Anda di halaman 1dari 23

hukum pajak

Pajak pertambahan nilai


dan
pajak penjualan barang mewah

Maria Emelia Retno. K


 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) :
PPN adalah pajak yang dipungut atas penyerahan barang kena pajak dan atau jasa
kena pajak di dalam negeri.

 Hakikat PPN  dikenakan PPN :


 Di dalam daerah pabean.
 Kegiatan konsumsi.
 Atas barang atau jasa yang terutang pajak

 Dasar hukum pengenaan PPN dan PPnBM adalah :


1. UU No.8 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.18 Tahun
2000 tentang PPN dan PPnBM.
2. PP No.24 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas PP No.143/2000 tentang
Pelaksanaan UU No.18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM
3. Keputusan Men.Keu, Keputusan Dirjen Pajak dan Surat Edaran Dirjen Pajak
berkaitan dengan pelaksanaan UU No.18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM.

 Sifat Pemungutan
 Dikenakan Atas Konsumsi  Objek pengenaan adalah konsumsi di dalam daerah
pabean.
 Objektif  Melekat kepada objek yang dikenai pajak.
 Tidak Langsung  Secara riil dapat dialihkan, sehingga terdapat pihak penanggung
jawab pajak, penanggung pajak, dan pemikul beban pajak.
 Multistage  Dikenakan di setiap rantai produksi.
 Metode Kredit  Dikenal adanya PPN Keluaran dan PPN Masukan yang didukung
faktur pajak.
 Netral  Tidak mempengaruhi pola konsumsi wajib pajak.
 Menghindari Pajak Berganda  Pajak atas konsumsi tidak akan dikenakan dua kali.

 Prinsip Pemungutan
 Prinsip Tempat Tujuan  Dipungut di tempat konsumsi.
 Prinsip Tempat Asal  Dipungut di tempat asal barang atau jasa.

 Objek Pemungutan - Pasal 4 UU PPN.


 Penyerahan : BKP Berwujud, BKP Tak Berwujud (BKP-TB), JKP.
 Impor - Dipungut Ditjen Bea Cukai : BKP.
 Pemanfaatan di dalam daerah pabean atas : BKP-TB dari luar daerah pabean, JKP
dari luar daerah pabean.
 Ekspor Oleh Pengusaha Kena Pajak : BKP Berwujud, BKP-TB, JKP.

 Syarat Penyerahan Dikenai Pajak :


 BKP atau JKP bersifat kena pajak.
 Penyerahan Dikenai Pajak  Dalam rangka kegiatan usaha atau kegiatan,
Dilakukan di daerah pabean

 Pemungut PPN - Pasal 3A Ayat (3), Pasal 16A UU PPN, KMK No. 563/ KMK.
03/2003, PMK No. 40/ PMK.03/ 2010
 Bertugas memungut, memotong, dan menyetorkan PPN, menggantikan peran PKP
yang melakukan penyerahan.
 Pihak pemungut antara lain :
 Bendaharawan entitas pemerintah atas penyerahan kepada pemerintah.
 Pengguna BKP-TB atau JKP dari luar daerah pabean, atas pemanfaatan di dalam
daerah pabean.

 Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak


 Barang Kena Pajak (BKP)
 BKP adalah barang yang dikenai PPN dan/ atau PPnBM :
 BKP Berwujud : BKP Berwujud Bergerak (Misal Barang Dagang) dan BKP Berwujud
Tak Bergerak (Misal Bangunan).
 BKP Tak Berwujud (Misal Hak Paten, Lisensi, HAKI)

 Lingkup Penyerahan BKP - Pasal 1A Ayat (1) UU PPN


 Penyerahan akibat perjanjian jual beli, sewa, tukar menukar, dan sebaginya.
 Penyerahan akibat perjanjian sewa beli dan leasing.
 Penyerahan kepada pedagang perantara melalui juru lelang.
 Pemakaian sendiri atau pemberian cuma – cuma.
 Penjualan barang yang semula tidak untuk diperjualbelikan.
 Penyerahan kantor pusat – cabang atau antar cabang.
 Penyerahan konsinyasi.
 Penyerahan yang Bukan Penyerahan BKP - Pasal 1A Ayat (2), Pasal 16D UU PPN
 Penyerahan kepada makelar
 Penyerahan untuk jaminan utang piutang.
 Penyerahan kantor pusat – cabang atau antar kantor cabang, jika terdapat
pemusatan tempat terutang.
 Pengalihan akibat penggabungan, peleburan, penekanan, pemecahan, dan
pengambil-alihan usaha antara dua PKP.
 Penyerahan barang yang semula tidak untuk diperjualbelikan dan Pajak Masukan
tidak dapat dikreditkan.

