Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

PASIEN DENGAN MALARIA TROPIKA + ELEKTROLIT IMBALANCE + SUSP.


HIV/AIDS

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Oleh:

NAMA : Anthon Febrian Ririhena

NIM : 2019086016361

PEMBIMBING : dr. Alva S.I Djitmau, Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA

2020
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

JUDUL:
PASIEN DENGAN MALARIA TROPIKA + ELEKTROLIT IMBALANCE + SUSP.
HIV/AIDS

Dipresentasikan:

Oleh:
Anthon Febrian Ririhena
(2019086016361)

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian dibagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih / Rumah Sakit
Daerah Jayapura

Jayapura, 10 September 2020


Pembimbing

dr. Alva S.I Djitmau, Sp.PD

i
LEMBAR PENILAIAN

LAPORAN KASUS

Hari/Tanggal :

Pembimbing : dr.Alva.S.I.Djitmau, Sp.PD

Judul : PASIEN DENGAN MALARIA TROPIKA + ELEKTROLIT IMBALANCE


+ SUSP. HIV/AIDS

NO NAMA NILAI

1 ANTHON F RIRIHENA

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................i

LEMBAR PENILAIAN.........................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1

1.1. Malaria .................................................................................................1


1.2. Elektrolit Imbalance……………………………………………….......2
1.3. HIV…………………………………………………………………. ..3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................4
a. Definisi.......................................................................................4
b. Etiologi.......................................................................................4
c. Patofisiologi...............................................................................5
d. Gejala klinis...............................................................................8
e. Tatalaksana................................................................................9
BAB III LAPORAN KASUS ................................................................................20

3.1. Identitas Pasien..........................................................................20

3.2. anamnesa...................................................................................21

3.3. pemeriksaan fisik......................................................................22

3.4. pemeriksaan penunjang.............................................................24

BAB IV PEMBAHASAN……………………………………..............................26

BAB V KESIMPULAN..........................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Malaria Tropika


Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari
genus plasmodium. Penyakit ini secara alami ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles
betina. Penyakit malaria ini dapat menyerang siapa saja terutama penduduk yang tinggal
di daerah dimana tempat tersebut merupakan tempat yang sesuai dengan kebutuhan
nyamuk untuk berkembang.
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit (Plasmodium) yang
ditularkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi (vector borne desease). Malaria pada
manusia dapat disebabkan oleh P. malariae, P. vivax, dan P. ovale. Pada tubuh manusia,
parasit membelah diri dan bertambah banyak di dalam hati dan kemudian menginfeksi sel
darah merah.
Plasmodium falciparum merupakan penyebab dari malaria tropika yang sering terjadi
malaria berat atau malaria otak dengan kematian. Masa inkubasi 9 sampai dengan 14 hari,
rata-rata 12 hari.
Malaria Tropika yang disebabkan oleh parasit plasmodium falciparum. Penyakit
malaria tropica disebut juga Malaria tertiana maligna atau malaria falciparum yang
merupakan penyakit malaria yang paling ganas yang menyerang manusia.
Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang memberikan morbiditas
yang cukup tinggi didunia, dan merupakan infeksi yang ke-3 teratas dalam jumlah
kematian. Walaupun dibeberapa negara yang sudah maju tidak dijumpai lagi infeksi
malaria, tetapi lebih dari 106 negara didunia masih menangani infeksi malaria, khususnya
di daerah tropik negara-negara yang sedang berkembang yaitu di Afrika, sebagian besar
Asia, sebagian besar benua Amerika (Amerika latin), WHO melaporkan dalam tahun
2009 masih terdapat 225 juta penderita malaria dengan angka kematian 781.000. di
Indonesia sendiri malaria masih merupakan penyakit infeksi yang menjadi perhatian
utama kementrian kesehatan untuk dilakukan eleminasi disamping infeksi tuberkulosis
dan infeksi HIV/AIDS. Dalam 10 tahun terakhir ini sudah terjadi perubahan peta
endemisitas infeksi malaria di Indonesia, sebagian daerah dengan endemisitas tinggi di
Papua dan Kalimantan sudah menurun, walaupun demikian kehati-hatian terhadap infeksi
malaria dapat ditemukan di semua daerah/ kota di Indonesia harus tetap dilakukan. Hal ini
disebabkan mobilisasi penduduk yang cukup tinggi dan transportasi yang semakin cepat

1
memungkinkan terjadinya kasus-kasus impor disemua daerah yang sudah ter-eliminasi
malaria.
1.2 Elektrolit Imbalance

Tubuh manusia pada kelahiran mengandungi sekitar 75% berat cairan. Di usia satu bulan,
nilai ini menurun menjadi 65% dan pada saat dewasa berat cairan dalam tubuh manusia bagi
pria adalah 60% dan wanita pula sekitar 50%. Selain itu, faktor kandungan lemak juga
mengkontribusi kepada kandungan cairan dalam tubuh. Semakin tinggi jumlah lemak yang
terdapat dalam tubuh, seperti pada wanits, semakin ssemakin kurang kandungan cairan yang
ada.

Nilai normal ambilan cairan dewasa adalah sekitar 2500ml, termasuk 300ml hasil
metabolism tenaga susbtrat. Rata-rata kehilangan cairan adalah sebanyak 2500ml dimana ia
terbahagi kepada 1500ml hasil urin, 400ml terevaporasi lewat respiratori, 400ml lewat
evaporasi kulit, 100ml lewat peluh dan 100ml melalui tinja. Kehilangan cairan lewat
evaporasi 5 adalah penting kerna ia memainkan peranan sebagai thermoragulasi, dimana ia
mengkontrol sekitar 20-25% kehilangan haba tubuh. Perubahan pada kesimbanngan cairan
dan volume sel bisa menyebabkan impak yang serius seperti kehilangan fungsi pada sel,
terutama ada otak.

Bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau kekurangan cairan
yang mengakibatkan perubahan volume

Menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif konstan dan komposisi elektrolit di
dalamnya tetap stabil adalah penting bagi homeostatis. Beberapa masalah klinis timbul akibat
adanya abnormalitas dalam hal tersebut. Untuk bertahan, kita harus menjaga volume dan
komposisi cairan tubuh, baik ekstraseluler (CES) maupun cairan intraseluler (CIS) dalam
batas normal. Gangguan cairan dan elektrolit dapat membawa penderita dalam kegawatan
yang kalau tidak dikelolam secara cepat dan tepat dapat menimbulkan kematian. Hal tersebut
terlihat misalnya pada diare, peritonitis, ileus obstruktif, terbakar, atau pada pendarahan yang
banyak. Elektrolit merupakan molekul terionisasi yang terdapat di dalam darah, jaringan, dan
sel tubuh. Molekul tersebut, baik yang positif (kation) maupun yang negatif (anion)
menghantarkan arus listrik dan membantu mempertahankan pH dan level asam basa dalam
tubuh.

2
Elektrolit juga memfasilitasi pergerakan cairan antar dan dalam sel melalui suatu proses
yang dikenal sebagai osmosis dan memegang peraran dalam pengaturan fungsi
neuromuskular, endokrin, dan sistem ekskresi.

Jumlah asupan air dan elektrolit melalui makan dan minum akan dikeluarkan dalam
jumlah relatif sama. Ketika terjadi gangguan homeostasis dimana jumlah yang masuk dan
keluar tidak seimbang, harus segera diberikan terapi untuk mengembalikan keseimbangan
tersebut.

