Akhir – akhir ini negara dan pemerintah sangat berfokus untuk memberantas tindak
pidana korupsi yang sifatnya represif, menangkap serta mengadili para pelaku tindak pidana
korupsi. Korupsi sendiri disebabkan oleh banyak faktor, seperti tidak adanya akuntabilitas dalam
kekuasaan dan monopoli , serta adanya kesempatan serta kebutuhan dan keserakahan yang sama-
sama berkaitan [ Menurut Jack Bologne].Berdasarkan UU Nomor 31 Tathun 1999 juncto UU
Nomor 20 Tahun 2001 tersirat bahwa 30 delik pidana yang dikategorikan menjadi 7 jenis seperti
Kerugian keuangan negara, suap- menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan
curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, serta gratifikasi. Korupsi di Indonesia adalah
persoalan nyata sedang menggerogoti seuluruh kehidupan bangsa[1].Upaya agar pelaku jera
adalah dengan menjatuhkan pidana penjara terhadap tindak pidana korupsi . Namun dalam
realisasinya masih dapat kita katakan tidak efektif , jika dilihat dalam 10 tahun sejak
diberlakukan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
hadirnya Lembaga KPK serta Pengadilan Tipikor ternyata dinilai tidak seperti yang diharapkan ,
terlebih perilaku korupsi semakin membengkak kasusnya. Tanpa adanya revisi untuk
memberikan efek jera dan tidak konsistensi dalam penegakkan hukum tindak pidana
Korupsi, maka perilaku korupsi tidak akan berkurang.