 Barang Tidak Dikenai PPN - Pasal 4A Ayat (2) UU PPN


 Hasil pertambangan dan pengeboran yang daimbil langsung dari sumbernya 
Minyak, gas, batubara, panas bumi, bijih logam dan mineral batuan.
 Barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan masayarakat banyak  Beras, gabah,
jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah–buahan, sayur– sayuran.
 Hidangan yang disajikan di hotel dan restoran atau oleh katering.
 Uang, emas batangan, dan surat berharga.

 Pengertian Jasa Kena Pajak (JKP)


 JKP adalah kegiatan pelayanan yang menyebabkan suatu fasilitas, kemudahan atau
hak menjadi tersedia untuk dipakai.
 Pengertian meliputi pula jasa untuk berproduksi dengan material dan berdasar
petunjuk pemesan (maklon).
 JKP tersebut dikenai PPN.

 Lingkup JKP dari Luar Daerah Pabean


 JKP dari Luar Daerah Pabean :
a. Jasa melekat pada benda tak bergerak di daerah pabean, Contoh: Jasa desain
konstruksi bangunan.
b. Jasa melekat pada benda bergerak di daerah pabean, Contoh: Jasa persewaan
mesin produksi.
c. Jasa yang dilakukan secara di daerah pabean, Contoh: Jasa pengacara, akuntan,
surveyor.

 Ekspor Jasa Dikenai PPN PMK No. 30/ PMK.03/ 2011  Jasa yang melekat
terhadap benda bergerak di luar daerah pabean.
 Jasa Maklon, yang berkarakteristik:
 Pemesan berada di luar daerah pabean dan tidak memiliki BUT.
 Spesifikasi dan bahan disediakan pemesan.
 Kepemilikan barang adalah hak pemesan.
 Barang dikirimkan ke luar daerah pabean setelah selesai pengerjaannya.
 Pengertian Pengusaha :
Orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun, termasuk instansi pemerintah yang
melakukan kegiatan usaha bukan dalam rangka melaksanakan tugas umum
pemerintahan, yang dalam lingkungan perusahaan/pekerjaannya :
1. menghasilkan barang.
2. mengimpor barang.
3. mengekspor barang.
4. melakukan usaha perdagangan.
5. memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean.
6. melakukan kegiatan jasa.
7. memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

 Pengertian “Menghasilkan” adalah :


1. Kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat dari aslinya menjadi
barang baru atau mempunyai daya guna baru.
2. Kegiatan mengolah sumber daya alam.
3. Menyuruh orang pribadi/badan melakukan kegiatan pada butir 1 dan 2 di atas.

 Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah :


1. Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP (tidak termasuk Pengusaha
Kecil).
2. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
(PKP).

 Sesuai PMK No.197/PMK.03/2013, Batasan Pengusaha Kecil adalah Pengusaha


yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan
jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp.4,8 M (empat koma delapan milyar
rupiah).
 Pengukuhan PKP
 Pengusaha yg belum dikukuhkan  Dilarang mengenakan PPN atas penyerahan,
Tidak dapat mengkreditkan PPN Masukan.
 Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP  Berkewajiban mengenakan PPN atas
penyerahan, Dapat mengkreditkan PPN Masukan.

 Pengusaha yang memilih menjadi PKP adalah : Pengusaha yang tidak termasuk
ruang lingkup pengenaan pajak tetapi menyatakan memilih untuk dikukuhkan
menjadi PKP, yaitu :
 Eksportir.
 Pedagang yang menjual BKP kepada PKP.

