Anda di halaman 1dari 30

Mata kuliah : Keperawatan Gawat Darurat

Dosen : Ns.H.Suparta,S.Kep,.M.Kes

BANTUAN HIDUP DASAR/MEKANISME TRAUMA

DI SUSUN OLEH:

ASNIAR
MARIANA
WULANDARI
PENA MELINDA
SRIWAHYUNI
PUTRI MUSTHARI MAKMUR
WULAN SARI
SUMARNI
RIRIS DWI RIZAYANTI
AYU SRI WAHYUNI
INNA
SUSI INSAFITRI

ITKES MUHAMMADIYAH SIDRAP


ILMU S1 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyusun Makalah yang berjudul “BANTUAN HIDUP
DASAR/MEKANISME TRAUMA”. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari isi maupun sistematika
penulisannya, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kebaikan serta sebagai evaluasi dalam menyusun makalah di kemudian hari.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat dapat bermanfaat bagi rekan-rekan
seperjuangan umumnya dan kami selaku anggota kelompok khususnya .

Barru,09 April 2021


Hormat Kami,

Kelompok II

ii
DAFTAR ISI

Sampul.......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
Rumusan Masalah ................................................................................................................. 2
Tujuan Penulisan ....................................................................................................................2
Sistematika Penulisan ........................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi ...................................................................................................................................... 4
Tujuan ........................................................................................................................................4
Tindakan ................................................................................................................................... 5
Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis ..................................................................5
Pembebasan Jalan Napas ( Airway Support) ....................................................................................... 5
Bantuan Napas dan Ventilasi ( Breathing Support) .......................................................................... 7
2.3.4. Sirkulasi (Circulation Support ) ........................................................................................... 8
2.3.5 Posisi Pemulihan ( Recovery Position) ................................................................... 10
Indikasi Bantuan Hidup Dasar .............................................................................................. 10
BAB III PEMBAHASAN KASUS
Step 1 Kata Kunci ................................................................................................................. 13
Step 2 Pertanyaan ................................................................................................................. 14
Step 3 Jawaban...................................................................................................................... 15
Step 4 Learning Objective .................................................................................................... 16
Step 5 mind mapping ............................................................................................................ 17
Step 6 Self Learning ............................................................................................................. 17
Step 7 Reporting Case/Oral Tes........................................................................................... 17
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN ....................................................................................................................... 18
ANALISA DATA .................................................................................................................. 21
DIAGNOSA KEPERAWATAN SESUAI DENGAN PRIORITAS ................................. 22
PERENCANAAN .................................................................................................................. 22
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 26
5.2 Saran ................................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 27

ii
i
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas,

membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat


bantu (Alkatiri, 2007). Tujuan bnatuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat
secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan
sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan
kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009). Tindakan bantuan hidup dasar sangat
penting pada pasien trauma terutama pada pasien dengan henti jantung yang tiga
perempat kasusnya terjadi di luar rumah sakit (Alkatiri, 2007).
Cedera merupakan salah satu penyebab kematian. Pada tahun 1990 3,2 juta
kematian dan 312 juta orang mengalami cedera di seluruh dunia. Pada tahun 2000

kematian akan mencapai 3,8 juta dan pada tahun 2020 diperkirakan cedera/trauma
akan menyebabkan penyebab kematian ketiga atau kedua untuk semua kelompok
umur (IKABI, 2004).
Dari hasil penelitian Chandrasekaran dkk pada tahun 2010 di india
menunjukkkan bahwa 31% kalangan medis, mahasiswa keperawatan, mahasiswa
kedokteran gigi dan mahasiswa kedokteran tidak mengetahui singkatan BLS yang
merupakan Basic life support , 51% gagal malakukan usaha penyelamatan sebagai
langkah awal dalam bantuan hidup dasar, dan 74% tidak mengetahui lokasi
yang tepat untuk kompresi dada pada tindakan bantuan hidup dasar

(Chandrasekaran, 2010).
Seiring dengan perkiraan peningkatan kejadian trauma di dunia dan
pentingnya tindakan bantuan hidup dasar pada pasien trauma maka setiap orang
seharusnya terlatih dalam pemberian pertolongan pertama atau bantuan hidup dasar.

1
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penulisan makalah ini
yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan Bantuan Hidup Dasar?
2. Apa tujuan dilakukannya Bantuan Hidup Dasar?

