Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu: H. Joni Abu, S. Pd., M. Pd.

Oleh:
1. Marwati Ulfah (122010024)
2. Sumiani (122010049)
3. Muhammad Maulidi (122010057)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN


SOSIAL

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PONTIANAK

2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pernikahan Dalam
Islam”.

Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak


H. Joni Abu, S. Pd., M. Pd. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam
yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan mengenai Pernikahan di dalam Islam.

Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang


khususnya bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika
terdapat kata-kata yang kurang berkenan.

Pontianak, 27 September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………..……………….……...  i
KATA PENGANTAR………………….....…………...………………………  ii
DAFTAR ISI …………………………………...………..…..……..…………   iii
BAB 1 PENDAHULUAN …………………...…………………..……………. 1
A. Latar Belakang …………………………………………………………….... 1
B. Rumusan Masalah  …………………………………………………….…..... 2
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………….…... 2
BAB 2 PEMBAHASAN ……………………………………...…...………….. 3
A. Pengertian Pernikahan……………………………………….....................… 3
B. Hikmah dan Tujuan Pernikahan…………...……………….……………….. 5
C. Hukum Pernikahan dalam Islam……….. ……………………………...…... 6
D. Bentuk Pernikahan dalam Islam…………………………….…...……….... 11
BAB 3 PENUTUP …………………...……………………..………………... 13
A. Kesimpulan …………………………………….……………………...…... 13
B. Saran …………………………………………………...….………………. 14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………...……………... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan adalah suatu ikatan janji setia antara suami-istri yang di


dalamnya terdapat suatu tanggung jawab dari kedua belah pihak. Janji setia yang
terucap merupakan janji yang untuk mengucapkannya memerlukan suatu
keberanian. Pernikahan dilandasi rasa saling cinta, kasih dan saling menghormati
(Kertamuda, 2009: 13). Melalui pernikahan akan terjalin tali kasih yang membuat
pasangan suami-istri saling merasa tenteram, dan dari hubungan perkawinan
muncul generasi yang berkesinambungan sehingga populasi manusia semakin
berkembang. Menyambung pengertian pernikahan di atas, secara tekstual menurut
Hornby (1057) dalam Bimbingan dan Konseling Perkawinan, marriage : the union
of two persons as husband and wife, pengertian ini berarti bahwa perkawinan
merupakan bersatunya dua orang suami istri (Walgito, 1984: 11). Bersatu dalam
arti antara suami-istri menjadi satu kesatuan baik secara fisik, psikis maupun
sosial. Suami merupakan pakaian bagi istrinya, begitupun istri adalah pakaian
bagi suaminya. Keduanya harus saling menjaga, menutupi kekurangan, dan
menghargai kelebihan pasangan, itulah maksud dari penyatuan dua insan yang
berbeda.

Pernikahan harus dipahami sebagai suatu ikatan suci antara suami istri yang
didalamnya terdapat suatu tanggung jawab baru dari kedua belah pihak, perlu
dipahami juga bahwa pernikahan sebagai bentuk ikhtiar manusia untuk
menyalurkan hasrat seksualnya secara sah dan bertanggung jawab, hubungan laki-
laki dan perempuan yang awalnya haram menjadi halal setelah terjalinnya ikatan
perkawinan (Muhammad, 2012: 143).

Dilihat dari segi tujuannya, perkawinan menurut agama Islam ialah untuk
memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,
sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota
keluarga. Sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir batin disebabkan