1.3 HIV/AIDS
Human Immunodeficienty Virus (HIV) merupakan retrovirus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh yaitu sel limfosit T, CD4 (T helper) yang berfungsi untuk
mengkoordinasikan sejumlah fungsi sistem pertahanan tubuh yang penting.

Data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut ada 48.300 kasus HIV
positif yang ditemukan pada tahun 2017. Dari jumlah tersebut, 9.280 di antaranya juga
positif AIDS. Untuk tahun 2018, hingga triwulan II sudah ditemukan 21.336 kasus
HIV, dengan 6.162 di antaranya positif AIDS. Sedangkan data kumulatif dari pertama
kali dilaporkan pada tahun 1987 hingga Juni 2018, menyebut ada 301.959 kasus HIV,
dengan 108.829 kasus AIDS. Jumlah pengidap HIV/AIDS di Provinsi Papua hingga
triwulan Pertama Tahun 2019 berdasar data Dinas Kesehatan Provinsi Papua tembus di angka
40.805 Kasus. Angka itu masing-masing terbagi penderita HIV sebanyak 15.935 Kasus dan
AIDS sebanyak 24.870 kasus (Siswanto, 2019).

Dimana pada akhir 2017, jumlah prevalensi mencapai 1,9 persen, dibanding 2006
yang menurut Survei Terpadu HIV dan Perilaku (STHP) Departemen Kesehatan RI, 2,4
persen. 

Hingga saat ini, penyakit Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune


Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) masih merupakan permasalahan kesehatan yang cukup
kompleks dan terus meningkat daritahun ke tahun di seluruh bagian dunia (Departemen
Kesehatan R1, 2007). Pada tahun 2013, jumlah infeksi baru HIV mencapai 2,1 juta dan
jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 juta yang terdiri dari 1,3 juta dewasa dan 190.000
anak berusia <15 tahun (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan RI, 2014).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi. Yang memberikan morbiditas yang cukup
tinggi di dunia. Yang dapat dijumpai khususnya di daerah tropik maupun negara-negara yang sedang
berkembang. Infeksi malaria disebabkan karena adanya parasit plasmodium didalam darah atau
jaringan yang dibuktikan dengan pemeriksaan mikroskopik yang positif. Infeksi malaria dapat
berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria
berat.
Imbalance elektrolit adalah gangguan keseimbangan elektrolit didalam tubuh yang dapat
bersifat akut dan kronik. Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel
yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut kation dan ion bermuatan
negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut sebagai elektronetralitas.
Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi
elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan.
Pemeliharaan homeostasis cairan tubuh adalah penting bagi kelangsungan hidup semua organisme.
Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi beberapa kompartemen cairan tubuh manusia adalah
fungsi utama empat elektrolit mayor, yaitu natrium (Na+ ), kalium (K+ ), klorida (Cl- ), dan bikarbonat
(HCO3 - ). Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut dalam klinis dikenal sebagai ”profil
elektrolit”.
Human Immunodeficienty Virus (HIV) merupakan retrovirus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh yaitu sel limfosit T, CD4 (T helper) yang berfungsi untuk mengkoordinasikan
sejumlah fungsi sistem pertahanan tubuh yang penting (Hamzi, MZ, 2012).HIV memiliki sifat khas
karena memiliki enzim reversetransciptase, yaitu enzim yang memungkinkan virus mengubah
informasi genetik dari bentuk RNA ke DNA dan diintegrasikan ke dalam informasi genetik sel limfosit
yang diserang.Akibatnya HIV dapat memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk mengkopi diri
menjadi virus baru yang memiliki ciri-ciri HIV (Departermen kesehatan RI, 2003).HIV mempunyai
kemampuan untuk melekat dan membunuh limfosit CD4. Jumlah CD4 dalam tubuh pasien HIV akan
menurun secara bertahap dalam beberapa tahun dengan tingkat penurunan yang lebih cepat dalam
jangka waktu 1,5 sampai 2,5 tahun sebelum pasien masuk dalam keadaan AIDS (Suryono dan
nasronudin, 2014).
B. ETIOLOGI
Penyebab Malaria adalah parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
betina. Dikenal 5 (lima) macam spesies yaitu: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi. Parasit yang terakhir disebutkan
ini belum banyak dilaporkan di Indonesia. Malaria Falsiparum Disebabkan oleh Plasmodium
falciparum. Gejala demam timbul intermiten dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering
menjadi malaria berat yang menyebabkan kematian. 2. Malaria Vivaks Disebabkan oleh Plasmodium
vivax. Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus

4
malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium vivax. 3. Malaria Ovale Disebabkan oleh Plasmodium
ovale. Manifestasi klinis biasanya bersifat ringan. Pola demam seperti pada malaria vivaks. 4. Malaria
Malariae Disebabkan oleh Plasmodium malariae. Gejala demam berulang dengan interval bebas
demam 3 hari. 5. Malaria Knowlesi Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai
malaria falsiparum.
Untuk ketidakseimbangan elektrolit dapat disebabkan:
1. IWL (insesible water loss)
2. Urine output
3. Faktor yang meningkatkan kebutuhan kalori & air (panas, aktivitas fisik, kehilangan
gastrointestinal yang sedang berlangsung, hiperventilasi, keadaan hipermetabolik.
4. Anuria,oliguria, gagal jantung kongestif.

Virus HIV pertama kali diisolasi oleh montaginer et all di prancis tahun 1983 dengan nama limphadnopathy
associated virus (LAV). Pada tahun 1986 atas kesepakatan internasional diberi namavirus HIV.Virus HIV
digolongkan menjadi 2 tipe yaitu virus yang menyerang dan menghindari mekanisme pertahanan tubuh. Jenis
virus HIVyaitu HIV-1 dan HIV-2, namun sebagian besar kasus HIV di seluruh dunia pada tahun 1992
disebabkan oleh virus HIV-1.HIV memiliki 2 tonjolan eksternal (knob) yang dibentuk dari 2 protein utama
pembungkus virus (virus envelope) yaitu gp120 di bagian luar dan gp41 yang terletak di trans membran.
C. PATOFISIOLOGI

Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual) yang terjadi
pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada manusia. Siklus ini dimulai dari
siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap darah manusia yang terinfeksi malaria yang
mengandung plasmodium pada stadium gametosit (8). Setelah itu gametosit akan membelah menjadi
mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina) (9). Keduanya mengadakan fertilisasi
menghasilkan ookinet (10). Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista (11). Ookista ini
akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah (12) dan sprozoit keluar dari ookista.
Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di kelenjar ludah nyamuk.

5
Dengan ini siklus sporogoni telah selesai. Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus
eksoeritrositik dan siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit akan
masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk (1). Sporozoit akan mengikuti aliran darah
menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati (2) dan akan matang menjadi skizon (3). Siklus ini
disebut siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae hanya
mempunyai satu siklus eksoeritrositik, sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale
mempunyai bentuk hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang.
Selanjutnya, skizon akan pecah (4) mengeluarkan merozoit (5) yang akan masuk ke aliran darah
sehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut akan berubah
morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang dan membentuk skizon lagi yang pecah dan
menjadi merozoit lagi (6). Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit (7) dan
gametosit inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang
terus. Gametosit tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria, sehingga
penderita dapat menjadi sumber penularan malaria tanpa diketahui (karier malaria).
Fisiologi Natrium, Kalium Dan Klorida; Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan
tubuh dibedakan atas cairan ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel meliputi plasma dan cairan
interstisial.

Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa mencapai 60 mEq per kilogram
berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10- 14 mEq/L) berada dalam cairan intrasel4,8. Lebih dari 90% tekanan
osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium
klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel
menggambarkan perubahan konsentrasi natrium. Perbedaan kadar natrium intravaskuler dan interstitial
disebabkan oleh keseimbangan GibbsDonnan, sedangkan perbedaan kadar natrium dalam cairan ekstrasel dan
intrasel disebabkan oleh adanya transpor aktif dari natrium keluar sel yang bertukar dengan masuknya kalium ke
dalam sel (pompa Na+ K + ). Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara natrium
yang masuk dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang berasal dari diet melalui epitel mukosa
saluran cerna dengan proses difusi dan pengeluarannya melalui ginjal atau saluran cerna atau keringat di kulit.
Pemasukan dan pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144 mEq. Jumlah natrium yang keluar dari traktus
gastrointestinal dan kulit kurang dari 10%. Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran
cerna bagian atas hampir mendekati cairan ekstrasel, namun natrium direabsorpsi sebagai cairan pada saluran
cerna bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi natrium pada feses hanya mencapai 40 mEq/L. Keringat adalah
cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida. Kandungan natrium pada cairan keringat orang normal rerata
50 mEq/L. Jumlah pengeluaran keringat akan meningkat sebanding dengan lamanya periode terpapar pada

6
lingkungan yang panas, latihan fisik dan demam. Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan
eksresi ini dilakukan untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat diperlukan untuk
mempertahankan volume cairan tubuh. Natrium difiltrasi bebas di glomerulus, direabsorpsi secara aktif 60-65%
di tubulus proksimal bersama dengan H2O dan klorida yang direabsorpsi secara pasif, sisanya direabsorpsi di
lengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%) dan duktus koligentes (4%). Sekresi natrium di urine <1%.
Aldosteron menstimulasi tubulus distal untuk mereabsorpsi natrium bersama air secara pasif dan mensekresi
kalium pada sistem renin-angiotensin-aldosteron untuk mempertahankan elektroneutralitas. Nilai rujukan kadar
natrium pada: - serum bayi : 134-150 mmol/L - serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L - urine anak dan
dewasa : 40-220 mmol/24 jam - cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L - feses : kurang dari 10 mmol/hari.

Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel. Konsentrasi kalium intrasel sekitar
145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada orang
dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq). Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur
dan jenis kelamin. Jumlah kalium pada wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada
orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak. Perbedaan kadar kalium di dalam plasma dan
cairan interstisial dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kalium cairan intrasel
dengan cairan interstisial adalah akibat adanya transpor aktif (transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar
dengan natrium). Jumlah kalium dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan kalium yang masuk dan keluar.
Pemasukan kalium melalui saluran cerna tergantung dari jumlah dan jenis makanan. Orang dewasa pada
keadaan normal mengkonsumsi 60-100 mEq kalium perhari (hampir sama dengan konsumsi natrium). Kalium
difiltrasi di glomerulus, sebagian besar (70- 80%) direabsorpsi secara aktif maupun pasif di tubulus proksimal
dan direabsorpsi bersama dengan natrium dan klorida di lengkung henle. Kalium dikeluarkan dari tubuh melalui
traktus gastrointestinal kurang dari 5%, kulit dan urine mencapai 90%. Nilai rujukan kalium serum pada: -
serum bayi : 3,6-5,8 mmol/L - serum anak : 3,5-5,5 mmo/L - serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L - urine anak : 17-
57 mmol/24 jam - urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam - cairan lambung : 10 mmol/L.

Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Pemeriksaan konsentrasi klorida dalam plasma
berguna sebagai diagnosis banding pada gangguan keseimbangan asam-basa, dan menghitung anion gap.
Jumlah klorida pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram berat badan. Sekitar 88% klorida berada
dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam cairan intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi
dibandingkan pada anak-anak dan dewasa. Jumlah klorida dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara
klorida yang masuk dan yang keluar. Klorida yang masuk tergantung dari jumlah dan jenis makanan.
Kandungan klorida dalam makanan sama dengan natrium. Orang dewasa pada keadaan normal rerata
mengkonsumsi 50-200 mEq klorida per hari, dan ekskresi klorida bersama feses sekitar 1-2 mEq perhari.
Drainase lambung atau usus pada diare menyebabkan ekskresi klorida mencapai 100 mEq perhari. Kadar klorida
dalam keringat bervariasi, rerata 40 mEq/L. Bila pengeluaran keringat berlebihan, kehilangan klorida dapat
mencapai 200 mEq per hari. Ekskresi utama klorida adalah melalui ginjal. Nilai Rujukan Klorida5,18 - serum
bayi baru lahir : 94-112 mmol/L - serum anak : 98-105 mmol/L - serum dewasa : 95-105 mmol/L - keringat
anak : <50 mmol - keringat dewasa : <60 mmol - urine : 110-250 mmol/24 jam - feses : 2 mmol/24 jam.

HIV termasuk dalam famili retrovirus dimana virus tersebut membawa materi genetik dalam asam
ribonukleat (RNA) bukan dalam asam deoksiribo nukleat (DNA). Virus HIV yang masuk kedalam tubuh akan

7
menyerang sel CD4+ yang meliputi monosit, makrofag dan limfosit T4 helper dengan cara berikatan dengan
limfosit T4 helper yang akan memprogram ulang materi genetik sel untuk membuat double-stranded DNA
(DNA utas-ganda) dengan bantuan enzim revers transcriptase. DNA akan disatukan dengan nucleus T4 sebagai
provirus sehingga terjadi infeksi permanen (Brunner dan Suddarth, 2001). Sel T4 yang sudah terinfeksi akan
diaktifkan, sehingga HIV dapat menghancurkan sel T4 kemudian HIV dilepas melalui plasma darah dan akan
menginfeksi sel-sel CD4+ lain (Price, 2006).
Siklus replikasi HIV belum aktif sampai sel yang terinfeksi diaktifkan oleh antigen, mitogen, hepatitis,
herpes simplek dan sitokin. Infeksi HIV tidak langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu, namun gejala
tidak khas pada HIV akut muncul 3-6 minggu setelah terinfeksi. Virus HIV yang inaktif dalam sel tubuh
dianggap infeksius karena dapat ditularkan selama penderita masih hidup (Putz, 2003). Produksi Virus HIV
dalam tubuh tergantung pada kesehatan seseorang yang terinfeksi. Produksi akan berjalan lambat bila sistem
imun tidak terpengaruhi oleh infeksi lain dan berjalan cepat bila sistem imun terpengaruhi dengan infeksi lain.
Hubungan gangguan Elektrolit pada penderita HIV bedasarkan lama menderita
Hubungan antara gangguan elektrolit dan HIV menyebabkan diare kronis ini terdapat pada stadium 3
(sakit sedang) antara lain Gejalanya:
1. Penurunan berat badan >10% yang tidak diketahui penyebabnya
2. Diare kronis yang tidak diketahui penyebabnya >1bulan
3. Demam menetap yang tidak diketahui penyebabnya
4. Kandidiasis pada mulut yang menetap
5. Infeksi bakteri yang berat (pnemonia,meningitis,infeksi tulang/sendi,dll)

D. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan jiwa. Gejala
utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain: seperti demam typhoid, demam dengue,
leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas. Adanya thrombositopenia sering didiagnosis
dengan leptospirosis, demam dengue atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterikbahkan sering
diintepretasikan dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam
sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke. Mengingat bervariasinya manifestasi
klinis malaria maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita
dengan demam harus dilakukan. Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Untuk malaria berat
diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO. Untuk anak <5 tahun diagnosis menggunakan MTBS
namun pada daerah endemis rendah dan sedang ditambahkan riwayat perjalanan ke daerah endemis dan
transfusi sebelumnya. Pada MTBS diperhatikan gejala demam dan atau pucat untuk dilakukan
pemeriksaan sediaan darah. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan
darah secara mikroskopis atau uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test=RDT). Pada anamnesis
sangat penting diperhatikan: a. Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. b. Riwayat sakit malaria dan riwayat
minum obat malaria. c. Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria. d. Riwayat tinggal di daerah
endemis malaria. a. Pada pemeriksaan fisik; Suhu tubuh aksiler ≥ 37,5 °C b. Konjungtiva atau telapak

8
tangan pucat c. Sklera ikterik d. Pembesaran Limpa (splenomegali) e. Pembesaran hati (hepatomegali).
Untuk pemeriksaan lab; a. Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan
tipis di Puskesmas/lapangan/ rumah sakit/laboratorium klinik untuk menentukan: a) Ada tidaknya
parasit malaria (positif atau negatif). b) Spesies dan stadium plasmodium. c) Kepadatan parasit. b.
Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test) Mekanisme kerja tes ini berdasarkan
deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Sebelum
menggunakan RDT perlu dibaca petunjuk penggunaan dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan
RDT tidak digunakan untuk mengevaluasi pengobatan.

E. TATALAKSANA
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah primakuin.
Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, Primakuin untuk malaria falsiparum
hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama
14 hari dengan dosis 0,25 mg /kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan.
Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:

Dihidroartemisinin-Piperakuin(DHP) + Primakuin

Tabel 1. Pengobatan Malaria falsiparum menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin

Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu ; Resusitasi cairan Ditujukan untuk
menggantikan kehilangan akut cairan tubuh, sehingga seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan
pula untuk ekspansi cepat dari cairan intravaskuler dan memperbaiki perfusi jaringan. Terapi rumatan Bertujuan
untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh.

Hal ini digambarkan dalam diagram berikut :

9
Prinsip pemilihan cairan dimaksudkan untuk :

1. Mengganti kehilangan air dan elektrolit yang normal melaui urine, IWL, dan feses
2. Membuat agar hemodinamik agar tetap dalam keadaan stabil.

Pada penggantian cairan, maka jenis cairan yang digunakan didasarkan pada :

1. Cairan pemeliharaan ( jumlah cairan yang dibutuhkan selama 24 jam )


2. Cairan defisit ( jumlah kekurangan cairan yang terjadi )

Cairan pengganti ( replacement )

1. Sekuestrasi ( cairan third space )


2. Pengganti darah yang hilang
3. Pengganti cairan yang hilang melalui fistel, maag slang dan drainase Untuk mengganti cairan
tubuh yang hilang dapat dilakukan penghitungan untuk menghitung berapa besarnya cairan yang
hilang tersebut :
4. Refraktometer Defisit cairan : BD plasma – 1,025 x BB x 4 ml Ket. BD plasma = 0,001
5. Dari serum Na+ Air yang hilang : 0,6 Berat Badan x BB (Plasma Natrium – 1 ) Ket. Plasma Na =
140
6. Dari Hct Defisit plasma (ml) = vol.darah normal – (vol.darah normal x nilai Hct awal )
Hct terukur

10
Sementara kehilangan darah dapat diperkirakan besarnya melalui beberapa kriteria klinis seperti pada tabel di
bawah ini ;

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


Kehilangan Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
darah (ml)

Kehilangan Sampai 15 % 15-30% 30-40% >40%


darah
(%EBV)

Denyut nadi <100 >100 >120 >140

Tek. Darah Normal Normal Menurun Menurun


(mmHg)

Tekanan Nadi Normal atau Menurun Menurun Menurun


(mmHg) meningkat

Frekuensi 14-20 20-30 30-35 >35


Nafas

Produksi Urin >30 20-30 25-15 Tidak ada


(ml/jam)

SSP/status Gelisah ringan Gelisah Gelisah dan Bingung dan


Mental sedang bingung letargi

Cairan Kristaloid kristaloid Kristaloid dan Kristaloid dan


Pengganti darah darah

Pemilihan Cairan

Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid merupakan larutan dimana molekul
organik kecil dan inorganik dilarutkan dalam air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik, maupun

11
hipertonik. Cairan kristaloid memiliki keuntungan antara lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan murah.
Adapun kerugian dari cairan kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah kemampuannya terbatas untuk tetap
berada dalam ruang intravaskular.

Kristaloid

Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan ringer laktat. Cairan kristaloid
memiliki komposisi yang mirip cairan ekstraselular. Karena perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana
kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid maka kristaloid
sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang intersisial. Penggunaan cairan normal salin dalam
jumlah yang besar dapat menyebabkan timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan ringer
laktat dengan jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang disebabkan adanya peningkatan
produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat. Larutan dekstrose 5% sering digunakan jika pasien memiliki
gula darah yang rendah atau memiliki kadar natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk resusitasi
dihindarkan karena komplikasi yang diakibatkan antara lain hiperomolalitashiperglikemik, diuresis osmotik, dan
asidosis serebral.

Koloid

Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma expander”. Di dalam
cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler. Koloid dapat mengembalikan
volume plasma secara lebih efektif dan efisien daripada kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan
volume vaskuler dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan
keluar dari pembuluh darah dan hanya 1/4 bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus. Koloid adalah
cairan yang mengandung partikel onkotik dan karenanya menghasilkan tekanan onkotik. Bila diberikan
intravena, sebagian besar akan menetap dalam ruang intravaskular. Meskipun semua larutan koloid akan
mengekspansikan ruang intravaskular, namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada

12
plasma akan menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander plasma, sebab
mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang diberikan.

Albumin

Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma manusia. Albumin dibuat dengan
pasteurisasi pada suhu 600C dalam 10 jam untuk meminimalisir resiko transmisi virus hepatitis B atau C atau
pun virus imunodefisiensi. Waktu paruh albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam, dengan sekitar 90% tetap
bertahan dalam intravascular 2 jam setelah pemberian.

Dekstran

Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat dari sukrose oleh mesenteroides
leukonostok strain B 512 dengan menggunakan enzim dekstran sukrose. Ini menghasilkan dekstran BM tinggi
yang kemudian dilengketkan oleh hidrolisis asam dan dipisahkan dengan fraksionasi etanol berulang untuk
menghasilkan produk akhir dengan kisaran BM yang relatif sempit. Dekstran untuk pemakaian klinis tersedia
dalam dekstran 70 (BM 70.000) dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan garam faal, dekstrosa atau
Ringer laktat. Dekstran 70 6 % digunakan pada syok hipovolemik dan untuk profilaksis tromboembolisme dan
mempunyai waktu paruh intravaskular sekitar 6 jam. Pemakaian dekstran untuk mengganti volume darah atau
plasma hendaknya dibatasi sampai 1 liter (1,5 gr/kgBB) karena risiko terjadi perdarahan abnormal. Batas dosis
dekstran yaitu 20 ml/kgBB/hari. Sekitar 70% dosis dekstran 40 yang diberikan akan dieksresikan ke dalam urine
dalam 24 jam. Molekul- molekul yang lebih besar dieksresikan lewat usus atau dimakan oleh sel-sel sistem
retikoloendotelial. Volume dekstran melebihi 1 L dapat mengganggu hemostasis. Disfungsi trombosit dan
penurunan fibrinogen dan faktor VIII merupakan alasan timbulnya perdarahan yang meningkat. Reaksi alergi
terhadap dekstran telah dilaporkan, tetapi kekerapan reaksi anafilaktoid mungkin kurang dari 0,02 %. Dekstran
40 hendaknya jangan dipakai pada syok hipovolemik karena dapat menyumbat tubulus ginjal dan
mengakibatkan gagal ginjal akut.

