Bab IV
Bab IV
1. Proses Penelitian
yang secara mendalam membahas tentang sejarah, filosofi dan teknik seni bela diri
tradisional ini berlokasi di tiga kabupaten yaitu kabupaten Barito Timur dengan
objek penelitiannya adalah Perguruan Seni Bela Diri Silat Tradisional Kuntau
Pangunraun Pitu, di mana ada tiga desa yang dijadikan tempat penelitian yaitu desa
Tampa, desa Unsum dan desa Hayaping. Lokasi penelitian yang kedua adalah di
ketiga tempat dilakuannya penelitian yaitu kabupaten Pulang Pisau dengan objek
dokumentasi pada saat latihan di Perguruan Bela Diri Silat Tradisional Kuntau
Pangunraun Pitu pada tanggal 9-17 Maret 2018 di tiga desa yaitu desa Tampa, desa
Unsum dan desa Hayaping dengan narasumber dari salah satu pendiri perguruan
desa Jahanjang, kecamatan Kamipang, Kabupaten Katingan pada tanggal 4-6 April
60
2018 dengan narasumber yaitu pelatih sekaligus pendiri perguruan Sainin dan
Sarwepin S. Sal selaku pembina pada perguruan Silat Sakti Salamat Kambe.
melakukan dokumentasi melalui video pada setiap teknik bela diri pada perguruan
tersebut.
kompetensi di bidang kebudayaan suku Dayak dan bela diri tradisional suku Dayak
Kalimantan Tengah.
Alur Sejarah atau silsilah dari perguruan merupakan suatu gambaran singkat
yang menjelaskan bagaimana suatu sejarah perguruan atau cikal bakal lahirnya
tetrciptanya suatu perguruan dan bagaimana penyebaran seni bela diri tradisional
suku Dayak di Kalimantan Tengah yang lebih dikenal dengan sebutan kuntau atau
main.
Seni Bela Diri Tradisional Kuntau Pangunraun Pitu, Perguruan Palampang Panerus
Tinjek-Salamat Kambe. Berikut adalah alur dari tiga perguruan yang dirangkum
61
yaitu kabupaten Barito Timur dengan perguruan Pangunraun Pitu, kabupaten
Panerus Tinjek.
TEMPEL
ANTHONIUS LIMPAU
ABADI adalah salah satu berlatih dengan Tempel pada
murid dari Tempel kemudian tahun 1989 selama 90 hari dan
mendirikan Perguruan Sanga melanjutkan kembali pada
Tantai tahun 1991-1994 berguru
dengan Abadi
62
SAWANG
SAUN
mengedepankan teknik bela diri tradisional suku Dayak yaitu kuntau. Dalam
perguruan ini terdapat tiga aliran atau gaya yang diberikan kepada murid sebagai
63
Nama perguruan Pangunraun Pitu sendiri memiliki arti yang terdiri dari dua
kata yaitu Pangunraun dan Pitu. Pangunraun adalah suatu ciri khas dimana
menandakan suatu identitas orang Dayak “maanyan” salah satu sub suku Dayak
di Kalimantan Tengah yang mendiami daerah aliran sungai (DAS) Barito. Istilah
pangunraun itu sering digunakan pada saat acara pernikahan dan secara harfiah
pengertian pangunraun itu adalah kumpulan bahasa sastra yang sangat indah
“tiga”. Empat melambangkan entitas milik manusia, misalnya ada timur, barat,
utara, ada selatan itu seluruh jagat raya, jadi dimiliki oleh manusia yang hidup
entitas “Tuhan”, yang dalam kepercayaan kekristenan yaitu Allah Bapa yang
mencipta alam semesta, Yesus Kristus Sang Putera, dan ketiga ada Roh Kudus
yang mana penyebutannya adalah Tritunggal. jadi secara filosofis pitu adalah
gabungan dari sifat-sifat yang dimiliki manusia dengan sifat-sifat yang dimiliki
Tuhan, sehingga itulah yang menjadi nilai filosofis dari nama perguruan
Pangunraun Pitu.
Perguruan ini pada awalnya didirikan oleh tiga orang pendiri yaitu
Anthonius Limpau, Ketman, dan Misranto pada tanggal 13 Maret 2011 di Tewah
Pupu dengan nama awal adalah Survival Figting Pangunraun Pitu. Dari tiap-tiap
orang ini memiliki bidang keahlian yang berbeda-beda dalam bela diri, Anthonius
Limpau adalah seorang praktisi kuntau, sedangkan Ketman ini adalah praktisi
64
Karate dan Taekwondo serta Misranto adalah seorang praktisi pencak silat dari
diri bernama Ketman, yang melihat bahwa bela diri tradisional ini pada minat
bagi anak muda untuk mempelajarinya. Dalam seni bela diri tradisional ini
beberapa gerakkan bela diri modern ke dalam bela diri tradisonal ini sehingga
lebih terbuka, lebih luwes dan menjadi lebih menarik untuk dipertontonkan.
Seni bela diri kuntau dalam perguruan ini dipegang oleh Antonius
Limpau, beliau pertama kali mempelajari seni bela diri ini pada tahun 1989
dengan batamat selama sembilan puluh hari (Tiga bulan) penuh. Kemudian
yang kedua, beliau kembali berlatih di perguruan Sanga Tantai selama empat
tahun yaitu dari tahun 1991 hingga tahun 1994 dengan seorang guru bernama
Abadi, dimana beliau sekaligus menjadi salah satu pelatih dalam perguruan
tersebut.
65
Gambar 4. Pendiri Perguruan Pangunraun Pitu, Anthonius Limpau
66
Gambar 5. Pendiri Perguruan Pangunraun Pitu, Ketman.
67
Gambar 6. Pendiri Perguruan Pangunraun Pitu, Misranto
Pitu
satu terlalu banyak, teman seribu terlalu banyak, sekalipun ada musuh harus
68
dihadapi dengan kesabaran” dimana arti dari semboyan tersebut adalah
kesabaran dan tetap menghormati musuh tersebut karena sekalipun dia adalah
secara fisik, tetapi harus tetap menag dalam prinsip. Walaupun harus mati raga
tetapi nama akan selalu dikenang karena tetap memegang teguh prinsip yang
benar.
