Anda di halaman 1dari 9

STUDI TENTANG RELIGIUSITAS, DERAJAT STRES DAN

STRATEGI PENANGGULANGAN STRES (COPING STRES) PADA PASANGAN


HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA

SW Indrawati, Sri Maslihah, Anastasia Wulandari.

ABSTRAK

Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan
hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan
elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium
didalam darah atau produksi urine. Hemodialisa adalah suatu cara untuk memisahkan darah dari
sampah metabolisme dan racun tubuh bila ginjal sudah tak berfungsi, disini digunakan ginjal
buatan yang berbentuk mesin hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi
hidup pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa. Subjek penelitian adalah 24 orang
suami atau isteri dari pasangan pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah
Sakit Al Islam Bandung. Penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu 1 variabel bebas
(independent variabel) religiusitas dan dua variable terikat (dependent variable) yaitu derajat
stres dan strategi penanggulangan (coping stres). Dengan metode penelitian yang digunakan
adalah metode kuantitatif dengan menggunakan metode statistik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas dengan derajat stress dengan nilai
korelasi -0.759. Artinya, semakin tinggi religiusitas pasangan suami atau isteri pasien gagal
ginjal yang menjalani terapi hemodialisa, semakin rendah derajat stress yang dialami suami/isteri
pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Al Islam Bandung.
Demikian sebaliknya, hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif
antara religiusitas dengan strategi penanggulangan stress (coping stress) yang berpusat pada
masalah yaitu sebesar 0.135 dan hubungan positif antara religiusitas dengan coping stress yang
berpusat pada emosi sebesar 0.100. Berdasarkan nilai korelasi tersebut dapat disimpulkan
bahwa nilai korelasi antara religiusitas dengan kedua dimensi strategi penanggulangan stress
(coping stress) adalah rendah.

Kata kunci: gagal ginjal, terapi hemodialisa, religiusitas, stress, strategi penanggulangan stres

A. Latar Belakang Masalah

Ginjal adalah bagian tubuh yang sangat penting. Keberadaan ginjal sebagai penyaring
darah dari sisa-sisa metabolisme menjadikan fungsinya tak bisa tergantikan oleh yang lainnya.
Fungsi utama ginjal adalah membersihkan darah dari sisa-sisa hasil metabolisme tubuh yang
berada di dalam darah dengan cara menyaringnya. Jika kedua ginjal gagal menjalankan
fungsinya (pada tahap akhir penyakit ginjal), sisa-sisa hasil metabolisme yang diproduksi oleh
sel normal akan kembali masuk ke dalam darah (Uremia).
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit di mana fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium
dan kalium didalam darah atau produksi urine. Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa
saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal

1
itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialami mereka yang berada pada usia dewasa,
terutama pada kaum lanjut usia.
Seseorang yang mengalami kegagalan fungsi ginjal sangat perlu dimonitor pemasukan
(intake) dan pengeluaran (output) cairan, sehingga tindakan dan pengobatan yang diberikan
dapat dilakukan secara baik. Dalam beberapa kasus serius, Pasien akan disarankan atau diberikan
tindakan pencucian darah {Haemodialisa (dialysis)}. Kemungkinan lainnya adalah dengan
tindakan pencangkokan ginjal atau transplantasi ginjal.
Hemodialisa adalah suatu cara untuk memisahkan darah dari sampah metabolisme dan
racun tubuh bila ginjal sudah tak berfungsi, disini digunakan ginjal buatan yang berbentuk mesin
hemodialisis. Hemodialisa merupakan proses eleminasi sisa-sisa produk metabolisme (protein)
dan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antara kompartemen darah dan dialisat
melalui selaput membran semipermiabel yang berperan sebagai ginjal buatan (Sukandar, 2006).
Tindakan hemodialisa harus dilakukan secara rutin oleh pasien dengan gangguan fungsi
sehingga hal ini akan dapat menimbulkan permasalah bagi pasien karena tindakan ini
memerlukan biaya sangat mahal, menimbulkan kecemasan dan ketakutan dan sejenisnya yang
disebabkan oleh pemasangan alat-alat invasive, berbagai hal dari tindakan hemodialisa itu
sendiri, kurangnya informasi tentang efek samping hemodialisa, kurang pemahaman mengenai
penyakit gagal ginjal kronik, Pengetahuan, Jenis Kelamin, Umur, Status Sosial ekonomi serta
keluarga yang belum mampu memberikan dukungan secara psikososial (Brunner dan Suddarth,
2000).
Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa dampak psikologis saat menjalani terapi
hemodialisasi tidak hanya terjadi pada diri pasien penderita, namun juga pada keluarga
khususnya pasangannya baik pada suami atau isteri pasien. Sebagaimana penelitian terdahulu
terkait hemodialisa pada pasangan pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa di
Rumah Sakit Al Islam Bandung, menunjukkan bahwa saat pasien gagal ginjal akan menjalani
terapi hemodialisa perasaan cemas, stres ataupun gangguan tidur muncul pada pasangan-
pasangan pasien terapi hemodialisa. Diantara pasangan-pasangan tersebut bahkan ada yang
mengkonsumsi obat penenang pada saat pasien akan menjalani terapi hemodialisa (Indrawati,
2009).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji aspek religiusitas pada
pasangan pasein gagal ginjal khususnya yang menjalani terapi hemodialisa dan mengkaji
hubungannya dengan derajat stres dan upaya penanggulangan stres (coping stres) yang
dialaminya.

B. Kajian Pustaka
1. Religiusitas

Religiusitas adalah kata kerja yang berasal dari kata benda religion. Religi itu sendiri
berasal dari kata re dan ligare artinya menghubungkan kembali yang telah putus, yaitu
menghubungkan kembali tali hubungan antara Tuhan dan manusia yang telah terputus oleh dosa-
dosanya (Arifin, 1995)
Nilai religiusitas yang diperoleh adalah nilai total dari skala religiusitas dengan
menggunakan skala Likert.
Religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas
beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah),
tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan spiritual.

2
Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata,
tetapi juga aktivitas yang tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Oleh karena
itu, religiusitas seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi (Ancok dan
Suroso, 1995:76).
Menurut Glock dan Stark (Ancok dan Suroso, 1995) ada lima dimensi
religiusitas, yaitu sebagai berikut.
1. Dimensi Keyakinan/Akidah Islam. Dimensi ini menunjuk pada tingkat
keyakinan seseorang terhadap kebenaran ajaran agamanya, terutama terhadap
ajaran-ajaran yang fundamental atau bersifat dogmatik. Dalam agama Islam
dimensi ini menyangkut keyakinan tentang Allah, para malaikat, para Nabi dan
Rosul, Al-qur’an atau kitab-kitab Allah, suga, neraka, qodho dan qodar, dan
sebagainya. Salah satu bagian dari akidah Islam adalah tauhid. Tauhid ini adalah
esensi islam yang merupakan pengesaan Allah dan beribadah hanya kepadaNya.
Glock dan Stark menilai bahwa kepercayaan keagamaan adalah jantungnya
dimensi keyakinan (Ancok dan Suroso, 1995:79). Dimensi keyakinan ini
merupakan dimensi yang paling penting diantara dimensi religiusitas lainnya
(Arglye dalam Rusli dan Handoyo, 2008:260). Dari pendapat tersebut dapat
dipahami bahwa keyakinan tidak dapat dipisahkan dari religiusitas seseorang
karena dari keyakinan tersebut akan termanifestasi dalam dimensi lainnya, yaitu
dimensi penghayatan, pengalaman, praktek agama, dan pengetahuan agama
seseorang.
2. Dimensi Peribadatan/Praktek agama. Dimensi ini menunjuk pada tingkat
kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana
dianjurkan oleh agamanya. Di dalam Islam, isi dimensi ini menyangkut
pelaksanaan shalat, puasa, zakat, ibadah haji, membaca Al-qur’an, berdoa, dan
sebagainya.
3. Dimensi Penghayatan/Pengalaman. Dimensi ini menunjuk pada tingkat
seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan serta
pengalaman-pengalaman religius. Di dalam Islam, dimensi ini meliputi perasaan
dekat kepada Alloh, perasaan dicintai oleh Allah, perasaan doa-doanya sering
terkabul, perasan tentram dan bahagia karena menuhankan Allah, perasaan
bertawakkal kepada Allah, tergetar hatinya mendengar ayat-ayat Allah , dan
sebagainya.
4. Dimensi Pengamalan/Akhlak. Dimensi ini merujuk pada tingkatan seseorang
dalam berperilaku dimotivasi oleh ajaran agamanya. Perilaku di sini lebih lebih
pada hal perilaku dunia yakni bagaimana individu berelasi dengan dunianya. Di
dalam Islam, dimensi ini meliputi perilaku suka menolong, menegakkan
kebenaran dan keadilan, berlaku jujur, memaafkan kesalahan orang lain,
menjaga amanat, menjaga lingkungan, tidak mncuri, tidak berjudi, tidak menipu,
mematuhi norma-norma Islam dalam perilaku seksual dengan lawan jenis, dan
sebagainya
5. Dimensi Pengetahuan/Ilmu. Dimensi ini menunjuk pada tingkat pengetahuan
dan pemahaman seseorang terhadap ajaran agamanya, terutama mengenai ajaran
pokok agamanya, sebagaimana termuat dalam kita sucinya. Di dalam Islam
dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang isi Al-qur’an, pokok ajaran yang

