Anda di halaman 1dari 209

Konsep Dasar

UU Pajak Pertambahan Nilai


A.
PENGANTAR
DASAR HUKUM UU PPN DAN ATAU PPN BM

UU No. 8 Th 1983

UU No. 11 Th 1994

UU No. 18 Th 2000

UU No.42 Th 2009
Tgl 15 Oktober 2009 berlaku 1 April 2010
Beberapa Istilah PPN dan PPn BM
Daerah Pabean
Barang Kena Pajak (BKP) dan Non-BKP
BKP Mewah
Jasa Kena Pajak (JKP) dan Non-JKP
Penyerahan BKP/JKP, Impor BKP, Pemanfaatan BKP tdk berwujud dan atau JKP
dari luar daerah pebean, Ekspor BKP Berwujud, Ekspor BKP Tidak Berwujud dan
Ekspor JKP
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kecil PPN
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor
dan Nilai Lain
Pajak Keluaran (PK)
Pajak Masukan (PM)
Faktur Pajak (FP) = FP, FP Gabungan, Dok Tertentu Sebagai FP, FP Tidak Lengkap
(Eks FP Sederhana)
Masa Pajak
Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN)
Badan Pemungut PPN/PPnBM (Wapu PPN/PPnBM).
KARAKTERISTIK
PPN
sebagai

PAJAK TIDAK LANGSUNG YANG DIPIKUL OLEH


KONSUMEN AKHIR

PAJAK ATAS KONSUMSI BKP/JKP DI


DALAM DAERAH PABEAN

BERSIFAT NETRAL

PAJAK OBJEKTIF YANG PENGENAANNYA


DIDASARKAN PADA ADANYA OBJEK
(keadaan, peristiwa, perbuatan hukum)
TARIF PPN
( Pasal 7 UU PPN )
1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).
2. Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
c. ekspor Jasa Kena Pajak.
3. Tarif pajak dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen)
dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan
tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan pasal 7 ayat 2 :


PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP di dalam Daerah Pabean.
Oleh karena itu Ekspor BKP / JKP dikenai PPN dengan tarif 0% (nol persen).
Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan PPN.
Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan BKP dan/atau
JKP yang berkaitan dengan kegiatan ekspor dapat dikreditkan.
Ilustasi Credit Method PPN = PK - PM
Pemasok Bhn Baku > Pabrikan > Distributor >
jual beli jual beli jual

DPP 8.000 > 8.000 10.000 > 10.000 12.000 >


PPN 800 > 800 1.000 > 1.000 1.200 >

KB PPN 800 + 200 + 200 +

Agen > Mini Market > End User


beli jual beli jual beli

DPP 12.000 15.000 > 15.000 16.000 > 16.000


PPN 1.200 1.500 > 1.500 1.600 > 1.600

KB PPN 300 + 100 = 1600


OBJEK PPN
PASAL 4 ayat (1) UU PPN 2009
a. PENYERAHAN BKP
b. IMPOR BKP
DLM DAERAH PABEAN

c. PENYERAHAN JKP
DLM DAERAH PABEAN d. PEMANFAATAN BKP TDK
BERWUJUD DR LUAR DAERAH
f. EKSPOR BKP BERWUJUD PABEAN DI DALAM DAERAH
PABEAN
g. EKSPOR BKP TIDAK
BERWUJUD e. PEMANFAATAN JKP DR LUAR
h. EKSPOR JKP DAERAH PABEAN DI DALAM
DAERAH PABEAN

Penyerahan Aktiva yg Menurut KEG. MEMBANGUN SENDIRI


Tujuan Semula Tidak untuk (PASAL 16C UU PPN)
Diperjualbelikan (Pasal 16D)

OLEH ORANG
OLEH PENGUSAHA ATAU BADAN
Mekanisme Pemungutan PPN
No Mekanisme Objek Subjek DPP Saat terutang
I Credit Method • Penyerahan BKP PKP • Harga Jual Saat pembayaran
(PK – PM) • Penyerahan JKP •Penggantian atau penyerahan,
• Ekspor BKP •Nilai Ekspor mana yang terjadi
• Penyerahan Aktiva •Nilai Lain lebih dahulu
Psl 16D

II WAPU atau • Penyerahan WAPU Sbg • Harga Jual Bendaharawan:


PEMUNGUT PPN BKP/JKP Kepada Subjek Pjk •Penggantian Saat pembayaran
WAPU Pengganti •Nilai Lain kepada PKP
Rekanan
Lainnya : Saat FP
dibuat Rekanan
III Self Imposition • Impor BKP PKP Maupun •Nilai Impor • Saat pembyran BM
Method • Pemanfaatan BKP Non PKP •Jumlah Yang •Saat dimulainya
(Memungut, Tidak Berwujud/JKP Dibayar Atau pemanfaatan
Menyetor, dan Dari Luar DP Seharusnya
Melaporkan • Keg. Membangun Dibayar •saat dimulainya
Sendiri). Sendiri •20% Jumlah kegiatan
Pengeluaran membangun sendiri
Penyerahan BKP dan JKP
oleh Pengusaha
Syarat PPN Terutang:
Barang/jasa yang diserahkan merupakan BKP/JKP,
Pengusaha yg menyerahkan sudah PKP atau
seharusnya dikukuhkan menjadi PKP,
Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha
atau pekerjaannya.

(Memori Penjelasan Pasal 4 huruf a & c UU PPN)


Rumus PPN
=
Penyerahan
+
BKP/JKP
+
PKP
+
DP
TERMASUK
PENYERAHAN BKP
PASAL 1A AYAT (1)
PENYERAHAN HAK ATAS BKP KARENA
SUATU PERJANJIAN
PENGALIHAN BKP OLEH KARENA SUATU
PERJANJIAN SEWA BELI & PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA (LEASING)
PENYERAHAN BKP KEPADA PEDAGANG
PERANTARA ATAU MELALUI JURU LELANG

PEMAKAIAN SENDIRI & PEMBERIAN CUMA-CUMA


BKP BERUPA PERSEDIAAN & AKTIVA YG MENURUT TUJUAN SEMULA TDK
UTK DIPERJUALBELIKAN YG MASIH TERSISA PADA SAAT PEMBUBARAN
PERUSAHAAN
PENYERAHAN BKP DARI PUSAT KE CABANG ATAU
SEBALIKNYA & PENYERAHAN BKP ANTAR CABANG

PENYERAHAN BKP SECARA KONSINYASI

PENYERAHAN BKP OLEH PKP DLM RANGKA PERJANJIAN PEMBIAYAAN


BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH YG PENYERAHANNYA DIANGGAP
LANGSUNG DARI PKP KPD PIHAK YANG MEMBUTUHKAN BKP
Penyerahan hak atas BKP
karena suatu perjanjian
Perjanjian yang dimaksudkan dalam
ketentuan ini meliputi:
jual beli,
tukar menukar,
jual beli dengan angsuran,
atau perjanjian lain yang mengakibatkan
penyerahan hak atas barang.
PENGALIHAN BKP OLEH KARENA SUATU
PERJANJIAN SEWA BELI & PERJANJIAN LEASING (dgn
HAK OPSI)

Supplier
Pembiayaan Aktiva
Aktiva (BKP)
Untuk Lessee
Aktiva (BKP)

Jasa pembiayaan
Lessee Lessor
Kebutuhan Barang
PPN Financial Lease (SE-129/PJ/2010)
1. BKP (brg modal) berasal dari supplier
BKP dianggap diserahkan secara langsung oleh PKP supplier kepada
lessee;
Lessor tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP karena dianggap hanya
menyerahkan jasa pembiayaan yang merupakan jenis jasa yang tidak
dikenai PPN;
PKP pemasok wajib menerbitkan Faktur Pajak kepada lessee dengan
menggunakan identitas lessee sebagai pembeli BKP/penerima JKP
(tidak menggunakan metode qualitate qua (q.q.)).
DPP yang dicantumkan dalam Faktur Pajak adalah sebesar Harga Jual
dari PKP pemasok.
2. BKP (brg modal) adalah milik lessor
Lessor melakukan 2 penyerahan, yaitu BKP dan jasa pembiayaan;
Lessor harus dikukuhkan sebagai PKP (dengan memperhatikan batasan
Pengusaha Kecil) dan harus menerbitkan FP;
DPP yang dicantumkan dalam FP adalah Harga Jual, tidak termasuk
unsur bunga yang diminta atau seharusnya diminta oleh lessor karena
jasa pembiayaan yang diserahkannya
PPN Sale & Leaseback (SE-129/PJ/2010)
1. Bila Sale & Leaseback adalah Financial Lease
a. Tidak termasuk penyerahan yang dikenai PPN karena :
1) BKP yang menjadi objek pembiayaan adalah milik lessee, yang
dijual oleh lessee untuk kemudian dipergunakan kembali oleh
lessee;
2) Lessor pada dasarnya hanya melakukan penyerahan jasa
pembiayaan, tanpa bermaksud memiliki dan menggunakan barang
yang menjadi objek pembiayaan tersebut;
3) Penyerahan BKP tersebut dari lessee kepada lessor pada dasarnya
merupakan penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang;
b. Penyerahan jasa SGU dengan hak opsi oleh lessor kepada lessee
(leaseback) merupakan jasa pembiayaan yang tidak dikenai PPN.
2. Bila Sale & Leaseback adalah Operating Lease
a) Penyerahan BKP dari lessee kepada lessor (sale) dikenai PPN sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
b) Penyerahan jasa SGU tanpa hak opsi oleh lessor kepada lessee
(leaseback) dikenai PPN sebagaimana kegiatan usaha sewa menyewa
pada umumnya.
Penyerahan BKP kepada pedagang
perantara atau melalui juru lelang
Ped. Perantara Terutang
Terutang Konsumen
SE-28/PJ.3/1985 PPN
PPN

PKP BKP
Terutang PPN
Belum
Terutang
Juru Konsumen
PPN
Lelang

Terutang
PPN
Jasa Perantara
PKP Perantara
Komisi

Terutang PPN
Konsumen
BKP
Pemakaian Sendiri (PP no. 1/2012) /
Pemberian Cuma-cuma (penjlsn psl 1A UU PPN)
Pemakaian sendiri BKP/JKP adalah pemakaian untuk
kepentingan Pengusaha sendiri, Pengurus, atau
atau
karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun
bukan produksi sendiri, selain pemakaian BKP untuk
tujuan produktif.
Pemberian cuma-cuma adalah pemberian yang
diberikan tanpa imbalan pembayaran baik barang
produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri,
seperti pemberian contoh barang untuk promosi
kepada relasi atau pembeli.
Pemakaian Sendiri
untuk Tujuan Produktif
adalah pemakaian BKP dan atau JKP yang
nyata-nyata digunakan untuk kegiatan
produksi selanjutnya atau untuk kegiatan
yang mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha Pengusaha yang
bersangkutan
bukan merupakan penyerahan BKP dan atau
JKP sehingga tidak terutang PPN dan PPn BM,
kecuali
pemakaian sendiri yg digunakan unt melakukan
penyerahan yg Tidak Terutang/Dibebaskan dr PPN.
Pemakaian Sendiri/Pemberian
Cuma-Cuma BKP
Pemakaian Sendiri: Pemberian Cuma-cuma:
Terutang PPN dan Terutang PPN dan
dibuatkan FP dibuatkan FP
PPN dibayar dan disetor PPN dibayar dan disetor
sendiri oleh PKP sendiri oleh PKP
Identitas penjual dan PPN dlm FP merupakan PK
pembeli sama bagi PKP pemberi. Bagi
PPN dlm FP merupakan PKP penerima ad. PM,
PK sekaligus PM yg tdk sepanjang FP-nya
dpt dikreditkan memenuhi syarat
DPP = Harga Jual – Laba Pembuatan FP hrs
Kotor memperhatikan penerima
BKP
DPP = Harga Jual – Laba
Kotor
Persediaan dan Aktiva yang tersisa pada saat
pembubaran Perusahaan

• Persediaan dan Aktiva Tetap ditunaikan/dijual


1. Laku Terjual : - Barang dagangan: terutang PPN
- Aktiva: Terutang PPN Psl. 16D

2. Tidak Terjual: - Barang dagangan: Terutang PPN Dianggap


Pemakaian Sendiri
- Aktiva: Terutang PPN (setara PPN Pasal 16D).

Penyerahan Pusat Cabang dan Antar Cabang


Terutang PPN kecuali melakukan Sentralisasi
Wajib membuat FP
DPP = Harga Pokok Penjualan atau Harga Perolehan
Penyerahan Konsinyasi Penjualan
PPN terutang:
PPN terutang:
PKP A membuka PKP B membuka
Faktur Pajak Faktur Pajak
PKP A PKP B Konsumen
Barang Tidak Laku terjual dan
dikembalikan perlakuannya sama
dengan RETUR barang

Penyerahan BKP dalam rangka pembiayaan yg


dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
Contoh Membeli
mobil Bank Perjanjian
Showroom prinsip Tuan A
Syariah B
syariah

Mobil
Penyerahan Dianggap
dilakukan oleh showroom
TIDAK TERMASUK PENYERAHAN BKP
PASAL 1A AYAT (2) UU PPN

PENYERAHAN BKP KEPADA MAKELAR SEBAGAIMANA DIMAKSUD


DALAM KUHD

PENYERAHAN BKP UNTUK JAMINAN UTANG PIUTANG

PENYERAHAN BKP DARI PUSAT KE CABANG ATAU SEBALIKNYA


& PENYERAHAN ANTAR CABANG DLM HAL PKP MELAKUKAN
PEMUSATAN TEMPAT PAJAK TERUTANG

PENGALIHAN BKP DALAM RANGKA RESTRUKTURISASI USAHA (PENG-


GABUNGAN, PELEBURAN, PEMEKARAN, PEMECAHAN, & PENGAMBIL-
ALIHAN USAHA) DENGAN SYARAT PIHAK YG MELAKUKAN PENG-
ALIHAN & YG MENERIMA PENGALIHAN ADALAH PKP

BKP BERUPA AKTIVA YANG MENURUT TUJUAN SEMULA TDK UTK DI-
PERJUALBELIKAN, YANG MASIH TERSISA PD SAAT PEMBUBARAN
PERUSAHAAN, YG PM ATAS PEROLEHANNYA TDK DAPAT DIKREDIT-
KAN MENURUT KETENTUAN PASAL 9 AYAT (8) HURUF B DAN HURUF C.
BUKAN BKP
PASAL 4A AYAT (2)

BARANG HASIL PERTAMBANGAN ATAU


PENGEBORAN YANG DIAMBIL LANGSUNG
DARI SUMBERNYA

BARANG KEBUTUHAN POKOK YG SANGAT


DIBUTUHKAN RAKYAT BANYAK

MAKANAN DAN MINUMAN YG DISAJIKAN


DI HOTEL, RUMAH MAKAN, WARUNG,
DAN SEJENISNYA

UANG, EMAS BATANGAN, DAN


SURAT BERHARGA
Barang Hasil Pertambangan atau Hasil Pengeboran
yang diambil langsung dari sumbernya
a. minyak mentah (crude oil);
b. gas bumi, tdk termasuk elpiji yang siap konsumsi lgs masy.
c. panas bumi;
d..asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu
kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit,
felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit,
granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, dll;
pasir dan kerikil
e. batu bara sebelum diproses menjadi briket batubara;
f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih
nikel, dan bijih perak serta bijih bauksit.
Barang-barang Kebutuhan Pokok yang
sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
a. Beras dan Gabah : berkulit, dikuliti, setengah giling /digiling
seluruhnya, disosoh / dikilapkan maupun tidak, pecah,menir, selain
yang cocok untuk disemai.
b. Jagung : telah dikupas maupun belum, termasuk pipilan, pecah,
menir, tidak termasuk bibit
c. Sagu : empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung kasar dan bubuk
d. Kedelai : berkulit, utuh dan pecah, selain benih.
e. Garam konsumsi : beryodium maupun tidak (termasuk garam meja
dan garam didenaturasi) untuk konsumsi/ kebutuhan pokok
masyarakat.
f. Daging : daging segar dari hewan ternak dan unggas, dengan atau
tanpa tulang yang tanpa diolah, baik yang didinginkan, dibekukan,
digarami, dikapur, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain
g. Telur : tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan atau
diawetkan dengan cara lain, tidak termasuk bibit.
h. Susu .....
( PMK 99/PMK.010/2020)
Barang-barang Kebutuhan Pokok yang
sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak lanjutan..

h. Susu : susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun
dipanaskan (pasteurisasi), tidak mengandung tambahan gula atau
bahan lainnya.
i. Buah-buahan : buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah
melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, digrading,
selain yang dikeringkan.
j. Sayur-sayuran : sayuran segar, yang dipetik, dicuci, ditiriskan,
dan/atau disimpan pada suhu rendah atau dibekukan, termasuk
sayuran segar yang dicacah.
k. Ubi-ubian : ubi segar, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi,
dikupas, dipotong, diiris, di-grading.
l. Bumbu-bumbuan : segar, dikeringkan tetapi tidak dihancurkan
ditumbuk
m. Gula konsumsi : gula kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa
tambahan bahan perasa atau pewarna
n. Ikan : ikan segar/ dingin dengan atau tanpa kepala.
( PMK 99/PMK.010/2020)
Makanan dan Minuman yang disajikan di Hotel,
Restoran, Rumah Makan, Warung dan sejenisnya

Meliputi makanan dan minuman baik yang


dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk
makanan dan minuman yang diserahkan oleh
usaha jasa boga atau katering
Konsep Dasar
UU Pajak Pertambahan Nilai
B.
JASA KENA PAJAK
JASA KENA PAJAK / JKP
PASAL 1 AYAT (5) DAN (6)
JASA ADALAH SETIAP KEGIATAN PELAYANAN
BERDASAR PERIKATAN/PERBUATAN HUKUM
YANG MENYEBABKAN SUATU BARANG,
FASILITAS, KEMUDAHAN, ATAU HAK

TERSEDIA UNTUK DIPAKAI,


TERMASUK JASA YG DILAKUKAN UNTUK
MENGHASILKAN BARANG KARENA PESANAN
ATAU PERMINTAAN DENGAN BAHAN DAN
ATAS PETUNJUK DARI PEMESAN (MAKLON)

SEMUA JENIS JASA PADA PRINSIPNYA


MERUPAKAN JKP,
KECUALI DITENTUKAN LAIN OLEH UU PPN
BUKAN JKP / NON JKP
PASAL 4A AYAT (3)
JASA-JASA :
• PELAYANAN KESEHATAN MEDIS
• PELAYANAN SOSIAL
• PENGIRIMAN SURAT DENGAN PERANGKO
• KEUANGAN
• ASURANSI
• KEAGAMAAN
• PENDIDIKAN
• KESENIAN & HIBURAN
• PENYIARAN YG TIDAK BERSIFAT IKLAN
• ANGKUTAN UMUM DI DARAT & DI AIR, ANGKUTAN UDARA DN YG MENJADI
BAG. TIDAK TERPISAHKAN DR ANGKUTAN UDARA LN
• TENAGA KERJA
• PERHOTELAN
• JASA YANG DISEDIAKAN PEMERINTAH DALAM RANGKA MENJALANKAN
PEMERINTAHAN SECARA UMUM
• PENYEDIAAN TEMPAT PARKIR
• TELEPON UMUM KOIN
• PENGIRIMAN UANG DENGAN WESEL POS
• JASA BOGA / KATERING
Non JKP
Jasa Pelayanan Kesehatan Medis
1. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter
gigi;
2. Jasa dokter hewan;
3. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi,
ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
4. Jasa kebidanan dan dukun bayi;
5. Jasa paramedis dan perawat;
6. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan,
laboratorium kesehatan, dan sanatorium;
7. Jasa psikolog dan psikiater;
8. Jasa pengobatan alternatif, termasuk paranormal
Non JKP
Jasa Pelayanan Sosial
1. jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
2. jasa pemadam kebakaran;
3. jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
4. jasa lembaga rehabilitasi;
5. jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman,
termasuk krematorium; dan
6. jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat
komersial
Non JKP Jasa Keuangan
a. Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu;
b. Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada
pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
c. Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
berupa:
sewa guna usaha dengan hak opsi;
anjak piutang;
usaha kartu kredit; dan/atau
pembiayaan konsumen;
d. Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah
dan fidusia; dan
e. Jasa penjaminan.