3. Bagaimana melakukan tindakan BHD yang benar?


4. Apa saja indikasi dilakukannya BHD?
5. Apa sajakah kondisi-kondisi tertentu yang tidak boleh dilakukan tindakan
resusitasi jantung paru?
6. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada kondisi pasien yang mempunyai
indikasi BHD?

Tujuan Penulisan
Tujuan Umum

Mampu mengetahui dan memahami tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD)


1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu mengetahui dan menyebutkan definisi bantuan hidup dasar dengan

benar.
2. Mampu mengetahui tujuan dilakukannya bantuan hidup dasar.

3. Mampu mengetahui dan mempraktekkan tindakan-tindakan yang dilakukan

dalam bantuan hidup dasar.


4. Mampu mengetahui indikasi pasien dilakukan bantuan hidup dasar.

5. Mampu mengetahui kondisi pasien yang tidak boleh dilakukan tindakan

resusitasi jantung paru.


6. Mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan indikasi

BHD,

2
Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun atas 5 bab yaitu :
BAB I adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II berisi tinjauan teori yang meliputi konsep bantuan hidup dasar, tujuan,

tindakan-tindakan pada bantuan hidup dasar, dan indikasi dilakukannya bantuan


hidup dasar.
BAB III berisi tentang pembahasan kasus berupa 7jump yang terdiri dari kata kunci,
mengajukan pertanyaan, sampai mengemukakan konsep teori melalui mind
mapping dan menyampaikan hasil diskusi dalam sesi reporting case.
BAB IV berisi tentang konsep asuhan keperawatan, mulai dari tahap pengkajian
sampai intervensi keperawatan dengan pendekatan NANDA NIC NOC.
BAB V adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Bantuan hidup dasar (Basic life support) adalah usaha yang dilakukan untuk
menjaga jalan napas (airway) tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi dan
tanpa menggunakan alat-alat bantu (Soerianata, 1996).
Istilah basic life support mengacu pada mempertahankan jalan nafas dan
sirkulasi. Basuc life support ini terdiri dari beberapa elemen: penyelamatan
pernapasan (juga dikenal dengan pernapasan dari mulut ke mulut) dan kompresi dada
eksternal. Jika semua digabungkan maka digunakan istilah Resusitasi Jantung Paru
(RJP) (Handley, 1997).
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas,

membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat


bantu (Alkatiri, 2007).

Tujuan
Tujuan utama dari bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan oksigenasi darurat
untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah-oksigenasi ke
jaringan tubuh (Alkatiri, 2007).
Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada
organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan

sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara
normal (Latief, 2009)

4
Tindakan
Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis

Berteriak didekat kuping Pemeriksaan kesadaran dilakukan untuk


menentukan pasien sadar atau tidak dengan cara memanggil, menepuk bahu atau
wajah korban. Jika pasien sadar, biarkan pasien dengan posisi yang

membuatnya merasa nyaman, dan bila perlu lakukan kembali penilaian


kesadaran setelah beberapa menit. Jika pasien tidak sadar segera meminta
bantuan dengan cara berteriak “TOLONG!” atau dengan menggunakan alat
komunikasi dan beritahukan dimana posisi anda (penolong) (ERC
Guidelines, 2010).

Gambar 2.2. Pemeriksaan kesadaran korban (sumber: European


Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).korban
“a pakah anda baik- baik saja?”

Pembebasan Jalan Napas ( Ai rway Support)

Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan


dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang (ATLS, 2004). Penyebab utama
obstruksi jalan napas bagian atas adalah lidah yang jatuh kebelakang dan
menutup nasofaring. Selain itu bekuan darah, muntahan, edema, atau trauma
dapat juga menyebabkan obstruksi tersebut. Oleh karena itu, pembebasan jalan
napas dan menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan bersih merupakan hal
yang sangat penting dalam BLS (Van Way, 1990).
Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah
mungkin jatuh kebelakang dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan

seperti ini dapat segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin-lift

5
maneuver) atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan ( jaw-thrust
maneuver). Tindakan-tindakan yang di gunakan untuk membuka airway dapat
menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, selama
mengerjakan prosedur-prosedur ini harus dilakukan immobilisasi segaris (in-line
immobilization) dan pasien/korban harus diletakkan di atas alas/permukaan yang

rata dan keras (IKABI, 2004).


Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway):
a. Tindakan kepala tengadah (head tilt)
Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan
penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah (Latief
dkk,2009).
b. Tindakan dagu diangkat (chin lift )
Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian
secara hati-hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari

dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor ) bawah dan secara
bersamaan dagu dengan hati-hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh
menyebabkan hiperekstensi leher (IKABI, 2004)

Gambar 2.3. Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber: European


Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).

6
c. Tindakan mendorong rahang bawah ( jaw-thrust)
pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong
kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher.
(Latief dkk, 2009).

Gambar 2.4. Jaw-thrust maneuver (sumber: European Resuscitation


Council Guidelines for Resuscitation 2010).

Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing Support)


Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Pada keadaan normal,
oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh
tubuh (Smith, 2007).
Breathing support merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi
dengan inflasi tekanan positif secara intermitten dengan menggunakan udara
ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dari mulut ke alat (S-tube
masker atau bag valve mask) (Alkatri, 2007).
Breathing support terdiri dari 2 tahap :

1. Penilaian Pernapasan
Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien
dengan cara melihat (look ) naik dan turunnya dinding dada, mendengar
(listen) udara yang keluar saat ekshalasi, dan merasakan ( feel ) aliran udara
yang menghembus dipipi penolong (Mansjoer, 2009).
2. Memberikan bantuan napas

Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut (mouth-to-mouth),


mulut ke hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi atau mulut ke
mulut via sungkup (Latief dkk, 2009).

a. Pada bantuan napas mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) jika tanpa alat, maka


penolong menarik napas dalam, kemudian bibir penolong

7
ditempelkan ke bibir pasien yang terbuka dengan erat supaya tidak bocor dan
udara ekspirasi dihembuskan ke mulut pasien sambil menutup kedua lubang
hidung pasien dengan cara memencetnya.

Gambar 2.5. Ventilasi buatan mulut ke mulut (sumber:


European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).

b. Pada bantuan napas mulut-ke-hidung (mouth-to-nose), maka udara


ekpsirasi penolong dhembuskan kehidung pasien sambil menutup mulut
pasien. Tindakan ini dilakukan kalau mulut pasien sulit dibuka (trismus) atau
pada trauma maksilo-fasial.
c. Pada bantuan napas mulut-ke-sungkup pada dasarnya sama dengan mulut- ke-
mulut. Bantuan napas dapat pula dilakukan dari mulut-ke-stoma atau lubang
trakeostomi pada pasien pasca bedah laringektomi.
Frekuensi dan besar hembusan sesuai dengan usia pasien apakah korban bayi,
anak atau dewasa. Pada pasien dewasa, hembusan sebanyak 10-12 kali per
menit dengan tenggang waktu antaranya kira-kira 2 detik. Hembusan
penolong dapat menghasilkan volum tidal antara 800-1200 ml (Latief
dkk, 2009).

Sirkulasi (Circulation Support)


Merupakan suatu tindakan resusitasi jantung dalam usaha
mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat jantung, sehingga
kemampuan hidup sel-sel saraf otak dalam batas minimal dapat dipertahankan
(Alkatri, 2007).

8
Dilakukan dengan menilai adanya pulsasi arteri karotis. Penilaian ini
maksimal dilakukan selama 5 detik. Bila tidak ditemukan nadi maka dilakukan
kompresi jantung yang efektif, yaitu kompresi dengan kecepatan 100 kali per
menit, kedalaman 4-5 cm, memberikan kesempatan jantung mengembang
(pengisian ventrikel), waktu kompresi dan relaksasi sama, minimalkan waktu

terputusnya kompresi dada. Rasio kompresi dan ventilasi 30:2 (Mansjoer, 2009).
Tempat kompresi jantung luar yang benar ialah bagian tengah separuh
bawah tulang dada. Pada pasien dewasa tekan tulang dada kebawah menuju
tulang punggung sedalam 3-5 cm sebanyak 60-100 kali per menit.tindakan ini
akan memeras jantung yang letaknya dijepit oleh dua bangunan tulang yang keras
yaitu tulang dada dan tulang punggung. Pijatan yang baik akan menghasilkan
denyut nadi pada karotis dan curah jantung sekitar 10-15% dari normal (Latief
dkk, 2009).

Gambar 2.6. Posisi penolong pijat jantung (sumber: European


Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).

Periksa keberhasilan tindakan resusitasi jantung paru dengan memeriksa


denyut nadi arteri karotis dan pupil secara berkala. Bila pupil dalam
keadaan konstriksi dengan reflex cahaya positif, menandakan oksigenasi aliran
darah otak cukup. Bila sebaliknya yang terjadi, merupakan tanda kerusakan otak
berat dan resusitasi dianggap kurang berhasil (Alkatiri, 2007).