1
terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah bahagia,
yakni kasih sayang antara anggota keluarga (Ghozali, 2008: 22).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pernikahan?
2. Apa Hikmah dan Tujuan Pernikahan?
3. Bagaimana Hukum Pernikahan dalam Islam?
4. Apa saja Bentuk Pernikahan dalam Islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Pernikahan.
2. Mengetahui Hikmah dan Tujuan Pernikahan.
3. Mengetahui Hukum Pernikahan dalam Islam.
4. Mengetahui Bentuk Pernikahan dalam Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan
Pernikahan atau perkawinan berasal dari dua kata, an-nikah (‫ ) النكاح‬dan az-
ziwaj/az-zawj atau az-zijah (‫ الزيجه‬-‫ الزوج‬-‫)الزواج‬. Kedua kata itulah yang digunakan
oleh bangsa Arab dan tercantum dalam al-Qur’an.
Nikah secara bahasa berarti al-wath’u, adh-dhammu, al-jam’u. Al-wath’u
artinya berjalan di atas, melalui, memijak, menginjak, memasuki, menaiki,
menggauli, dan bersetubuh atau bersenggama. Adh-dhammu artinya
mengumpulkan, memegang, menggabungkan, menyayukan, menyandarkan,
merangkul, memeluk, dan menjumlahkan serta lunak dan ramah. Al-jam’u berarti
mengumpukan, menghimpun, menggabungkan, menyatukan, menjumlahkan, dan
menyusun.
Sedangkan menurut istilah nikah berarti suatu akad yang menghalalkan
pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram yang
menimbulkan hak dan kewajiban atas keduanya. Dalam pengertian luas,
Pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara dua orang, laki-laki dan perempuan,
untuk hidup bersama dalam rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan
menurut ketentuan-ketentuan Islam.
Menurut ahli Ushul, nikah secara majazi (metaphoric) ialah bersetubuh
yakni akad yang menghalalkan hubungan alat kelamin laki-laki dan perempuan.
Sedangkan menurut fuqaha, nikah adalah akad yang diatur oleh agama untuk
memberikan kepada pria hak memiliki dan menikmati faraj dan seluruh tubuh
wanita itu dan membentuk rumah tangga.
Dari definisi nikah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Hak kemanfaatan atas istri hanya dimiliki oleh suami, maka selain suami
haram merasakan kenikmatan itu.
2. Si istri tidak terikat dengan suami karena ia mempunyai hak untuk
melepaskan diri dari suami.
3. Faraj si istri adalah hak miliknya selaku pemilik raqabah (budak atau benda)
dan manfaat, jika terjadi kekeliruan dalam wati syubhat (kekeliruan

3
pasangan tanpa maksud), maka wajib atas suami membayar misal kepada
istri.
4. Suami tidak berkewajiban menyetubuhi istrinya, tetapi istri berkewajiban
menyerahkan faraj sewaktu diminta suaminya.
5. Saling pengertian antar pasutri dengan cara ma’ruf pada Allah lewat
manusia.

Dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa Perkawinan ialah


ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan
Yang Maha Esa. Dan dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 2 ayat (2) menyebutkan
bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama
dan kepercayaan yaitu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perrundang-undangan yang berlaku. Sehingga, dari pengertian di atas terdapat tiga
pandangan :
1. Dari segi hukum pernikahan adalah perjanjian, seperti: ijab qabul dengan
syarat dan rukunnya, prosedur talak, fasakh, syiqoq, nusus, dan sebagainya.
2. Dari segi sosial, orang yang sudah berkeluarga lebih dihargai.
3. Dari segi agama, ikatan pernikahan adalah lembaga yang suci.

Kompilasi hukum Islam memberikan pengertian bahwa pernikahan tidak


semata-mata sebagai hubungan kontrak keperdataan biasa, akan tetapi merupakan
akad yang sangat kuat mitsaaqan ghaliidan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
Meskipun banyak perbedaan tentang perumusan pengertian pernikahan,
tetapi dari sekian rumusan yang dikemukakan terdapat terdapat kesamaan yaitu
nikah merupakan ikrar suci antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia.