pada lambang perguruan dan terletak pula pada warna sabuk yang dikenakan
pada tiap-tiap tingkatan. Sabuk pada Perguruan Seni Bela Diri Tradisional
Kuntau Pangunraun Pitu terdiri dari empat warna sabuk yang diawali dari sabuk
putih sampai yang tertinggi adalah sabuk merah. Arti dari warna masing-masing
kesucian ini merupakan kondisi dasar dari pemula untuk menerima dan
tidaknya pemain kuntau ini tergantung dari apa yang diberikan oleh Guru
atau Shinse mereka. Kemudian, setelah materi atau nilai kuntau telah
69
disampaikan sesuai dengan apa yang seharusnya, selanjutnya tanggung
2. Sabuk kuning melambangkan warna matahari pagi yang baru terbit di upuk
timur, yang diibaratkan bahwa pemain kuntau telah melihat hari baru di
karakter kepribadiannya dan juga teknik yang telah dipelajari. Sabuk kuning
3. Sabuk biru, warna sabuk ini mengingatkan akan luasnya serta birunya
yang telah sampai pada jenjang sabuk biru harus mempunyai semangat
setinggi angkasa dan mempunyai wawasan yang luas, seluas dan sedalam
semangat tinggi, dan berpikir bahwa proses latihan adalah sesuatu yang
70
selalu optimis, sifat yang selalu ingin bertumbuh dan tidak pernah putus
Walaupun ketiganya telah didapatkan dalam diri manusia, jangan lupa berbagi
kepada orang lain, paling tidak curahkan cinta kasih kepadanya, siapapun
orangnya. Oleh sebab itu, pemain kuntau yang sudah menyandang sabuk merah
Bawai wahai karena Usak Jawa dan masuk kedaerah-daerah, di mana orang-
Sapuluh.
71
Sabuk Merah Strip I sampai strip III melambangkan keteguhan dan
sikap kepercayaan diri yang didasari pada nilai kebaikan universal. Warna
sabuk ini menjadi idaman bagi setiap pemain kuntau untuk mendapatkannya.
Namun, di balik semua jenjang pada sabuk merah terdapat tanggung jawab
besar bagi para pemain kuntau. Pada tahap ini, pemegang sabuk merah mulai
dari Uria I sampai Uria III adalah masa untuk memasuki tahap untuk
hakiki dari kebaikan nilai kuntau sudah harus menjadi bagian dari diri pemain
kuntau.
Sabuk merah strip IV (empat) atau bisa disebut dengan shinse atau
master kuntau, pemegang sabuk ini adalah para pendiri perguruan termasuk
pencipta jurus-jurus utama pada Perguruan Seni Bela Diri Kuntau Pangunraun
Pitu. Orang lain mungkin berkenan menempati posisi ini, jika salah satu dari
oleh para Uria tingkat IV (empat) terhadap pemegang sabuk merah strip III
(tiga).
Maka warna sabuk dalam kuntau selain sebagai pembeda antara pemain
kuntau yang baru belajar/pemula dengan yang sudah lama menekuni kuntau,
makna lain dari sabuk akan lebih luas dari itu yakni sebagai proses pendorong
bagi pemain kuntau untuk terus giat belajar dan berlatih. Selain itu juga,
bagaimana perbedaan sabuk ini justru menjadi dorongan bagi semua pemain
72
Gambar 7. Lambang Perguruan Pangunraun Pitu
Arti Yin dan Yang dalam perguruan Pangunraun Pitu adalah lambang
yang terucapkan. Sinar mata mereka penuh kasih yang menghanyutkan sukma,
senyum mereka yang begitu halus dan tulus, mereka saling memeluk, dibelai
oleh angin dalam jagad raya ini. Hidup itu dua rupa: siang dan malam, tangis
dan tawa, bahagia dan sedih, suka dan duka, hidup dan mati. Saudaraku kau
Gambar daun rirung, atau dalam Bahasa Dayak Ngaju adalah sawang
artinya adalah pohon kehidupan yang dikenal oleh orang Dayak Maanyan
sudah ada sejak awal mula kehidupan sehingga daun ini sangat disakralkan dan
73
bagi murid perguruan Pangunraun Pitu sangat dilarang keras memperlakukan
Gambar padi, padi yang dimaksudkan adalah Parei Lungkung, padi ini
orang Maanyan untuk kelangsungan hidup. Ilmu padi adalah semakin tua
semakin merunduk, filosofi ini menjadi pegangan Perguruan Seni Bela Diri
timbal balik antara manusia sebagai ciptaan dengan Tuhan sebagai penciptanya.
tertinggi. Semakin tinggi ilmu yang dipelajari, semakin kita akan merasakan
bahwa kita tidak memiliki apa-apa. Seperti warna hitam yang gelap, sebagai
simbol proses pencarian jati diri untuk tetap belajar dan belajar sampai mati,
karena kalau ada gelap, pasti ada terang. Arti warna dasar putih ialah lambang
kemurnian dan kesucian hati maka segala malapetaka akan terhindar darinya.
Pemain kuntau harus sudah bisa mengontrol emosi dan berdisiplin, pada
sabuk biru ini pemain kuntau mengalami masa yang sangat menentukan, karena
pada masa ini akan ditemukan banyak pilihan-pilihan. Pada sabuk ini banyak
74
mengatakan “Memilih memang sulit apalagi memastikan, tetapi lebih sulit
c. Teknik Seni Bela Diri Perguruan Bela Diri Silat Tradisional Kuntau
Pangunraun Pitu
Teknik seni bela diri pencak silat setidaknya terdiri dari beberapa unsur
hormat dan kuda-kuda, pola langkah, serangan baik yang pukulan maupun
dan yang terakhir adalah teknik penggunaan senjata dalam pertarungan. Berikut
adalah bagaimana teknik seni bela diri tradisional yang ada pada Perguruan
filosofi dalam suatu perkelahian ketika kedua tangan yang disatukan (tangan
kanan dikepal dan tangan kiri terbuka) masih bersatu artinya masih
bentuk hormat tersebut terbuka artinya sudah menemui alan buntu dan harus
75
(terbuka secara vertikal), kedua tangan tersebut di satukan segaris bahu dan
A B
Gambar 8. Sikap sempurna (A) sikap hormat (B)
sikap hormat yang tergambar dalam jurus bangkui, hormat itu sendiri
kemudian badan sedikit dibungkukkan seraya kedua tangan diputar satu kali
d idepan dada, dan pada akhirnya tangan kanan secara vertikal berada di
depan kedua mata dan tangan kiri berada di bawah tangan kanan dengan
76
Gerakan hormat itu sendiri memiliki maksud dan tujuan dimana
A B
77
C
Gambar 9. Hormat bangkui
(Sumber: Dokumentasi Hernando 2018)
siaga atau awas terhadap setiap serangan dan juga bersiap untuk melakukan
serangan musuh, dan berikut adalah langkah dan bentuk dari sikap pasang
dari perguruan Pangunraun Pitu yaitu berawal dari sikap sempurna (berdiri
tangan tangan hampir sama dengan sikap hormat tetapi arahnya diagonal,