Hentikan usaha RJP jika terjadi hal-hal berikut:


a. Korban sadar kembali (dapat bernapas dan denyut nadi teraba kembali).

9
b. Digantikan oleh penolong terlatih lain atau layanan kedaruratan medis.
c. Penolong kehabisan tenaga untukmelanjutkan RJP.
d. Keadaan menjadi tidak aman. (Asih, 1996).

Posisi Pemulihan (R ecovery Position)

Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC ( Return of


Spontaneous Circulation). Urutan tindakan recovery position meliputi:
1. Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas

2. Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada

pipi pasien
3. Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke

arah penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong


Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap bebas ( secure
airway) dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah. Selanjutnya, lakukan

pemeriksasn pernapasan secara berkala.

Gambar 2.7. Recovery position (sumber: European Resuscitation

Council Guidelines for Resuscitation 2010)

Indikasi Bantuan Hidup Dasar


Tindakan RJP sangat penting terutama pada pasien dengan cardiac arrest
karena fibrilasi ventrikel yang terjadi di luar rumah sakit, pasien di rumah sakit
dengan fibrilasi ventrikel primer dan penyakit jantung iskemi, pasien dengan
hipotermi, overdosis, obstruksi jalan napas atau primary respiratory arrest (Alkatiri
dkk, 2007).
Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif),

antara lain: bila henti jantung (arrest ) telah berlangsung lebih dari 5 menit (oleh

10
karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi pada saat ini), pada keganasan
stadium lanjut, payah jantung refrakter, edema paru-paru refrakter, syok yang
mendahului arrest, kelainan neurologic yang berat, serta pada penyakit ginjal, hati
dan paru yang lanjut (Alkatiri dkk, 2007).
Henti Napas (Respiratory Arrest)

Henti Napas primer (respiratory arrest ) dapat disebabkan oleh banyak


hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi
asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tersengat listrik,
tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglottis, tercekik
( suffocation), trauma dan lain-lain (Latief dkk, 2009).
Tanda dan gejala henti napas berupa tidak sadar (pada beberapa kasus
terjadi kolaps yang tiba-tiba), pernapasan tidak tampak atau pasien
bernapas dengan terengah-engah secara intermitten, sianosis dari mukosa
buccal dan liang telinga, pucat secara umum, nadi karotis teraba (Muriel,

1995).
Pada awal henti nafas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi,
pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa

menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan dengan segera maka


pasien akan terselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat akan
berakibat henti jantung yang mungkin menjadi fatal (Latief dkk, 2009).

Henti Jantung (Cardiac Arrest)


Henti jantung adalah keadaan terhentinya alran darah dalam system

sirkulasi tubuh secara tiba-tiba akibat terganggunya efektifitas kontraksi


jantung saat sistolik (Mansjoer, 2009).
Berdasarkan etiologinya henti jantung disebabkan oleh penyakit jantung
(82,4%); penyebab internal nonjantung (8,6%) seperti akibat penyakit paru,
penyakit serebrovaskular, penyakit kanker, perdarahan saluran cerna
obstetrik/pediatrik, emboli paru, epilepsi, diabetes mellitus, penyakit ginjal;
dan penyebab eksternal nonjantung (9,0%) seperti akibat trauma, asfiksisa,
overdosis obat, upaya bunuh diri, sengatan listrik/petir (Mansjoer, 2009).
Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti napas.

Umumnya walaupun kegagalan pernapasan telah terjadi, denyut jantung dan

11
pembuluh darah masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit.
Pada henti jantung dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil
mulai terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak berhenti dan dilatasi
maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik. Bila telah terjadidilatasi pupil
maksimal, hal ini menandakan sudah 50% kerusakan otak irreversible (Alkatiri

dkk, 2007).
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis,
femoralis, radialas), disertai kebiruan ( sianosis) atau pucat sekali, pernapasan
berhenti atau satu- satu ( gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi dengan
ranngsang cahaya dan pasien dalam keadaan tidak sadar (Latief dkk, 2009).