4
B. Hikmah dan Tujuan Pernikahan
Mengenai hikmah pernikahan masih berkaitan erat dengan tujuan
diciptakannya manusia, antara lain:
1. Menyambung silaturahmi.
Dengan silaturahmi akan terbentuk struktur masyarakat, seperti: hubungan
darah antara anak, suami dan istri, hubungan keluarga dari pihak suami
maupun istri, waris mewaris, solidaritas, dan sebagainya.
2. Mengendalikan nafsu syahwat liar.
Dengan menikah seseorang yang awalnya belum memiliki ketetepan hati
dan pikiran pun labil maka setelah menikah dia telah memiliki pegangan
dan tempat untuk menyalurkan hati dan melepaskan kerinduan serta gejolak
nafsu pada pasangannya.
3. Menghindari diri dari perzinaan
Seseorang yang telah menikah telah menemukan tempat yang halal untuk
menuangkan segala hawa nafsunya yang telah bergejolak.
4. Estafet amal manusia.
Anak sebagai pelanjut cita-cita dan menambah amal orang tuanya.
5. Keindahan kehidupan.
Yang paling indah bukanlah permata, ataupun kecantikan, namun ia adalah
istri yang sholehah yang senantiasa menjaga diri dan harta suaminya.
6. Memperbanyak keturunan.
7. Laki-laki dan perempuan dua sekutu yang berfungsi memakmurkan dunia
dengan ciri khasnya berbuat dengan berbagai macam pekerjaan.
8. Akan cenderung mengasihi orang yang dikasihi.
9. Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ghirab (cemburu).
10. Berbuat baik yang banyak lebih baik dari pada berbuat baik yang sedikit.
11. Untuk mengeluarkan air sperma yang sangat bahaya jika ditahan.
Dan masih banyak lagi hikmah yang ada dalam pernikahan, seperti apa yang
dilakukan seseorang setelah menikah pahala amalnya semakin berlipat
ganda, menikah merupakan proses pendewasaan diri dimana sifat egois
lebih direndahkan dan khususnya untuk istri mudah sekali masuk surga, asal
mau taat dan menjaga harta suami dengan baik.

5
Tujuan pernikahan pada umumnya tergantung masing-masing individu yang
akan melakukannya artinya bersifat subyektif. Adapun tujuan pernikahan
antara lain:

1. Menunjukkan tanda-tanda kebesaran Allah SWT.


2. Menjaga iffah (kehormatan diri).
3. Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta
memperkembangkan suku-suku bangsa manusia.
4. Memenuhi naluri tuntunan hidup manusia.
5. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.
6. Membentuk dan mengatur rumah tangga menjadi basis pertama dari
masyarakat yang besar di atas cinta dan kasih sayang.
7. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang
halal, serta memperbesar rasa tanggung jawab.

Pernikahan juga bertujuan untuk menata keluarga sebagai subjek untuk


membiasakan pengalaman belajar agama, selain itu terdapat perjanjian (suci)
antara seorang pria dan wanita, yang mempunyai segi-segi perdata, diantaranya:
kesukarelaan, persetujuan kedua belah pihak, bebas memilih, dan darurat. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pernikahan ialah untuk
menyatukan laki-laki dan perempuan dalam ikatan rumah tangga demi
memperoleh keturunan yang sah menurut syariat Islam dan terhindar dari
perzinahan.

C. Hukum Pernikahan dalam Islam


Berdasarkan syariat islam dan tuntunan cara pernikahan yang benar maka
hukum pernikahan dapat digolongkan dalam lima kategori yaitu wajib, sunnah,
haram, makruh dan mubah. Hukum pernikahan tersebut dikategorikan
berdasarkan keadaan dan kemampuan seseorang untuk menikah. Sebagaimana
dijabarkan dalam penjelasan berikut ini:
1. Wajib
Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang memiliki
kemampuan untuk membangun rumah tangga atau menikah serta ia tidak

6
dapat menahan dirinya dari hal-hal yang dapat menjuruskannya pada
perbuatan zina. Orang tersebut wajib hukumnya untuk melaksanakan
pernikahan karena dikhawatirkan jika tidak menikah ia bisa melakukan
perbuatan zina yang dilarang dalam islam. Hal ini sesuai dengan kaidah
yang menyebutkan bahwa: “Apabila suatu perbuatan bergantung pada
sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu pun wajib.”