Gelatin

Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum dipasaran adalah gelatin yang
mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan pelarut NaCL isotonik. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin
( Haemaccel ) dengan pelarut NaCL isotonik dengan Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/ L. Pemberian
gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada koloid yang lain. Berkisar dari kemerahan
kulit dan pireksia sampai anafilaksis yang mengancam nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan
pelepasan histamine yang mungkin sebagai akibat efek langsung gelatin pada sel mast. Gelatin tidak menarik air
dari ruang ekstravaskular sehingga bukan termasuk ekspander plasma seperti dekstran. Larutan gelatin terutama
diekskresikan lewat ginjal dalam urin, sementara itu gelatin dapat menghasilkan diuresis yang bagus. Sebagian
kecil dieliminasikan lewat usus. Karena gelatin tidak berpengaruh pada sistem koagulasi, maka tidak ada
pembatasan dosis. Namun, bila terlalu banyak infus, pertimbangkan adanya efek dilusi. Gelatin dapat diberikan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal bahkan pada pasien yang menjalani hemodialisis. Indikasi gelatin :
Penggantian volume primer pada hipovolemia, stabilisasi sirkulasi perioperatif. Sedangkan kontraindikasi
adalah infark miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung kongestif dan syok normovolemik.

13
Hydroxylethyl Starch (HES)

Senyawa kanji hidroksietil ( HES ) merupakan suatu kelompok koloid sintetik polidisperse yang
mempunyai glikogen secara struktural. Kurang dapat diterima kanji hidroksi (HES ) untuk pengantian volume
paling mungkin akibat laporan-laporan adanya koagulasi abnormal yang menyertai subtitusi plasma ini. Laporan
laporan tentang HES yang memperlihatkan koagulasi darah yang terganggu dan kecenderungan perdarahan
yang meningkat sebagian besar berdasarkan pemakaian preparat HES berat molekul tinggi ( HMW-HES ).
Waktu paruh dari 90% partikel HES adalah 17 hari. Seperti semua koloid lainnya, kanji hidroksietil juga
berkaitan dengan reaksi anafilaktoid yang ringan dengan kekerapan kira-kira 0,006 %. Indikasi pemberian HES
adalah :Terapi dan profilaksis defisiensi volume (hipovolemia) dan syok (terapi penggantian volume) berkaitan
dengan pembedahan (syok hemoragik), cedera (syok traumatik), infeksi (syok septik), kombustio (syok
kombustio). Sedangkan kontra indikasi adalah : Gagal jantung kongestif berat, Gagal ginjal (kreatinin serum >2
mg/dL dan >177 mikromol/L).Gangguan koagulasi berat (kecuali kedaruratan yang mengancam nyawa). Dosis
penggunaan HES adalah 20 ml/kgBB/hari.

Perbandingan Kristaloid dan Koloid

Kristaloid Koloid
Keunggulan 1. Lebih mudah
1. Tersedia dan Exp
murah ansi volume plasma dan expansi
2. Komposis
interstitial
serupa dengan
plasma (ringer asetat/ ringer 2. Exp
laktat) ansi volume lebih besar
3. Bisa disimpan
3. disuhu Dur
kamar asi lebih lama
4. Bebas dari
4. reaksi Oks
anakfilaktik igenasi jaringan lebih baik
5. Komplikasi
5. minimal Insi
den edema paru dan/ edema
sistemik lebih rendah
kekurangan 1. Edema 1.
bisa mengurangi Ana
expanbilitas dinding dada kfilaksis
2. Oksigenasi
2. jaringan Koa
terganggu karena gulopati
bertambahnya jarak kapiler 3. Alb
dan sel umin dapat memperberat reaksi
miokard pada pasien syok

Berikut ini tabel beberapa jenis cairan kristaloid dan kandungan masing- masing :

14
Berikut ini tabel yang menunjukkan pilihan cairan pengganti untuk suatu kehilangan cairan yaitu ;

Siklus hidup HIV pada sel inang dimulai dengan penempelan virus pada sel limfosit T helper dan sel-sel
yang mempunyai reseptor CD4+ pada permukaan. Hal ini terjadi karena adanya gp 120 yang diikuti dengan fusi
selubung virus dan masuknya virion ke dalam sel inang dibantu dengan enzim reserve transcriptase kemudian
disintesis DNA untai ganda dari RNA genom virus yang dikenal sebagai DNA”intermediate”, DNA ini
kemudian masuk ke dalam inti sel dan berikatan dengan DNA sel inang dengan bantuan enzim integrase
membentuk provirus. DNA virus ini melakukan transkripsi dengan bantuan enzim polymerase II sel inang yang
menjadi mRN dan selanjutnya mengadakan translasi dengan protein-protein struktural sampai terbentuk protein,
kemudian virus akan melekat pada membran sel inang dan virion akan menyatu. Melalui proses budding pada
permukaan membrane sel virion akan dikeluarkan dari sel inang dalam keadaan matang.

Terapi Antiretroviral (ARV)


Antiretroviral (ARV) adalah obat yang dapat menghambat replikasi Human Immodeficiency Virus
(HIV).Terapi dengan ARV merupakan strategi yang secara klinis paling berhasil sampai saat ini.Tujuan terapi
dengan ARV adalah untuk menekan replikasi HIV secara maksimum, meningkatkan limfosit CD4 serta dapat
memperbaiki kualitas hidup penderita yang dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas (Depkes, 2007).

15
Penggolongan ARV
Ada tiga golongan utama ARV, yaitu :
a. Penghambat masuknya virus yaitu bekerja dengan cara berikatan dengan subunit GP41 selubung
glikoprotein sehingga fusi viruske target sel dihambat.
b. Penghambat reverse transcriptase Inhibitor (RTI), yang terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Analog nukleosida (NRTI), NRTI diubah secara intraseluler dalam 3 tahapan penambahan atau 3
gugus fosfat dan selanjutnya berikatan dengan nukleotida menghambat RT sehingga perubahan
RNA menjadi DNA terhamba, selain itu NRTI dapat menghentikan pemanjangan DNA.
2. Analog nukleotida (NtRTI), mekanisme kerja pada penghambatan replikasi HIVsama dengan
NRTI tetapi hanya memerlukan 2 tahapan proses fosforilisasi.
3. Non nukleosida (NNRTI), mekanise kerja tidak melalui tahapan fosforilasi pembentukan protein
yang dibutuhkan untuk proses akhir pematangan virus
c. Protease inhibitor (PI), PI akan berikatan secara reversible dengan enzim protease yang dapat
mengkatalisa pembentukan protein yang dibutuhkan untuk proses akhir dari pematangan virus.
Akibatnyavirus yang terbentuk tidak masuk dan tidak mampu menginfeksi sel lain (Depkes RI,
2003).