3
harus diimani dan dilaksanakan, termasuk rukun iman dan Islam, dan hukum-
hukum Islam, sejarah Islam, dan sebagainya.

Dengan demikian religiusitas agama Islam dapat didefinisikan sebagai perilaku


yang berupa penghayatan terhadap nilai-nilai agama Islam yang telah terinternalisasi
dalam diri individu dan dapat ditandai tidak hanya melalui ketaatan dalam menjalankan
ibadah secara ritual tetapi adanya keyakinan, pengalaman, dan pengetahuan mengenai
agama Islam.

2. Stres
Stres berasal dari kata stringere yang berarti keras (strictus), yang akhirnya istilah itu
terus berkembang menjadi stres, stresce, strest dan straise (Cox, 1978).
Beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu :
“Stress is state of strain, wether physical or psychological” (Chaplin, 1976)
“Stress occure where there are demands on the person which tax pr exceedhis adjustive
resources” (Lazarus, 1976)
Pengertian stres di atas pada dasarnya memiliki arti persamaan bahwa Stres menunjukkan
pada suatu respon organism terhadap suatu kondisi atau keadaan yang berbahaya atau
mengancam.”
Derajat Stres, yaitu tingkat stres yang dialami pasangan (suami atau isteri) pasien gagal
ginjal yang menjalani terapi hemodialisa. Variabel ini dilihat dari penilaian kognitif yaitu proses
evaluasi yang menentukan mengapa dan dalam keadaan apa suatu transaksi khusus atau
rangkaian transaksi antara individu dengan lingkungan dapat menimbulkan stres yang manifes
sebagai keadaan yang menimbulkan frustasi, konflik, ancaman dan tekanan yang dirasakan
subyek penelitian (pasangan suami atau isteri pasien gagal ginjal). Sebagai hasil proses evaluasi
melalui penilaian kognitif dapat diperoleh derajat stres yang dihayati individu (subyek
penelitian)

3. Strategi penanggulangan stres (coping stres)


Strategi penanggulangan stres (coping stres), yaitu merupakan upaya perubahan kognitif
dan tingkah laku secara konstan untuk mengatasi tuntutan internal/eksternal tertentu yang dinilai
membebani atau melebihi penilaian individu. Dalam penelitian ini strategi penanggulangan
stres yang dilakukan pasangan (suami atau isteri) pasien gagal ginjal yang menjalani terapi
hemodialisa sehubungan stres yang dialami sehubungan terapi hemodialisa pasanganny meliputi
dua dimensi, yaitu dimensi strategi yang berpusat pada masalah (Problem-focused coping) dan
strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi (Emotional-focused coping)