Non JKP Jasa Asuransi


Jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan
reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis
asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi,
Penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi.
Jasa Perbankan
SE-121/PJ/2010
Karakteristik kegiatan bank yang merupakan penyerahan jasa
keuangan yang tidak terutang PPN :
jasa keuangan yang diserahkan berupa jasa pembiayaan yang mendapatkan
imbalan berupa bunga, atau
jasa keuangan yang diserahkan secara langsung oleh bank kepada nasabah,
dalam hal jasa keuangan tersebut bukan jasa pembiayaan;
Kegiatan bank yang penyerahan jasanya terutang PPN:
memindahkan uang untuk kepentingan bukan nasabah;
melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam
bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak; atau
membeli, menjual atau menjamin untuk kepentingan dan atas perintah
nasabahnya.
Non JKP Jasa Keagamaan
1. jasa pelayanan rumah ibadah;
2. jasa pemberian khotbah atau dakwah;
3. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan
4. jasa lainnya di bidang keagamaan

Jasa lainnya di bidang keagamaan meliputi :


Jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh pemerintah meliputi
ibadah Haji reguler dan perjalanan ibadah Umrah ke Kota Makkah dan Kota
Madinah
Jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan
wisata meliputi :
•Ibadah Haji Khusus dan/atau Ibadah Umrah ke Kota Makkah dan Kota Madinah;
•Ibadah ke Kota Yerusalem dan/atau Kota Sinai kepada peserta yang beragama Kristen;
•Ibadah ke Vatikan dan/atau Kota Lourdes kepada peserta yang beragama Katolik;
•Ibadah ke Kota Uttar Pradesh dan/atau Kota Haryana kepada peserta yang beragama Hindu;
•Ibadah ke Kota Bodh Gaya dan/atau Kota Bangkok kepada peserta yang beragama Buddha;
•Ibadah ke Kota Qufu kepada peserta yang beragama Khonghucu.

( PMK 92/PMK.03/2020)
Non JKP Jasa Pendidikan
1. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan
pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan
profesional
( Jasa Penyelenggaraan Pendidikan Formal )
2. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
Jasa Penyelenggaraan Pendidikan Nonformal meliputi jasa pendidikan
kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, dan pendidikan kesetaraan.

Jasa Penyelenggaraan Pendidikan Formal dan Nonformal wajib


diserahkan oleh satuan pendidikan yang memperoleh izin pendidikan dari
instansi Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang berwenang.

( PMK 223/PMK.011.2014)
Non JKP Jasa Kesenian dan Hiburan
Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh
pekerja seni dan hiburan.
Termasuk jasa kesenian dan hiburan yang tidak dikenai PPN adalah hiburan
yang meliputi:
a. tontonan film;
b. tontonan pagelaran kesenian, tontonan pagelaran musik, tontonan
pagelaran tari, dan/atau tontonan pagelaran busana;
c. tontonan kontes kecantikan, tontonan kontes binaraga, dan tontonan
kontes sejenisnya;
d. tontonan berupa pameran;
e. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
f. tontonan pertunjukan sirkus, tontonan pertunjukan akrobat, dan tontonan
pertunjukan sulap;
g. tontonan pertandingan pacuan kuda, tontonan pertandingan kendaraan
bermotor, dan permainan ketangkasan; dan
h. tontonan pertandingan olahraga.

( PMK 158/PMK.010/2015)
Non JKP Jasa Tenaga Kerja
1. Jasa tenaga kerja;
2. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja
tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
3. Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.
Jasa penyediaan tenaga kerja dapat meliputi kegiatan perekrutan, pendidikan, pelatihan,
pemagangan, dan/atau penempatan tenaga kerja, yang kegiatannya dilakukan dalam satu kesatuan
dengan penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja, dengan kriteria :
a. pengusaha penyedia jasa tenaga kerja semata-mata hanya menyerahkan jasa penyediaan
tenaga kerja, yang tidak terkait dengan pemberian JKPajak lainnya, seperti jasa teknik, jasa
konsultasi, dan/atau jasa lainnya;
b. pengusaha penyedia tenaga kerja tidak melakukan pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan/atau sejenisnya kepada tenaga kerja yang disediakan;
c. pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja tenaga kerja yang
disediakan setelah diserahkan kepada pengguna jasa tenaga kerja; dan
d. tenaga kerja yang disediakan masuk dalam struktur kepegawaian pengguna jasa tenaga kerja.
Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja adalah jasa penyelenggaraan pelatihan tenaga
kerja yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja yang telah memperoleh izin atau terdaftar
di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Termasuk kegiatan pemagangan
yang dilakukan dalam satu kesatuan dengan penyerahan jasa penyelenggaraan pelatihan bagi
tenaga kerja.

( PMK 83/PMK.03/2012 )
Non JKP Jasa Perhotelan
1. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan
kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
2. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel,
rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel
Yang dimaksud dengan tambahannya adalah merupakan fasilitas penunjang yang terkait secara langsung dengan
jasa penyewaan kamar, antara lain pelayanan kamar (room service), air conditioning, binatu (laundry and dry
cleaning), kasur tambahan (extrabed), furnitur dan perlengkapan tetap (fixture), telepon, brankas (safety box),
internet, televisi satelit/kabel, dan minibar.
Fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap merupakan fasilitas yang terkait
secara langsung dengan kegiatan jasa penyewaan kamar dan semata-mata diperuntukkan bagi tamu yang
menginap, antara lain fasilitas olah raga dan hiburan, fotokopi, teleks, faksimile, dan transportasi hotel
(kendaraan antar-jemput) yang semata-mata untuk tamu yang menginap.

Tidak termasuk kelompok jasa perhotelan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai antara lain:
a. jasa penyewaan ruangan untuk selain kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel,
losmen, dan hostel, antara lain penyewaan ruangan untuk anjungan tunai mandiri (ATM), kantor,
perbankan, restoran, tempat hiburan, karaoke, apotek, toko retail, dan klinik;
b. jasa penyewaan unit dan/atau ruangan, termasuk tambahannya, di apartemen, kondominium, dan
sejenisnya, serta fasilitas penunjang terkait lainnya (yang didasarkan atas izin usahanya) ; dan
c. jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh pengelola jasa perhotelan.

( PMK 43/PMK.010/2015 )
Non JKP Jasa Penyediaan Tempat Parkir
Jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir
dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran
Atas penyerahan Jasa Penyediaan Tempat Parkir tidak dikenai PPN.
Atas penyerahan Jasa Pengelolaan Tempat Parkir dikenai PPN.
( PMK 122/PMK.03/2012 )

Non JKP Jasa Boga / Katering


Jasa boga atau katering merupakan jasa penyediaan makanan dan minuman yang
dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan,
dan penyajian, untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh pemesan.
Penyajian makanan dan/atau minuman di lokasi yang diinginkan oleh pemesan, dapat
dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.
Makanan dan/atau minuman yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari penyerahan
jasa boga atau katering merupakan jenis barang yang tidak dikenai PPN.

Tidak termasuk dalam pengertian jasa boga atau katering yaitu penjualan makanan
dan/atau minuman yang dilakukan melalui tempat penjualan berupa toko, kios, dan
sejenisnya untuk menjual makanan dan/atau minuman, baik penjualan secara langsung
maupun penjualan secara tidak langsung/pesanan.
( PMK 18/PMK.010/2015 )
Penyerahan BKP dan JKP
oleh Pengusaha
Pengusaha:
Pasal 1 angka 14: Pengusaha adalah orang pribadi atau Badan
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan
barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari
luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan
jasa dari luar Daerah Pabean
Penjelasan Pasal 4: Pengusaha yang melakukan kegiatan
penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang
telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang
seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi
belum dikukuhkan
BATASAN PENGUSAHA KECIL
PMK 197/PMK.03/2013

PENGUSAHA KECIL ADALAH PENGUSAHA YG MELAKUKAN


PENYERAHAN:

BKP JKP BKP dan JKP

YANG

JUMLAH PEREDARAN BRUTO ATAU PENERIMAAN BRUTO TIDAK


LEBIH DARI Rp 4,8 MILYARD.
PENGUSAHA KECIL
YANG
SAMPAI DENGAN SUATU BULAN DALAM TAHUN BUKU, JUMLAH
PEREDARAN BRUTO DAN ATAU PENERIMAAN BRUTONYA MELEBIHI
Rp 4,8 MILYARD
MAKA

WAJIB MELAPORKAN USAHANYA UTK DIKUKUHKAN MENJADI PKP


PALING LAMBAT PADA AKHIR BULAN BERIKUTNYA SETELAH BULAN
TERLAMPAUINYA BATASAN OMZET

• APABILA S.D AKHIR BULAN BERIKUTNYA TIDAK MELAPORKAN


UTK DIKUKUHKAN MENJADI PKP, DIRJEN PAJAK STLH
MEMPEROLEH DATA/INFORMASI MAKA PENGUSAHA AKAN DI
PKP-KAN SECARA JABATAN.
• DITERBITKAN SKP DAN/ATAU STP TERHITUNG SEJAK SAAT
JUMLAH PEREDARAN DAN/ATAU PENERIMAAN BRUTONYA
MELEBIHI RP 4,8 MILYARD
Sanksi Pengukuhan PKP Secara Jabatan
Menyetor PPN yang terutang dengan tidak diperkenankan
memperhitungkan Pajak Masukan. Pengusaha tidak
diperbolehkan untuk mengkreditkan Pajak Masukan atas
perolehan BKP/JKP sebelum dikukuhkan sebagai PKP (Pasal
9 ayat (8) huruf a UU PPN).
Dirjen Pajak akan menerbitkan SKPKB. Jumlah kekurangan
pajak yang terutang dalam SKPKB ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan paling
lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (Pasal 13 ayat (1) huruf e jo. Pasal 13 ayat
(2) UU KUP 2007).
Penerbitan SKP dan/atau STP untuk Masa Pajak sebelum
pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, terhitung sejak saat
jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya
melebihi Rp 4,8 milyard (Pasal 5 ayat (2) PMK Nomor
197/PMK.03/2013).
DAERAH PABEAN
Daerah Pabean : wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan, dan ruang udara di atasnya
serta tempat-tempat tertentu di Zona
Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen
yang di dalamnya berlaku Undang-Undang
yang mengatur mengenai kepabeanan
Administrasi yang Harus
Dilakukan
• Melaporkan Usaha menjadi PKP;
• Memungut PPN dan menerbitkan FP;
• Menyetorkan PPN yang sudah dipungut;
• Menyampaikan SPT Masa PPN/PPnBM.
DPP PPN
PASAL 1 ANGKA 17

HARGA JUAL
Pasal 1 angka 18

PENGGANTIAN
Pasal 1 angka 19
PPN =
DPP PPN
NILAI IMPOR
v
Pasal 1angka 20

NILAI EKSPOR
Pasal 1 vangka 26
X
Tarif
NILAI LAIN YG
DITETAPKAN
v
DG. PERMENKEU
(PMK 121/2015,
PMK 89/2020 )
DPP PPN
HARGA JUAL adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk
PPN yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
PENGGANTIAN adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP,
ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN
yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau
seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau
oleh penerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP
Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
NILAI IMPOR adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk
impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPn BM yang dipungut menurut
Undang-Undang ini. .
NILAI EKSPOR adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh eksportir.
NILAI LAIN (PMK 75/PMK.03/2010 sttd. PMK 121/PMK.03/2015)
NILAI LAIN BARANG PERTANIAN TERTENTU (PMK 89/PMK.010.2020
mulai berlaku 27 Juli 2020)
DPP - Nilai Lain PMK 121/PMK.03/2015
No. Jenis Penyerahan Nilai Lain

1 Pemakaian sendiri / Pemberian cuma-cuma BKP dan/atau Harga Jual / Penggantian


JKP setelah dikurangi laba kotor
2 Penyerahan film cerita Perkiraan hasil rata-rata per
judul film
3 Penyerahan produk hasil tembakau Harga jual eceran
4 BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut Harga pasar wajar
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan
5 Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya Harga pokok penjualan / harga
dan/atau penyerahan BKP antar cabang perolehan
6 Penyerahan BKP melalui pedagang perantara Harga yang disepakati antara
pedagang perantara dgn
pembeli
7 Penyerahan BKP melalui juru lelang Harga lelang
8 Penyerahan jasa pengiriman paket 10% dari jumlah yang ditagih /
seharusnya ditagih
9 Penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen 10% dari jumlah tagihan /
perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana seharusnya ditagih
angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang
penyerahannya tidak didasari pada pemberian
komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan
10 Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight 10% dari jumlah yang ditagih /
forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan seharusnya ditagih
transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight
charges)
BARANG PERTANIAN TERTENTU
DPP NILAI LAIN (PMK 89/PMK.010/2020)
Atas penyerahan BKP berupa Barang Hasil Pertanian
Tertentu (rincian sesuai lampiran PMK) oleh PKP
dikenai PPN.
DPP untuk menghitung PPN yang terutang atas
penyerahan barang hasil pertanian tertentu dapat
menggunakan Nilai Lain sebesar 10% (sepuluh
persen) dari Harga Jual.
PM atas perolehan BKP dan/atau JKP sehubungan
dengan penyerahan barang hasil pertanian tertentu
yang menggunakan Nilai Lain sebagai DPP tidak
dapat dikreditkan.
BARANG PERTANIAN TERTENTU
Ketentuan Pemberitahuan :
 PKP yang memilih untuk menggunakan Nilai Lain harus
menyampaikan pemberitahuan ke KPP terdaftar, paling lama pada
saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN Masa Pajak pertama
dalam Tahun Pajak dimulainya penggunaan Nilai Lain sebagai DPP.
 PKP yang menggunakan Nilai Lain dapat kembali menggunakan
Harga Jual sebagai DPP atas penyerahan barang hasil pertanian
tertentu, syarat :
a. menyampaikan pemberitahuan atas penggunaan Harga Jual sebagai
DPP paling lama pada saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN
Masa Pajak pertama setelah Tahun Pajak penggunaan Nilai Lain
berakhir.
b. Penggunaan Harga Jual mulai dapat dilakukan pada awal Masa Pajak
setelah Tahun Pajak penggunaan Nilai Lain
c. PKP yg menggunakan Harga Jual tidak dapat menggunakan kembali
Nilai Lain sebagai DPP untuk Masa-Masa Pajak dan Tahun-Tahun
Pajak berikutnya.
BARANG PERTANIAN TERTENTU
Penyerahan kepada Pemungut :
Atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu
yang menggunakan Nilai Lain kepada badan usaha
industri yang melakukan pengolahan barang hasil
pertanian, perkebunan, dan kehutanan dilakukan
pemungutan PPN.
Badan usaha industri yang melakukan pengolahan
barang hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan
yang memperoleh barang hasil pertanian tertentu
dari PKP yang dalam penyerahannya menggunakan
Nilai Lain sebagai DPP ditunjuk sebagai pemungut
PPN.
Penyetoran PPN
 Pajak yang telah dipotong atau dipungut harus
disetorkan ke kas negara sesuai dengan jangka
waktu yang telah ditetapkan.
 Keterlambatan menyetorkan pajak dikenakan
sanksi bunga sebesar 2% per bulan dari pokok
pajak, dihitung dari tanggal jatuh tempo
pembayaran sd tanggal pembayaran, dan bagian
dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
Keterlambatan satu hari dianggap sama dengan
keterlambatan satu bulan penuh.
Jatuh Tempo Penyetoran PPN
PMK 242/PMK.03/2014
 PPN atau PPN dan PPn BM yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
 PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan
dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada
saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
 PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh DJBC, harus disetor dalam jangka waktu 1 hari
kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
 PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean harus
disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
setelah saat terutangnya pajak.
 PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah
Membayar sebagai Pemungut PPN, harus disetor pd hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
kepada PKP Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran sebagai
Pemungut PPN, harus disetor paling lama 7 hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran kepada
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN yang ditunjuk selain
Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
Konsep Dasar
UU Pajak Pertambahan Nilai
C.
FAKTUR PAJAK
Faktur Pajak (FP)
• Faktur Pajak
• Penggantian FP
• Saat Pembuatan FP
• Saat Terutang PPN
• Tempat Terutang PPN
• FP Gabungan
• Dokumen Tertentu yg Dipersamakan dgn FP
• FP Tidak Lengkap
• FP untuk Pedagang Eceran
• FP Tidak Sah
• Nota Retur & Nota Pembatalan
Jenis-jenis FP
FAKTUR PAJAK
FAKTUR PAJAK YG ISINYA SESUAI
DENGAN PASAL 13 (5) UU PPN
DIATUR DALAM PER-24/PJ./2012 sttd PER-17/PJ./2014