posisi tangan kiri berada di atas tangan kanan. Berikut adalah gambar dari
78
A B
Gambar 10. Sikap Pasang (A. langkah satu dan B. langkah dua)
(Sumber Dokumentasi Hernando 2018)
kuntau Pangunraun Pitu bersifat bawah yang dalam artian kuda-kuda dalam
teknik bangkui adalah kuda-kuda yang sangat rendah. Posisi tinggi antara
tanah dan tingginya kuda-kuda adalah satu jengkal dimana dalam teknik ini
kuncian terhadap lawan sehingga pola serangan dalam teknik bangkui sangat
efektif digunakan dalam pertarungan jarak dekat. Berikut adalah bentuk dari
79
A B
Gambar 11. Kuda-kuda bangkui
(Sumber: Dokumentasi Hernando 2018)
Setiap perguruan bela diri tradisional suku Dayak dalam pola langkah
selalu menampilkan pola langkah empat penjuru mata angina yaitu utara,
timur, selatan dan barat. Dalam perguruan Pangunraun Pitu ada tujuh pola
langkah yang ada dimana hal itu selaras dengan filosofi perguruan semuanya
Nama-nama pola langkah tersebut; (a) Jurus Kuntau Selaras, (b) Jurus
Bangkui Selaras, (c) Jurus Bangkui Elang Mengibas Sayap, (d) Jurus
Bangkui Buang Pasir, (e) Kuntau Empat Penjuru Mata Angin, (f) Kuntau
Berganda, (g) Kuntau Wayuang Ngalun Anak. Berikut adalah bentuk dari
langkah-langkah jurus-jurus yang ada dalam Perguruan Seni Bela Diri Silat
Tradisional Kuntau Pangunraun Pitu (untuk lebih lengkap dapat dilihat pada
lampiran)
80
Gambar 12. Jurus kuntau selaras
(Sumber: Dokumentasi Hernando 2018)
81
Gambar 13. Jurus bangkui selaras
(Sumber: Dokumentasi Hernando 2018)
82
Gambar 14. Jurus bangkui buang pasir
83
Gambar 15. jurus kuntau elang mangibas sayap
84
Gambar 16. Jurus kuntau empat penjuru
85
Gambar 17. jurus kuntau wayuang ngalun anak
86
3. Guntingan dan Kuncian Jurus Bangkui Perguruan Pangunraun
Pitu
mengarah pada bagian bawah seperti pada guntingan dan kuncian, hal ini
sangat berkaitan erat dengan bentuk dari kuda-kuda bangkui yang sangat
rendah. Berikut adalah beberapa bentuk dari guntingan dan kuncian bangkui.
a. Guntingan 1
langsung mengunci kaki dimana musuh sudah tidak dapat bergerak dan
A B
Gambar 19. Guntingan bangkui
87
b. Kuncian 1
Pada kuncian ini pesilat dalam posisi sikap sempurna dan bersiap
88
B
89
c. Kuncian 2
ketika musuh melakukan serangan kearah kepala dengan dua tangan dan
lawan dan sedikit melakukan putaran agar lawan jatuh dan terkunci.
90
C
d. Kuncian 3
91
dengan itu melakukan tangkapan menggunakan tangan anan, sedangkan
tangan kiri mencengkram kuat bagian siku lawan. Tarik lawan kearah
A B
C
Gambar 22. Kuncian 3
(Sumber: Dokumentasi Hernando 2018)
92
e. Tangkisan 1 dan tendangan setengah
Tangkisan sekaligus tendangan setengah ini dilakukan hampi sama
93
3. Tangkisan 2 dan tendangan
Sama dengan gerakan-gerakan sebelumnya, gerakan ini melakukan
punggung lawan.
4. Bantingan 1
Tahapan dari bantingan ini adalah dengan cara melakukan hindaran
94
A B
5. Bantingan 2
95
lawan diatas bahu sambil menyilangkan tangan agar kaki lawan tidak
dapat lepas. Tahap selanjutnya dari teknik ini adalah adalah dengan
Dengan teknik ini pertarungan dapat diakhiri dengan singkat dan sangat
96
B
97
D
Gambar 26. Bantingan 2
(Sumber: Dokumentasi Hernando 2018)
98
A
99
C
100
2. Perguruan Silat Sakti Salamat Kambe Dan Perguruan Silat Singa
Perguruan Silat Sakti Salamat Kambe adalah salah satu perguruan bela diri
tradisional suku Dayak yang ada di Kalimantan Tengah dengan aliran dari
Salamat Saun atau lebih dikenal dengan nama Salamat Kambe, Perguruan ini
Tengah karena beliau adalah salah satu Tokoh yang memiliki andil besar dalam
penyebaran bela diri tradisional suku Dayak, terlebih beliau adalah adik kandung
Tidak ada syarat khusus dalam perguruan Silat Sakti Salamat Kambe dalam
merekrut calon murid yang ingin belajar, hanya dibutuhkan niat dan tekad yang
Dalam mempelajari seni bela diri tradisional Kuntau yang ada pada perguruan
Silat Sakti Salamat Kambe dibutuhkan waktu 40 (empat puluh) hari yang mana
dilaksanakkan pada tiap malam dengan durasi 3 sampai 4 jam latihan perhari
begitu kental nilai-nilai tradisi yang dijaga, seperti pada saat proses penerimaan
101
magis seperti “minyak garak” dan “minyak palampas” dalam proses latihan
Perguruan Silat Sakti Salamat Kambe baru berdiri pada tahun 2016
silam di desa Jahanjang, di mana latar belakang perguruan ini berdiri adalah
atas dasar dari bentuk suatu kepedulian terhadap kebudayaan daerah dan
pelestarian nilai-nilai budaya dalam seni bela diri tradisional suku Dayak di
Awal mula dari perguruan ini adalah tidak lepas dari nama besar
Salamat Saun atau Salamat Kambe, di mana Sainin pernah berguru dan
Sarwepin adalah salah satu dari cucu Salamat Kambe. Sehingga atas dasar
Salamat Kambe, di mana nama tersebut adalah suatu wasiat beliau agar
dalamnya terdapat salah satu anak kandung Salamat Kambe yaitu Manggung
102
sebagai Guru Besar dalam perguruan tersebut. Mahusin Saun dan Salamat
Saun adalah dua orang bersaudara. Mereka adalah anak dari Saun, dan ayah
103
Gambar 29. Mahusin Saun (Tinjek)
104
Saat ini beberapa tokoh yang menjadi penerus dalam bela diri
itu sendiri yaitu yang bernama Manggung, beliau adalah Guru Besar dalam
Selain beliau dua anak Salamat Kambe yang juga meneruskan bela diri
tradisional ini yaitu Meok dan Sendi. Sedangkan anak perempuan Salamat
beliau yang membuka perguruan di tempat lain, salah satunya adalah Ipung
Manggung Dediansyah
105
b. Filosofi dalam Perguruan Silat Sakti Salamat Kambe dan
Tidak banyak filosofi yang dapat diambil dari Perguruan Silat Sakti
Salamat Kambe, sebab perguruan ini masih belum resmi berdiri dan belum
memili badan hukum yang tetap, atau lebih tepatnya perguruan ini dalam
Filosofi pertama yang dapat digali dari perguruan ini adalah dari
106
Singa Jambung adalah salah satu nama tokoh yang berhubungan
Salamat Kambe dan Tinjek, dalam artian siapapun yang ingin mendirikan
menguasai kuntau tetapi tidak kelihatan. Seperti filosofi bayangan, ada tetapi
tidak terlihat.