C. Metodologi Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu
suatu pendekatan yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, di mana
pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian yang telah
disesuaikan dengan variabel-variabel yang akan diteliti dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan sebelumnya (Sugiyono, 2008:6).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif dengan teknik studi korelasional (correlation study), di mana teknik ini bertujuan

4
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel X dengan variabel Y1 dan Y2 dan
apabila ada seberapa berartinya hubungan tersebut (Arikunto, 1997).
Design Penelitian :

Y1

Keterangan :
XX = Religiusitas
Y1 = Derajat stres
Y2
Y2 = Strategi Penanggulangan Stres (Coping Stres)

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan sebagai independent variabel yaitu tingkat
religiusitas pasangan (suami atau isteri) pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa.
Sedangkan yang digunakan sebagai dependent variabel. Sedangkan yang menjadi dependent
variabel ada dua yaitu Derajat Stres, yaitu tingkat stres yang dialami pasangan (suami atau isteri)
pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa dan Strategi penanggulangan stres (coping
stres), yaitu merupakan upaya perubahan kognitif dan tingkah laku secara konstan untuk
mengatasi tuntutan internal/eksternal tertentu yang dinilai membebani atau melebihi penilaian
individu.
Penelitian ini akan dilaksanakan di Poli Terapi Hemodialisa Rumah Sakit Al Islam
(RSAI) Bandung. Penelitian ini akan dilaksanakan di Poli Terapi Hemodialisa Rumah Sakit Al
Islam (RSAI) Bandung. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasangan hidup (suami atau
isteri) pasien penderita gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Al Islam
(RSAI) Bandung dalam kurun waktu satu tahun atau kurang (≤ 2 tahun). Populasi dikatakan
sebagai kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2007).
Sampel dalam penelitian ini suami atau isteri pasien penderita gagal ginjal yang menjalani terapi
hemodialisa selama kurun waktu dua tahun ke bawah di Rumah Sakit Al Islam (RSAI)
Bandung. Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri yang dimiliki
populasinya (Azwar, 2007). Subjek penelitian ini berjumlah 24 orang.
Sampel diperoleh dengan menggunakan nonprobability sampling dengan teknik
purposive sampling di mana subjek ditentukan untuk menjadi wakil dari populasi yang
dimasukkan ke dalam sampel (Ary, dkk., 2006). Kriteria-kriteria untuk menjadi subjek dalam
penelitian ini di antaranya : a. Suami atau isteri pasien gagal ginjal yang menjalani terapi
hemodialisa, b. Pasangan subyek menjalani terapi hemodialisa menjalani terapi hemodialisa
waktu dua tahun atau kurang (≤ 2 tahun). c. Subyek/pasangan subyek memiliki penghasilan d.
Subyek bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. e. Domisili di Kota Bandung.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
pengumpulan data tidak langsung yaitu dengan menggunakan angket untuk mengungkap tingkat
religiusitas berupa angket yang diturunkan dari teori Glock dan Stark ((dalam Ancok dan Suroso,
1995), derajat stres pada penderita diabetes mellitus yang dibuat berdasarkan teori stres dari
Lazarus & Folkman (1984) dan strategi penanggulangannya stres adaptasi dari Ways of Coping
Revised Version (Lazarus & Folkman, 1984).

5
D. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil korelasi antara uji statistic variable religiusitas dengan variable derajat
stress dan coping stress dapat dinyatakan bahwa:
1) Terdapat hubungan negatif antara antara religiusitas dengan derajat stress menghadapi
terapi hemodialisa yang dijalani pasangan (suami/isteri).
2) Terdapat hubungan positif antara religiusitas dengan coping stress yang berpusat pada
masalah dan coping stress yang berpusat pada emosi dalam menghadapi terapi
hemodialisa yang dijalani pasangan (suami/isteri).