FAKTUR PAJAK GABUNGAN


FP YG DIBUAT UTK PENYERAHAN
SATU BULAN KALENDER KEPADA PEMBELI YG SAMA
PASAL 13 AYAT (2) UU PPN

DOKUMEN TERTENTU YG KEDUDUKANNYA


DIPERSAMAKAN DGN FP
DIATUR DALAM PASAL 13 AYAT (6) UU PPN
PER-13/PJ/2019
FAKTUR PAJAK
( PASAL 1 ANGKA 23 )

BUKTI PUNGUTAN PAJAK YANG

DIBUAT
OLEH PKP

ATAS

PENYERAHAN
BKP/JKP
FAKTUR PAJAK
PALING SEDIKIT
HARUS MEMUAT
( PASAL 13 (5) )

NAMA, ALAMAT, NPWP, YG MENYERAHKAN BKP/JKP

NAMA, ALAMAT, NPWP PEMBELI BKP / PENERIMA JKP


JENIS BARANG ATAU JASA, JUMLAH HARGA JUAL
ATAU PENGGANTIAN & POTONGAN HARGA
PPN YG DIPUNGUT
PPn BM YG DIPUNGUT
KODE,NO.SERI & TGL. PEMBUATAN FAKTUR
NAMA & TANDA TANGAN YG BERHAK
MENANDATANGANI FP

FP HRS DIISI SCR LENGKAP, JELAS, BENAR & FAKTUR PAJAK YG DIISI
DITANDATANGANI OLEH PKP/PEJABAT YG DI- SESUAI DG KETENTUAN
DITUNJUK OLEH PKP  UNT FP BERBENTUK DISEBUT
ELEKTRONIK BRP TANDA TANGAN ELEKTONIK FAKTUR PAJAK
DIRJEN PAJAK DAPAT MENETAPKAN DOKUMEN TERTENTU YG
DIPERSAMAKAN DENGAN FAKTUR PAJAK
( PASAL 13 (6) )
Kode & Nomor Seri Faktur Pajak
(PER-24/PJ./2012)
KK S . N NN - Y Y . NN NNN NNN
Kode FP Nomor Seri FP
Kode Uraian Penjelasan
K Kode Transaksi 01 = dipungut PKP penjual selain 04 s/d 09
02 = Wapu bendaharawan Pemerintah
03 = Wapu lainnya
04 = DPP Nilai Lain, selain Wapu
05 = Tidak Digunakan Lagi
06 = Penyerahan selain 01 sd 05
07 = Penyerahan PPN tdk dipungut / DTP
08 = Penyerahan fasilitas PPN dibebaskan
09 = Penyerahan Psl 16D, selain Wapu
S Status FP 0 = FP biasa
1 = FP Pengganti
Y Tahun 2 digit terakhir tahun ybs (2020 20)
N Nomor Seri •No.Seri FP terdiri 11 digit yg dipisahkan 2 digit Thn
Penerbitan
•No.Seri FP diberikan dlm bentuk blok nomor dg
jumlah sesuai permintaan PKP
Sertifikat Elektronik, e-Nofa dan e-Faktur
 DJP dapat memberikan Sertifikat Elektronik kepada WP untuk memperoleh
Layanan Perpajakan Secara Elektronik, yang antara lain berupa :
 permintaan nomor seri Faktur Pajak;
 pembuatan Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-faktur)
 WP dapat menggunakan Layanan Perpajakan Secara Elektronik dengan syarat :
 telah dikukuhkan sebagai PKP; dan
 memiliki akun PKP yang telah diaktivasi.
Masa berlaku Sertifikat Elektronik yaitu 2 (dua) tahun sejak tanggal Sertifikat
Elektronik diberikan oleh DJP, dan dapat diajukan permintaan kembali.
 Permintaan nomor seri Faktur Pajak dilakukan secara elektronik (e-Nofa)
 Pembuatan FP menggunakan Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur)
 e-Faktur berbentuk elektronik, sehingga tidak diwajibkan untuk dicetak dalam
bentuk kertas, namun bila diperlukan cetakan kertas baik oleh pihak penjual
dan/atau pihak pembeli, e-Faktur dapat dicetak sesuai dengan kebutuhan.
 e-Faktur ditandatangani secara elektronik sehingga tidak disyaratkan lagi
untuk ditandatangani secara basah oleh pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh
Pengusaha Kena Pajak.
 e-Faktur menggunakan mata uang Rupiah.
Contoh e-Nofa
Contoh e-Faktur
FP Pengganti atas FP Salah dalam
Pengisian/Penulisan
( PMK 151/PMK.03/2013 jo. PER-24/PJ/2012)
1. Atas FP yang salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan sehingga
tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, PKP yang
menerbitkan FP tersebut dapat menerbitkan FP pengganti.
2. FP Pengganti tetap menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang sama dengan
Nomor Seri FP yang diganti. Sedangkan tanggal FP Pengganti diisi dengan
tanggal pada saat FP Pengganti dibuat.
3. Kode Status pada Kode FP Pengganti adalah Kode Status 1 (satu).
4. Pada FP Pengganti dibubuhkan cap yang mencantumkan Kode dan Nomor
Seri FP serta tanggal FP yang diganti.
5. Penerbitan FP Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk
membetulkan SPT Masa PPN pada Masa Pajak terjadinya kesalahan
pembuatan FP tersebut.
6. FP Pengganti dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama
dengan Masa Pajak dilaporkannya FP yang dilakukan penggantian dengan
mencantumkan nilai dan/atau keterangan yang sebenarnya atau
sesungguhnya setelah penggantian.
SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
PER-24/PJ./2012
Saat penyerahan BKP dan/atau JKP .

Saat penerimaan pembayaran, dlm hal penerimaan pembayaran


terjadi sebelum penyerahan BKP/JKP.

Saat penerimaan pembayaran termin, dalam hal penyerahan


sebagian tahap pekerjaan.

Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada


Bendahara Pemerintah sbg Pemungut PPN (WAPU).

Saat lain yang diatur berdasarkan PMK

FP Gabungan dibuat paling lama pada akhir bulan


penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP meskipun di
dalam bulan penyerahan telah terjadi pembayaran baik
sebagian maupun seluruhnya.
SAAT TERUTANG PPN
(PASAL 11 UU PPN)

Pasal 17 PP no. 1/2012

SAAT PEMBAYARAN
• SAAT PENYERAHAN BKP/JKP; [ Pasal 11 ayat (2) ]
• SAAT IMPOR BKP;
• SAAT PEMANFAATAN BKP
TDK BERWUJUD / JKP DARI
LUAR DAERAH PABEAN; APABILA PEMBAYARAN
DITERIMA SEBELUM
• EKSPOR BKP/JKP [Pasal 11 (1)].
TERJADINYA:
• PENYERAHAN BKP DAN ATAU JKP;
• PEMANFAATAN BKP TDK BERWUJUD /
JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN DI
DLM DRH PABEAN.

DJP DAPAT MENETAPKAN SAAT LAIN SEBAGAI SAAT


TERUTANGNYA PAJAK
(PASAL 11 (4) )
DETAIL SAAT TERUTANGNYA PPN
BKP JKP
BKP Berwujud Bergerak Jasa Pemborong Bangunan

-Saat penyerahan; atau -Saat pembayaran uang muka


-Saat diakui piutang/penghasilan -Saat Pembayaran termin;
-Saat Pembayaran -Saat pembuatan berita acara;

BKP Berwujud Tidak Bergerak Selain Pemborong Bangunan

-Saat penyerahan hak; atau -Saat brg/fasilitas tersedia;


-Saat Pembayaran -Saat dilakukan penagihan;
-Saat pembayaran.
BKP Tidak Berwujud

-Saat diakui piutang/penghasilan JKP dari luar Daerah Pabean


-Saat terbit faktur penjualan; atau
-Saat kontrak ditandatangani ; Saat dimulainya pemanfaatan
-Saat fasilitas dipakai scr nyata JKP atau BKP tidak berwujud
-Saat diterima pembayaran.
Saat Penyerahan BKP
PMK 151/PMK.03/2015
1. Penyerahan BKP berwujud yg menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak :
a. diserahkan secara langsung kepada pembeli/pihak ketiga untuk dan an. pembeli;
b. diserahkan secara langsung kepada penerima barang untuk pemberian cuma-
cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan antar cabang;
c. diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
d. harga atas penyerahan BKP diakui sebagai piutang / penghasilan, atau pada saat
diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.
2. Penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak
bergerak :
penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP berwujud tersebut,
secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.
3. Penyerahan BKP tidak berwujud :
a. harga atas penyerahan BKP tidak berwujud diakui sebagai piutang / penghasilan,
atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau
b. kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal saat
sebagaimana dimaksud pada huruf a. tidak diketahui.
Saat Penyerahan BKP
PMK 151/PMK.03/2015 lanjutan...
4. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi, yang
terjadi lebih dahulu di antara saat:
a. ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
b. berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam Anggaran
Dasar;
c. tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
d. diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan
kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau
berdasarkan data atau dokumen yang ada.
5. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat (2) huruf d UU
PPN atau perubahan bentuk usaha :
a. disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil
RUPS yang tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau
b. ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh
Notaris.
Saat Penyerahan JKP
PMK 151/PMK.03/2015

 Penyerahan Jasa Kena Pajak terjadi pada saat:


a. harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai
piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur
penjualan oleh PKP, sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
b. kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat
sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diketahui; atau
c. mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai
secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal
pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri JKP
Saat Ekspor
PMK 151/PMK.03/2015

1. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud terjadi pada saat Barang


Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean.

2. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud terjadi pada saat


Penggantian atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang
diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau
penghasilan.

3. Ekspor Jasa Kena Pajak terjadi pada saat Penggantian atas jasa
yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau
penghasilan.
TEMPAT TERUTANG PPN
( PASAL 12 UU PPN )

PEMANFAATAN
BKP TDK BERWUJUD/
PKP IMPOR JKP DARI LUAR
DAERAH PABEAN

TEMPAT BKP TEMPAT TINGGAL


• TEMPAT TINGGAL
DIMASUKAN TEMPAT KEDUDUKAN
• TEMPAT KEDUDUKAN
KE DALAM ATAU TEMPAT
• TEMPAT KEGIATAN USAHA
DAERAH PABEAN USAHA ORANG
• TEMPAT LAIN DITETAPKAN
DAN DIPUNGUT PRIBADI ATAU
OLEH DIRJEN PAJAK
MELALUI BADAN
( PASAL 12 (1) ) DJBC
( PASAL 12 (3) ) ( PASAL 12 (4) )

DIRJEN PAJAK DAPAT MENETAPKAN SATU TEMPAT ATAU


LEBIH SEBAGAI TEMPAT TERUTANG PPN
PASAL 12 AYAT (2) UU PPN
Tempat Terutang PPN
PER-4/PJ/2010
Bagi PKP Orang Pribadi (OP), PPN atau PPN dan
PPnBM terutang di tempat tinggal dan/atau tempat
kegiatan usaha atau tempat lain.
Bila PKP OP ternyata mempunyai tempat tinggal yang
tidak sama dengan tempat kegiatan usahanya, maka
dikukuhkan dan terutang PPN atau PPN dan PPnBM
hanya di tempat kegiatan usahanya, sepanjang PKP
tersebut tidak melakukan kegiatan usaha apapun di
tempat tinggalnya.
Bagi PKP Badan, PPN atau PPN dan PPnBM terutang
di tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha atau
tempat lain.
Tempat lain sebagai tempat terutang pajak ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
PKP MEMPUNYAI SATU ATAU LEBIH TEMPAT KEGIATAN
USAHA DI LUAR TEMPAT TINGGAL/TEMPAT KEDUDUKAN

TERLETAK PD SATU WILAYAH TERLETAK PD WILAYAH KERJA


KERJA KPP KPP YG BERBEDA

PKP MEMILIH SALAH SATU TERUTANG DI SETIAP


TEMPAT PAJAKTERHUTANG TEMPAT KEG. USAHA

CUKUP MEMILIKI WAJIB DIKUKUHKAN SBG PKP


SATU NPPKP DI SETIAP KPP YBS.

DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN TERTULIS UNTUK MEMILIH


SATU TEMPAT ATAU LEBIH SBG TEMPAT TERUTANGNYA PAJAK ( SENTRALISASI /
PEMUSATAN PPN )

• KEGIATAN PENYERAHAN BKP / JKP UNTUK SEMUA TEMPAT KEGIATAN USAHA HANYA
DILAKUKAN OLEH SATU ATAU LEBIH TEMPAT KEGIATAN USAHA;
• ADM. PENJUALAN & KEUANGAN DISELENGGARAKAN TERPUSAT PADA SATU ATAU LEBIH
TEMPAT KEGIATAN USAHA;
• FAKTUR PAJAK & FAKTUR PENJUALAN DIBUAT OLEH PUSAT
Faktur Pajak Gabungan

Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan


Untuk pembeli BKP/penerima JKP yang sama
Untuk masa satu bulan kalender
Dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan
BKP dan/atau JKP ( meskipun dalam bulan
penyerahan telah terjadi pembayaran baik
sebagian maupun seluruhnya ).
Contoh 1:
•Dalam hal PKP A melakukan penyerahan BKP kepada pengusaha B pada tanggal 1, 5, 10,
11, 12, 20, 25, 28, dan 31 Juli 2019, tetapi sampai dengan tanggal 31 Juli 2019 sama sekali
belum ada pembayaran atas penyerahan tersebut, PKP A diperkenankan membuat 1 (satu)
Faktur Pajak Gabungan yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan pada bulan Juli,
yaitu paling lama tanggal 31 Juli 2019.
Contoh 2:
•PKP A melakukan penyerahan BKP kepada pengusaha B pada tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20,
26, 28, 29, dan 30 September 2019. Pada tanggal 28 September 2019 terdapat
pembayaran oleh pengusaha B atas penyerahan tanggal 2 September 2019. Dalam hal
PKP A menerbitkan Faktur Pajak Gabungan, Faktur Pajak gabungan dibuat pada tanggal
30 September 2019 yang meliputi seluruh penyerahan yang terjadi pada bulan September.
Contoh 3:
•PKP A melakukan penyerahan BKP kepada pengusaha B pada tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20,
26, 28, 29, dan 30 September 2019. Pada tanggal 28 September 2019 terdapat
pembayaran atas penyerahan tanggal 2 September 2019 dan pembayaran uang muka
untuk penyerahan yang akan dilakukan pada bulan Oktober 2019 oleh pengusaha B. Dalam
hal PKP A menerbitkan Faktur Pajak gabungan, Faktur Pajak Gabungan dibuat pada
tanggal 30 September 2019 yang meliputi seluruh penyerahan dan pembayaran uang muka
yang dilakukan pada bulan September.
Dokumen Tertentu yg Kedudukannya Dipersamakan
dgn Faktur Pajak ( PER - 13/PJ/2019 )
a. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG
untuk penyaluran tepung terigu;
b. bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi;
c. tiket, tagihan Surat Muatan Udara (airway bill), atau delivery bill, yang
dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
d. nota penjualan jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan;
e. bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik;
f. bukti tagihan atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh perusahaan air minum;
g. bukti tagihan (trading confirmation) atas penyerahan JKP oleh perantara efek;
h. bukti tagihan atas penyerahan JKP oleh perbankan;
i. dokumen yang digunakan untuk pemesanan pita cukai hasil tembakau (dokumen CK-1);
j. Pemberitahuan Ekspor Barang yang dilampiri Nota Pelayanan Ekspor, invoice dan bill of
lading atau airway bill yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
Pemberitahuan Ekspor Barang tersebut, untuk ekspor BKP;
k. Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tidak Berwujud dan dilampiri dengan invoice yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor
JKP/BKP Tidak Berwujud, untuk ekspor JKP/BKP Tidak Berwujud;
l. PIB....
Dokumen Tertentu yg Kedudukannya Dipersamakan
dgn Faktur Pajak ( PER - 13/PJ/2019 ) lanjutan...
l. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang dilampiri dengan SSP, Surat Setoran Pabean,
Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor BKP;
m. PIB yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang dilampiri
dengan SSP dan surat penetapan tarif dan/atau nilai pabean, surat penetapan pabean, atau surat
penetapan kembali tarif dan/atau nilai pabean yang mencantumkan identitas pemilik barang
berupa nama, alamat, dan NPWP, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari PIB
tersebut, untuk impor BKP dalam hal terdapat penetapan kekurangan nilai PPN Impor oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
n. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean, dengan melampirkan tagihan dan rincian berupa jenis dan nilai
BKP Tidak Berwujud atau JKP serta nama dan alamat penyedia BKP Tidak Berwujud atau JKP;
o. SSP untuk pembayaran PPN atas penyerahan BKP melalui juru lelang disertai dengan kutipan
Risalah Lelang, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan SSP tersebut; dan
p. SSP untuk pembayaran PPN atas pengeluaran dan/atau penyerahan BKP dan/atau JKP dari Kawasan
Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang dilampiri dengan:
1) Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran BKP; atau
2) invoice atau kontrak, untuk penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud.
DOKUMEN TERTENTU YANG DIPERSAMAKAN
DENGAN FAKTUR PAJAK (PER-13/PJ/2019)
Untuk huruf a sd. k paling sedikit memuat:
• Nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor
atau penyerahan;
SYARAT • Dasar Pengenaan Pajak; dan
• Jumlah PPN yg dipungut kecuali dalam hal ekspor.
Memenuhi syarat formal bila diisi dgn lengkap, jelas & benar.
PPN yg tercantum merupakan PM yang dapat dikreditkan jika ::.
Untuk huruf a sd. h memenuhi syarat formal dan mencantumkan
NPWP dan nama pihak yang menerima penyerahan BKP/JKP
Untuk huruf l dan m : mencantumkan NTPN dan terdapat
dalam Sistem Komputer Pelayanan DJBC dan telah
dipertukarkan secara elektronik dengan DJP.
Untuk huruf n sd. p : dok. dibuat sesuai ketentuan peraturan
perpajakan dan mencantumkan NPWP dan nama pihak yang
memanfaatkan JKP / BKP tidak berwujud atau menerima
penyerahan BKP / JKP.
Faktur Pajak Tidak Lengkap
PER-24/PJ/2012
PKP dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP
Tahun sebesar 2% (dua persen) dari DPP dalam hal:
Menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak
mengisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh
Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk
menandatangani Faktur Pajak ; dan/atau
Menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu penerbitannya.
Faktur Pajak diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 bulan sejak
saat Faktur Pajak semestinya dibuat , dianggap tidak menerbitkan FP.
PKP Penjual dikecualikan dari pengenaan sanksi denda sebesar 2% dari
DPP dalam hal Faktur Pajak tidak memuat keterangan mengenai :
Nama, alamat, dan NPWP Pembeli BKP atau penerima JKP; atau
Nama, alamat, dan NPWP Pembeli BKP atau penerima JKP, dan nama
dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak untuk
Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.
PKP Pembeli yang menerima Faktur Pajak Tidak Lengkap tidak dapat
mengkreditkan PPN yang tercantum di dalamnya. Ini terjadi karena Faktur
Pajak tersebut tidak memenuhi persyaratan formal dan material.
FP untuk PKP PE (Pedagang Eceran)
( PMK 151/PMK.03/2013 jo. PER-58/PJ/2010 )
1. PKP PE adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya melakukan penyerahan BKP / JKP dengan cara sebagai berikut :
a. melalui suatu tempat penjualan eceran / penyerahan jasa atau langsung
mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir
lainnya;
b. dengan cara penjualan eceran / dilakukan langsung kepada konsumen akhir,
tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau
lelang; dan
c. pada umumnya penyerahan BKP / JKP atau transaksi jual beli dilakukan secara
tunai dan penjual langsung menyerahkan Barang Kena Pajak atau pembeli
langsung membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.

