Nafsu makan membaik dari skala 3 ke 5 Edukasi
1. Anjurkan makan sedikit namun sering

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

 Nurarif, H. A., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa dan Nanda NIC NOC Jilid 1. Yogyakarta:
Mediactions.
 PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
 PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
 PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
 Suyanti, S., & Prayustira, R. (2016). Pengetahuan tentang Thalasemia
Hubungannya dengan Tingkat Kecemasan Ibu yang Memiliki Anak
Thalasemia. Medika Cendekia E-ISSN 2442-4412, 49 - 57.

Anda mungkin juga menyukai