Terapi antiretroviral lini pertama


Seseorang yang belum pernah diterapi menggunakan ARV, maka direkomendasikan memulai terapi
kombinasi yang terdiri dari 3 obat. Ada 2 pilihan kombinasi, yaitu (Pinsky, 2009):
1. Dua NRTI dan satu PI (kombinasi stavudine dengan zidovudine tidak dianjurkan). Kombinasi tersebut
tidak dianjurkan karena dapat menurunkan jumlah sel CD4.
2. Dua NRTI dan satu NNRTI Berdasarkan rekomendasi WHO (2013), pengobatan HIV lini pertama
yang direkomendasikan adalah kombinasi dari non-nucleoside reVese transcriptase inhibitor (NNRTI)
misalnya neVirapine (NVP) atau efavirenz (EFV), dengan dua jenis dari golongan nucleoside reverse
transcriptase inhibitors (NRTI) seperti lamivudine (3TC/FTC) dan zidovudine (AZT) atau tenofovir
(TDF).
Tabel 2. Rekomendasi regimen lini pertama ART (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan lingkungan, 2011)
Regimen ART Keterangan

AZT + 3TC + NVP Zudovudine + Lamivudine + Neviprapine

AZT + 3TC + EFT Zudovudine + Lamivudine + Evafirenz

TDF + 3TC (atau FTC) + NV Tenovofir + Lamividine (atau Emtricitabine) +


Nevirapine
TDF + 3TC (atau FTC) + EFT Tenovofir + Lamivudine + (atau Emtricitabine
) + Efavirenz

16
Mekanisme kerja
1. Golongan NRTI
Golongan ini bekerja dengan menghambat enzim Reverse Transcriptase dan merusak
perpanjangan rantai DNA provirus(Pinsky, 2009):
2. Golongan NNRTI
Golongan ini memiliki mekanisme kerja yang sama dengan obat dari golongan NRTI,
namun ada cukup perbedaan dalam struktur molekul. NNRTI menghambat replikasi HIV dengan cara
berikatan dengan sebuah saku non substrat hidrofobik spesifik dari transcriptase HIV tipe 1. Bagian
perlekatan ini berbeda dengan sisi perlekatan NRTI tetapi dapat menghambat replikasi virus.Sisi
perlekatan NNRTI berada dekat dengan sisi katalitis ReVerse Trancriptase, yaitu ikatan alosterik yang
menginaktifasi ReVerse Transcriptase HIV tipe 1 dengan merubah bentuk penyesuaian (Pinsky, 2009):
3. Golongan PI
PI bekerja bedasarkan pada rangkaian asam amino dan pembelahan protein HIV. PI pada
HIV berguna untuk mencegah pembelahan gag dan gag-pol precursor protein dalam sel yang terinfeksi
secara akut dan kronis, menahan pematangan dan membloking aktivitas infeksi virion yang baru
muncul. Aksi utama dari Protase Inhibitor-HIV adalah mencegah gelombang infeksi berikutnya
(Flexner C, 1998). Berikut adalah beberapa tujuan dari terapi obat ARV (Depkes RI, 2006) :
1. Mengurangi laju penularan HIV dimasyarakat.
2. Memulihkan dan memelihara fungsi imunologis (stabilisasi atau peningkatan sel CD4).
3. Menurunkan komplikasi akibat HIV.
4. Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus-menerus.
5. Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV

Efek samping
Kebanyakan obat-obatan, obat ARV dapat menimbulkan efek samping.Efek yang
ditimbulkan seringkali ringan, namun dapat menjadi serius dan memberikan dampak yang besar
bagi kesehatan atau kualitas hidup.
Berikut efek samping menurut golongan obat ARV :
1. NRTI
Obat yang termasuk golongan ini dihubungkan dengan degenerasi lemak hepar dan
asidosis laktat yang sehubungan dengan keracunan mitokondrial seluler.Awalnya asidosis
lakta tmuncul dengan gejala gastrointestinal yang tidak spesifik seperti mual, muntah, rasa
sakit dan peregangan abdomen dan kelemahan secara menyeluruh.Hal ini dapat meningkat
menjadi tachypnoe dan dyspnoe yang akhirnya menjadi kegagalan respirasi, serta adanya
abnormalitas liver, creatinine phospokinase, creatine dan thrombocytopenia.NRTI harus
dihentikan bila asidosis laktat terjadi.3-5% anak-anak dan dewasa menerima abacavir yang
menghasilkan reaksi hipersensitif berbahaya (Sigalingging, 2009).
2. NNRTI

17
Obat-obat yang termasuk dalam kelas NNRTI dapat menimbulkan peningkatan
alanine/aspartate aminotransferase dan kasus hepar parah yang jarang.Obat-obat golongan
NNRTI, nevirapine paling banyak menyebabkan hepatitis klinis.Dua pertiga dari hepatitis
klinis yang berhubungan dengan nevirapine dapat terjadi dalam 12 minggu pertama, serta
meningkat cepat menjadi kegagalan hepar yang sangat mengkhawatirkan (Sigalingging,
2009).
3. PI
Efek samping yang spesifik dari kelas protease inhibitor adalah tahanan insulin,
diabetes mellitus, hyiperlipidemia, hepatitis, kerusakan tulang dan perdarahan pada
hemophilia (Sigalingging, 2009).
Hari/Tanggal Follow Up
21/2/2020 Subject
Lemas(+), pusing berputar(+), batuk(+) > 2 minggu lendir warna kuning, sesak (+),
muntah (+), mual (+), BAK warna teh (+), BAB (DBN)
Object
KU= TSS
Kes= CM
TTV
TD = 130/90; Nadi= 88 x/mnt; RR= 24 x/mnt; SB= 35,8⁰C; SpO2: 95% Spontan
K/L= CA(-/-) SI (-/-) OC (-) Pembesaran KGB (-)
Thorax = Simetris, dinding dada ikut gerak napas, jejas, Sn ves +/+, Rhonki -/-,
Wheezing +/+, sonor/sonor
Cor = BJ I-II reguler; Murmur (-) Gallop (-)
Abdomen = datar, bekas operasi (-), BU (+), NT (-), H/L=TTB/TTB
Ekstremitas Atas = AKH Hangat, CRT <2’, Edema (+), Ulkus (-), Fraktur (-)
Ekstremitas Bawah = AKH, CRT <2’, Edema (+), Ulkus (-), Fraktur (-)
Vegetatif = Ma/Mi (+/+) BAB/BAK (+/+)
Assasment
Malaria tropika
elektrolit imbalance
susp.HIV/AIDS
Planning
IVFD NS 0,9% 14 TPM/12JAM
Omeprazole 1 amp/12jam
Ondancentron 1 amp/8jam
Ketorolac 1 amp/8jam
Artesunat 2 vial (0-12-24) 23.50
Drip KCL 1 flakon dalam NS 0,9 % 20 TPM
Antasida 3x2 caps
Primakuin 1x1 caps

22/2/2020 Subject
Lemas(+), pusing berputar(+), batuk(+) > 2 minggu lendir warna kuning, sesak (+),
muntah (+), mual (+), BAK warna teh (+), BAB (DBN)
Object
KU= TSS
Kes= CM
TTV
TD = 150/100; Nadi= 105 x/mnt; RR= 24 x/mnt; SB= 38,3⁰C; SpO2 = 95% dengan
Masker O2 10 Lpm
K/L= CA(-/-) SI (-/-) OC (-) Pembesaran KGB (-)
Thorax = Simetris, dinding dada ikut gerak napas, jejas, Sn ves +/+, Rhonki -/-,
Wheezing +/+, sonor/sonor
Cor = BJ I-II reguler; Murmur (-) Gallop (-)

18
Abdomen = datar, bekas operasi (-), BU (+), NT (-), H/L=TTB/TTB
Ekstremitas Atas = AKH Hangat, CRT <2’, Edema (+), Ulkus (-), Fraktur (-)
Ekstremitas Bawah = AKH, CRT <2’, Edema (+), Ulkus (-), Fraktur (-)
Vegetatif = Ma/Mi (+/+) BAB/BAK (+/+)
Assasment
Malaria tropika
elektrolit imbalance
susp. HIV/AIDS
Planning
IVFD NS 3% 8TPM
Artesunat 2 vial
Omeprazole 40 mg/12jam
Ondancentron 4 mg/8 jam
Paracetamol 3x1
Drip KCL 25 mEq

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN


No. DM : 53 48 81

Nama : Ny. P.D.

