Anda di halaman 1dari 45

OVERVIEW PAJAK

PERTAMBAHAN NILAI
Kelompok
2
RISKA OKTAVIANA
SUKRIYADI
FERNANDHI DWI PRAKOSO
Sifat, Karakteristik, dan
Keunggulan/Kelemahan PPN
1. Multi Stage Tax

2. Pajak Atas Konsumsi Dalan Negeri

3. Pajak Tidak Langsung

4. Pajak Objektif

5. Sistem Pengkreditan

6. Keunggulan dan Kelemahan PPN


MULTI STAGE TAX

PPN dikenakan pada


setiap mata rantai
melalui jalur Produksi
Maupun Distribusi
hingga ke konsumen
akhir
HAKIKAT DAN PENGERTIAN PPN

Kegiatan Pajak Pertambahan Nilai adalah


Di dalam daerah Konsumsi pajak tidak langsung, yang pada
pabean. akhirnya dikenakan kepada
konsumen terakhir dari barang
Atas barang atau atau jasa kena pajak (Djoko
jasa yang Muljono, 2008 : 01)
terutang pajak.

Dikenai Pajak Pertambahan Nilai


SIFAT PEMUNGUTAN 1
Dikenakan Atas Konsumsi
• Objek pengenaan adalah konsumsi di dalam daerah
pabean.
Objektif
• Melekat kepada objek yang dikenai pajak.
Tidak Langsung
• Secara riil dapat dialihkan, sehingga terdapat pihak
penanggung jawab pajak, penanggung pajak, dan
pemikul beban pajak.
SIFAT PEMUNGUTAN 2
Multistage
• Dikenakan di setiap rantai produksi.
Metode Kredit
• Dikenal adanya PPN Keluaran dan PPN Masukan yang didukung faktur
pajak.

Netral
• Tidak mempengaruhi pola konsumsi wajib pajak.
Menghindari Pajak Berganda
• Pajak atas konsumsi tidak akan dikenakan dua kali.
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PPN
Keunggulan PPN
1. Mencegah terjadinya pajak pengenaan berganda
2. Netral dalam perdagangan lokal dan internasional
3. Ditinjau dari besar pendapatan negara, PPN mendapat predikat sebagai Money Maker (mesin/penghasil
uang) karena konsumen selaku pemikul beban pajak tidak merasa dibebani oleh pajak tersebut sehingga
memudahkan fiskus (pejabat pajak) untuk memungutnya.

Kelemahan PPN
- Biaya administasi relatif tinggi bila dibandingkan dengan pajak tidak langsung lainnya, baik dipihak
administrasi pajak maupun dipihak pengusaha kena pajak.
- Menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan konsumen, semakin ringan
beban pajak yang dipikul.
- PPn sangat rawan dari upaya penyelundupan pajak
- PPN menuntuk tingkat pengawasan yang lebih cermat oleh administrasi pajak terhadap tingkat
kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya
PERATURAN TERBARU 1
1. UU Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 8 tahun 1983 yang kedua
Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 Tanggal 03 Januari 2012, Tentang Perubahan PP 143
Tahun 2000 dan PP 24 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009.
3. PMK Nomor 136/PMK.03/2012 Tanggal 16 Agustus 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 Tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara
Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan
Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan
Pelaporannya.
PERATURAN TERBARU 2
4. Peraturan Direktur Jendral pajak (DJP) Nomor PER - 25/ PJ/2014, Tanggal 23 September 2014.
Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010
Tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai (Spt Masa PPN)
5. Peraturan Menteri Keungan Nomor 206/PMK.010/2015 Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 106/PMK.010/2015, 130/PMK.011/2013, 121/PMK.011/2013,
103/PMK.03/2009, 620/PMK.03/2004, Tentang Jenis BKP yang tergolong mewah selain
Kendaraan Bermotor yang dikenakan PPnMB
PERATURAN TERBARU 3
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.011/2014 yang sebelumnya adalah
Keputusan Menteri Keuangan nomor 355/KMK.03/2003 tentang Jenis Kendaraan
Bermotor yang dikenakan PPnBM
7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2014 Tanggal 19 Maret 2014 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013, PP No 12 Tahun 2006, PP
No 41 Tahun 2005, PP 55 Tahun 2004, PP No 43 Tahun 2003, PP No 6 Tahun 2003, PP 7
Tahun 2002, PP 60 Tahun 2001, PP 145 Tahun 2000 Tentang Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah.
8. Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor Kep-229/PJ/2003 tanggal 12 Agustus 2003
tentang tata cara pemberian dan dan penatausahaan pembebasan serta pengambilan
PPnBM atas Impor atau Penyerahan Kendaraan Bermotor.
BARANG KENA PAJAK (BKP)