 Pemungut PPN adalah : (1) Orang pribadi, (2) Badan, (3) Instansi Pemerintah
 PPnBM adalah pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang
dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang
tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

 Beberapa pertimbangan pemerintah memberlakukan PPnBM :


1. Agar tercapai keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpeng-
hasilan rendah dan konkonsumen yang berpenghasilan tinggi.
2. Untuk mengendalikan pola konsumsiatas BKP yang tergolong mewah.
3. Perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional.
4. Mengamankan penerimaan negara.

Prinsip pemungutan PPnBM hanya 1 kali saja yaitu pada saat :


a. Penyerahan oleh pabrikan atau produsen BKP yang tergolong mewah.
b. Impor BKP yang tergolong mewah.
 BKP yang tergolong mewah dan harus dikenai pajak adalah :
1. Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
2. Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
3. Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
4. Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukan status atau kelas sosial.

 Subjek PPnBM adalah :


1. PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah di dalam daerah pabean dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya.
2. Pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.

 Cara menghitung PPN dan PPnBM :


 PPN terutang = 10% x DPP
 Tarif PPnBM adalah serendah-rendahnya 10% & setinggi-tingginya 75%.
 Atas ekspor BKP yang tergolong mewah dikenakan pajak dengan tarif 0%.
 Dengan PP ditetapkan kelompok BKP yang tergolong mewah yang akan dikenakan
PPnBM.
 Dengan Kep. Men.Keu ditetapkan jenis BKP yang tergolong mewah
 Cara menghitung PPnBM = Tarif x DPP
 PPnBM yang sudah dibayar pada waktu perolehan atau impor BKP yang tergolong
mewah, tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM
 Untuk BKP yang tergolong mewah yang diekspor, PPnBM yang sudah dibayar pada
waktu perolehan BKP tersebut dapat diminta kembali.

 Faktur Pajak
 Faktur pajak merupakan bukti pemungutan PPN yang dibuat oleh Pengusaha Kena
Pajak atau Ditjen Bea Cukai (atas impor).
 Faktur pajak merupakan bukti administratif yang memungkinkan PKP melakukan
pengkreditan PPN Masukan.
 Faktur dapat berupa bukti transaksi umum yang dipersamakan.

 Kewajiban PKP berkaitan dengan pembuatan faktur pajak :


1. Saat penyerahan BKP atau JKP.
2. Saat pembayaran, jika mendahului penyerahan.
3. Saat pembayaran, jika mendahului penyerahan.
4. Saat penyampaian tagihan, untuk penyerahan kepada Pemungut PPN.
5. Saat akhir bulan terutang, untuk Faktur Pajak Gabungan.

 Fungsi faktur pajak :


1. Sebagai bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh PKP atau Dirjen Bea dan Cukai
pada saat penyerahan, pembayaran atau impor BKP atau JKP.
2. Sebagai bukti pembayaran PPN yang telah dilakukan oleh pembeli BKP atau JKP
kepada PKP atau Ditjen Bea dan Cukai.
3. Sebagai sarana pengawasan administrasi pajak terhadap pemenuhan kewajiban
perpajakan yang dilakukan baik oleh PKP penjual atau pengusaha jasa maupun
yang dilakukan oleh PKP pembeli atau penerima jasa.

 Macam-macam faktur pajak :


1. Faktur Pajak Standar
Faktur pajak yang dapat digunakan sebagai bukti pungutan pajak dan sebagai
sarana untuk mengkreditkan pajak masukan. Untuk setiap penyerahan BKP atau
penyerahan JKP oleh PKP harus dibuat 1 faktur pajak standar.
Hal-hal yang harus dimuat dalam Faktur Pajak Standar menurut Pasal 2 ayat (1)
Keput.Dirjen Pajak Nomor : KEP-323/PJ/2001 adalah :
a. Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP dan atau JKP.
b. Nama , alamat, NPWP pembeli BKP dan atau penerima JKP.
c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian dan potongan harga.
d. PPN yang dipungut.
e. PPnBM yang dipungut.
f. Tanggal penyerahan/ tanggal pembayaran
g. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak.
h. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