2. PKP PE wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP / JKP, berupa :
a. bon kontan,
b. faktur penjualan,
c. segi cash register,
d. karcis,
e. kuitansi, atau
f. tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis
FP untuk PKP PE (Pedagang Eceran)
( PMK 151/PMK.03/2013 jo. PER-58/PJ/2010 ) lanjutan...
3. Faktur Pajak PKP PE paling sedikit harus memuat keterangan :
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan BKP/JKP;
b. jenis BKP/JKP yang diserahkan;
c. jumlah Harga Jual/Penggantian yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai
atau besarnya Pajak Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah;
d. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan
e. kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar.
Kode dan nomor seri Faktur Pajak dapat berupa nomor nota, kode nota, atau
ditentukan sendiri oleh PKP PE.

4. FP dibuat paling sedikit dalam 2 rangkap :


lembar ke-1 untuk pembeli; lembar ke-2 arsip PKP.
FP dianggap telah dibuat dalam 2 rangkap dalam hal FP dibuat dalam 1 lembar
yang terdiri dari 2 atau lebih bagian atau potongan yang disediakan untuk disobek
atau dipotong.
Lembar ke-2 FP dapat berupa rekaman FP dalam bentuk media elektronik.
Faktur Pajak Tidak Sah
( PER-19/PJ/2017 sttd. PER-16/PJ/2018 jo. SE17/PJ/2018)
1. Faktur Pajak Tidak Sah adalah
a. FP yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; dan/ata
b. FP yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP
Faktur Pajak Tidak Sah merupakan FP yang tidak memenuhi persyaratan material

2. Terhadap Faktur Pajak Tidak Sah berlaku ketentuan sebagai berikut:


a. Pajak Masukan yang tercantum dalam FP tersebut tidak dapat dikreditkan
dalam SPT Masa PPN ; dan
b. Pajak Masukan dan harga perolehan yang tercantum dalam FP tersebut tidak
boleh:
1. dibebankan sebagai biaya; atau
2. dikapitalisasi sebagai harta,
dalam SPT Tahunan PPh.
3. Dalam hal Faktur Pajak telah dikreditkan, dibebankan sebagai biaya, dan/atau
dikapitalisasi sebagai harta, Wajib Pajak yang menggunakan FP tersebut harus
membetulkan SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 8 Undang-Undang KUP.
Karakterisik WP yg diwaspadai dan diindikasikan
sebagai penerbit FP Tidak Sah (SE-17/PJ/2018)
1. WP belum dikukuhkan sebagai PKP namun menerbitkan Faktur Pajak;
2. WP yang melakukan transaksi dengan WP Terindikasi Penerbit atau WP Penerbit;
3. WP yang FP keluarannya belum atau tidak dilaporkan di dalam SPT Masa PPN
namun sudah dikreditkan oleh lawan transaksi;
4. Wajib Pajak yang:
a. akta pendirian badan hukumnya disahkan oleh dan dibuat di hadapan notaris
yang sama dengan yang digunakan oleh WP Terindikasi Penerbit atau WP
Penerbit atau notaris yang sama dengan yang digunakan oleh satu atau
beberapa Wajib Pajak lain;
b. pendiriannya pada waktu yang bersamaan atau berdekatan dengan satu atau
beberapa Wajib Pajak lain; atau
c. memiliki alamat kedudukan atau kegiatan usaha yang sama dengan satu atau
beberapa Wajib Pajak lain; dan/atau
d. memiliki pengurus yang sama dengan pengurus WP Terindikasi Penerbit atau
WP Penerbit atau pengurus yang sama dengan satu atau beberapa Wajib Pajak
lain.
Karakterisik WP yg diwaspadai dan diindikasikan
sebagai penerbit FP Tidak Sah (SE-17/PJ/2018) lanjutan1..
5. Wajib Pajak yang memiliki kegiatan usaha tidak wajar, dengan karakteristik antara
lain:
a. WP Non-Efektif (NE) tiba-tiba kegiatan usahanya aktif dan melakukan
penyerahan yang terutang PPN dalam jumlah besar;
b. WP melakukan penyerahan terutang PPN yang tidak sebanding dengan jumlah
modal atau jumlah harta perusahaan;
c. WP melakukan penyerahan terutang PPN yang tidak sebanding dengan jumlah
karyawan yang bekerja pada perusahaan;
d. WP melakukan penyerahan terutang PPN yang sangat beragam sehingga tidak
diketahui dengan pasti kegiatan usaha utama WP tersebut;
e. WP memiliki persediaan besar namun tidak memiliki gudang atau tidak
terdapat biaya sewa gudang;
f. WP yang sebagian besar pembeliannya adalah impor namun kegiatan
penyerahannya tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan barang yang
diimpor; dan/atau
g. WP yang melakukan penyerahan BKP namun tidak sesuai atau tidak
berhubungan dengan barang yang dibeli;
h. WP yang memiliki rasio laba usaha bersih (net profit margin) sangat kecil.
Karakterisik WP yg diwaspadai dan diindikasikan
sebagai penerbit FP Tidak Sah (SE-17/PJ/2018) lanjutan2..
6. WP yang memiliki administrasi pelaporan pajak dengan karakteristik antara lain:
a. WP menyampaikan SPT Masa PPN dengan status Lebih Bayar dan
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya secara terus-menerus, namun:
1) WP bukan Wajib Pajak yang baru berdiri;
2) WP tidak sedang berinvestasi pada barang modal;
3) tidak terdapat peningkatan persediaan yang signifikan; dan/atau
4) WP tidak melakukan / melakukan dengan jumlah % yang kecil, atas (a) penyerahan
yang terutang PPN namun tidak dipungut; (b) penyerahan ekspor; dan/atau (c)
penyerahan kepada Pemungut PPN;
b. WP memiliki penyerahan terutang PPN dalam jumlah besar namun secara
konsisten PPN Kurang Bayar yang dibayar atau disetor kecil;
c. WP melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang mengakibatkan jumlah PK
menjadi lebih besar namun diimbangi juga dengan penambahan PM yang
besar sehingga tidak mengubah PPN Kurang Bayar yang telah dilaporkan atau
menambah PPN Kurang Bayar tetapi nilainya kecil; dan/atau
d. WP rutin menyampaikan SPT Masa PPN namun tidak atau kurang patuh dalam
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21, Pasal 23 dan/atau Pasal 26, Pasal 25,
Pasal 4 ayat (2), dan/atau SPT Tahunan PPh.
7. terdapat IDLP yang mengindikasikan Wajib Pajak telah atau sedang atau akan
menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah.
SANKSI & ASPEK
PAJAK TERKAIT FP
PKP Penjual PKP Pembeli

KESALAHAN:
PER-24/PJ./2012
TERLAMBAT Jika terlambat lebih dari
2% X DPP PPN MEMBUAT FAKTUR 3 bulan tidak dianggap
sbg FP
PAJAK

FAKTUR PAJAK PPN tidak dapat


2% X DPP PPN TIDAK LENGKAP dikreditkan

Kecuali yang disebutkan dalam Pasal 14 ayat (1) huruf


e UU KUP No. 28/2007.
LARANGAN MEMBUAT
FAKTUR PAJAK
PASAL 14 UU PPN

ORANG PRIBADI / BADAN YG


TIDAK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP

DILARANG MEMBUAT
FAKTUR PAJAK
DLM HAL FAKTUR
PAJAK TELAH DIBUAT
PAJAK YG TERCANTUM
DLM FAKTUR PAJAK
HARUS DISETORKAN

KE
KAS NEGARA
RETUR BKP
( PASAL 5A UU PPN )

PENYERAHAN BKP
A
YANG
PPN DAN PPn.BM T
DIKEMBALIKAN
A
S
MENGURANGI

PK DAN PPn BM TERUTANG


OLEH PKP PENJUAL
PADA MASA PAJAK
TERJADINYA PM DARI PKP PEMBELI
PENGEMBALIAN BKP TSB DG CATATAN PM TSB
TELAH DIKREDITKAN

TATACARA BIAYA ATAU HARTA BAGI


DITETAPKAN DGN (PKP) PEMBELI DLM HAL
PER.MEN. KEUANGAN PAJAK ATAS BKP YG
DIKEMBALIKAN TELAH
(65/PMK.03/2010 ) DIBEBANKAN SBG BIAYA
ATAU TELAH DIKAPITALISIR
Syarat Nota Retur
Pasal 4 ayat (2) PMK Nomor 65/PMK.03/2010

Paling sedikit harus mencantumkan :


1. Nomor urut Nota Retur;
2. Nomor, kode seri, dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang
dikembalikan;
3. Nama, alamat, dan NPWP Pembeli;
4. Nama, alamat, NPWP Pengusaha Kena Pajak Penjual;
5. Jenis barang, jumlah harga jual BKP yang dikembalikan;
6. PPN atas BKP yang dikembalikan, atau PPN dan PPnBM atas
BKP yang tergolong mewah yang dikembalikan;
7. Tanggal pembuatan Nota Retur; dan
8. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Nota
Retur.
Tata Cara Retur
a. Nota Retur Dibuat oleh Pembeli
b. Bentuk dan ukuran Nota Retur dapat disesuaikan dengan
kebutuhan administrasi pembeli atau dapat dibuat seperti
contoh dalam Lampiran I PMK Nomor 65/PMK.03/2010.
c. Pengembalian BKP dianggap tidak terjadi dalam hal:
1. Nota Retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan minimal
seperti disebut di atas;
2. Nota Retur tidak dibuat pada saat BKP tersebut dikembalikan; atau
3. Nota Retur tidak disampaikan KPP tempat Pembeli terdaftar
(khusus untuk pembeli yang bukan PKP).
d. Pengurangan PK atau PK dan PPnBM oleh PKP Penjual
dilakukan dalam Masa Pajak saat terjadinya Pengembalian
BKP.
e. Sementara bagi pembeli: pengurangan PM, pengurangan
harta, atau pengurangan biaya, oleh Pembeli dilakukan
dalam Masa Pajak saat terjadinya pengembalian BKP.
Pembatalan JKP
Bila JKP dibatalkan, baik sebagian maupun seluruhnya oleh
penerima jasa, maka PPN dari JKP yang dibatalkan tersebut
mengurangi Pajak Keluaran yang terutang oleh PKP Pemberi
Jasa Kena Pajak
Bagi penerima jasa, adanya pembatalan atas transaksi JKP
tersebut akan mengurangi:
1. Pajak Masukan dari PKP Penerima Jasa, dalam hal Pajak
Masukan atas JKP yang dibatalkan telah dikreditkan;
2. biaya atau harta bagi PKP Penerima Jasa, dalam hal PPN
atas JKP yang dibatalkan tersebut tidak dikreditkan dan telah
dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan
(dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut; atau
3. biaya atau harta bagi Penerima Jasa yang bukan PKP dalam
hal PPN atas JKP yang dibatalkan tersebut telah dibebankan
sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam
harga perolehan harta tersebut.
Nota Pembatalan
Pasal 5 ayat (2) PMK Nomor 65/PMK.03/2010

Nota Pembatalan paling sedikit harus mencantumkan :


1. Nomor Nota Pembatalan;
2. Nomor, kode seri dan tanggal Faktur Pajak dari JKP yang
dibatalkan;
3. Nama, alamat, dan NPWP Penerima Jasa;
4. Nama, alamat, NPWP Pengusaha Kena Pajak Pemberi JKP;
5. Jenis jasa dan jumlah penggantian JKP yang dibatalkan;
6. PPN atas JKP yang dibatalkan;
7. Tanggal pembuatan Nota Pembatalan; dan
8. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Nota
Pembatalan.
Tata Cara Pembuatan Nota
Pembatalan
1. Dibuat oleh penerima jasa
2. Bentuk dan ukuran Nota Pembatalan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan administrasi penerima
JKP atau dapat dibuat seperti contoh dalam Lampiran
II PMK Nomor 65/PMK.03/2010.
3. Pembatalan JKP dianggap tidak terjadi dalam hal:
1. Nota Pembatalan tidak selengkapnya mencantumkan
keterangan minimal seperti disebut di atas;
2. Nota Pembatalan tidak dibuat pada saat JKP dibatalkan;
atau
3. Nota Pembatalan tidak disampaikan KPP tempat penerima
jasa terdaftar (khusus untuk penerima jasa yang bukan
PKP).
Retur dan Pembatalan Tanpa Identitas
SE-131/PJ/2010

FP merupakan bukti pungutan pajak bagi PKP Penjual/Pemberi


JKP sekaligus merupakan bukti untuk dapat mengkreditkan Pajak
Masukan bagi PKP Pembeli/Penerima Jasa;
Nota retur/nota pembatalan merupakan sarana/dokumen yang
digunakan oleh PKP Penjual/Pemberi JKP untuk mengurangkan
PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang telah dipungut melalui
Faktur Pajak, sehingga keterangan/informasi yang dicantumkan
dalam nota retur/nota pembatalan, termasuk identitas penjual
barang/pemberi jasa dan identitas pembeli barang/penerima jasa,
harus sama dengan keterangan yang tercantum dalam FP atas
penyerahannya;
Nota retur atas pengembalian BKP/nota pembatalan atas
pembatalan penyerahan JKP yang FP atas penyerahannya tidak
mencantumkan identitas Pembeli/Penerima Jasa, tidak dapat
dipergunakan sebagai pengurang Pajak Keluaran bagi PKP
Penjual/Pemberi JKP.
Konsep Dasar
UU Pajak Pertambahan Nilai
D.
PAJAK MASUKAN
Pengkreditan Pajak Masukan
1. Pada masa pajak yang sama, atau paling lambat 3 bulan
setelah akhir masa pajak.
2. Jika melakukan penyerahan BKP dan Non BKP, PM hanya atas
yang berhubungan dengan penyerahan BKP (Pemisahan
pembukuan)
3. Jika pembukuan tdk dipisahkan, PM yang dapat dikreditkan
dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan PM
yang dapat dikreditkan.
sesuai PMK 78/PMK.03/2010 sttd PMK 135/PMK.011/2014.
4. Bagi PKP yang belum berproduksi, hingga belum melakukan
penyerahan, dapat mengkreditkan PM atas perolehan dan/atau
impor barang modal (Pasal 9 ayat (2a) UU PPN). Selain barang
modal atau JKP, PM tidak dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat (8)
huruf j UU PPN).
5. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, PM atas
BKP yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh PKP yang
mengalihkan dapat dikreditkan oleh PKP yang menerima
pengalihan, sepanjang Faktur Pajaknya diterima setelah
terjadinya pengalihan dan PM tersebut belum dibebankan
sebagai biaya atau dikapitalisasi.
PAJAK MASUKAN YG DAPAT
DIKREDITKAN
HARUS MEMENUHI
SYARAT:
BERHUBUNGAN LANGSUNG DGN KEGIATAN
MATERIAL USAHA YG PENYERAHANNYA TERUTANG
PPN
(PRODUKSI, DISTRIBUSI, PEMASARAN &
MANAJEMEN)

BERISI KETERANGAN YG SEBENARNYA


ATAU YG SESUNGGUHNYA

FORMAL BENTUK, KOLOM & ISIAN SESUAI DGN


(PER-24/PJ./2012)

DIISI LENGKAP, BENAR, & DITANDATANGANI


ORANG YG BERWENANG

DIBUAT TEPAT WAKTU


(PER-24/PJ./2012)
PAJAK MASUKAN YG TDK DPT DIKREDITKAN
PASAL 9 AYAT (8)

1. Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;


2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha;
3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station
wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
5. Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) UU PPN atau tidak mencantumkan nama,
alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
6. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (6) UU
PPN;
7. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak;
8. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT
Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
9. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi
sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2a) UU PPN.
PENYERAHAN DALAM SUATU
MASA PAJAK
PASAL 9 AYAT (5) & (6)