BKP adalah
barang yang BKP Berwujud
dikenai PPN Bergerak
dan/ atau (Misal Barang
PPnBM Dagang)

BKP Berwujud

BKP Berwujud Tak


BKP Bergerak
BKP Tak Berwujud (Misal Bangunan
(Misal Hak Paten,
Lisensi, HAKI)
OBJEK PPN
PASAL 4 UU PPN ayat (1), PASAL 16C dan PASAL 16D
Impor Pemanfaatan
Dipungut di dalam Ekspor Oleh
Penyerahan
Ditjen Bea daerah pabean PKP
Cukai atas:

BKP-TB BKP
BKP BKP
dari luar Berwujud
Berwujud
daerah
pabean
BKP-TB
BKP Tak
Berwujud
(BKP-TB) JKP dari
luar JKP
daerah
pabean
JKP
PEMUNGUT PPN

PASAL 3A ayat (3), PASAL 16A UU PPN, KMK No.563/KMK.03/2003, PMK


No.40/PMK.03/2010

Bertugas memungut,
Pihak pemungut antara lain:
memotong, dan • Bendaharawan entitas pemerintah atas
menyetorkan PPN, penyerahan kepada pemerintah.
menggantikan peran PKP • Pengguna BKP-TB atau JKP dari luar
yang melakukan daerah pabean, atas pemanfaatan di
penyerahan. dalam daerah pabean.
PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)
UU PPN No.42 TAHUN 2009
Berdasarkan Objek PPN pengusaha dapat dikelompokkan sebagai berikut:
KEWAJIBAN UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP

UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa Setiap Wajib
Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada
kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Jadi untuk wajib pajak orang pribadi ataupun badan yang baru memulai kegiatan
usahanya, setelah mendaftarkan diri dan mendapatkan NPWP maka jika WP
tersebut melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang memenuhi persyaratan
untuk dikukuhkan sebagai PKP maka WP tersebut wajib melaporkan untuk
dikukuhkan sebagai PKP.
SANKSI

• Pasal 13 ayat (1) huruf e juncto pasal 13


ayat (2) UU KUP
• Pasal 14 ayat (1) d, e, f Juncto Pasal 14
ayat (4) UU KUP
• Sanksi Pidana sebagaimana diatur pasal 39
ayat (1) huruf a dan b,
• Sanksi Pidana Pasal 39A
PENGERTIAN PENYERAHAN YANG TIDAK
TERMASUK DALAM PENGERTIAN BKP
• Pasal 1A Ayat (2) UU PPN menyatakan :
• Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
a. penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum
Dagang;
b. penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;
c. Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f dalam hal Pengusaha Kena
Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang;
d. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah
Pengusaha Kena Pajak; dan
e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa
pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.”
BKP PPN Pasal 4a ayat 2 dan 3 UU PPN

Jenis barang yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai adalah


barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut :
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya
2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan orang banyak
3. Makanan dan minuman yang disajikan dihotel, restoran,
rumah makan, warung, dan sejenisnya.
4. Uang, emas batangan, dan surat berharga
Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa
tertentu dalam kelompok jasa
• Jasa pelayanan kesehatan • jasa penyaluran pinjaman atas dasar
• jasa tenaga kerja , hukum gadai,
• jasa penyediaan tempat parkir • jasa penjaminan
• jasa pengiriman uang dengan wesel pos • jasa asuransi,
• jasa boga atau catering • jasa keagamaan
• jasa pendidikan
• Jasa pelayanan sosial :
• jasa kesenian, dan hiburan
• Jasa pengiriman surat dengan perangko • jasa penyiaran yang tidak bersifat
• Jasa keuangan iklan
• jasa angkutan umum di darat dan di
air serta jasa angkutan udaran dalam
negeri
• jasa tenaga kerja ,
Peraturan Menteri Keuangan NO.83/PMK.O3/2012 tentang
kriteria atau rincian jasa tenaga kerja yang tidak dikeni
pajak pertambahan nilai mengatur sebagai berikut :