2. Sunnat
Berdasarkan pendapat para ulama, pernikahan hukumnya sunnah jika
seseorang memiliki kemampuan untuk menikah atau sudah siap untuk
membangun rumah tangga akan tetapi ia dapat menahan dirinya dari sesuatu
yang mampu menjerumuskannya dalam perbuatan zina dengan kata lain,
seseorang hukumnya sunnah untuk menikah jika ia tidak dikhawatirkan
melakukan perbuatan zina jika ia tidak menikah. Meskipun demikian,
agama Islam selalu menganjurkan umatnya untuk menikah jika sudah
memiliki kemampuan dan melakukan pernikahan sebagai salah satu bentuk
ibadah.

3. Haram
Pernikahan dapat menjadi haram hukumnya jika dilaksanakan oleh orang
yang tidak memiliki kemampuan atau tanggung jawab untuk memulai suatu
kehidupan rumah tangga dan jika menikah ia dikhawatirkan akan
menelantarkan istrinya. Selain itu, pernikahan dengan maksud untuk
menganiaya atau menyakiti seseorang juga haram hukumnya dalam Islam
atau bertujuan untuk menghalangi seseorang agar tidak menikah dengan
orang lain namun ia kemudian menelantarkan atau tidak mengurus
pasangannya tersebut.
Beberapa jenis pernikahan juga diharamkan dalam Islam misalnya
pernikahan dengan mahram atau wanita yang haram dinikahi atau
pernikahan sedarah, atau pernikahan beda agama antara wanita muslim
dengan pria nonmuslim ataupun seorang pria muslim dengan wanita non-
muslim selain ahli kitab.

7
4. Makruh
Pernikahan makruh hukumnya jika dilaksanakan oleh orang yang memiliki
cukup kemampuan atau tanggung jawab untuk berumah tangga serta ia
dapat menahan dirinya dari perbuatan zina sehingga jika tidak menikah ia
tidak akan tergelincir dalam perbuatan zina. Pernikahan hukumnya makruh
karena meskipun ia memiliki keinginan untuk menikah tetapi tidak memiliki
keinginan atau tekad yang kuat untuk memenuhi kewajiban suami terhadap
istri maupun kewajiban istri terhadap suami.

5. Mubah
Suatu pernikahan hukumnya mubah atau boleh dilaksanakan jika seseorang
memiliki kemampuan untuk menikah namun ia dapat tergelincir dalam
perbuatan zina jika tidak melakukannnya. Pernikahan bersifat mubah jika ia
menikah hanya untuk memenuhi syahwatnya saja dan bukan bertujuan
untuk membina rumah tangga sesuai syariat islam namun ia juga tidak
dikhwatirkan akan menelantarkan istrinya.
Dalil disyari’atkannya nikah,

ِ ‫َوأَن ِكحُوا ْاألَيَا َمى ِمن ُك ْم َوالصَّالِ ِحينَ ِم ْن ِعبَا ِد ُك ْم َوإِ َمآئِ ُك ْم إِن يَ ُكونُوا فُقَ َرآ َء يُ ْغنِ ِه ُم هللاُ ِمن فَضْ لِ ِه َوهللاُ َو‬
‫اس ٌع‬
‫َعلِي ٌم‬

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-


orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32). Disebutkan
dalam hadits bahwa Allah akan senantiasa menolong orang yang ingin
menjaga kesucian dirinya lewat menikah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang
tiga golongan yang pasti mendapat pertolongan Allah. Di antaranya,