PENYERAHAN YG PENYERAHAN YG TDK


TERUTANG PAJAK TERUTANG PAJAK

PAJAK
MASUKAN

DAPAT DIKETAHUI PM TIDAK DAPAT


DG PASTI DARI DIKETAHUI
PEMBUKUAN DENGAN PASTI

PM YG TERKAIT PENGKREDITAN PM
DG PENYERAHAN DIATUR DENGAN
YG TERUTANG PPN PMK 78/PMK.03/2010 sttd.
DAPAT DIKREDITKAN PMK 135/PMK.011.2014
PM YG TELAH DIKREDITKAN HARUS
DIHITUNG KEMBALI PADA AKHIR THN
BUKU
PENGKREDITAN PM PADA
MASA PAJAK TIDAK SAMA
PASAL 9 AYAT (9)

PAJAK MASUKAN
DAPAT DIKREDITKAN
PADA MASA PAJAK
BERIKUTNYA

SELAMBATNYA 3 BULAN
SETELAH BERAKHIRNYA
MASA PAJAK

SYARAT: BELUM DIBEBANKAN SBG


BIAYA ATAU DIKAPITALISASI DAN
BELUM DILAKUKAN PEMERIKSAAN
Deemed Pajak Masukan
Untuk kemudahan pengenaan pajak, terdapat pengaturan khusus terkait
dengan PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu (sektoral), dengan
peredaran usaha dengan jumlah tertentu yang pengenaan pajaknya akan
dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
Pajak Masukan.
Ketentuan lebih lanjut terkait pedoman pengkreditan Pajak Masukan ini
akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 9
ayat (7), ayat (7a) dan ayat (7b) UU PPN 2009).
Dibagi menjadi dua kategori:
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP
yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu
(PMK No. 74/PMK.03/2010)
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP
yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu
(PMK No. 79/PMK.03/2010).
Cttn : PMK 79/PMK.03/2010 Pedoman pengkreditan bagi PKP Kegiatan Usaha
Tertentu : pasal2 khusus untuk penyerahan emas perhiasan sudah dicabut.
Deemed PM Peredaran Usaha Tidak Melebihi
Jumlah Tertentu
PMK No. 74/PMK.03/2010
Digunakan bagi PKP yang mempunyai peredaran usaha dalam 1
(satu) tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000,-.
Syarat:
Mempunyai peredaran usaha dalam 2 tahun buku sebelumnya tidak
melebihi Rp 1.800.000.000,- untuk setiap 1 tahun buku; atau
WP yang baru dikukuhkan sebagai PKP.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung
dengan menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan
Pajak Masukan adalah sebesar:
60% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan JKP atau sama dengan
disetor 4% x Jumlah Peredaran Usaha; atau
70% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan BKP atau sama dengan
disetor 3% x Jumlah Peredaran Usaha.
Pajak Keluaran dihitung dengan mengalikan tarif 10% (sepuluh
persen) dengan DPP PPN berupa jumlah peredaran usaha.
Contoh Perhitungan Deemed Pajak
Berikut contoh penghitungan untuk
penyerahan JKP :
• PKP melakukan penyerahan JKP untuk bulan
Januari 2012 sebesar 50 juta rupiah, maka
PK-nya adalah : 10% x 50.000.000 = 5.000.000
PM-nya adalah : 60% x 5.000.000 = 3.000.000.
Jadi PPN kurang bayar untuk bulan Januari
2012 adalah 5.000.000 - 3.000.000 =
2.000.000.
PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat membebankan PPN
atas perolehan BKP/JKP sebagai biaya dalam penghitungan
PPh.
PKP yang bermaksud menggunakan Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan harus memberitahukan secara
tertulis kepada Ka. KPP tempat PKP dikukuhkan paling lama:
Pada saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN masa
pajak pertama dalam tahun buku dimulainya penggunaan
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan.
Khusus untuk PKP baru, pemberitahuan harus dilakukan
pada saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN masa
pajak saat dikukuhkan sebagai PKP.
Bila PKP yang memilih untuk beralih untuk mempergunakan
mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak
Keluaran, hanya diperbolehkan untuk mempergunakan
mekanisme tersebut pada masa pajak pertama tahun buku
berikutnya.
Deemed PM PKP Usaha Tertentu
PMK 79/PMK.03/2010
PKP yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu, dalam menghitung
besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan,wajib menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan
Kegiatan Usaha Tertentu adalah kegiatan usaha yang semata-
mata melakukan:
a. penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran;
b. penyerahan emas perhiasan secara eceran – sudah dicabut.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM, yaitu
sebesar:
a. 90% (sembilan puluh persen) dari Pajak Keluaran, dalam hal
Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan kendaraan
bermotor bekas secara eceran;
b. 80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran, dalam hal
Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan emas
perhiasan secara eceran. - sudah dicabut
Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM
PMK 79/PMK.03/2010
PK dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% dengan
DPP (yaitu peredaran usaha).
PPN yang wajib disetor pada setiap Masa Pajak dihitung
dengan cara PK dikurangi dengan PM yang dapat
dikreditkan, yaitu sebesar:
1. sama dengan 1% dari berupa peredaran usaha, bagi PKP yang
melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara
eceran;
2. sama dengan 2% dari berupa peredaran usaha, bagi PKP yang
melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran. – sudah dicabut

PKP yang menggunakan pedoman penghitungan


pengkreditan PM tidak dapat membebankan PPN atas
perolehan BKP dan/atau JKP sebagai biaya untuk
penghitungan Pajak Penghasilan.
RESTITUSI PPN
(Pasal 9 ayat (4a) dan (4b) UU PPN)
 Restitusi dilakukan pada akhir tahun buku kecuali untuk PKP
tertentu.
Termasuk dalam pengertian akhir tahun buku adalah
Masa Pajak saat WP melakukan pengakhiran usaha (bubar)

 Restitusi setiap masa pajak hanya boleh diajukan oleh


1) PKP yang melakukan ekspor BKP Berwujud/BKP Tidak Berwujud/
JKP
2) PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN
3) PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang PPNnya Tidak
Dipungut
4) PKP dalam tahap belum berproduksi (yang mengkreditkan PM atas
perolehan dan/atau impor barang modal)
Restitusi PPN
Restitusi setiap masa hanya dapat dilakukan oleh PKP
tertentu, selain PKP tertentu hanya dapat dikompensasi
setiap masa dan restitusi dilakukan di akhir tahun;

PKP yang mempunyai kriteria sebagai PKP berisiko


rendah—kecuali PKP yang dalam tahap belum
berproduksi, dilakukan dengan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (1) UU
KUP.
PKP yang belum berproduksi, apabila dalam kurun waktu
tertentu pengusaha tersebut ternyata gagal berproduksi
maka atas PPN yang telah dikreditkan dan telah
dimintakan pengembaliannya wajib dibayar kembali.
Pengaturan batasan jangka waktu untuk PKP yang gagal
berproduksi adalah 3 (tiga) tahun sejak pengkreditan PM,
dan berlaku untuk semua sektor usaha.
Restitusi PPN
PMK 72/PMK.03/2010

Definisi Kelebihan Pembayaran Pajak


• Kelebihan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran
dalam suatu Masa Pajak tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4a), ayat (4b) dan
ayat (4c) ; atau
• Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak
tertentu dan PPn BM yang telah dibayar atas
perolehan BKP yang tergolong mewah yang
diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (3) UU PPN, dalam hal ekspor BKP yang
tergolong mewah.
Restitusi PPN
PMK 72/PMK.03/2010

Kategori PKP
Dibagi Menjadi Tiga kategori, yaitu
• PKP Berisiko Rendah (Pasal 9 ayat (4c) UU PPN)
• PKP Kriteria Tertentu (yaitu WP dengan kriteria
tertentu yang dinyatakan dalam Pasal 17C UU
KUP) dan
• PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu (yaitu
WP dengan persyaratan tertentu yang dinyatakan
dalam Pasal 17D UU KUP).
Pengembalian Pendahuluan
untuk PKP Risiko Rendah
Pasal 9 ayat (4c) UU PPN jo PMK 39/PMK.03/2018

a. PKP yang melakukan kegiatan:


1. PKP yang melakukan ekspor BKP Berwujud;
2. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP kepada Pemungut PPN;
3. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP yang PPN-nya tidak dipungut;
4. PKP yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud;
5. PKP yang melakukan ekspor JKP; dan
b. PKP telah ditetapkan sebagai PKP berisiko
rendah
Penetapan PKP Berisiko Rendah
PMK 39/PMK.03/2018 sttd. PMK 117/PMK.03/2019

1. PKP meliputi:
a. Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
b. BUMN dan BUMD;
c. PKP yang ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan sesuai dengan ketentuan
dalam PMK;
d. PKP yang ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic
Operator) sesuai dengan ketentuan dalam PMK;
e. Pabrikan atau produsen selain PKP huruf a sd. huruf d, yang memiliki tempat untuk
melakukan kegiatan produksi;
f. Pedagang Besar Farmasi yang memiliki:
1) Sertifikat Distribusi Farmasi atau Izin PBF sesuai dengan ketentuan; dan
2) Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan;
g. Distributor Alat Kesehatan yang memiliki:
1) Sertifikat Distribusi Al-Kes atau Izin Penyalur Al-Kes sesuai dgn ketentuan; dan
2) Sertifikat Cara Distribusi Al-Kes yang Baik sesuai dgn ketentuan; Atau
h. Perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan saham
lebih dari 50% yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan laporan
keuangan BUMN induk sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Penetapan PKP Berisiko Rendah
PMK 39/PMK.03/2018 sttd. PMK 117/PMK.03/2019 lanjutan..
2. PKP telah menyampaikan SPT Masa PPN selama 12 (dua belas) bulan terakhir;
3. PKP tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan; dan
4. PKP tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

 PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih
bayar paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), yg memenuhi syarat
a. tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan; dan
b. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
diperlakukan sebagai PKP Berisiko rendah, dengan ketentuan :
a. PKP dimaksud tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan; dan
b. DJP tidak menerbitkan keputusan penetapan secara jabatan sebagai PKP
Berisiko Rendah.
PKP Kriteria Tertentu
Pasal 17C UU KUP
• Tepat waktu dalam menyampaikan SPT;
• Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis
pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh
izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
• Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau
lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan
pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut; dan
• Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun terakhir.

•Ditetapkan melalui Keputusan Dirjen Pajak


•Diberikan fasilitas khusus berupa pengembalian pendahuluan
kelebihan pajak.
PKP Kriteria Tertentu
Pasal 17C UU KUP
Bila:
Terhadap WP tersebut dilakukan tindakan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
Terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu
jenis pajak tertentu 2 Masa Pajak berturut-turut;
Terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu
jenis pajak tertentu 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1
(satu) tahun kalender; atau
Terlambat menyampaikan SPT Tahunan,

Fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan


pajak tidak dapat diberikan
PKP KriteriaTertentu
PMK 39/PMK.03/2018 sttd. PMK 117/PMK.03/2019
1. Kiteria Tepat waktu dalam menyampaikan SPT meliputi:
a. WP telah menyampaikan SPT Tahunan dalam 3 (tiga) Tahun Pajak terakhir yang
wajib disampaikan sampai dengan akhir tahun sebelum penetapan WP Kriteria
Tertentu, dengan tepat waktu;
b. WP telah menyampaikan SPT Masa atas Masa Pajak Jan. sd. Nov. dalam Tahun
Pajak terakhir sebelum penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu; dan
c. dalam hal terdapat keterlambatan penyampaian SPT Masa sbgmn dimaksud
dalam huruf b, keterlambatan tersebut harus memenuhi ketentuan :
1) tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak serta tidak
berturut-turut; dan
2) tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pada Masa Pajak
berikutnya.
2. Kriteria Tidak mempunyai tunggakan pajak yaitu keadaan WP pada tanggal 31 Des.
tahun terakhir sebelum penetapan sebagai WP Kriteria Tertentu tidak memiliki utang
pajak yang melewati batas akhir pelunasan, kecuali terhadap tunggakan pajak yang
pembayarannya telah memperoleh izin penundaan atau pengangsuran.
3. Kriteria Lap. keuangan yang diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan
keuangan pemerintah yaitu lap.keuangan yang diaudit oleh akuntan publik / lembaga
pengawasan keuangan pemerintah yang dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh yg wajib
disampaikan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sd. akhir tahun sebelum tahun
penetapan WP Kriteria Tertentu.
PKP Persyaratan Tertentu
Pasal 17D UU KUP jo. PMK 39/PMK.03/2018

WP Persyaratan Tertentu dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan


terhadap kelebihan pembayaran PPh maupun PPN, meliputi :
a. WP Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekejaan bebas
yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar restitusi;
b. WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekejaan bebas yang
menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar restitusi dengan jumlah
lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
c. WP Badan yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar restitusi
dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah); atau
d. PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan
jumlah lebih bayar paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
PKP Berisiko Rendah
Dalam hal PKP yang mengajukan
permohonan pengembalian kelebihan Pajak
berstatus sebagai PKP berisiko rendah juga
berstatus sebagai PKP kriteria tertentu atau
sebagai PKP yang memenuhi persyaratan
tertentu, PKP tersebut diperlakukan sebagai
PKP berisiko rendah.
Penelitian/Pemeriksaan
1. Permohonan pengembalian kelebihan Pajak dapat diproses
melalui penelitian atau pemeriksaan
2. Penelitian dilakukan terhadap permohonan pengembalian
kelebihan Pajak yang diajukan oleh:
Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP;
Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP;
atau
Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN
3. Pemeriksaan dilakukan terhadap permohonan pengembalian
kelebihan Pajak yang diajukan oleh PKP Pajak selain PKP pada
butir 2
Penelitian Restitusi
Dirjen Pajak setelah melakukan penelitian atas
permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang
diajukan, harus menerbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP).
Untuk PKP Kriteria Tertentu, penelitian dilakukan
berdasarkan Pasal 17C UU KUP;
Untuk PKP yang Memenuhi Persyaratan Tertentu,
penelitian dilakukan berdasarkan Pasal 17D UU KUP;
Untuk PKP Berisiko Rendah, penelitian dilakukan
terhadap:
1. Pemenuhan Kewajiban formal;
2. Pemenuhan kegiatan tertentu (pasal 9 (4b) huruf a – e UU PPN);
3. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
4. PM yg dikreditkan tlh dilaporkan oleh PKP yg membuat FP;dan
5. PM yg dibayar sendiri oleh PKP berisiko rendah telah divalidasi
dgn NTPN.
Penelitian Restitusi
PMK 39/PMK.03/2018
SKPPKP bagi PKP Berisiko Rendah tidak akan
diterbitkan bila :
1. Hasil penelitian formal menunjukkan bahwa PKP tidak dapat
diberikan Pengembalian Pendahuluan; atau
2. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat kelebihan
pembayaran pajak.
Dalam hal SKPPKP tidak diterbitkan maka :
1. Kepada PKP berisiko rendah diberikan pemberitahuan
secara tertulis
(diterbitkan paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima)
dan
2. Permohonan pengembalian kelebihan pajak diproses
berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP
Sanksi Kenaikan
Setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak, Dirjen Pajak kemudian akan melakukan
pemeriksaan pajak kepada PKP Tertentu.
Bila berdasarkan hasil pemeriksaan Dirjen Pajak ternyata
menerbitkan SKPKB, PKP kriteria tertentu atau PKP yang
memenuhi persyaratan tertentu wajib membayar jumlah
kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (5) atau Pasal
17D ayat (5) UU KUP.
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata diterbitkan
SKPKB, PKP Berisiko Rendah wajib membayar jumlah
kekurangan Pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% per bulan, paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan, dari jumlah kekurangan pembayaran Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) UU KUP.
Konsep Dasar
UU Pajak Pertambahan Nilai
E.
PERATURAN KHUSUS
PPN
Peraturan Khusus PPN
 Pemusatan PPN
 Pembayaran Kembali Restitusi PKP Gagal Berproduksi
 Pengembalian PPN Barang Bawaan Turis Asing
 Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP dari Luar
Daerah Pabean ke Dalam Daerah Pabean
 Kegiatan Membangun Sendiri
 Penyerahan Aktiva Bekas Pasal 16D UU PPN
 Ekspor Jasa Kena Pajak
 Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
 Pemungut PPN atau PPN dan PPnBM
 Fasilitas PPN Tidak Dipungut / PPN Dibebaskan
 Kawasan Berikat
 Kawasan Bebas (Free Trade Zone)
Pemusatan PPN
Pemusatan PPN
PER-11/PJ/2020
PKP yang memiliki lebih dari 1 (satu) Tempat PPN
Terutang dapat memilih 1 (satu) tempat atau lebih
sebagai Tempat Pemusatan PPN Terutang.
PKP ybs wajib menyelenggarakan administrasi
penyerahan dan administrasi keuangan secara
terpusat pada 1 (satu) atau lebih Tempat Pemusatan
PPN Terutang.
Tempat yang dapat dipilih merupakan Tempat PPN
Terutang di mana Pengusaha di tempat tersebut
telah dikukuhkan sebagai PKP.
Tidak Diperbolehkan sebagai Tempat
Pemusatan
 Tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
yang:
a. berada di Tempat Penimbunan Berikat termasuk di dalamnya Kawasan
Berikat;
b. berada di Kawasan Ekonomi Khusus;
c. berada di Kawasan Bebas;
d. berada di kawasan berfasilitas lainnya;
e. mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor; dan/atau
f. memiliki kegiatan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau
bangunan,
tidak dapat dipilih sebagai Tempat Pemusatan PPN Terutang atau Tempat
PPN Terutang yang akan dipusatkan.
 Tempat PPN Terutang yang secara nyata tidak memiliki kegiatan usaha
dan/atau tidak melakukan kegiatan administrasi penyerahan dan
administrasi keuangan, tidak dapat dipilih sebagai Tempat Pemusatan PPN
Terutang.
Prosedur Pemberitahuan
 PKP menyampaikan pemberitahuan secara elektronik kepada Kepala Kanwil DJP
Tempat Pemusatan, dengan tembusan kepada Kepala KPP Terdaftar.
Dalam hal saluran elektronik belum tersedia, PKP dapat mengajukan
pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan,
dengan tembusan kepada Kepala KPP Terdaftar, dgn syarat :
 memuat nama, alamat, dan NPWP PKP pada Tempat PPN Terutang yang dipilih
sebagai Tempat Pemusatan PPN Terutang;
 memuat nama dan NPWP PKP pada Tempat PPN Terutang yang akan
dipusatkan;
 dilampiri surat pernyataan bahwa:
1) administrasi penyerahan dan administrasi keuangan diselenggarakan
secara terpusat pada Tempat PPN Terutang yang dipilih sebagai Tempat
Pemusatan PPN Terutang;
2) Tempat Pemusatan PPN Terutang dan Tempat PPN Terutang yang akan
dipusatkan tidak termasuk tempat tinggal, tempat kedudukan, atau
tempat kegiatan usaha yang dikecualikan ; dan
3) Tempat Pemusatan PPN Terutang secara nyata memiliki kegiatan usaha
dan/atau melakukan kegiatan administrasi penyerahan dan administrasi
keuangan; dan
 dilampiri surat kuasa khusus dalam hal pemberitahuan dilakukan oleh kuasa
sesuai dengan ketentuan.
Keputusan Pemusatan
 Berdasarkan pemberitahuan, Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan atas
nama Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan dengan
menerbitkan:
 Keputusan Pemusatan, dalam hal pemberitahuan memenuhi
persyaratan; atau
 Surat Pemberitahuan Belum Memenuhi Persyaratan untuk Diberikan
Keputusan Pemusatan Tempat PPN Terutang, dalam hal
pemberitahuan tidak memenuhi persyaratan,
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak pemberitahuan diterima
lengkap.