• dalam hal penyedia jasa tenaga kerja tidak memenuhi ketntuan


sebagaimana di maksud dalam pasal 3 jasa yang dimaksud
tersebut dikenai PPN, aebesar 10% di kalikan dasar pengenaan
pajak
• dasar pengenaan pajak pada ayat 2 adalah seluruh penggantian
meiputi seluruh tagihan yang di minta oleh pengusaha jasa yaitu
berupa gaji, upah, honorium
BKP tertentu bersifat strategis yang impor an
penyerahannya mendapat pembebasan PPN sesaui PP NO.
12 tahun 2001 yang telah diubah terkahir dengan PP NO.
31 Tahun 2007 :
• barang modal berupa mesin, dan peralatan pabrik, harus ada SKB (surat
keterangan bebas) pemungutan PPN jangka waktu 5 tahun
• makanan ternak, unggas dan ikan
• barang hasil pertanian
• pertanian, perkebuanan, dan kehutanan
• pertenakan, perburuan
• perikanan baik dari penangkapan atau budidaya
• bibit atau benih barang daari pertanian, perkebunan, peternakan,
penangkaran dan kehutan
• ar bersih yang dialirkan melalui pipa
• listrik kecuali perumahan daya dia ats 6.600 watt
• rumah susun sederhana milik
BKP atau JKP tertentu yang impor dan penyerahannya
mendapat pembebasan PPN Sesuai PP NO. 146 Tahun 2000
yang telah diubah dengan PP NO. 38 Tahun 2003 :

• barang kena pajak yang atas impornya dibebaskan dari PPN :


• Barang kena pajak tertentu yanga atas penyerahannya
dibebaskan dari pengenaan PPN
• Jasa kena pajak tertentu yang atas penyerahannya
dibebaskan dari pengenaan PPN
Pembebasan Bea Masuk atas PPN mendapat fasilitas tidak dipungut
sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan no. 231/kmk.03/2001
yang terakhir diubah dengan peraturan menteri keuangan no.
70/pmk.011/2013

• Barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha eksplorasi


hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi :
• Barang tersebut belum dapat diproduksi dalam negeri
• Barang tersebut sudah diproduksi dalam negeri namun belum
memenuhi speifikasi yang dibutuhkan
• Barang tersebut sudah iproduksi dalam negeri, namun
jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri
Pemungutan PPN oleh PKP sangat terkait dengan
saat terutangnya PPN. Diatur dalam pasal 17 ayat 1 1
s.d 10 PP No. 1 Tahun 2012 yang menyatakan :
• Terutangnya PPN dan pajak penjualan atas barang mewah terjadi pada saat
• Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan barang kena pajak atau
seblum penyerahan jasa kena pajak dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan
barang kena pajak tidak berwujud,
• Penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 :
A.Penyerahan barang kena pajak berwujud yang menurut sifat dan hukumnya berupa
barang bergerak
B. Penyerahan barang kena pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa
barang tidak bergerak terjadi pada saat hak untuk menggunakan atau menguasai
Pemungutan PPN oleh PKP sangat terkait dengan
saat terutangnya PPN. Diatur dalam pasal 17 ayat 1 2
s.d 10 PP No. 1 Tahun 2012 yang menyatakan :
C. Barang kena pajak berupa persediaan aset yang menurut tujuan semula tidak
diperjualbelikan yang masih tersisa saat terjadi pembubaran perusahaan
D. Pengalihan barang kena pajak dalam rangka penggabungan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Undang-
undang
Impor barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b terjadi pada saat
barang kena pajak tersebut dimasukkan dalam ke daerah Pabean
• Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean terjadi
pada tanggal ditandatangani kontrak atau perjanjian, dalam hal terjadinya
pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud
• Ekspor barang kena pajak berwujud dimaksud pada ayat 1 huruf f terajdi pada saat
barang kena pajak dikeluarkan dari daerah pabean
Peraturan Menteri Keuangan no. 151/pmk.011.2013
tentang pembutan dan tata cara pembetulan atau
penggantian faktur pajak :
• Pasal 7 : faktur pajak yang diterbitkan oleh pengusaha kena pajak
setelah melewati jangka waktu 3 bulan
• Pasal 15 : pembatalan transaksi penyerahan barang kena pajak
atau penyerahan jasa kena pajak yang faktur pajaknya diterbitkan,
pengusaha kena pajak yang menrbitkan harus membatalkan faktur
pajak
• Pasal 16 : faktur pajak yang berbentul elektronik salah dalam
pengisian faktur pajak dapat diganti, Hasil cetak faktur pajak
berbentuk elektronik yang hilang dapat melakukan cetak ulang
faktur pajak tersebut
• Pasal 17 : atas faktur berbentuk kertas yang rusak, meneritkan
faktur pajak pengganti, atas faktur pajak berbentuk kertas yang
hilang, pihak yang menrima faktur pajak tersebut dapat membuat
copy pajak dan dilegalisasi oleh kantor pelayanan pajak
7 Tata cara retur dengan menggunakan nota
retur