Lingkaran kuning (emas) dan yang juga ada pada nama Tinjek-
tokoh tersebut akan seperti emas dan tidak pudar pada seni bela diri kuntau.
Bintang adalah makna dan simbol dari 5 (lima) generasi, dua dari genersi
Salamat Kambe, dua generasi dari Tinjek, dan satu dari generasi ketiga yaitu
Mandau dan Talawang adalah simbol atau ciri khas yang mewakili
kebudayaan suku Dayak, dan gambar yang berbentuk senjata Trisula adalah
yang pada mulanya adalah senjata utama yang digunakan dalam perguruan
107
c. Teknik Seni Bela Diri Perguruan Silat Sakti Salamat Kambe
1. Sikap Hormat
berlaku juga sebagai sikap pasang di mana dalam sikap hormat atau nama
tamu yang saat itu menontonnya sekaligus memposisikan diri untuk siap
menerima dan menangkis setiap serangan yang bisa saja datang secara
tiba-tiba.
108
B
2. Sikap Pasang
109
A B
110
3. Langkah (Jurus) Perguruan Silat Sakti Salamat Kambe
Penggunaan kata Epat adalah salah satu ciri dari langkah kuntau
Beberapa langkah atau jurus yang ada dalam perguruan Silat Sakti
Salamat Kambe yang pertama itu adalah epat batarik, yang kedua adalah
epat Jurusan yang ketiga itu adalah epat depuk yang keempat adalah epat
111
Gambar 35. Epat penjuru
(sumber: Dokumentasi Hernando 2018)
112
Gambar 37. Epat buksai
113
Gambar 39. Langkah bangkui
bentuk, baik itu serangan tangan maupun serangan kaki yang berupa
a. Susul (Pukulan)
Susul atau pukulan, ciri khas dari pukulan ini adalah pada
114
lawan tidak memiliki kesempatan untuk menangkap tangan pesilat
115
b. Pukul Bawah
Pukul bawah adalah bentuk lain dari susul, bentuk dari pukulan
yang sangat rendah dan target dari serangan mengarah kepada perut
116
c. Sikut
satu jenis pukulan yang mematikan dalam teknik bela diri kuntau,
terutama jika perkenaan dari serangan ini mengenai bagian ulu hati
jarak dekat.
117
d. Tandang Satengah atau tendangan setengah
ketika pada pada saat perkenaan dengan lawan maka ditarik secepat-
118
Gambar 43. Tandang satengah
(sumber: Dokumentasi Hernando 2018)
119
a. Galombang
jurus ini dalam istilah pencak silat secara nasional disebut juga dengan
sahutan, dimana jurus ini merupakan suatu bentuk gerakan belaan yang
120
b. Salenggang
dari gerakan salenggang atau bisa juga disebut tangkisan buang luar.
121
c. Anak (Guntingan)
gerakan atau jurus bangkui. Jurus ini dilakukan ketika tendangan pesilat
122
A
123
C
124
3. Perguruan Palampang Panerus Tinjek
tradisional suku Dayak yang beraliran kuntau, yang berada di Kalimantan Tengah,
tepatnya di desa Mintin, kecamatan Kahayan Hilir. Arti dari nama Palampang
Panerus Tinjek itu sendiri adalah mengangkat dan penerus dari Tinjek. Nama
Tinjek sangat dikenal dikalangan para penggiat bela diri tradisional suku Dayak
atau biasa kita sebut Kuntau, dimana beliau adalah salah satu tokoh yang memiliki
andil besar dalam penyebaran bela diri tradsional suku Dayak ke seluruh
Kalimantan Tengah. Pada perguruan ini memiliki dua aliran gaya yang diterapkan
pada tahun 2016 sebagai suatu perguruan bela diri yang bernaung dibawah
naungan Ikatan Pencak Silat se-Indonesia (IPSI). Perguruan ini ini berdiri awal
mulanya adalah bentuk dari suatu keprihatinan pendirinya yaitu Ipung I. Anjur,
dimana beliau merasa sangat prihatin terhadap minimnya minat generasi saat
ini yang sangat minim dalam mempelajari seni bela diri tradisional ini tetapi
Tokoh yang pertama kali mengenalkan bela diri ini terhadap Ipung
adalah Mahusin Saun atau yang lebih dikenal dengan nama Tinjek, beliau
adalah kakek dari Ipung sekaligus yang mengajarkan seni bela diri suku Dayak
125
dan hampir keseluruh pelosok Kalimantan Tengah. Ipung menjelaskan jika
Tinjek pada awalnya memiliki beberapa orang guru yang jika dihitung
jumlahnya ada sepuluh orang, beliau menuturkan pada saat dahulu seorang
orang tersebut haruslah sembilan orang dan untuk menyempurnakan ilmu yang
dimiliki harus juga berguru kepada seorang guru perempuan, dan Guru
perempuan dari Tinjek adalah Nyai Balau, yaitu salah satu tokoh yang sangat
126
Ketika Tinjek wafat, maka Ipung adalah salah satu orang yang
meneruskan seni bela diri tradisional aliran Tinjek dengan mendirikan suatu
terus mengangkat nama besar Mahusin Saun atau dikenal dengan nama Tinjek
Salah satu penerus Tinjek adalah anak kandung dari Tinjek yang ada di
desa Sei Kayu yaitu bernama Taufik, tetapi beliau tidak mendirikan perguruan,
dan ada seorang cucu dari Tinjek yang mengajar di desa Telaga, Kecamatan
menamatkan murid, kemudian pergi lagi ke beberapa desa lainnya dan begitu
seterusnya.