Secara signifikan religiusitas memiliki korelasi negative dengan semua dimensi stress,
artinya semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah derajat stress yang dialami subyek
penelitian dan korelasi yang paling negative ditunjukkan oleh dimensi konflik. Artinya semakin
tinggi religiusitas semakin rendah penilaian kognitif atas situasi yang dihadapi yang dipandang
subyek sebagai situasi konflik.

E. Kesimpulan dan Saran


1. Analisis Religiusitas Pasangan Suami/Isteri Pasien Gagal Ginjal yang Menjalani
Terapi Hemodialisa
Seluruh subyek penelitian memiliki tingkat religiusitas yang tergolong tinggi. Artinya,
seluruh subyek penelitian memiliki komitmen beragama yang tinggi. Religiusitas di sini
menunjukkan perilaku terhadap agama yang berupa penghayatan terhadap nilai-nilai
agama yang dapat ditandai tidak hanya melalui ketaatan dalam menjalankan ibadah
secara ritual tetapi adanya keyakinan, pengalaman, dan pengetahuan mengenai agama
yang dianutnya (Ancok, 1994).

2. Analisis Derajat Stres Pasangan Suami/Isteri Pasien Gagal Ginjal yang


Menjalani Terapi Hemodialisa
18 orang subyek penelitian memiliki derajat stress yang tergolong rendah
dalam menghadapi pasangan yang menjalani terapi hemodialisa. 6 orang
memiliki derajat stress yang tergolong tinggi. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa bagi sebagian pasangan pasien gagal ginjal menjalani terapi
hemodialisa, situasi tersebut dinilai sebagai situasi yang membebani sumber
daya subyek. Dengan kata lain terapi hemodialisa tidak semata-mata merupakan
sebuah stressor bagi pasien gagal ginjal namun termasuk stressor bagi pasangan
pasien. Oleh karena itu kesiapan dalam menjalani terapi hemodialisa tidak hanya
pada pasien tapi juga perlu dimiliki oleh keluarga pasien sehingga situasi terapi
tidak menjadi situasi yang dinilai membebani. Meskipun demikian sebagian
besar subyek penilitian memiliki derajat stress yang tergolong rendah dalam
mendampingi terapi hemodialisa yang dijalani pasangannya.

3. Analisis Strategi Penanggulangan Stres Pasangan Suami/Isteri Pasien Gagal Ginjal


yang Menjalani Terapi Hemodialisa

6
Strategi yang berpusat pada emosi lebih banyak dipilih oleh sebagian
besar suami atau isteri pasien gagal ginjal dibandingkan dengan strategi yang
berpusat pada masalah. Adapun besaran perbandingan nilai kedua strategi
coping dapat dilihat pada perbandingan rata-rata skor dari 19 orang yang
menggunakan strategi yang berpusat pada emosi memiliki rata-rata 0.73 dan
pada 5 (lima) orang yang lebih sering menggunakan strategi yang berpusat pada
masalah menunjukkan rata-rata 0.66.
Berdasarkan hal tersebut, meskipun lebih banyak orang yang sering
menggunakan strategi yang berpusat pada emosi, namun semua subyek pada
dasarnya tidak hanya menggunakan satu strategi penanggulangan stress dalam
mendampingi pasangannya menjalani terapi hemodialisa ini.

4. Analisis dan Pembahasan Hubungan antara Religiusitas dengan Derajat Stres


Pasangan Suami/Isteri Pasien Gagal Ginjal yang Menjalani Terapi Hemodialisa
Hubungan antara religiusitas dengan derajat stress menunjukkan nilai -0.759.
Nilai tersebut menunjukkan terdapat hubungan dengan negative antara religiusitas
dengan derajat stress. Artinya, semakin tinggi religiusitas pasangan suami atau isteri
pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa, semakin rendah derajat stress yang
dialami suami/isteri pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah
Sakit Al Islam Bandung, demikian sebaliknya. Seberapa besar kontribusi religiusitas
terhadap penilaian subyek , dapat dilihat dari koefisien determinasinya yaitu sebesar
57,6%. Artinya, religiusitas memberikan kontribusi sebesar 57.6% salam menentukan
derajat stress yang dihayati, sedangkan sisanya dipengaruhi faktor lain.