• peraturan menteri keuangan no. 65/PMK.03/2010 tentang tata


cara pengurangan PPN atas penjualan barang mewah atas PPN
yang jasa kena pajak dibatalkan :
• PASAL 2
• PASAL 4
• Pasal 5
Mekanisme pemungutan PPN oleh
pemungut PP

• Pasal 27 pasal 1 UU PPN : Pemungut PPN adalah bendahara


pemerintah, badan, instansi pemerintah yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan untuk memengut, menyetor dan melaporkan
pajak yang terutang oleh pengusaha kena pajak atas penyerahan
barang kena pajak
• Pasal16 A UU PPN : pajak yang terutang atas penyerahan barang
kena pajak kepada pemungut pajak pertambahan nilai dipungut,
disetor dan dilaporkan oleh pemungut pajak, tata cara
pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak oleh pemungut PPN
diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan
YANG DITUNJUK SEBAGAI PEMUNGUT PPN

• Yang ditunjuk sebagai pemungut PPN :


• BENDAHARA PEMERINTAH keputusan menteri keuangan
no.563/KMK.03/2003
• KontrAktor atau pemegang kuasa
• Badan usaha milik negara adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara
TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN

• Rekanan wajib membuat faktur pajak dan SSP atas setiap


penyerahan BKP
• Faktur pajak dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan
ketentuan di bidang perpajakan
• SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan
membubuhkan NPWP serta identitas rekanan
• Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang
PPnBM, maka rekanan mencantumkan juga jumlah PPnBM,
• Faktur pajak dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap tiga :
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Pajak Penjualan atas Barang Mewah, atau sering disebut PPnBM adalah
Pajak Pertambahan yang dikenai terhadap Penyerahan Barang Kena
Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusahan yang
menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya, dan juga terhadap impor Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah.
• Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dan harus dikenai PPnBM
adalah:
• Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok
• Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
• Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
• Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas social
PPN DAN PPnBM ATAS IMPORTASI

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang


berlaku, atas impor Barang Kena Pajak (BKP) yang dibebaskan dari
pungutan Bea Masuk tetap dipungut PPN dan/atau PPnBM. Baik PPN
dan/atau PPnBM atas BKP Impor dihitung dari Nilai Impor.
Nilai impor: CIF + Bea masuk + bea masuk tambahan + cukai +
pungutan lain (UU Kepabean)
SANKSI ADMINISTRASI KEPABEAN
(PP No.28 TAHUN 2008)
1. Nilai rupiah tertentu,
2. Nilai rupiah minimum sampai dengan maksimum (Rp 5juta s/d Rp 75juta),
3. Persentase tertentu dari bea masuk yang seharusnya dibayar,
4. Persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari kekurangan
pembayaran bea masuk atau bea keluar.
5. Persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari bea masuk
seharusnya dibayar. Orang yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan
bea masuk yang ditetapkan menurut Undang-Undang ini wajib membayar
bea masuk yang terutang dan dikenai saknsi administrasi berupa denda
sebesar paling sedikit 100% dari bea masuk yang seharusnya dibayar dan
paling banyal 500% dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
PAJAK MASUKAN