Tinjek
sangat kental, terutama dalam hal ritual-ritual yang dilakukan baik dalam
127
Pengertian inisiasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) inisiasi
adalah upacara atau ujian yang harus dijalani orang yang akan menjadi anggota
masing perguruan pencak silat, tentu akan ditemukan berbagai macam ritual
(upacara) atau pun ujian yang terlebih dahulu harus dijalani oleh seseorang
calon murid jika ingin berlatih guna menguji keseriusan calon murid tersebut,
128
teknik, dalam hal ini seperti teknik pijat (urut) penguatan lengan bagian bawah,
ritual mandi bunga atau ritual keceran yang bertujuan untuk memurnikan
penglihatan. Ritual ini tidak hanya dilakukan di Banten saja, melainkan banyak
Jawa. Periode ini merupakan suatu periode di mana sesorang murid pada
Jadi, proses inisiasi (penerimaan) ialah suatu proses di mana seorang murid
muridnya baik itu melalui doa-doa maupun ritual-ritual, agar proses latihan
Pada tahap awal ini anggota baru diwajibkan untuk makan sebutir telur
yang sudah dibubuhkan “minyak garak” yaitu suatu minyak yang dipercaya
“minyak main” yang kegunaanya hampir sama dengan “minyak garak” hanya
saja jika “minyak garak” hanya dipakai pada saat awal peneriman saja,
129
Proses berlatih pada perguruan ini terbilang sangat singkat dibanding
dengan disiplin ilmu bela diri lainnya yang sampai bertahun-tahun, tetapi pada
perguruan ini lamanya latihan yaitu hanya berlangsung selama 30-41 hari saja,
tetapi proses latihan dilakukan setiap malam hari dan durasi latihan adalah 3-4
Palampang Panerus Tinjek dimana menurut Ipung selaku pelatih dan pendiri
perguruan ini memiliki arti bahwa manusia yang diam jangan diganggu, dan
jika diganggu jangan salahkan jika harimau akan menerkam dengan buas.
130
Artinya adalah jangan sekali-kali mengganggu orang yang walaupun terlihat
tidak melawan, tetapi jika sudah melawan maka akan menanggung sendiri
resikonya.
pakaian dan setiap gerakan dari sikap hormat hingga pada pola langkah
gunung adalah tempat habitat dari harimau yang notabene harimau adalah ciri
khas dari gerakan perguruan Palampang Panerus Tinjek. Mandau dan Talawang
adalah sebagai salah satu identitas ciri khas orang Dayak Kalimantan Tengah.
131
Gambar tangan menyilang itu adalah representasi dari huruf alif lam mim yang
sangat erat kaitannya dengan agama islam. Putih dan merah merepresentasikan
rasa nasionalisme dimana suatu rasa cinta kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Huruf I.M.S dalam lambang perguruan adalah singkatan dari tiga nama
yaitu Ipung yang mana beliau adalah pendiri perguruan, yang kedua adalah
singkatan dari Mahusin yang mana beliau adalah kakek dari pendiri perguruan,
dan yang ketiga Saun adalah moyang dari pendiri perguruan, sehingga arti dari
I.M.S adalah singkatan dari Ipung, Mahusin, Saun yang juga adalah tiga orang
seragam silat pada umumnya yaitu berwarna hitam, namun yang membedakan
adalah warna kuning pada bagian kerah dan pada ikat kepala. Warna kuning ini
sangat erat kaitannya dengan keyakinan orang Dayak bahwa warna kuning
adalah warna yang sakral dan memiliki hubungan erat dengan alam gaib,
utamanya bagi orang Dayak di daerah aliran sungai (DAS) Kahayan yang
132
d. Teknik Seni Bela diri dalam Perguruan Palampang Panerus Tinjek
memiliki dua aliran yaitu Sending dan Bangkui. Sending diartikan sebagai
teknik bela diri bagian atas, sedangkan Bangkui diartikan sebagai teknik bela
Sikap hormat dilakukan pada empat penjuru arah mata angin, atau
133
3. Kembangan Perguruan Palampang Panerus Tinjek
dalam gerakan pencak silat dimana ada makna dan filosofi yang mendalam
didalam setiap gerakannya, dan dalam Kuntau atau bela diri tradisional
suku Dayak disebut mambunga yang secara harfiah memiliki arti yang
sama.
134
B
135
D
memiliki jari tangan sebanyak lima jari, tetapi jika digabungkan antara
136
telunjuk dan ibu jari maka akan menjadi empat yang bermakna huruf alif
A B
memiliki makna filosofi bahwa seorang pesilat harus tetap rendah hati dan
jangan takabur sekaligus mohon ijin kepada peguasa tanah “jin tanah” agar
mau menolong.
dan nilai magis yaitu untuk mengunci kekuatan ilmu magis yang
137
yaitu suatu sikap pasang dari Kuntau yang bersiap melakukan serangan
4. Pukulan
segi pukulan, dimana target dari setiap pukulan yang dilancarkan memiliki
jarak satu jengkal yaitu pada titik-titik yang dianggap memematikan seperti
pada diantara kedua mata, tenggorokan, ulu hati, dan bagian vital.
pertama adalah pukulan “Me” yaitu pukulan satu jengkal seperti yang
kepada bagian belakang kepala, tumbuk dada patah tangan adalah pukulan
yang mengarah ke ulu hati dengan gerakan dua kali pukulan sekaligus
pukulan sehingga lawan tidak mengira kita juga akan melakukan serangan.
Berikutnya adalah pukulan sanja yaitu pukulan yang dilakukan dua kali
kebagian rahang seperti uppercut dan dilanjutkan dengan satu kali pukulan
ke ulu hati.
138
sehingga dengan kembangan tersebut pesilat menjadi terlatih untuk
139
C D
140
4. Sejarah Penggunaan Nama Kuntau
ASIAN WAY OF THE FIGHT secara harfiah berarti kuntao memiliki arti yaitu “jalan
“Kuntao (拳 道) adalah sebuah kata Hokkien yang mengacu pada seni bela
diri tradisional Tiongkok yang tersebar di Asia Tenggara, terutama di
komunitas Tionghoa lokal tetapi juga di antara bangsa-bangsa tetangga
lainnya. Para praktisi Kuntao dapat ditemukan di Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura dan Cina dan petualangan sejarah seni ini telah
mewujudkan pertukaran antar-budaya di sekitar Kuntao, telah disebut sebagai
Kuntao Silat kadang-kadang di Indonesia, berdasarkan interaksi timbal balik
dengan berbagai Gaya silat dan diberi nama sebagai Kuntaw di Tagalog
dengan hubungan yang sangat mendalam dengan seni bela diri Filipina, Kali
/Arnis/Eskrima / Mano-Mano di Filipina. Namun, meskipun semua hubungan
dan efek trans-budaya Kuntao tetap sebagai seni bela diri Cina.”
sangat erat antara kuntao dan silat dari Indonesia. Menurut Orlando, kuntao tanpa
gerakan silat adalah kung-fu klasik. Orlando mengatakan, pada saat orang Tionghoa
bela diri yang mereka kembangkan di daratan Cina di mana saat itu digunakan dalam
acara pertunangan maupun pada perkelahian, bahkan pertempuran. Pada saat orang
Tionghoa tersebut melakukan pertarungan dengan orang yang beraliran silat dan
siapa yang kalah maka akan berguru dengan yang menang. Sehingga terjadilah suatu
akultirasi dari kuntao dan silat melebur menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.