2. Faktur Pajak Gabungan


Merupakan faktur pajak standar yang meliputi semua penyerahan BKP atau
penyerahan JKP yang terjadi selama 1 bulan takwim kepada pembeli yang sama
atau penerima jasa yang sama.
3. Faktur Pajak Sederhana.
Faktur pajak yang digunakan untuk menampung transaksi penyerahan BKP atau
JKP kepada konsumen akhir, atau kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang
tidak diketahui identitasnya, atau kepada PKP yang tidak memerlukan faktur pajak
standar. Menurut Pasal 2 Keput Dirjen Pajak Nomor : KEP-524/PJ/2000, faktur pajak
sederhana sekurang-kurangnya harus berisi :
a. Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP dan atau JKP.
b. Jenis dan kuantum BKP dan atau JKP yang diserahkan.
c. Jumlah harga jual atau penggantian yang sudah termasuk PPN dan besarnya PPN
dicantumkan secara terpisah.
d. Tanggal pembuatan faktur pajak sederhana.

Faktur pajak Sederhana tidak dapat digunakan sebagai sarana untuk pengkreditan
Pajak Masukan.
 Sistem Kredit PPN - Pasal 9 Ayat (2), (3), (4), (4a) UU PPN
 PPN Keluaran : Merupakan PPN yang dipungut PKP Penjual atas penyerahan
kepada PKP Pembeli.
 PPN Masukan : Merupakan PPN yang dibayarkan PKP Pembeli kepada PKP
Penjual atas penyerahan yang dimintanya.
 PPN Kurang Bayar : Ketika PPN Keluaran melebihi PPN Masukan. Selisih tersebut
harus disetorkan kepada kas negara.
 PPN Lebih Bayar : Ketika PPN Masukan melebihi PPN Keluaran. Selisih tersebut
dikompensasi di masa pajak berikut atau direstitusi paska masa pajak Desember.

 Pengkreditan Pajak Masukan (PM) Terhadap Pajak Keluaran (PK) :


 Memperhitungkan jumlah PM dengan PK untuk masa pajak yang sama  Indirect
Subtraction Method.
 Apabila PK > PM maka selisihnya dibayar oleh PKP.
 Apabila PK< PM maka selisihnya dapat :
a. Dikompensasikan.
b. Direstitusikan bila pada akhir tahun buku PM > PK atau bila perusahaan dibubarkan
sebelum tahun buku berakhir.
 PM yang dapat dikreditkan tetapi ternyata belum dikreditkan dengan PK pada masa
pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya selambat-
lambatnya bulan ke-3 setelah akhir tahun buku.
 Apabila jangka waktu tersebut dilampaui, pengkreditan masih tetap dapat dilakukan
melalui pembetulan SPT Masa yang bersangkutan, dengan syarat :
a. Sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum dikapitalisasikan.
b. Belum dilakukan pemeriksaan.

 Tempat terutangnya PPN atau PPnBM adalah :


1. PKP di :tempat tinggal, tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha, tempat lain yang
ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
2. Impor : tempat BKP dimasukan ke dalam daerah pabean.
3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean : tempat orang
pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai wajib pajak.
 Saat terjadinya hutang PPN atau PPnBM adalah :
1. Saat penyerahan BKP atau JKP.
2. Saat impor BKP
3. Saat lain yang ditetapkan oleh Men.Keu
4. Saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean
di dalam daerah pabean.
5. Saat pembayaran, apabila :
a. Pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP,
b. Pembayaran diterima sebelum pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean.
 Fasilitas atau kemudahan :
 Dengan PP diberikan fasilitas atau kemudahan :
1. Pajak terutang tidak dipungut.
2. Dibebaskan dari pengenaan pajak.
 yang diterapkan pada :
3. Kegiatan di kawasan/tempat tertentu di dalam daerah pabean.
4. Penyerahan BKP atau JKP tertentu.
5. Impor BKP tertentu.
6. Pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
7. Pemanfaatan JKP tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
 Tujuan pemberian fasilitas atau kemudahan
1. mendorong ekspor.
2. menampung perjanjian dengan negara lain di bidang perdagangan dan investasi.

Anda mungkin juga menyukai