Menurut Undang-Undang PPN Pasal 1 angka 24, pajak


masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena:
• Perolehan BKP dan/atau
• Perolehan JKP dan/atau
• Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
dan/atau
• Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan/atau
• Impor BKP.
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN

1. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak


Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
2. Pengusaha belum berproduksi, pajak masukan atas perolehan dan/atau
impor barang modal dapat dikreditkan.
3. Pajak masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak
4. Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak,
selama dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan
penyerahan yang terutang pajak. Jika tidak dapat diketahui pasti,
maka Pajak Masukan dapat dikreditkan menggunakan pedoman
Peraturan Menteri Keuangan No.78/PMK.03/2010
PAJAK MASUKAN TIDAK DAPAT DIKREDITKAN

1. Perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai


Pengusaha Kena Pajak.
2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak ada hubungan dengan kegiatan
usaha.
3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan dan station
wagon kecuali barang dagangan atau disewakan.
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean
sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
5. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum Pengusaha Kena
Pajak berproduksi.
PERBEDAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN
No.78/PMK.03/2010 DENGAN No.21/PMK.011/2014

No.78/PMK.03/2010 No.21/pmk.011/2014
Adanya pengelompokan kegiatan Pengusaha Kena Pajak melakukan
usaha terpadu, usaha yang kegiatan usaha (tidak
penyerahan terutang pajak dan menjelaskan kegiatan usaha
tidak terutang pajak usaha untuk terpadu, dll.)
menghasilkan, memperdagangkan Diantara Pasal 2 dan 3 disisipkan
barang dan jasa, usaha yang atas satu pasal, yakni pasal 2A.
penyerahan sebagian terutang
pajak dan sebagian tdk terutang.
TATA CARA PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK
MASUKAN BAGI PKP YANG MELAKUKAN PENYERAHAN
YANG TERUTANG PAJAK DAN TIDAK TERUTANG
Perlakuan Pengkreditan Pajak Masukan:
a. Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP hanya digunakan
untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang terutang PPN
dapat dikreditkan.
b. Pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang hanya digunakan
untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang tidak terutang
PPN atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak
dapat dikreditkan seluruhnya.
c. Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang
belum dapat dipastikan penggunaannya untuk penyerahan yang
terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak,
pengkreditannya menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
Pajak Masukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
KAWASAN BEBAS

Berdasarkan PP No.10 Tahun 2012, kawasan yang ditetapkan sebagai


kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (kawasan bebas),
adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga
bebas dari pengenaan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai, serta tidak
dipungut PPh Pasal 22 UU PPN.
PENGUSAHA DI KAWASAN BERIKAT (PDKB) DAN
PENGUSAHA KAWASAN BERIKAT (PKB) 1
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.120/PMK.04/2013,
menyatakan PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas:
1. Pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke kawasan
berikat untuk diolah lebih lanjut,
2. Pemasukan kembali barang dan hasil produksi kawasan berikat dalam
rangka subkontrak dari kawasan berikat lain atau perusahaan industri
di tempat lain dalam derah pabean ke kawasan berikat,
3. Pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan dalam rangka
peminjaman dari kawasan berikat lain atau perusahaan di tempat lain
dalam daerah pabean ke kawasan berikat,
PENGUSAHA DI KAWASAN BERIKAT (PDKB) DAN
PENGUSAHA KAWASAN BERIKAT (PKB) 2
4. Pemasukan hasil produksi kawasan berikat lain, atau perusahaan di
tempat lain dalam daerah pabean yang bahan baku untuk
menghasilkan hasil produksi berasal dari tempat lain dalam daerah
pabean, untuk diolah lebih lanjut ke kawasan berikat,
5. Pemasukan hasil produksi yang berasal dari kawasan berikat lain, atau
perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang bahan baku
untuk menghasilkan hasil produksi tersebut berasal dari tempat lain
dalam daerah pabean, yang akan digabungkan dengan barang hasil
produksi kawasan berikat untuk diekspor, atau
6. Pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari tempat lain dalam
derah pabean ke kawasan berikat untuk menjadi satu kesatruan
dengan hasil produksi kawasan berikat.
PERBEDAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN
No.147/PMK.04/2011 TERHADAP No.255/PMK.04/2011