5. Analisis dan Pembahasan Hubungan antara Religiusitas dengan Strategi


Penanggulangan Stres (Coping Stres) Pasangan Suami/Isteri Pasien Gagal Ginjal
yang Menjalani Terapi Hemodialisa
Hubungan antara variabel religiusitas dengan strategi penanggulangan
stress yang berpusat pada masalah diperoleh nilai r = 0.135 dan hubungan
religiusitas dengan strategi penanggulangan stress yang berpusat pada emosi
sebesar r = 0.100
Adapun kontribusi religiusitas terhadap strategi penanggulangan stress yang
berpusat pada masalah adalah sebesar 1.82%. dan kontribusi religiusitas terhadap strategi
penanggulangan stress yang berpusat pada emosi adalah sebesar 1%. Hal ini
menunjukkan bahwa banyak faktor lain yang memberikan kontribusi terhadap pemilihan
individu dalam melakukan strategi penanggulangan stress baik strategi yang berpusat
pada masalah maupun strategi yang berpusat pada emosi. Faktor religiusitas
berkontribusi kurang dari 2% dalam pemilihan strategi yang diambil. Hal ini sejalan
dengan pendapat Lazarus dan Folkman (1984) cara seseorang menanggulangi stres
sebagian ditentukan oleh sumber dayanya sendiri yang meliputi :
 Kesehatan dan energi
 Keterampilan untuk memecahkan masalah
 Keterampilan sosial
 Dukungan sosial
 Sumber-sumber material

7
F. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan,
antara lain:
1. Seluruh pasangan (suami atau isteri) pasien gagal ginjal yang menjalani terapi
hemodialisa di Rumah Sakit Al Islam Bandung seluruh subyek penelitian memiliki
tingkat religiusitas yang tergolong tinggi. Artinya, seluruh subyek peneltian
memiliki komitmen beragama yang tinggi dalam keyakinan, ritualistic, pengalaman,
konsekuensial dan intelektual.
2. Sebagian besar subyek penelitian memiliki derajat stress yang tergolong
rendah dalam menghadapi pasangan yang menjalani terapi hemodialisa.
3. Strategi yang berpusat pada emosi lebih banyak dipilih oleh sebagian besar suami
atau isteri pasien gagal ginjal dibandingkan dengan strategi yang berpusat pada
masalah.
4. Terdapat hubungan dengan negative antara religiusitas dengan derajat stress.
Artinya, semakin tinggi religiusitas pasangan suami atau isteri pasien gagal ginjal
yang menjalani terapi hemodialisa, semakin rendah derajat stress yang dialami
suami/isteri pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit
Al Islam Bandung, demikian sebaliknya.
5. Terdapat hubungan positif antara religiusitas dengan coping stress yang berpusat
pada masalah dan coping stress yang berpusat pada emosi yang dilakukan
suami/isteri pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit
Al Islam Bandung. Namun nilai korelasi yang dihasilkan tergolong rendah.

2. Saran
Mengacu pada hasil penelitian ini, beberapa saran yang diajukan antara lain :
1. Pemilihan sampel berdasarkan criteria yang lebih spesifik seperti jenis kelamin,
status sosial ekonomi, usia subyek penelitian.
2. Menggali dukungan sosial yang diterima pasien gagal ginjal dan pasangannya
khususnya dalam menjalani terapi hemodialisa.
3. Bagi pihak Rumah Sakit, disarankan untuk menyediakan program konseling
psikologis terhadap pasien gagal ginjal dan keluarganya, berupa program konseling
individual dan konseling kelompok.

8
9

Anda mungkin juga menyukai