141
Jadi, menurut Bob Orlando kuntao yang ada di Indonesia adalah perpaduan antara
berkembang sejak abad ke-7 bersamaan dengan ekspansi kerajaan Budha Sriwijaya,
pengaruh Tiongkok dan Islam berperan dalam pembentukan praktik-praktik ini lebih
baru lagi. Menurut Pauline dalam Nawi (2016:23) menjelaskan bahwa bela diri main
pukul yang merupakan aliran bela diri silat betawi banyak dipengaruhi oleh aliran dari
luar terutama oleh orang-orang Tiongkok yang bermigrasi ke Betawi pada tahun 1644
dengan kuntao.
abad lalu. Sebagian orang Tionghoa melarikan diri ke Asia Tenggara saat dinasti Cina
utara menyerang Cina selatan. beberapa datang untuk pekerjaan, sebagian lagi
menjadi pengusaha. Kehadiran imigran termasuk ahli bela diri, mereka mengajar
bahasa Mandarin dan membantu melindungi perusahaan mereka. Gaya bela diri
kuntao memiliki kemiripan dengan beberapa gaya bela diri dari Cina daratan,
terutama yang berasal dari selatan. Orang Indonesia keurunan Tionghoa dan pribumi
142
Pada gilirannya, ini mempengaruhi bercampurnya seni bela diri dari Cina dengan seni
bahwa istilah 'kuntao' sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur Cina. Kuntao tersebar di
Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, Taiwan, dan China memiliki kemiripan antara
praktik kekebalan, serta penggunaan jimat dan senjata seperti keris keris, pisau
Larry (2000:29) mengatakan bahwa asimilasi antara suku Dayak dan orang-
orang dari Yunan perkiraan awal kehadiran mereka di pulau Kalimantan berkisar
antara 4000 hingga 1.500 SM. Pada periode tersebut kemungkinan ada beberapa
gelombang imigrasi leluhur "proto-Melayu" dari orang Dayak. Ada dua kemungkinan
arah migrasi dari daratan Asia, salah satunya yaitu melalui Indocina, melalui
lainnya adalah melalui Taiwan, Filipina dan Kalimantan. Ada saat-saat, kemungkinan
selama zaman es, ketika ada daratan yang menjadi penghubung antara semenanjung
Kesimpulannya ialah nama kuntau atau kuntao ialah berasal dari bahasa Cina
yang secara harfiah artinya adalah “jalan kepalan”. Seni bela diri yang awalnya
143
berasal dari Cina ikut dibawa oleh sebagian orang-orang Tiongkok yang bermigrasi
“melayu muda”, sedangkan jauh sebelum itu, sudah ada pula orang-orang dari Yunan
yang bermigrasi kurang lebih 4000-1500 tahun Sebelum Masehi yang menyebar
keseluruh Asia Tenggara, mereka disebut dengan “Melayu Tua” atau Proto-Melayu
dimana pada saat itu terjadi asimilasi antara imigran asal Tiongkok dengan
Para imigran tersebut juga beberapa dari mereka adalah orang-orang yang
menguasai sei bela diri, mereka hidup berdampingan dengan masyarakat setempat
baik itu melalui perkawinan, rekan bisnis, dan tentu saja dalam ilmu bela diri,
sehingga terjadilah suatu akulturasi kebudayaan dan seni bela diri. Facal dan Nawi
mengungkapkan bahwa baik itu seni bela diri yang ada di Banten (Betawi) maupun
yang ada di Jawa Barat kebanyakan dipengaruhi oleh seni bela diri dari Tiongkok di
mana pada kebiasaan orang zaman dahulu pada saat bertarung dan kalah, maka akan
Hubungan antara seni bela diri tradisional suku Dayak dan seni bela diri dari
Tiongkok adalah pada penyebutan nama kuntao, tetapi tidak serta merta menyatakan
bahwa seni bela diri tradisional suku Dayak asalnya adalah dari Cina. Menurut
pengakuan dari para praktisi seni bela diri tradisional suku Dayak yang ada di
Kalimantan Tengah, dua Tokoh yang berperan dalam menyebarkan seni bela diri
tradisional suku Dayak di Kalimantan Tengah yaitu Mahusin Saun (Tinjek) dan
Salamat Saun (Kambe) memiliki beberapa orang guru dan pernah mempelajari seni
144
bela diri betawi dan cimande, sehingga dari situ hadir aliran betawi liar, walaupun
tidak secara langsung bahwa bela diri suku Dayak asalnya dari Cina, tetapi peneliti
menarik kesimpulan bahwa ada pengaruh dari seni bela diri kuntao yang asalnya dari
Tiongkok terhadap seni bela diri tradisional suku Dayak di Kalimantan Tengah
terlebih dikarenakan penyebaran kuntao yang berasal dari Tiongkok tersebut sampai
ke negara lain seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Filiphina dan tentunya Indonesia
dimana nama kuntao juga banyak digunakan di beberapa daerah di Tanah Air, yang
Jurus bangkui merupakan jurus yang diakui sebagai suatu jurus asli dari
sanganan dan sababilah merupakan akulturasi dari budaya-budaya luar yang masuk
ke Kalimantan Tengah, sedangkan nama kuntau adalah penyebutan dari seni bela diri
Indonesia, bahkan ada beberapa negara yang menggunakan nama kuntau untuk
penamaan seni bela dirinya. Nama bangkui sendiri diambil dari salah satu nama
hewan primata yang ada di hutan Kalimantan Tengah yaitu beruk atau dalam bahasa
jurus bangkui dengan versi yang berbeda-beda. Namun secara garis besar ada
kesamaan cerita dari ketiga perguruan maupun dari budayawan dan penggiat
145
kebudayaan suku Dayak dalam menceritakan bagaimana mitologi dari jurus tersebut.
perguruan Pangunraun Pitu menceritakan asal mulanya terciptanya jurus ini yaitu
pada zaman dahulu ada seorang kakek yang tidak diketahui identitasnya mengalami
gangguan dari hewan bangkui yang merusak jemuran padinya sehingga singkat cerita
terjadilah perkelahian antara kakek dan binatang bangkui, orang tua tersebut dikunci
jelmaan dan dapat berbicara, sehingga kakek tersebut berguru dengan binatang
jelmaan tersebut.
Versi cerita dari Perguruan Silat Sakti Salamat Kambe menceritakan bahwa
dahulu kala ada sepasang suami istri, sang istri sering mendapatkan tindakan
kekerasan dari suaminya, sehingga pada suatu ketika sang istri tidak tahan dan
melarikan diri ke hutan dan secara tidak sengaja bertemu dengan hewan bangkui
yang teryata merupakan makhluk jelmaan yang dapat berbicara, binatang tersebut
menanyakan sebab wanita tersebut kenapa bisa berada di hutan rimba yang
notabenenya adalah tempat berbahaya dan begitu banyak binatang buas, wanita
tersebut menceritakan alasan kenapa dia berada di hutan sehingga singgkat cerita
binatang tersebut merasa iba dan akhirnya bersedia mengajari wanita tersebut ilmu
bela diri.