19
Umur : 57 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Yahim Sentani

Status Pernikahan : Menikah

Pekerjaan : IRT

Agama : Kristen Protestan

Suku : Nias

Tanggal masuk RS : 20 Februari 2020

Tanggal keluar RS : 23 Februari 2020

Ruangan : Ruang Penyakit Dalam Wanita

Jaminan : BPJS

3.2. ANAMNESA
AUTOANAMNESA
Keluhan Utama Mual dan Muntah
Riwayat Penyakit Pasien datang pertama kali dalam keadaan pingsan ± 5 menit SMRS
Sekarang disertai keluhan pusing (+) seperti berputar, mual (+), muntah (+)
sebanyak 5x/hari ± 1 jam. Saat tiba di RSUD ABEPURA pasien
sudah sadar dan pasien mengeluh pusing (+), nyeri ulu hati (+), mual
(+), muntah (+) ± 3x. Pasien mengaku ± 1 minggu yang lalu

20
mengeluh merasa demam (+), batuk (+), pilek (+), tapi tidak berobat.
Pasien mengaku mengkonsumsi obat antasida dan paracetamol tapi
tidak ada perubahan. Pasien mengaku 2 hari sebelumnya pergi ke
PKM Dosai dan didapatkan hasil pemeriksaan lab malaria tropika
(+), pasien diberikan obat dari PKM tetapi tidak diminum karena
merasa lemas & pasien langsung dibawa ke RS Yowari dan
diberikan obat anti muntah dan lambung kemudian dipulangkan
tetapi sampai dirumah masih muntah dan sesak bertambah berat.
Pasien mengaku diberikan ramuan kunyit madu & merasa sedikit
membaik & bisa makan. Besoknya pasien demam tinggi (+), BAK
(+) dalam keadaan tidak sadar kemudian pasien dibawa ke RSUD
Abepura dalam keadaan tidak sadar.
Riwayat Penyakit Riwayat sakit lambung (+), Riwayat merokok (-), Riwayat Operasi
Dahulu Usus Buntu (-), Riwayat Asma (+), Hipertensi (-), Penyakit jantung
(-), hiperkolesterolemia (-), diabetes mellitus (-)
Riwayat Penyakit Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.
Keluarga Riwayat diabetes militus (-), penyakit jantung (-), hipertensi (-),
asma (+), hiperkolesterolemia (+).
Kebiasaan :
Makan Pinang (+)
Keadaan Sosial :
Ibu Rumah tangga

3.3. PEMERIKSAAN FISIK


PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum Tampak Sakit Sedang
Kesadaran Apatis GCS :12
Tanda-Tanda Vital - Tekanan Darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 74 x/menit
- Respirasi : 24 x/menit
- Suhu Badan : 38,30C
Status Generalis Kulit :
Sianosis (-), Ekskoriasi (-), Skuama (-), Likenifikasi (-)
Kepala:

21
Normocephal
Mata :
Refleks Cahaya (+/+), Pupil Bulat Isokor Diameter 3 mm/3 mm,
Konjungtiva Anemis (+/+) Sklera Ikterik (-/-)
Hidung :
Sekret (-), Perdarahan (-), Deformitas (-)
Telinga :
Sekret (-), Perdarahan (-), Jejas (-)
Mulut :
Oral Candidiasis (-), Caries (+), Gigi Goyang (-)
Tenggorok :
Faring Hiperemis (-)
Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening (-), Peningkatan JVP (-)
Thorax :
- Paru (Bagian Depan)
Inspeksi : Simetris, ikut gerak napas, retraksi (-)
Palpasi : Tidak teraba massa, vokal fremitus dextra sama dengan
sinistra
Perkusi : Sonor/sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, Rh -/-, Wheez +/+
- Paru (Bagian Belakang)
Inspeksi : Tidak ada pembengkokan tulang belakang
Palpasi : vertebra teraba tulang belakang yang lurus, Vokal fremitus
dextra sama dengan sinistra, tidak teraba massa
Perkusi : Sonor (+) di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, Rh -/-, Wheez +/+

- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 cm ke media midklavikula
line sinistra
Perkusi : Pekak, Batas jantung kiri di ICS V midklavikula line
sinistra. Batas jantung kanan di linea parasternal dextra.
22
Auskultasi : BJ I – II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, Supel
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) regio epigastrium dan regio
umbilikus , Hepar/Lien : Tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Ekstremitas :
- Superior : Akral hangat, pitting edema (-), CRT <2”, Fraktur (-),
Ulkus (-)
- Inferior : Akral hangat, pitting edema (-), CRT <2”, Fraktur (-),
Ulkus (-).

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
Tanggal 20/02/2020
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Haemoglobin 12,4 11,0-14,7
Leukosit 10,22 3,37-8,38
Hematokrit 32,1 35.2-46.7
Trombosit 164 140-400
Eritrosit 4,90 3,69-5,46
Sel Basofil 0,4 0,3 – 1.4
Sel Eosinofil 0.4 0.6 – 5.4
Sel Neutrofil 67,4 39,8 -70.5
Sel Limfosit 24,4 23.1-49
Sel monosit 7,4 4,3 – 10.0
Malaria (DDR) Positif
GDS 118
Ureum 26.00 10-50 mg/Dl
Creatinin 0,70 0.9-1.5 mg/dL
SGOT 22 0-50 mg/dL
SGPT 45 0-50 mg/dL

Pemeriksaan elektrolit
Tanggal 20/02/2020

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


Natrium 112.4 135-145
Kalium 2.55 3.5-4.5

23
Clorida 79.2 98-108

Pemeriksaan elektrolit
Tanggal 21/02/2020

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


Natrium 121.9 135-145
Kalium 2.65 3.5-4.5
Clorida 86.9 98-108

EKG

Foto Thorax

Interpretasi:
1. Kardiomegali tanpa bendungan
2. Gambaran bronchitis

Diagnosis Kerja:
1. Malaria tropika (+)
2. Imbalance Elektrolit (+)

Terapi yang diberikan:


1. IVFD NS 3% 8 tpm
2. Artesunat 2 vial
3. Omeperazole 40 mg/12 jam
4. Ondonsentron 4 mg/8jam
5. Paracetamol 3x1 500mg
6. Drip KCL 25 mEq dalam Nacl 0,9 % 20 tpm

24
BAB IV

PEMBAHASAN

Seperti penyakit lainnya, diagnosis malaria tropika, elektrolit imbalance dan HIV ditegakan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dan rekam jejak perjalanan
penyakit pasien. Diagnosis pasti dari diagnosis malaria tropika, elektrolit imbalance dan HIV
ditemukannya tanda-tanda klinis dari pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang yang
dilakukan terhadap pasien.