َ‫َوالنَّا ِك ُح الَّ ِذي ي ُِري ُد ْال َعفَاف‬

8
“… seorang yang menikah karena ingin menjaga kesuciannya.” (HR. An
Nasai no. 3218, At Tirmidzi no. 1655. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan). Ahmad bin Syu’aib Al Khurasani An Nasai membawakan
hadits tersebut dalam Bab “Pertolongan Allah bagi orang yang nikah yang
ingin menjaga kesucian dirinya”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ْ‫ر‬ƒƒَ‫نُ لِ ْلف‬ƒ ‫ص‬


‫تَ ِط ْع‬ƒ ‫ج َو َم ْن لَ ْم يَ ْس‬ َ ْ‫ص ِر َوأَح‬
َ َ‫ب َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْن ُك ُم ْالبَا َءةَ فَ ْليَتَ َز َّوجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِ ْلب‬
ِ ‫يَا َم ْع َش َر ال َّشبَا‬
‫فَ َعلَ ْي ِه بِالصَّوْ ِم فَإِنَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء‬

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah , maka


menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih
menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah
karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065
dan Muslim no. 1400).

Namun manusia terbagi menjadi dua golongan:

Pertama: Yang butuh nikah (taa-iq ilan nikaah), ada yang punya kesiapan
atau tidak. Jika butuh nikah dan punya kesiapan, maka dianjurkan untuk
menikah. Menurut ulama Syafi’iyah dan ulama yang mumpuni lainnya,
hukum nikah di sini sunnah, termasuk pula menjadi pendapat Imam
Nawawi. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

َ َ‫فَا ْن ِكحُوا َما ط‬


‫اب لَ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء‬

“Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi” (QS. An Nisa’: 3). Di


sini dikaitkan dengan yang pilihan atau yang kita sukai dan perintah wajib
tidaklah dikatakan demikian. Sedangkan menurut Imam Ahmad, wajib
menikah ketika khawatir terjatuh dalam zina.

9
Sedangkan yang butuh nikah tetapi tidak mampu akan nafkah seperti mahar,
maka ia tidak menikah dan hendaklah menahan syahwatnya dengan banyak
berpuasa. Jika tidak bisa tertahan dengan cara seperti itu, maka hendaklah
ia memilih untuk menikah,semoga saja Allah memberinya kecukupan
dengan karunia-Nya.

Kedua: Tidak ada kebutuhan untuk nikah (ghoirut taa-iq ilan nikaah), ada
dua keadaan:
1) Tidak punya kesiapan, maka dimakruhkan untuk menikah karena
jika diwajibkan sama saja membebani yang ia tidak mampu tanpa
ada kebutuhan
2) Ia mendapati kesiapan finansial untuk menikah namun ia tidak
butuh menikah, maka dimakruhkan pula untuk menikah.

(Kifayatul Akhyar, 2: 35-36).

Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫اب لَ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء َم ْثنَى َوثُاَل‬


‫ث َو ُربَا َع‬ َ َ‫فَا ْن ِكحُوا َما ط‬

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.” (QS. An
Nisa’: 3)

Al Harits bin Qois berkata, “Aku berislam dan saat itu aku memiliki 8 istri,
maka aku menyebutkan hal itu pada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
kemudian beliau bersabda,

‫اختَرْ ِم ْنه َُّن أَرْ بَعًا‬


ْ

10
“Pilihlah empat di antara mereka.” (HR. Abu Daud no. 2241 dan Ibnu
Majah no. 1953, shahih)

Ada dua syarat lagi yang tidak disebutkan oleh Abu Syuja’: tidak ada lagi
wanita muslimah atau wanita ahli kitab yang merdeka yang nantinya digauli
dan budak wanita tadi beragama Islam karena seorang pria muslim tidak
boleh menikahi wanita budah yang ahli kitab. Jika seorang pria merdeka
telah menikahi seorang budak lantas ia mendapatkan kemudahan menikahi
wanita merdeka, maka pernikahan dengan budak tadi tidaklah batal. (Fathul
Qorib, hal. 225).