 Pemusatan Tempat PPN Terutang berlaku mulai Masa Pajak berikutnya


setelah tanggal Keputusan Pemusatan.
Penambahan/Pengurangan Tempat
 PKP yang telah memperoleh Keputusan Pemusatan dapat mengajukan:
a. penambahan Tempat PPN Terutang lain yang akan dipusatkan; dan/atau
b. pengurangan Tempat PPN Terutang yang telah dipusatkan
 Dengan menyampaikan pemberitahuan penambahan dan/atau pengurangan
Tempat PPN Terutang yang dipusatkan, secara elektronik kepada Kepala Kanwil DJP
Tempat Pemusatan, dengan tembusan kepada Kepala KPP Terdaftar yang wilayah
kerjanya meliputi Tempat PPN Terutang yang diajukan penambahan dan/atau
pengurangan.
 Dalam hal PKP yang telah memperoleh Keputusan Pemusatan :
a. memilih Tempat PPN Terutang yang lain sebagai Tempat Pemusatan PPN
Terutang yang baru;
b. melakukan pemindahan alamat Tempat Pemusatan PPN Terutang yang
berada dalam satu wilayah kerja Kanwil DJP Tempat Pemusatan; atau
c. melakukan pemindahan alamat Tempat Pemusatan PPN Terutang yang tidak
berada dalam satu wilayah kerja Kanwil DJP Tempat Pemusatan,
PKP mengajukan pemberitahuan perubahan Tempat Pemusatan PPN Terutang,
secara elektronik kepada Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan, dengan tembusan
kepada Kepala KPP Terdaftar yang wilayah kerjanya meliputi Tempat Pemusatan
PPN Terutang yang mengalami perubahan.
Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban PPN
 Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban PPN bagi PKP yang telah memiliki
Keputusan Pemusatan, meliputi seluruh kewajiban PPN yang terutang di Tempat
Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang dan Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang yang dipusatkan.
 Dalam hal terdapat kompensasi kelebihan pembayaran pajak atas Masa Pajak
sebelum tanggal SMP (Saat Mulai Pemusatan) yang berasal dari SPT Masa PPN
yang dilaporkan dengan NPWP Tempat PPN Terutang yang dipusatkan, kompensasi
kelebihan pembayaran tersebut dapat diperhitungkan sebagai kompensasi
kelebihan PPN atas Masa Pajak sebelum tanggal SMP dalam SPT Masa PPN yang
disampaikan pada KPP Tempat Pemusatan dengan menggunakan NPWP Tempat
Pemusatan PPN Terutang.
 Dalam hal terdapat:
a. pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PPN yang belum dilakukan
oleh Tempat PPN Terutang yang dipusatkan untuk Masa Pajak sebelum tanggal
SMP; dan
b. pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PPN tersebut dilakukan oleh
Tempat PPN Terutang yang dipusatkan sejak tanggal SMP,
pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PPN tersebut menggunakan
NPWP Tempat PPN Terutang yang dipusatkan dan diadministrasikan serta
ditindaklanjuti oleh KPP Tempat Pemusatan.
Pembayaran Kembali Restitusi
bagi PKP yang Mengalami
Keadaan Gagal Berproduksi
Pembayaran Kembali Restitusi bagi PKP yang
Mengalami Keadaan Gagal Berproduksi
PMK 31/PMK.03/2014
1. Bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan
penyerahan barang dan/atau jasa yang terutang pajak, PM atas
perolehan dan/atau impor Barang Modal dapat dikreditkan.
2. Pengkreditan PM tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk
perolehan BKP selain Barang Modal atau JKP sebelum PKP berproduksi.
3. Barang Modal adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dengan perolehan
barang modal yang dikapitalisasi ke dalam harga perolehan barang
modal tersebut.
4. Pengkreditan PMn atas perolehan dan/atau impor Barang Modal bagi
PKP yang belum berproduksi, berlaku untuk seluruh kegiatan usaha.
5. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi dapat
mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak Masukan
pada setiap masa pajak.
Ketentuan Kondisi Gagal Berproduksi
PMK 31/PMK.03/2014

6. Pajak Masukan yang telah dikreditkan sebagaimana dan telah diberikan


pengembalian wajib dibayar kembali oleh PKP, dalam hal PKP
tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu :
a. bagi PKP yang kegiatan usaha utamanya sebagai produsen, apabila
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak pertama kali
mengkreditkan PM tidak melakukan kegiatan:
 penyerahan BKP/JKP ; atau
 ekspor BKP / JKP; atau
yang berasal dari hasil produksinya sendiri.
b. bagi PKP yang kegiatan usaha utamanya selain sebagai produsen,
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Pembayaran kembali PM yang telah direstitusi
PMK 31/PMK.03/2014

7. PM yang wajib dibayar kembali oleh PKP yang mengalami keadaan gagal
berproduksi sebesar PM yang telah dikreditkan dan telah diberikan
pengembalian.
8. Pembayaran kembali PM dilakukan dengan menggunakan SSP dengan
mencantumkan keterangan "Pembayaran kembali Pajak Masukan atas
impor dan/atau perolehan Barang Modal yang telah dikreditkan dan
telah diberikan pengembalian".
 Disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah keadaan
gagal berproduksi
 Dilaporkan pada masa pajak dilakukan pembayaran.
Perlakuan dan tambahan jangka waktu
setelah batas waktu gagal berproduksi
PMK 31/PMK.03/2014
9. PM atas perolehan dan/atau impor Barang Modal setelah batas waktu keadaan gagal
berproduksi (sbgmn dimaksud nomor 6) terlewati, dapat dikreditkan.
a. PM yang dikreditkan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau
dimintakan pengembalian.
b. Apabila batas waktu keadaan gagal berproduksi (sbgmn nomor 6) terlewati, atas PM
yang telah dikreditkan dan belum dimintakan pengembalian, dapat
dikompensasikan atau dimintakan pengembalian pada masa pajak berikutnya.
c. Kompensasi atau permohonan pengembalian kelebihan Pajak Masukan tersebut
hanya dapat dilakukan sampai dengan jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
setelah masa pajak keadaan gagal produksi (sbgm nomor 6) terlewati.
d. Kelebihan PM yang telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali apabila
sampai dengan batas waktu 2 (dua) tahun PKP tidak melakukan penyerahan
dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP yang berasal dari hasil produksinya sendiri.
e. Kelebihan PM tidak dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau
dimintakan pengembalian dalam hal:
 setelah berakhirnya jangka waktu 2 tahun masih terdapat kelebihan PM; dan
 PKP tidak melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP yang
berasal dari hasil produksinya sendiri sampai batas waktu 2 tahun berakhir.
Keadaan Kahar/Force Majeure dan Sanksi
PMK 31/PMK.03/2014
Keadaan Kahar/Force Majeure
10. PKP tidak wajib membayar kembali PM atas impor dan/atau perolehan Barang
Modal yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian, dalam hal
gagal berproduksi disebabkan oleh bencana alam atau sebab lain di luar
kekuasaan PKP (keadaan kahar atau force majeure) terdiri dari peperangan,
kerusuhan, revolusi, pemogokan, kebakaran, dan bencana lainnya, yang harus
dinyatakan oleh pejabat/instansi yang berwenang.
Sanksi
11. Terhadap PKP yang melakukan pembayaran kembali restitusi diterbitkan Surat
Tagihan Pajak atas sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (5) UU KUP.
 Dalam hal PKP tidak melakukan kewajiban pembayaran kembali restitusi
maka diterbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (1) huruf g UU KUP, terdiri dari PM dan ditambah sanksi adm.
berupa bunga Pasal 14 ayat (5) UU KUP.
12. DJP berwenang melakukan pemeriksaan dan mencabut pengukuhan PKP yang
gagal berproduksi.
Pengembalian PPN
Barang Bawaan Turis Asing
Pengembalian PPN Barang Bawaan Turis Asing
Pasal 16E UU PPN jo. PMK 120/PMK.03/2019

1. PPN yang sudah dibayar atas Barang Bawaan dapat diminta


kembali oleh Turis Asing, dengan ketentuan :
a. nilai PPN paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
dan
b. pembelian Barang Bawaan dilakukan dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sebelum keberangkatan ke luar Daerah Pabean.
2. Permintaan pengembalian PPN atas pembelian Barang Bawaan
hanya dapat dilakukan oleh Turis Asing bersangkutan, dilakukan
pada saat meninggalkan Indonesia dan disampaikan kepada DJP
melalui Kantor DJP di bandar udara.
3. Turis Asing yang dapat meminta kembali PPN tsb bukan WNI atau
bukan permanent resident of Indonesia, yang tinggal atau berada
di Indonesia tidak lebih dari 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
kedatangannya.
Faktur Pajak Khusus
Pasal 16E UU PPN jo. PMK 120/PMK.03/2019
1. Turis Asing yang menghendaki pengembalian PPN atas pembelian Barang
Bawaan harus memberitahukan dan menunjukkan Paspor Luar Negeri kepada
PKP Toko Retail.
2. PKP Toko Retail harus mendaftarkan diri sebagai PKP yang berpartisipasi dalam
skema pengembalian PPN kepada Turis Asing dan ditetapkan oleh DJP.
3. PKP Toko Retail yang menyerahkan Barang Bawaan kepada Turis Asing harus
membuat Faktur Pajak Khusus dengan nilai PPN paling sedikit Rp50.000,00 (lima
puluh ribu rupiah).
4. Faktur Pajak Khusus dengan ketentuan pengisian sebagai berikut:
a. pada kolom NPWP diisi dengan nomor Paspor Turis Asing sesuai yang
tercantum dalam paspornya; dan
b. pada kolom alamat pembeli diisi dengan alamat lengkap sesuai yang
tercantum dalam paspornya.
dibuat dalam 3 (tiga) rangkap dengan peruntukan sebagai berikut:
lembar kesatu, untuk Turis Asing utk pengajuan pengembalian PPN;
lembar kedua, untuk UPRPPN Bandara melalui Turis Asing; dan
lembar ketiga, untuk arsip PKP Toko Retail.
Pengembalian PPN
Pasal 16E UU PPN jo. PMK 120/PMK.03/2019
1. Turis Asing mengajukan permintaan pengembalian PPN melalui Unit Pelaksana Restitusi
PPN Bandara dengan membawa Barang Bawaan dan menunjukkan dokumen:
a. paspor;
b. pas naik (boarding pass) untuk keberangkatan Turis Asing ke luar Daerah Pabean;
dan
c. Faktur Pajak Khusus.
2. Petugas Konter Pemeriksaan melakukan penelitian pemenuhan ketentuan.
3. Nilai PPN yang dikembalikan kepada Turis Asing
a. dikembalikan secara tunai dengan mata uang Rupiah, dalam hal PPN yang disetujui
untuk dikembalikan bernilai kurang dari atau sama dengan Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah); atau
b. dikembalikan melalui penerbitan SPMKP dalam mata uang Rupiah ke rekening Turis
Asing, dalam hal PPN yang disetujui untuk dikembalikan bernilai lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
4. Dalam hal Turis Asing:
a. tidak menyampaikan nomor rekening dan nama bank tujuan transfer sebagaimana
dimaksud pada 3b; dan/atau
b. menghendaki pengembalian secara tunai dalam mata uang Rupiah,
pengembalian PPN dilakukan secara tunai paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah) dan atas selisihnya tidak dikembalikan kepada Turis Asing.
Pemanfaatan BKP Tidak
Berwujud dan/atau JKP dari Luar
Daerah Pabean ke Dalam Daerah
Pabean
Definisi BKP Tidak Berwujud
1.Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau
karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek
dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
2.Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial,
atau ilmiah;
3.Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau
komersial;
4.Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau
hak menggunakan hak-hak tsb pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau
informasi tersebut pada angka 3, berupa:
a.Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
yg disalurkan kpd masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yg serupa;
b.penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk
siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau
teknologi yang serupa; dan
c.penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
5.Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film
atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
6.Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana
tersebut di atas.
Pemanfaatan JKP dari Luar Pabean
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dapat berupa jasa-jasa
sebagai berikut :
a. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat pada
atau ditujukan untuk barang tidak bergerak yang berada
dalam Daerah Pabean dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau
badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun
yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam
Daerah Pabean Indonesia. Misalnya jasa perencanaan atau
penggambaran bangunan.
b. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat pada
atau ditujukan untuk barang bergerak yang berada atau
dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dan dimanfaatkan
oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai
Pengusaha Kena Pajak maupun yang berstatus bukan sebagai
Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah Pabean Indonesia. Misalnya
jasa persewaan rig atau pengeboran minyak dan jasa persewaan
alat-alat berat.
c. Jasa yang secara fisik dilakukan di dalam Daerah Pabean.Misal:
Jasa konsultasi manajemen oleh konsultan Amerika di Indonesia.
Kriteria Dimanfaatkan di Dalam Daerah Pabean
SE-147/PJ/2010
BKP tidak Berwujud Dari Luar DP:
a. BKP Tidak Berwujud tersebut dimiliki oleh orang pribadi atau badan
yang bertempat tinggal/berkedudukan di luar DP;
b. kegiatan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud yang berasal dari luar Daerah
Pabean tersebut dilakukan di dalam DP; dan
c. BKP Tidak Berwujud yang berasal dari luar DP tersebut dimanfaatkan
oleh siapa pun di dalam DP.
JKP Dari Luar DP:
a. JKP tersebut diserahkan oleh orang pribadi atau badan yang bertempat
tinggal/berkedudukan di luar DP;
b. Pemberian JKP dapat dilakukan di dalam dan/atau di luar DP sepanjang
kegiatan pemberian jasa tdk menyebabkan orang pribadi atau badan dari
luar DP menjadi SPDN;
c. Kegiatan pemanfaatan JKP dari luar DP tersebut dilakukan di dalam DP;
dan
d. JKP dari luar DP tersebut dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam DP.
Saat Terutang PPN – Saat Dimulai
Pemanfaatan JKP dari Luar Pabean
Saat terutangnya pajak atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud
dan JKP dari luar Daerah Pabean, terjadi pada saat BKP Tidak
Berwujud atau JKP tersebut mulai dimanfaatkan di dalam Daerah
Pabean Indonesia.
Saat dimulainya adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu
dari peristiwa-peristiwa sebagai berikut :
a. secara nyata dimanfaatkan, meskipun belum didukung bukti-bukti
formal seperti kontrak atau perjanjian tertulis.
b. Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa
Kena Pajak dinyatakan sebagai utang.
c. Saat Harga Jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
Penggantian Jasa Kena Pajak ditagih oleh pihak yang menyerahkan,
d. Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa
Kena Pajak dibayar, baik sebagian atau seluruhnya, oleh pihak yang
memanfaatkan.
Jika Informasi di atas tidak ada maka saat ditandatangani kontrak
Setor dan Lapor
PMK No. 40/PMK.03/2010 jo. PMK No.242/PMK.03/2014
dan PMK 243/PMK.03/2014 sttd, PMK 9/PMK.03/2018
PPN yang terutang wajib dipungut dan disetorkan seluruhnya ke Kas
Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi dengan menggunakan
SSP oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak
berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean, paling lama tanggal
15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak (seperti
dinyatakan dalam Pasal 6 ayat (1) PMK No. 40/PMK.03/2010 dan Pasal
2 ayat (15) PMK No. 242/PMK.03/2014 ).
Bagi PKP, PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN
bulan terutangnya pajak. SPT ini diperlakukan sebagai laporan
pemungutan PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP
dari luar Daerah Pabean.
Sementara bagi bukan PKP wajib melaporkan PPN yang telah disetor
paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
Bagi bukan PKP setoran pajak yang mendapat validasi dg NTPN
dianggap telah lapor sesuai dg tanggal validasi.
( PMK 9/PMK.03/2018 pasal 11 ayat (4) )
Orang pribadi atau badan yang melakukan penyetoran PPN setelah
melewati batas waktu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Ringkasan
No. Perihal Uraian
1. Objek Pajak Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean di dalam
Daerah Pabean
2. Subjek Pajak Orang pribadi atau badan, baik PKP maupun Non PKP
3. Tarif dan DPP 10% X jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan
4. Saat terutang Saat dimulainya pemanfaatan, yaitu salah satu diantara peristiwa berikut ini:
a. saat secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya;
b. saat harga perolehannya dinyatakan sebagai utang oleh yang
memanfaatkannya;
c. saat harga jualnya ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
d. saat harga perolehannya dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh
pihak yang memanfaatkannya
Bila tidak diketahui, maka saat dimulainya pemanfaatannya adalah tanggal
ditandatanganinya kontrak/perjanjian atau saat lain yang ditetapkan oleh
Dirjen Pajak
5. Tempat Terutang Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan

6. Penyetoran Tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak


7. Pelaporan Bagi PKP menggunakan SPT Masa PPN pada masa pajak bulan terutangnya
pajak (sebagai PM di 1111-B) dan bagi non PKP setor dg NTPN dianggap lapor.
Pelaporan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya
pajak.
Kegiatan Membangun
Sendiri
Batasan Kegiatan Membangun Sendiri
PMK No.163/PMK.03/2012
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi maupun oleh badan, baik dipakai
sendiri atau digunakan oleh pihak lain.
‘Tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan’ berarti kegiatan tersebut dilakukan
oleh orang pribadi atau badan yang tidak bergerak di bidang usaha membangun
bangunan. Dalam hal kegiatan dilakukan oleh orang atau badan yang memang
bergerak di bidang pembuatan bangunan, maka tidak dikatakan sebagai
‘membangun sendiri.
Kegiatan mendirikan bangunan yang dilakukan melalui kontraktor atau
pemborong bukan merupakan kegiatan membangun sendiri apabila kontraktor /
pemborong adalah PKP dan kegiatan membangun tersebut telah dipungut PPN.
Yang dimaksud dengan bangunan dalam PMK Nomor 163/PMK.03/2012 adalah
bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,
dan/atau baja;
Diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
Luas keseluruhan paling sedikit 200 m2
Pengenaan PPN
Dikenakan PPN sepanjang luas bangunan yang dibangun minimal 200 m2 atau lebih
dan bersifat permanen.
Kegiatan membangun yang dilakukan bertahap dianggap merupakan satu kesatuan
kegiatan sepanjang tenggang waktu antar tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2
(dua) tahun.
Bangunan bersifat permanen adalah bangunan yang konstruksi utamanya berupa
kayu, beton, pasangan batu bata/sejenis, dan/atau baja
.