1. Mengubah Pasal 14, dan diberi tambahan tiga ayat pada ayat (2), yaitu
ayat (2a), (2b), (2c), berisi:
• (2a) ketentuan mengenai PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas
pemasukan barang yang harus dipenuhi oleh setiap PKB dan.atau PDKB.
• (2b) PPN atan PPN dan PPnBM tidak dipungut atas pemasukan barang, harus
dilakukan oleh PKB dan/atau PDKB dengan menggunakan faktur pajak.
• (2c) dalam ketentuan (2a) dan (2b) tidak dipenuhi, tidak dapat dikreditkan
2. Ada penambahan pasal, yaitu 18A, yang berisi PKB dan/atau PDKB
tidak dapat memanfaatkan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak sesuai pasal 17C dan/atau Pasal 17D UU No.16 Tahun 2009,
dan/atau Pasal 9 ayat (4c) UU No.42 Tahun 2009.
3. Dll.
PERBEDAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN
No.147/PMK.04/2011 TERHADAP No.44/PMK.04/2012

1. Ketentuan pasal 58 diubah sehingga ada ketentuan lebih lanjut atas beberapa
tata cara yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai
serta ketentuan lebih lanjut mengenai penerbitan faktur pajak atas
pemasukan dan pengeluaran barang ke kawasan berikat, dan tata cara
pelaporan dan pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM, serta PPh Pasal 22
Impor atas pengeluaran barang yang diatur dengan peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
2. Dalam pasal 1 poin 10 terdapat pertambahan peralatan pabrik sebagai
Barang Modal yang sebelumnya hanya peralatan untuk pembangunan,
perluasan, atau konstruksi Kawasan Berikat, mesin, dan cetakan (moulding).
3. Pada Pasal 32, ayat (1) poin b terdapat perubahan yang sebelumnya
perpindahan tangan ke Kawasan Berikat hanya setelah dua tahun sejak
diimpor dan telah dipergunakan di Kawasan Berikat bersangkutan. Menjadi
setelah dua tahun dan sebelum dua tahun, dengan memperhatikan alasan
pemindahtanganan.
4. dll.
PERBEDAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN
No.147/PMK.04/2011 TERHADAP No.120/PMK.04/2013
1. Mengubah ketentuan Pasal 3 ayat (6) yang sebelumnya kegiatan
menimbun barang impor dan/atau barang dari tempat lain dalam
daerah pabean yang akan diolah atau digabungkan kemudian diekspor.
Menjadi, barang yang ditimbun tersebut yang akan diolah atau
digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
2. Ada tambahan ayat (8) dan (9) pada Pasal 3, yang berisi
mengkategorikan berdasarkan risiko pengusaha PKB dan PDKB, serta
ketentuan ayat (8) dilaksanakan dengan ketentuan yang berlaku.
3. Pasal 24A ayat (1) diubah dari yang sebelumnya persetujuan untuk
pemasukan barang modal berupa peralatan pabrik dan/atau suku
cadang barang modal diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah atau
Kepala Kantor Pelayanan Utama atas permohonan Pengusaha Kawasan
Berikat atau PDKB, berubah menjadi diberikan oleh Kepala Kantor
Pabean atas permohonan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
4. dll.
Pertanyaan (sesi 1)

• Noverina: objek pajak ekspor jasa PPN, contoh jasa yang bisa
dikenakan PPN?
• Nadian: Kelebihan dan kelamahan jika tidak ikut dikukuhkan
atau ikut dikukuhkan
• RIAN: Barang dan Jasa yang dikenai PPN, ada beras, daging,
sayur sayuran, dll. Karena tidak dikenakan biaya, ditemui di
mart, ada tertera PPN, apakah dikenakan PPN? Jika iya kenapa?

Anda mungkin juga menyukai