Versi cerita bangkui pada Perguruan Palampang Panerus Tinjek sama dengan
Perguruan Silat Sakti Salamat Kambe, dikarenakan silsilah perguruan yang memiliki
keterkaitan satu sama lain, yaitu sama-sama berasal dari keturunan Saun (Tinjek-
146
Salamat Kambe). Sehingga cerita atau mitologi tentang jurus bangkui pada kedua
Kesimpulan dari beberapa versi diatas adalah bahwa jurus Kuntau Bangkui
terispirasi dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh hewan primata yang berasal
dari hutan kalimantan yaitu beruk atau dalam bahasa Dayak Ngaju adalah bangkui,
makhluk jelmaan yang dapat berubah wujud dan dapat berbicara hingga mampu
mengajarkkan teknik-teknik bela diri, dari situlah berawal bagaimana hadirnya seni
(Kuntau)
karakteristik dari seni bela diri tradisional suku Dayak Kalimantan Tengah terutama
langkah maupun pada sikap pasang, jurus-jurus yang ada pada bangkui terlihat dari
dan ulu hati. Jurus bangkui juga banyak menggunakan serangan-serangan berupa
guntingan dan kuncian di mana kuncian tersebut akan sangat sulit untuk lawan
melepaskan diri.
Bela diri tradisional suku Dayak atau yang penyebutannya adalah kuntau ini
merupakan suatu seni bela diri dengan metode pertarungan jarak dekat, dapat dilihat
147
dan menjadi ciri-ciri yang membedakannya dari bela diri lainnya adalah dari pola
pukulan yang bentangan tangannya ketika memukul begitu pendek dan segera ditarik,
begitu pula pada tendangan yang cenderung melakukan tendangan setengah, begitu
pula dalam hal tendangan, teknik bela diri tradisional suku Dayak Kalimantan Tengah
melebihi tinggi dari pinggang, karena target dari serangan ini adalah terletak pada
bagian kemaluan ataupun dikarenakan pada sesama pengguna jurus bangkui yang
Pitu sangat terbuka dengan seni bela diri di luar Kalimantan. Perguruan Pangunraun
Pitu banyak mengkombinasikan gerakan-gerakan bela diri dari luar seeperti Karate,
Jujitzu, Taekwondo, dan lain sebagainya dalam teknik-teknik bela diri pada
perguruannya. Dengan tujuan memperkaya teknik bela diri serta agar lebih menarik
untuk dipelajari.
Tokoh budayawan dan penggiat seni bela diri tradisional suku Dayak Kalimantan
Festival Budaya Isen Mulang (FBIM). Kegiatan tersebut adalah suatu kegiatan
148
kebudayaan suku Dayak di Kalimantan Tengah, salah satunya adalah kegiatan
tiga narasumber yaitu: (1) Willbertus Wilson Wijoyo S.Pd., M.M (Kepala Dinas
perguruan pencak silat Telabang Kalimantan dan sekretaris IPSI Kabupaten katingan,
lepas dari letak geografis pulau Kalimantan dan penyebaran dari leluhur yang
menurut beberapa sumber referensi sebagaian leluhur orang Dayak adalah berasal
dari Cina/Yunan yang disebut dengan melayu Tua. Filosofi “Rumah Betang” juga
memiliki andil cukup besar dalam terjadinya proses asimilasi budaya setempat
seperti bela diri dan lain sebagainya, sehingga munculah suatu beladiri yang
dikenal betawi liar, main cabang, main jago dan lain sebagainya yang disebabkan
oleh suatu proses asimilasi kebudayaan, di mana suatu kebudayaan itu dianggap
Bela diri suku Dayak juga tidak lepas dari hal-hal yang berkaitan dengan
149
pengamatan dari alam seperti pergerakan hewan-hewan hutan rimba yang
Sejalan dengan apa yang disampaikan Wilbertus, menurut Awang, ada suatu
kebudayaan-kebudayaan diluar suku Dayak, seperti masuknya bela diri dari luar
seperti cimande, betawi, dan lain sebagainya. Awang mengungkapkan bahwa bela
diri yang benar-benar asli milik orang Dayak adalah bangkui. Awang
menceritakan bahwa pada zaman dahulu ketika ada seekor kera besar (bangkui)
jurus bangkui.
Tokoh yang memiliki andil besar dalam peyebaran bela diri kuntau di
Kalimantan Tengah menurut Awang ada dua orang, yaitu Tinjek atau Mahusin
Saun, kedua tokoh tersebut adalah Salamat Kambe atau Salamat Saun. Dua orang
bersaudara ini dianggap sebagai tokoh yang awal-awal menyebarkan seni bela diri
Kalimantan Tengah. Menurut Awang, secara garis besar, Tinjek menyebarkan seni
bela diri tradisional ini kearah daerah aliran sungai (DAS) Kapuas, sedangkan
Menurut Awang, untuk orang-orang di atas Tinjek dan Salamat Kambe tidak
ada informasi yang menyebutkan siapa tokoh-tokoh yang membawa seni bela diri
tradisional ini ke Kalimantan Tengah menjadi membias, ada beberapa versi yang
150
mengatakan bahwa asal mula seni bela diri ini masuk bersamaan dengan
kedatangan bangsa Yunan pada lebih kurang 700 tahun sebelum masehi yang
mereka menetap dan berasimilasi dengan kebudayaan suku Dayak dan mereka
Dayak di Kalimantan Tengah tidak lepas dari dua tokoh yang sangat berpengaruh
yaitu Tinjek dan Salamat Kambe. Kedua tokoh inilah yang menyebarkan seni bela
daerah-daerah aliran sungai yang ada seperti Kapuas, Kahayan, Katingan, Rungan,
Secara kelompok besar, aliran-aliran seni bela diri tradisional suku Dayak di
Kalimantan Tengah menurut Awang ada empat yaitu betawi, bangkui, sababilah,
dan sanganan serta betawi liar yang merupakan cabang dari betawi. Dari beberapa
aliran tersebut yang dianggap benar-benar murni milik orang Dayak adalah
bangkui. Selain bangkui, bela diri yang disebutkan di atas merupakan hasil dari
Ciri khas yang menjadi pembeda antar aliran dalam bela diri tradisional suku
Dayak ini menurut menurut Awang adalah dapat dilihat dari aplikasi pada lawang
151
berbagai aliran atau gaya. Benang pertama atau bagian atas adalah aplikasi pada
jurus yang terdapat pada sending, karena bermain di bagian pukulan atas. Benang
kedua ialah betawi. Benang ketiga atau yang paling bawah adalah aplikasi dari
itu betawi, sanganan, bangkui ialah terletak pada sasaran pukulan. Jika bagian atas
adalah sending, bagian tengah adalah betawi, dan bagian bawah adalah bangkui.