Tarif PPN 10% dari DPP.


Tarif
DPP ditetapkan sebesar 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan atau
dibayarkan sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri, tidak
termasuk harga perolehan tanah.
Tarif efektif PPN untuk kegiatan membangun sendiri adalah 2% dari
jumlah pengeluaran atau pembayaran

Saat
Terutang setiap bulan.
Terutang
Saat terutangnya dimulai sejak dilakukannya kegiatan membangun
sendiri secara fisik seperti penggalian fondasi, pemasangan tiang
pancang atau kegiatan fisik lainnya.
Besarnya PPN terutang setiap bulan adalah dengan mengalikan tarif 2%
dengan jumlah pengeluaran setiap bulan.
Sifat Pengenaan
PPN atas kegiatan membangun sendiri tidak dapat
dikreditkan. Begitu pula dengan PPN yang dibayar
sehubungan dengan perolehan materialnya.
Sebab tarif efektif sebesar 2% sudah memperhitungkan
Pajak Masukan dalam pengenaan Pajaknya.

Penyetoran PPN
Penyetoran dilakukan oleh orang pribadi atau badan
(tidak harus PKP) yang melakukan kegiatan
membangun bangunan ke kantor kas negara dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lama
tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir
Tempat Terutang & Pelaporan KMS
WP yang melakukan kegiatan membangun sendiri harus
melaporkan pelunasan PPN yang dilakukannya di tempat
pajak terutang yaitu pada KPP yang wilayahnya meliputi
lokasi di mana kegiatan membangun sendiri bangunan
dilakukan.
Pelaporan harus dilakukan paling lambat akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Bagi non PKP
setoran dg validasi NTPN mk dianggap lapor pd tgl validasi.
Dalam hal WP yang melakukan kegiatan membangun
sendiri adalah PKP maka PPN kegiatan membangun sendiri
dilaporkan dalam SPT Masa PPN paling lambat akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
( PMK 9/PMK.03/2018 )
Teguran, Pemeriksaan & Penetapan Pajak
1. Bila orang pribadi atau badan tidak melakukan kewajiban
penyetoran PPN serta tidak melaporan kegiatan tersebut, Kepala
KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan
didirikan dapat mengeluarkan surat teguran
2. Bila dalam jangka waktu 14 hari sejak diterbitkannya surat
teguran, orang pribadi atau badan belum menyetor dan
melaporkan PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri,
Kepala KPP Pratama dapat melakukan pemeriksaan pajak untuk
menetapkan besarnya PPN terutang atas kegiatan membangun
sendiri tersebut.
3. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Kepala KPP menerbitkan SKP
atas besarnya PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri.
4. Dalam hal orang pribadi atau badan belum memiliki NPWP,
Kepala KPP Pratama menerbitkan NPWP secara jabatan sesuai
ketentuan yang berlaku.
5. Dalam hal orang pribadi atau badan yang telah memiliki NPWP
namun berbeda dengan tempat bangunan didirikan, Kepala KPP
Pratama secara jabatan menerbitkan NPWP sebagai cabang sesuai
ketentuan yang berlaku.
Ringkasan
No. Perihal Uraian
1. Objek Pajak Kegiatan membangun sendiri, termasuk kegiatan membangun
sendiri di tanah kavling realestat.
2. Subjek Pajak Orang pribadi atau badan, bisa PKP atau Non PKP
3. Tarif dan DPP 10% X 20% X jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau yang
dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
4. Saat terutang Terutang setiap bulan sejak saat dimulainya kegiatan
membangun sendiri secara fisik seperti penggalian fondasi,
pemasangan tiang pancang, atau kegiatan fisik lainnya.
5. Tempat Terutang Tempat bangunan tersebut didirikan.

6. Penyetoran Tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.


7. Pelaporan Bagi PKP menggunakan SPT Masa PPN masa pajak yang sama
dengan bulan pengeluaran (di Induk SPT 1111 butir III)
Bagi non PKP, setoran dgn validasi NTPN maka dianggap telah
lapor sesuai tanggal validasi.
Pelaporan paling lambat akhir bulan berikut setelah berakhirnya
masa pajak.
PPN yg dibayar atas kegiatan membangun sendiri tidak dapat
dikreditkan.
Penyerahan Aktiva Bekas
Pasal 16D UU PPN

 PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa


aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas
penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya
tidak dapat dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan
huruf c.
Penyerahan Aktiva Bekas
Ketentuan :
1. Tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
2. Penyerahan dilakukan oleh PKP
3. Dikenakan Tarif 10%
4. Kecuali, penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak
dapat dikreditkan yaitu :
1) Aktiva bekas yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha; dan
2) Kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon,
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan
Selain 2 point di atas, sepanjang pihak penjual adalah PKP
maka penyerahan aktiva bekas dikenai PPN 10%.
Ekspor Jasa Kena Pajak
Ekspor Jasa Kena Pajak
PMK 32/PMK.010/2019

Ekspor JKP adalah setiap kegiatan penyerahan JKP yang


dihasilkan di dalam Daerah Pabean untuk dimanfaatkan
oleh Penerima Ekspor JKP di luar Daerah Pabean.
1) PPN dikenakan atas Ekspor JKP oleh PKP
2) PPN yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif PPN dengan DPP
3) Tarif PPN adalah 0% (nol persen).
4) DPP adalah nilai Penggantian.
Batasan Jenis Ekspor JKP
PMK 32/PMK.010/2019
1. Jenis JKP berupa kegiatan pelayanan yang melekat pada
barang bergerak yang dikeluarkan untuk dimanfaatkan di luar
Daerah Pabean meliputi:
a. jasa maklon;
b. jasa perbaikan dan perawatan; dan
c. jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) terkait
barang untuk tujuan ekspor.
2. Jenis JKP berupa kegiatan pelayanan yang melekat pada
barang tidak bergerak yang berada di luar Daerah Pabean
yaitu jasa konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian,
perencanaan, dan perancangan konstruksi terkait dengan
bangunan atau rencana bangunan yang berada di luar
Daerah Pabean.
3. Jenis JKP ...
Batasan Jenis Ekspor JKP
PMK 32/PMK.010/2019 lanjutan ...
3. Jenis JKP berupa kegiatan pelayanan yang hasilnya
diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean
meliputi:
a. jasa teknologi dan informasi;
b. jasa penelitian dan pengembangan (research and development);
c. jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara
dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran
internasional;
d. jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa
konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber
daya manusia, jasa konsultansi keinsinyuran (engineering Services),
jasa konsultansi pemasaran (marketing Services), jasa akuntansi atau
pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
e. jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam
Daerah Pabean untuk tujuan ekspor; dan
f. jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau
komunikasi/konektivitas data.
Kriteria Jasa Maklon

Jasa maklon (point 1a.) memenuhi ketentuan sbb:


a. spesifikasi dan bahan baku dan/atau bahan setengah jadi
disediakan oleh Penerima Ekspor JKP;
b. bahan baku dan/atau bahan setengah jadi akan diproses
untuk menghasilkan BKP;
c. kepemilikan atas BKP yang dihasilkan berada pada
Penerima Ekspor JKP; dan
d. pengusaha jasa maklon mengirim BKP yang merupakan
hasil pekerjaannya ke luar Daerah Pabean dengan
menggunakan mekanisme ekspor barang.
Kriteria Jasa teknologi dan informasi
Jasa teknologi dan informasi (point 3a.) meliputi:
a. layanan analisis sistem komputer, antara lain pemecahan masalah yang membutuhkan
dukungan teknologi informasi;
b. layanan perancangan sistem komputer, antara lain spesifikasi piranti keras (Hardware),
piranti lunak (software), dan/atau jaringan komputer yg dibutuhkan;
c. layanan pembuatan sistem komputer dan/atau situs web menggunakan bahasa
pemrograman, antara lain layanan pembuatan aplikasi;
d. layanan keamanan teknologi informasi (IT security), antara lain perlindungan
informasi pada saat informasi diproses, ditransmisikan, dan/atau disimpan;
e. layanan pusat kontak (contact center), antara lain pemberian jawaban dan/atau
tindak lanjut atas pertanyaan dan/atau pernyataan yang disampaikan kepada pusat
kontak;
f. layanan dukungan teknik, antara lain layanan penanganan masalah pelanggan (client)
dalam penerapan, pemakaian, pemrosesan data (data Processing), dan konfigurasi
piranti keras (hardware), piranti lunak (software), dan/atau jaringan komputer;
g. layanan komputasi awan (cloud computing) dan web hosting, antara lain data hosting
atau data storage sepanjang server berada di dalam Daerah Pabean dan penerima
layanan data hosting atau data storage merupakan penyedia layanan cloud computing
atau web hosting; dan
h. layanan pembuatan konten dengan menggunakan bantuan teknologi informasi, antara
lain pembuatan games, animasi, dan desain grafis.
Kriteria Jasa interkoneksi, penyelenggaraan
satelit dan/atau komunikasi/konektivitas data
Jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau
komunikasi/konektivitas data (point 3f.) meliputi:
a. layanan interkoneksi panggilan dan/atau pesan singkat internasional yang
dilakukan oleh penyelenggara telekomunikasi dalam negeri kepada
penyelenggara telekomunikasi luar negeri;
b. layanan transmitter and responder (transponder) satelit yang dilakukan
oleh penyelenggara satelit dalam negeri kepada penerima layanan di luar
negeri, sepanjang stasiun bumi yang digunakan oleh penerima layanan
berada di luar Daerah Pabean;
c. layanan pengendalian satelit yang dilakukan oleh penyelenggara satelit
dalam negeri kepada penyelenggara satelit luar negeri, sepanjang stasiun
bumi pengendali yang digunakan oleh penyelenggara satelit dalam negeri
berada di dalam Daerah Pabean; dan/atau
d. layanan ketersambungan internet global melalui jaringan publik atau
privat yang dilakukan oleh penyelenggara jaringan dalam negeri kepada
penerima layanan di luar negeri.
Syarat & Ketentuan
1. Ekspor JKP dikenai PPN tarif 0% sepanjang memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a. didasarkan atas perikatan atau perjanjian tertulis antara PKP dengan
Penerima Ekspor JKP yang mencantumkan dengan jelas:
1) jenis JKP;
2) rincian kegiatan yg dihasilkan di dalam Daerah Pabean untuk
dimanfaatkan di luar Daerah Pabean oleh Penerima Ekspor JKP; &
3) nilai penyerahan,
dan
b. terdapat pembayaran disertai dengan bukti pembayaran yang sah
dari Penerima Ekspor JKP kepada PKP sehubungan dengan Ekspor JKP.
2. Jika tidak memenuhi ketentuan (pada nomor 1) dianggap sebagai
penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dikenai PPN 10% .
3. JKP yang dihasilkan dan dimanfaatkan di luar Daerah Pabean tidak
dikenai PPN.
Faktur Pajak dan Pelaporan
1. Saat terutangnya PPN atas Ekspor JKP adalah pada saat Penggantian atas jasa
yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.
2. PKP yang melakukan Ekspor JKP wajib membuat Faktur Pajak berupa
Pemberitahuan Ekspor JKP yang dilampiri dengan faktur penjualan (invoice) yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor
JKP.
3. Atas kegiatan ekspor BKP yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan jasa maklon,
selain wajib membuat Pemberitahuan Ekspor JKP, PKP wajib membuat PEB sesuai
dengan ketentuan kepabeanan.
4. Atas kegiatan Ekspor JKP dilaporkan sebagai Ekspor JKP dalam SPT Masa PPN.
5. Atas kegiatan ekspor jasa maklon selain melaporkan Ekspor JKP, PKP melaporkan
ekspor BKP yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan jasa maklon dalam SPT Masa
PPN.
6. Pajak Pertambahan Nilai atas:
a. perolehan BKP;
b. perolehan JKP;
c. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
d. pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean; dan/atau
e. impor BKP,
yang berhubungan langsung dengan kegiatan Ekspor JKP dan ekspor BKP
merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPn BM)
OBJEK PPn BM
(PASAL 5 UU PPN)

DIKENAKAN
SEKALI

PENYERAHAN IMPOR
BKP MEWAH BKP MEWAH

DI DALAM
DAERAH PABEAN
OLEH PENGUSAHA
YANG MENGHASILKAN
BKP MEWAH DALAM LINGKUNGAN
PERUSAHAAN
DAN PEKERJAANNYA
Latar Belakang PPn BM
• Mengurangi sifat regresi PPN (tidak
membedakan tingkat kemampuan
konsumen);
• Megurangi sifat konsumtif;
• Melindungi produsen DN dari produk impor;
• Tuntutan penerimaan negara.
Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM)
Pasal 5 UU PPN:
Di samping pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 4,
dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terhadap:
a. Penyerahan BKP yg tergolong mewah yg dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan BKP yg tergolong mewah tsb
di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya;
b. Impor BKP yg tergolong mewah.
Pengertian “menghasilkan” ada dalam memori penjelasan
Pasal 5 ayat (1) huruf a UU PPN.
Pasal 8 UU PPN:
Tarif PPn BM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%
Ekspor BKP yang tergolong mewah dikenakan pajak dg tarif 0%.
List dan tarif BKP yg ditetapkan tergolong mewah, lihat
PMK No. 35/PMK.010/2017 sttd. PMK No. 86/PMK.010/2019 untuk BKP non Kendaraan
PMK No. 64/PMK.011/2014 sttd. PMK No. 33/PMK.010/2017 untik BKP Kendaraan
Pemungut PPN atau
PPN dan PPnBM
Pemungut PPN atau PPN dan PPnBM
1. Instansi Pemerintah (PMK 231/PMK.03/2019)
2. Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan
Minyak Dan Gas Bumi dan Kontraktor / Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya
Panas Bumi (PMK 73/PMK.03/2010)
3. BUMN (PMK 85/PMK.03/2012 sttd PMK 136/PMK.03/2012)
4. Badan Usaha Tertentu (PMK 37/PMK.03/2015)

Catatan :
Peraturan Bendahara Pemerintah sebagai pemungut PPN dihapus
per 1 April 2020 digantikan oleh Instansi Pemerintah (PMK 231/PMK.03/2019)
(termasuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara)
Pemungut PPN atau PPN dan PPnBM
1. Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan
instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki
kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.

2. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah:


a. kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan
b. kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi,
yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya.

1. Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara
yang dipisahkan.