Pada anamnesis, hal yang sangat penting diperhatikan adalah pasien mengeluh demam, sakit
kepala, mual dan muntah. Kesulitan untuk makan, karena mual dan muntah yang sangat menghambat
pasien untuk makan, ini sesuai dengan teori bahwa penderita malaria tropika sering datang dengan
keluhan demam, sakit kepala, mual dan muntah.

Malaria berasal dari 2 kata Mal yang berarti buruk dan Aera yang berarti udara. Jadi malaria adalah
penyakit infeksi menular endemis di banyak daerah hangat di dunia.

Disebabkan oleh Protozoa yaitu Plasmodium, yang di tularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina
yang terinfeksi.

Ada 5 Plasmodium yang menginfeksi:

• P. Falciparum: malaria Tropika, gejala demam yang intermiten dan dapat kontinyu.

• P. Vivaks: malaria Tertiana, gejala demam setiap 48 jam/ 2 hari sekali.

• P. Malariae: malaria Kuartana, gejala demam setiap 72 jam sekali.

• P. Ovale: Malaria Ovale, gejala demam seperti pada malaria tertiana.

• P. Knowlesi, gejala demam seperti pada malaria tropika.

25
Siklus hidup plasmodium malaria

Gejala Klasik malaria “TRIAS MALARIA” secara berurutan :

Periode dingin 15-60 menit: mulai menggigil diikuti dengan peningkatan temperature (periode panas):
muka merah, nadi cepat, suhu badan tinggi lalu diikuti dengan berkeringat (periode keringat):
penderita berkeringat diikuti penurunan temperature.

Patogenesis Malaria

 Pada sirkulasi darah

Merozoit menyerang eritrosit dan masuk melalui permukaan reseptor eritrosit. Eritrosit yang
berparasit lebih elastik dan dinding berubah menjadi lonjong, pada P. Falciparum dinding eritrosit
membentuk tonjolan (knob).

 Sitoaderensi

Perlekatan antara EP (bentuk aseksual parasit dalam eritrosit yang berpotensi) stadium matur pada
permukaan endotel vaskular.

 Sekuestrasi

26
Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular (EP yang matur mengalami
sekuestrasi).

 Rosseting

Berkelompoknya EP matur yang diselubungi eritrosit yang tidak mengandung parasit.

 Rosseting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal/ dalam jaringan sehingga memermudah
terjadinya sitoadherens dan akhirnya terjadi obstruksi sirkulasi.

Diagnosis Malaria

 Diagnosa malaria di tegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopis. WHO
merekomendasikan diagnosis berdaasrkan gejala klinis:

1. Resiko malaria rendah, diagnosis berdasarkan adanya demam 3 hari dan tidak ditemukan
infeksi lain.

2. Resiko malaria tinggi, diagnosis berdasarkan adanya demam satu hari disertai anemia .

 Diagnosis pasti: menemukan parasit malaria pada pemeriksaan mikroskopik

 TATALAKSANA
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah primakuin.
Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, Primakuin untuk malaria falsiparum
hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama
14 hari dengan dosis 0,25 mg /kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan.
Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:

Dihidroartemisinin-Piperakuin(DHP) + Primakuin

Tabel 1. Pengobatan Malaria falsiparum menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin

27
BAB V
KESIMPULAN

• Dari laporan kasus ini pasien datang dengan keluhan Nyeri,ulu hati,Mual,muntah, sesak dan
demam >1 minggu kemudian dari hasil pemeriksaan rapid test malaria tropika (+),
pemeriksaan foto thorax didapatkan gambaran bronchitis dan kardiomegali, hasil lab
didapatkan penurunan elektrolit Natrium,kalium,clorida

• Pasien didiagnosis dengan malaria tropika, elektrolit imbalance, susp. HIV/AIDS berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

• Pengobatan malaria tropika pada pasien ini diberikan artesunat 2 vial selama 1 hari (di jam
0,12,24), pengobatan elektrolit imbalance pada pasien ini diberikan pada hari pertama IVFD
NS 0,9 % 20 TPM dan hari kedua diberikan IVFD NS 3% 8 TPM, Drip KCL 25 mEq dalam
Nacl 0,9 % 20 TPM. pasien ini juga diberikan Obat omeprazole 40g/12jam, ondancentron
40g/8jam,paracetamol 3x1 500mg. Pasien ini belum di terapi dengan ARV karena hasil A1(+)
dan A2(-).

28
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Resusitasi Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Pegangan Pelatihan Bantuan hidup Dasar dan
Bantuan Hidup Lanjut bagi Dokter Umum se-Propinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Ikatan Dokter
Spesialis Anestesiologi Indonesia Cabang Sulawesi Selatan; 2000. hal 62-72. 21
Anonym. Electrolyte Disorders. Available from: URL: http://www.nejm.article.php. Accessed
Desember 14, 2005.
Anonym. Fluid and Electrolyte Therapy in Children. Available from: URL:
http://www.bmj.com/merckcourse.htm. Accessed Desember 14, 2005.
Anonym. Fluid and Electrolyte Therapy. Available from: URL:
http://www.cvm.okstate.edu/courses.vmed5412. Accessed Desember 14, 2005.
Anonim. Kebutuhan Harian Air dan Elektrolit, gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit, dan
Terapi Cairan. Dalam: Pedoman Cairan Infus edisi revisi VIII. Jakarta: PT. Otsuka Indonesia; 2003.
hal. 16-33.
Aitkenhead, Alan R, et al. Textbook of Anaethesia. Fifth Edition. United Kingdom : Churchill
Livingstone. 2007.
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and Electrolyte
Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th ed. New York: Mc-Graw Hill.
2013; 4 (49): h. 1107 – 40.
Dinkes, Jabar. 2012. Epidemiologi HIV/AIDS. Bandung.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan RI, 2016. Jumlah penderita
HIV. Jakarta
Evers, AS, and Mervyn Maze. Anesthetic Pharmacology: Physiologic Principles and Clinical Practice.
United Kingdom : Churchill Livingstone. 2004.
Evers, AS, and Mervyn Maze. Anesthetic Pharmacology: Physiologic Principles and Clinical Practice.
United Kingdom : Churchill Livingstone. 2004.

Guyton, A. Kompartemen Cairan Tubuh: Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler. Dalam: Buku ajar
Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: EGC; 1997. hal 375-7.
Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam Clinical Fluid Therapy in the Perioperative Setting. Cambridge:
Cambridge University Press. 2012; 1 : h. 1 – 10.
Hines RL, Marschall KE. Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders. Dalam Handbook for
Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th ed. Philadelphia: Elsevier Inc. 2013; 18: h.216 –
230.
Latief, AS, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi : Terapi Cairan Pada Pembedahan. Edisi Kedua.
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI. 2002.
Pinnock, Colin, et al. Fundamentals of Anaaesthesia. GMM. 1999.
Graber, MA. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Edisi 2. Jakarta: Farmedia. 2003.
Stoelting, Robert K, and Ronald D. miller. Basics of Anesthesia. Fifth edition. California : Churchill
Livingstone. 2007.

29
Morgan, GE, et al. Clinical Aneshesiology : Fluid Management and Transfusion. Third Edition. New
York : Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2002.

30

Anda mungkin juga menyukai