Chendana berpendapat, bahwa yang menjadi ciri khas pembeda dari beberapa
aliran adalah dari kembangan dan pola langah saja, sedangkan pukulan-pukulan
Kalimantan Tengah
Peran seni bela diri tradisional suku Dayak ini dalam kehidupan berbudaya
suku Dayak itu sendiri ialah tergambar dari lawang sakepeng yang sering
mengarah kepada suatu kehidupan dalam berumah tangga. Secara harfiah, lawang
152
benang, secara lebih mendalam memiliki artian suatu rintangan pertama dalam
harus diputuskan terlebih dahulu adalah benang yang berada paling atas dengan
pihak yang boleh memutuskannya adalah pihak tamu (pihak laki-laki), dengan
maksud suatu tanda ingin masuk pada pihak perempuan. Benang kedua diputuskan
oleh pemain kuntau dari pihak perempuan dengan maksud memberkan ijin masuk.
Benang terakhir diputuskan secara bersamaan sebagai suatu simbol tidak ada lagi
menurut kepercayaan suku Dayak, jika sampai ada perkeahian maka akan menjadi
suatu pertanda buruk bagi kedua mempelai yang akan memulai kehidupan
berumah tangga, sehingga bagi pemain kuntau jika sampai berkelahi dalam
dari segi sumber daya manusia (SDM), seperti kurangnya pelatih yang piawai dan
manusia, dan ketika manusia itu mati, maka hal itu pula akan hilang bersamaan
153
dengan orang tersebut. Sehingga saat ini, untuk mengantisipasi hilangnya seni bela
guna menghidupkan dan menggali kembali bagaimana kuntau yang original, salah
Menurut Chendana, keadaan dan keberadaan seni bela diri tradisional suku
dayak Kalimantan Tengah adalah sebuah dilemma. Pengembangan seni bela diri
tradisional ini berjalan cukup baik di tingkat perdesaan, dalam artian masih ada
beberapa guru/pelatih yang mengajarkan seni bela diri tradisional ini. Sedangkan
sanggar yang pada kenyataannya merupakan sanggar yang terkhusus pada seni
Tari, bukan perguruan pencak silat seni bela diri tradisional suku Dayak
Kalimantan Tengah.
Kalimantan Tengah.
Harapan dari para budayawan, terutama pada perkembangan seni bela diri
identitas dan jati diri orang Dayak, agar terus dapat dilestarikaan dan lebih
dikembangkan, sehingga yang saat ini mulai punah dapat kembali lestari,
tangka internasional.
154
Lebih lanjut, harapan para budayawan ialah agar pemerintah yang secara
khusus pada dinas-dinas terkait seperti Dinas Kebuayaan dan Pariwisata maupun
Dinas Pemuda dan Olahraga propinsi Kalimantan Tengah beserta Dewan Adat
155
(Tinjek) dan Salamat Saun (Kambe). Filosofi yang
terkandung di dalamnya sangat erat dengan nilai-
nilai kebudayaan suku Dayak melalui lawang
sakepeng dan nilai-nilai keislaman yang
tergambar dari huruf arab seperti alif lam mim
yang direpresentasikan dalam bentuk gerakan-
gerakan langkah. Teknik bangkui sebagai teknik
yang paling original dari bela diri tradisional suku
Dayak Kalimantan tengah, gerakan terinspirasi
dari hewan bangkui, sejenis kera (beruk) dengan
nama latin Macaca Nemestrina, kuda-kuda yang
sangat rendah, pola serangan mengarah tubuh
bagian bawah, dengan kuncian-kuncian yang
sifatnya sangat sulit untuk dilepaskan.
Hasil penelitian di tuangkan dalam bentuk
buku berjudul “BELA DIRI TRADISIONAL
SUKU DAYAK KALIMANATAN TENGAH
(Sebuah Kajian Sejarah, Filosofi, dan Teknik
Seni Bela Diri Tradisional)
2 Tujuan Mencari prioritas, intervensi dan kesepakatan
bersama dalam menentukan bagaimana sejarah
dan siapa tokoh, filosofi, dan bagaimana teknik
bela diri tradisional suku Dayak Kalimantan
Tengah.
3 Konflik Dalam penelitian ini, peneliti dan para sumber
kesulitan menemukan siapa tokoh yang lebih
dahulu menemuan dan menyebarkan seni bela diri
tradisional suku Dayak Kalimantan Tengah selain
156
dari Mahusin Saun (Tinjek) dan Salamat Saun
(Kambe) dikarenakan tidak ada atatan sejarah
maupun secara lisan yang menceritakan siapa
tokoh yang paling pertama menciptakan seni bela
diri tradisional suku Dayak Kalimantan tengah.
4 Alat Analisis Kuisioner, wawancara, dokumentasi dan studi
literature dari pengalaman empiric di tempat lain.
5 Validasi Peneliti melakukan wawancara terhadap
budayawan dan pelaku seni kebudayaan suku
Dayak Kalimantan Tengah untuk mencocokkan
data yang diperoleh dari tiga perguruan yang
diteliti. Tiga tokoh tersebut ialah.
1. Dreyano Lindan (komandan KOPPAD
Borneo Kalimantan Tengah)
2. Wilbertus Wilson Wijoyo (Kepala Taman
Budaya Kalimantan Tengah)
3. Adhirawan (guru besar perguruan
Telabang Kalimantan.
Buku berjudul “BELA DIRI TRADISIONAL
SUKU DAYAK KALIMANATAN TENGAH
(Sebuah Kajian Sejarah, Filosofi, dan Teknik Seni
Bela Diri Tradisional) divalidasi oleh Dr.
Panggung Sutapa, M.S selaku validator ahli
materi dari buku tersebut.
157
D. Keterbatasan Penelitian
Sebuah penlitian tentu adanya suatu keterbatasan, ada beberapa hal yang
menjadi keterbatasan dalam penelitian ini yang peneliti temui selama melakukan
penelitian.
2. Jarak tempuh yang begitu jauh, dan memerlukan biaya yang begitu besar
3. Sulitnya mencari perguruan yang berlatih secara rutin, terorganisir, dan yang
berbadan hukum. Kebanyakan masih bernaung di bawah sanggar tarian dan pola
latihannya hanya untuk kepentingan tari daerah, bukan perguruan bela diri.
perkembangan seni bela diri tradisional suka Dayak Kalimantan Tengah adalah
Itulah yang dirasakan peneliti sebagai suatu keterbatasan dalam penelitian ini,
158