2. Badan usaha tertentu ditunjuk sebagai pemungut PPN dan/atau PPnBM, meliputi :
a. badan usaha milik negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah setelah berlakunya
Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara
kepada badan usaha milik negara lainnya;
b. badan usaha yang bergerak di bidang pupuk, yang telah dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah
yaitu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan
Timur, dan PT Pupuk Iskandar Muda;
c. badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara yaitu PT
Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen
Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT
Kimia Farma Apotek, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT
Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, Bank Syariah Mandiri,
Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah.
Dikecualikan dari Pemungutan
KKKSP Migas/Kontraktor Sumber Daya Panas Bumi /
No. Instansi Pemerintah BUMN /
Badan Usaha Tertentu
1 pembayaran paling banyak Rp 2 juta tidak termasuk jumlah PPN pembayaran paling banyak Rp 10 juta termasuk jumlah PPN
dan/atau PPnBM dan tidak dipecah-pecah dan/atau PPnBM dan tidak dipecah-pecah
2 pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja Instansi
-
Pemerintah Pusat
3 pembayaran untuk pengadaan tanah -
4 pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar
bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero) bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero)
5 pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan
pembayaran atas rekening telepon
telekomunikasi
6 pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh
perusahaan penerbangan perusahaan penerbangan
7 pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yg mendapat pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yg mendapat
fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan
8 pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yg
-
tidak dikenai PPN dan/atau PPnBM
Pembuatan FP, Penyetoran dan Pelaporan
Pembuatan Faktur Pajak :
 Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP
 Bagi Instansi Pemerintah :
 FP dibuat pada saat menyampaikan tagihan kepada Instansi Pemerintah berdasarkan
dokumen penagihan, untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.
 Pemungutan PPN dan/atau PPnBM dilakukan pada saat pembayaran dengan cara
pemotongan secara langsung dari tagihan PKP Rekanan Pemerintah
 Bagi Pemungut selain Instansi Pemerintah, FP dibuat pada saat :
a. Penyerahan BKP/JKP
b. Penerimaan pembayaran dalam hal terjadi sebelum penyerahan BKP/JKP
c. Penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagai tahap pekerjaan
Saat pembuatan FP tersebut sekaligus menjadi saat pemungutan PPN.
Penyetoran :
 PPN dan/atau PPnBM yang dipungut oleh Instansi Pemerintah sebagai Pemungut PPN, harus
disetor paling lama 7 hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran kepada PKP Rekanan
Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
 PPN dan/atau PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN yang ditunjuk selain
Instansi Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
Pelaporan :
 Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut, ke KPP
tempat pemungut PPN terdaftar, paling lama akhir bulan berikut setelah masa pajak berakhir
 Pelaporan menggunakan SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN
BARANG PERTANIAN TERTENTU – NILAI LAIN
Penyerahan kepada Pemungut
Atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu
yang menggunakan Nilai Lain kepada badan usaha
industri yang melakukan pengolahan barang hasil
pertanian, perkebunan, dan kehutanan dilakukan
pemungutan PPN.
Badan usaha industri yang melakukan pengolahan
barang hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan
yang memperoleh barang hasil pertanian tertentu
dari PKP yang dalam penyerahannya menggunakan
Nilai Lain sebagai DPP
ditunjuk sebagai pemungut PPN.
( PMK 89/PMK.010/2020 mulai berlaku 27 Juli 2020 )
Fasilitas PPN Tidak Dipungut /
PPN Dibebaskan
PPN TIDAK DIPUNGUT ATAU
DIBEBASKAN
PASAL 16B

KEGIATAN DI KAWASAN TERTENTU /


TEMPAT TERTENTU DLM DAERAH PABEAN
PENYERAHAN BKP TERTENTU ATAU
PENYERAHAN JKP TERTENTU
IMPOR BKP TERTENTU
PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD
TERTENTU DARI LUAR DAERAH PABEAN
PEMANFAATAN JKP TERTENTU DARI
LUAR DAERAH PABEAN

DIATUR DGN PERATURAN PEMERINTAH


PPN Pasal 16B
Perlakuan PPN Masukan:

Untuk PKP yg produknya (output)


mendapat fasilitas PPN Dibebaskan:
Tidak dapat dikreditkan

Untuk PKP yg produknya (output)


mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut:
Dapat dikreditkan
Perlakuan Pajak Masukan
dikaitkan dgn Out-Put BKP/JKP:
P
a Output/Produk
j Creditable
a
Terutang PPN
k Tidak terutang PPN Un-Creditable
Fasilitas PPN
M
a
Dibebaskan Un-Creditable
s Fasilitas PPN tidak
u dipungut Creditable
k
a
n
Fasilitas PPN Tidak Dipungut
 Pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai oleh hibah atau
dana pinjaman dari luar negeri (PP 42 Tahun 1995 sttd. PP 25
Tahun 2001 jo. KMK 239/KMK.01/1996 sttd. KMK
486/KMK.04/2000);
 Tempat Penimbuan Berikat / Kawasan Berikat (PP 32 Tahun
2009 sttd. PP 85 Tahun 2015 jo. PMK 131/PMK.04/2018);
 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (PP 10
Tahun 2012 jo. PMK 47/PMK.04/2012 sttd. PMK 84/PMK.04/2019
jo. PMK 62/PMK.03/2012 sttd. PMK 171/PMK.03/2017)
 Kawasan Ekonomi Khusus (PP 12 Tahun 2020)
 Alat Angkutan Tertentu Dan JKP Terkait Alat Angkutan
Tertentu (PP 50 Tahun 2019 jo. PMK 41/PMK.03/2020)
Fasilitas PPN Dibebaskan
 Impor dan/atau penyerahan BKP Tertentu dan/atau JKP
Tertentu (PP 146 Tahun 2000 sttd. PP 38 Tahun 2003 – khusus
untuk Alat Angkutan tertentu telah dicabut menjadi Tidak Dipungut
PPN)

 Impor dan/atau penyerahan BKP Tertentu Yang Bersifat


Strategis (PP 81 Tahun 2015)
 Tata Cara Penerbitan SKB PPN dan/atau PPnBM kepada
Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta
Pejabatnya (PMK 162/PMK.03/2014 sttd. PMK 33/PMK.03/2018)
Hal penting yang harus
diperhatikan Terkait Fasilitas
Yakinkan perlakuan perpajakan yang terkait
dengan fasilitas tersebut. PPN Dibebaskan dan
PPN Terutang Tidak Dipungut secara substantif
berbeda.
Perhatikan persyaratan substantif dan
administratif yang harus dipenuhi agar bisa
mendapatkan fasilitas di bidang PPN.
Perhatikan masalah administrasi yang harus
dilakukan. Misalnya yang berkaitan dengan
permohonan SKB, pembuatan Faktur Pajaknya
dan sebagainya.
Kawasan Berikat
Pemasukan barang ke Kawasan Berikat
PMK 131/PMK.04/2018
 Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk
menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari
tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau
digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
 Pemasukan barang ke Kawasan Berikat dapat dilakukan dari:
 luar daerah pabean;
 Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
 Kawasan Bebas;
 tempat lain dalam daerah pabean;
 kawasan ekonomi khusus; dan/atau
 kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh
Pemerintah
Fasilitas Kepabeanan, Cukai dan Pajak
atas Barang dari Luar Daerah Pabean
 Barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke Kawasan
Berikat:
 diberikan penangguhan Bea Masuk;
 diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
 tidak dipungut PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor yaitu PPN,PPnBM dan
/atau PPh pasal 22 impor).

 Barang yang berasal dari luar daerah pabean yang dimasukkan


dari Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas, kawasan
ekonomi khusus, atau kawasan ekonomi lainnya yang
ditetapkan oleh Pemerintah ke Kawasan Berikat:
 diberikan penangguhan Bea Masuk;
 diberikan pembebasan Cukai;
 tidak dipungut PDRI; dan/atau
 tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
Jenis Barang yang Mendapat Fasilitas
 barang yang dipergunakan sebagai Bahan Baku, Bahan
Penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, barang
contoh, Barang Modal, bahan bakar, peralatan perkantoran,
dan/atau untuk keperluan penelitian dan pengembangan
perusahaan pada Kawasan Berikat;
 barang jadi maupun setengah jadi untuk digabungkan dengan
Hasil Produksi;
 barang yang dimasukkan kembali dari kegiatan pengeluaran
sementara;
 Hasil Produksi yang dimasukkan kembali; dan/atau
 Hasil Produksi Kawasan Berikat lain.
sepanjang barang tersebut bukan barang untuk dikonsumsi
di Kawasan Berikat dan berkaitan dengan kegiatan produksi
Fasilitas Kepabeanan, Cukai dan Pajak
atas Barang dari TLDDP
 Barang yang berasal dari TLDDP (tempat lain dalam daerah
pabean) yang dimasukkan ke Kawasan Berikat dari:
 tempat lain dalam daerah pabean;
 Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
 Kawasan Bebas;
 kawasan ekonomi khusus; dan/atau
 kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah,
diberikan pembebasan Cukai dan/atau tidak dipungut PPN
atau PPN dan PPnBM.
 Atas pemasukan barang dari TLDDP Ke Kawasan Berikat
 berasal dari bukan pengusaha kena pajak; dan/atau
 bukan termasuk penyerahan barang kena pajak
tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM,
serta tidak diterbitkan faktur pajak.
Jenis Barang yang Mendapat Fasilitas
 barang yang dipergunakan sebagai Bahan Baku, Bahan
Penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, barang
contoh, Barang Modal, bahan bakar, peralatan perkantoran,
dan/atau untuk keperluan penelitian dan pengembangan
perusahaan pada Kawasan Berikat;
 barang jadi maupun setengah jadi untuk digabungkan dengan
Hasil Produksi;
 barang yang dimasukkan kembali dari kegiatan pengeluaran
sementara;
 Hasil Produksi yang dimasukkan kembali; dan/atau
 Hasil Produksi Kawasan Berikat lain.
sepanjang barang tersebut bukan barang untuk dikonsumsi
di Kawasan Berikat dan berkaitan dengan kegiatan produksi
Faktur Pajak
Terhadap pemasukan barang ke Kawasan Berikat , PKP yang
menyerahkan BKP :
 wajib membuat faktur pajak dan harus dibuktikan dengan
dokumen pemberitahuan pabean;
 tidak dapat menggunakan faktur pajak gabungan; dan
 menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat
usahanya buku dan catatan serta dokumen yang terkait
dengan pemasukan barang ke Kawasan Berikat sesuai
dengan ketentuan perpajakan.

FAKTUR PAJAK
Faktur pajak harus diberikan keterangan
“PPN TIDAK DIPUNGUT SESUAI PP TEMPAT PENIMBUNAN
BERIKAT”
Persetujuan dari Bea Cukai

Pemasukan barang ke Kawasan Berikat setelah


mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai
dan/atau SKP (Sistem Komputer Pelayanan).

Dalam hal ditemukan barang yang dimasukkan ke


Kawasan Berikat sebelum mendapat persetujuan
maka :
tidak diberikan fasilitas pembebasan Cukai
dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM
Pengeluaran Barang dari Kawasan Berikat
 Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat dapat dilakukan ke:
 luar daerah pabean;
 Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
 Kawasan Bebas;
 tempat lain dalam daerah pabean;
 kawasan ekonomi khusus; dan/atau
 kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah
 Barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat dapat berupa:
 Bahan Baku dan/atau sisa Bahan Baku;
 Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong;
 pengemas dan alat bantu pengemas;
 Hasil Produksi yang telah jadi maupun setengah jadi;
 barang contoh;
 Barang Modal;
 peralatan perkantoran;
 barang untuk keperluan dan/atau hasil penelitian dan pengembangan
perusahaan;
 sisa dari proses produksi; dan/atau
 sisa pengemas dan limbah.
Pengeluaran Barang dari Kawasan Berikat
Untuk Barang yg berasal dari Luar Daerah Pabean
 Apabila Barang yang dikeluarkan berasal dari luar daerah pabean dengan
tujuan diimpor untuk dipakai maka Pengusaha Kawasan Berikat (PDKB)
wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, dan PDRI
 PDRI yang dilunasi yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat
dikreditkan
 Atas penyerahan barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam
daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, PDKB wajib
membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai
dengan ketentuan.
 Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat selain penyerahan barang
dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan
diimpor untuk dipakai, tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM
 Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain
dalam daerah pabean berupa sisa pengemas dan limbah, PDKB
dikecualikan dari kewajiban membayar Bea Masuk, Cukai dan/atau PDRI
Pengeluaran Barang dari Kawasan Berikat
Untuk Barang yg berasal dari TLDDP
 Apabila Barang yang dikeluarkan berasal dari TLDDP (tempat lain dalam
daerah pabean) dikeluarkan ke TLDDP dan merupakan penyerahan BKP,
PDKB wajib melunasi PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat
pemasukannya tidak dipungut.
 Pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM dilakukan dengan menggunakan SSP
atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP berupa bukti
penerimaan negara sesuai dengan ketentuan.
 PPN atau PPN dan PPnBM yang dilunasi menggunakan SSP atau sarana
administrasi lain yang disamakan dengan SSP berupa bukti penerimaan
negara yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat dikreditkan.
 Atas penyerahan barang dari Kawasan Berikat ke TLDDP, PDKB wajib
membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM.
 Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat selain penyerahan barang
dari Kawasan Berikat ke TLDDP, tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM
Dasar Perhitungan
Bea Masuk, Cukai dan PDRI
Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan
Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas pengeluaran barang dari
Kawasan Berikat ke TLDDP sebagal berikut:
 Bea Masuk dihitung berdasarkan:
 nilai pabean sesuai dengan harga jual pada saat pengeluaran
barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah
pabean;
 klasifikasi barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke
tempat lain dalam daerah pabean; dan
 pembebanan pada saat pemberitahuan pabean impor untuk
dipakai didaftarkan.
 Cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang Cukai.
 PDRI dihitung berdasarkan harga jual dan tarif pada saat
pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam
daerah pabean.
Kawasan Bebas
( Free Trade Zone )
Kawasan Bebas
Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, yang
selanjutnya disebut Kawasan Bebas, adalah suatu
kawasan yang berada dalam wilayah hukum NKRI
yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas
dari pengenaan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai.
Daerah Pabean adalah wilayah RI yang meliputi
wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya,
serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya
berlaku Undang-Undang Kepabeanan
Daerah Kawasan Bebas
• Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Sabang (PP 83 Tahun 2010)
• Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam (PP 46 Tahun 2007 sttd. PP 62 Tahun 2019)
• Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Bintan (PP 47 Tahun 2007 sttd. PP 41 Tahun 2017)
• Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Karimun (PP 48 Tahun 2007 sttd. PP 40 Tahun 2017)
Fasilitas Perpajakan Kawasan Bebas
PP 10 Tahun 2012
 Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas wajib dilakukan di
pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk yaitu pelabuhan atau bandar udara
yang telah mendapatkan izin dari Menteri Perhubungan dan telah mendapatkan
penetapan sebagai Kawasan Pabean. (pasal 2)
 Pengusaha di Kawasan Bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP.
Penyerahan barang di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN.
(pasal 4)

 Pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean diberikan


pembebasan bea masuk, pembebasan PPN, tidak dipungut PPh Pasal 22, dan/atau
pembebasan cukai. (pasal 14)
 Pemasukan Barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean
melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk tidak dipungut PPN. (pasal 17)
 Pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari Kawasan Bebas lainnya diberikan
pembebasan bea masuk, pembebasan PPN, tidak dipungut PPh Pasal 22, dan/atau
pembebasan cukai. (pasal 23)
 Pemasukan Barang ke Kawasan Bebas dari Tempat Penimbunan Berikat atau
Kawasan Ekonomi Khusus diberikan pembebasan bea masuk, tidak dipungut PPN,
tidak dipungut PPh Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai. (pasal 27)
Perlakuan PPN atas Penyerahan/ Perolehan
BKP Tidak Berwujud dan JKP ( pasal 33 PP 10 Tahun 2012)
 Pemanfaatan BKP tidak berwujud / JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Kawasan Bebas,
dibebaskan dari pengenaan PPN.
 Penyerahan BKP tidak berwujud / JKP di dalam Kawasan Bebas, dibebaskan dari pengenaan
PPN.
 Penyerahan BKP tidak berwujud / JKP dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya,
dibebaskan dari pengenaan PPN.
 Penyerahan BKP tidak berwujud / JKP dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah
Pabean, dikenai PPN. Dikecualikan dari pengenaan PPN, untuk penyerahan JKP yang
menurut ketentuan dibebaskan dari pengenaan PPN.
 Penyerahan BKP tidak berwujud dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas,
tidak dipungut PPN.
 Penyerahan JKP dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas yang
penyerahannya dilakukan di tempat lain dalam Daerah Pabean, dipungut PPN.
 Penyerahan JKP tertentu dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, tidak
dipungut PPN.
 Penyerahan BKP tidak berwujud / JKP yang sesuai dengan ketentuan dibebaskan dari
pengenaan PPN, dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, tidak dipungut
PPN.
 Penyerahan BKP tidak berwujud / JKP tertentu dari Tempat Penimbunan Berikat atau
Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan Bebas, tidak dipungut PPN.
 Penyerahan BKP tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat
Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus, dipungut PPN.
Pengaturan Jasa Angkutan Udara
(Pasal 34 PP 10/2012 dan Pasal 7 PMK 62/2012)
1. Atas penyerahan jasa angkutan udara di dalam Kawasan Bebas, dibebaskan dari
pengenaan PPN
2. Atas penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri dari tempat lain dalam Daerah
Pabean ke Kawasan Bebas, dikenai PPN
3. Atas penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri dari Kawasan Bebas ke tempat
lain dalam Daerah Pabean, dikenai PPN

Pengaturan Jasa Telekomunikasi


(Pasal 35 PP 10/2012 dan Pasal 8 PMK 62/2012)
1. Atas penyerahan jasa telekomunikasi di dalam kawasan Bebas, dibebaskan dari
pengenaan PPN
2. Atas penyerahan jasa telekomunikasi dari tempat lain dalam Daerah Pabean atau
Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas, dikenai PPN.
3. Atas penyerahan jasa telekomunikasi dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam
Daerah Pabean atau Tempat Penimbunan Berikat, dikenai PPN
4. Dikecualikan dari ketentuan pengenaan PPN sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), atas penyerahan jasa telekomunikasi dengan menggunakan jaringan
berkabel (fixed line) di Kawasan Bebas
Ketentuan Endorsement - Fasilitas PPN
PMK-171/PMK.03/2017
Fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut diberikan
sepanjang:
 BKP Berwujud tsb benar-benar telah masuk di Kawasan Bebas
yang dibuktikan dengan dokumen yang telah diberikan
Endorsement oleh pejabat/pegawai DJP yang berwenang
sesuai dengan ketentuan; dan
 pihak pembeli BKP adalah pengusaha yang telah
mendapatkan izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.

Endorsement adalah pernyataan mengetahui dari pejabat/


pegawai Direktorat Jenderal Pajak atas pemasukan BKP dari
tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas,
berdasarkan penelitian formal atas dokumen yang terkait
dengan pemasukan BKP tersebut
Faktur Pajak
 Atas pemasukan BKP / BKP Tidak Berwujud / JKP dari :
 Tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas
 Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi
Khusus ke Kawasan Bebas
(melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk dalam
hal BKP)
wajib dibuatkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan

 Faktur Pajak harus diberi cap


“PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT
BERDASARKAN PP Nomor 10 Tahun 2012”
oleh PKP yang melakukan penyerahan.
Pengecualian atas FP :
Ketentuan Faktur Pajak tidak berlaku atas :
 pemasukan kembali BKP untuk transaksi :
 pengeluaran kembali dari Kawasan Bebas oleh pengusaha atas BKP
asal tempat lain dalam Daerah Pabean yang berhubungan dengan
kegiatan usahanya berupa mesin dan/atau peralatan untuk:
1)kepentingan produksi atau pengerjaan proyek infrastruktur;
2)keperluan perbaikan, pengerjaan pengujian, atau kalibrasi; dan/atau
3)keperluan peragaan atau demonstrasi;
 pemasukan kembali Barang Kena Pajak untu transaksi
 pengeluaran dari Kawasan Bebas oleh pengusaha atas Barang Kena
Pajak yang berhubungan dengan kegiatan usahanya ke tempat lain
dalam Daerah Pabean yang dalam jangka waktu tertentu akan
dimasukkan kembali ke Kawasan Bebas berupa mesin dan/atau
peralatan untuk:
1)kepentingan produksi atau pengerjaan proyek infrastruktur;
2)keperluan perbaikan, pengerjaan pengujian, atau kalibrasi; dan/atau
3)keperluan peragaan atau demonstrasi;

Anda mungkin juga menyukai