D. Bentuk Pernikahan dalam Islam


1. Nikah mut’ah
Mut’ah berasal dari bahasa arab yang arti harfiahnya bersenang-senang.
Menurut istilah berarti pernikahan kontrak untuk jangka waktu tertentu
sebagai balasan bagi suatu imbalan jasa atau upah. Pernikahan ini haram
karena aqad nya semata-mata hanya untuk bersenang-senang saja antara
laki-laki dan perempuan.

2. Nikah syighar
Seorang laki-laki menikahkan anak perempuannya,saudara perempuannya
atau budak perempuannya kepada seorang laki-laki dengan syarat laki-laki
tersebut menikahkan pula anak perempuannya, saudara perempuannya atau
budak perempuannya kepada bapak atau wali perempuan tersebut, baik ada
atau tidak adanya mas kawin.

3. Nikah tahlil ( tahllul )


Pernikahan yang dilakukan untuk menghalalkan orang yang sudah
melakukan talak tiga untuk segera kembali kepada istrinya.

11
4. Pernikahan Antara Orang-Orang yang Berbeda Agama
Seorang laki-laki beragama Islam dilarang menikahi seorang perempuan
non muslim dan demikian sebaliknya seorang perempuan Islam dilarang
menikahi laki-laki yang bukan Islam. Larangan pernikahan antara orang
muslim dan non-muslim terdapat dalam surah al-baqarah ayat 221,yang
artinya :
“ Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik,sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menar ik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik ( dengan wanita-wanita mu’min ) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izinnya.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara dua orang, laki-laki dan
perempuan, untuk hidup bersama dalam rumah tangga dan keturunan yang
dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan Islam.
2. Dari sekian rumusan yang dikemukakan terdapat terdapat kesamaan yaitu
nikah merupakan ikrar suci antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia. Pernikahan juga bukan semata-mata
sebagai hubungan kontrak keperdataan biasa, akan tetapi merupakan akad
yang sangat kuat mitsaaqan ghaliidan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
3. Tujuan pernikahan pada umumnya tergantung masing-masing individu
yang akan melakukannya (subyektif), seperti: menunjukkan tanda-tanda
kebesaran Allah SWT., menjaga iffah (kehormatan diri), memperoleh
keturunan yang sah, memenuhi naluri tuntunan hidup, memelihara manusia
dari kejahatan dan kerusakan, dan sebagainya. Hikmah Pernikahan antara
lain: menyambung silaturahmi, mengendalikan nafsu syahwat liar,
menghindari diri dari perzinaan, estafet amal manusia, memperbanyak
keturunan, akan cenderung mengasihi orang yang dikasihi, dan sebagainya.

Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang
diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih
sayang), Bentuk pernikahan dalam islam digolongkan menjadi 4 kategori yaitu
Nikah mut‟ah, Nikah syighar, Nikah tahlil ( tahllul ), Pernikahan Antara Orang-
Orang yang Berbeda AgamaSeorang laki-laki beragama Islam dilarang menikahi
seorang perempuan non muslim dandemikian sebaliknya seorang perempuan
Islam dilarang menikahi laki-laki yang bukan Islam.

13
B. Saran
Demikianlah pembahasan mengenai Pernikahan dalam Islam. Dalam rumah
tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan
dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami
tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab. Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah
tangga yang mendapat keridoa’an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat
kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara
ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang
pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda
“kemelut” perselisihan dan percekcokan.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.walisongo.ac.id/3467/2/101111058_Bab1.pdf

https://aziikkk.wordpress.com/2018/09/17/pengertian-pernikahan-tujuan-dan-
hikmahnya/

https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-pernikahan

https://rumaysho.com/2723-hukum-menikah.html

https://www.academia.edu/34103087/Aplikasi_Syariah_Pernikahan_dalam_Islam

https://secretadmire01.wordpress.com/2011/12/15/pernikahan-dalam-islam/

15

Anda mungkin juga menyukai