12
BAB III
PEMBAHASAN KASUS (7 JUMP)

Seorang laki-laki 50 tahun datang ke IGD sebuah RS jam 07.00 WIB


diantar oleh warga dalam kondisi sangat sesak. Dada sebelah kanan terlihat
jejas, deviasi trakea sianosis dan distensi vena jugularis. Pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik tampak fraktur terbuka di daerah tulang pelvis dan setelah
diperiksa terdengar suara krepitasi. Kesadaran sopor GCS 8, RR 40x/menit, N
120x/menit/lemah.
Korban langsung dilakukan penanganan dengan pemberian IV cateter 2
line dengancairan RL dan dipasang cateter. Jam 08.00 WIB tiba-tiba pasien
henti nafas, nadi carotis (-), diameter pupil 5 mm, reaksi pupil ka/ki (-/-), akral

dingin.

Step 1 Kata Kunci

Sesak Perasaan sulit bernapas ditandai


dengan napas yang pendek dan
penggunaan otot bantu pernapasan.

Deviasi trakea Pergeseran trakea


Sianosis Tanda fisik berupa kebiruan pada
kulit dan selaput lendir seperti pada

mulut atau bibir terjadi akibat


rendahnya kadar oksigen dalam sel
darah merah

Distensi vena jugularis Tekanan sistem vena yang diamati


secara tidak langsung
Fraktur terbuka Diskontinuitas struktur tulang yang
mempunyai hubungan dengan
lingkungan luar melalui sebuah
luka. Fraktur terbuka berhubungan

13
dengan resiko infeksi yang tinggi
akibat kontaminasi luka yng terjadi
pada saat trauma.

Henti nafas Keadaan terhentinya sirkulasi


normal dari darah akibat kegagalan
jantung dalam berkontraksi secara
efektif

Akral dingin untuk mengetahui bagaimana


perfusi(pengangkutan) oksigen ke
jaringan-jaringan perifer (jauh dari
sumbu tubuh).

Nadi carotis Pembuluh darah yang menyuplai

darah ke area leher dan kepala


Jejas Luka, lecet, tergores

Suara krepitasi Bunyi tambahan yang terdengar


tidak kontinyu pada waktu inspirasi
seperti bunyi ranting kering yang
bakar
Kesadaran sopor Kondisi tidak sadar atau tidur
berkepanjangan tetapi masih
memberikan reaksi terhadap

rangsangan

Step 2 Pertanyaan
1. Keluhan utama pasien terkait kasus diatas adalah?

2. Identifikasi survey primer yang terdapat dalam kasus diatas?

3. Bagaimana ganguuan nafas bisa terjadi?


4. Tindakan apa yang harus kita lakukan jika menemukan pasien yang henti nafas

dan nadi carotis tidak ada?


5. Berapakah nilai normal pada JVP?

14
Step 3 Jawaban
1. Keluhan Utama sesak
2. Survey primer

A (Airway)
- Cek jalan nafas : ada sumbatan
- Membuka jalan nafas : jaw trust
B (Breating)
- Sesak
- Respirasi 40 x/menit
- Suara nafas : ronchi (krepitasi)
C (Circulation)
- Pulsasi carotis : lemah

- Nadi 120 x/menit


- Distensi vena jugularis
- Akral dingin
D (Disability/Drugs)
- Kesadaran : sopor
- GSC 8
- Diameter pupil 5 mm
- Reaksi : ka/ki (-/-)
E (EKG/Eksposure)

- Dada sebelah kanan jejas, sianosis


- Fraktur tebuka di daerah tulang pelvis
F (Fluids)
- Status cairan : IV cateter 2 line dengan cairan RL dan pemasangan cateter
3. Gangguan nafas dapat terjadi karena berkurangnya oksigen di dalam tubuh,
kelelahan otot-otot napas akan mengakibatkan terjadinya penumoukan sisa-sisa
pembakaran berupa gas CO2. Gas CO2 yang tinggi ini akan mempengaruhi
susunan saraf pusat dengan menekan pusat napas.
4. a. Cek respon pasien, jika tidak ada respon, tidak bernafas atau tidak bernafas

normal

15
b. Cek nadi pasien jika nadi ada beri 1 napas tiap 5-6 detik dan cek ulang tiap 2
menit. Jika tidak ada nadi lakukan RJP dengan siklus 30 kompresi dan 2 napas
atau AED/defibrilator

c. Cek kembali nadi jika ada, cek airway apakah ada sumbatan atau tidak jika
ada lakukan hemlic manuver
d. kemudian cek breating
5. JVP pada orang sehat adalah maksimum 3-4 cm

Step 4 Learning Objective


1. Mahasiswa mampu mendeskripsikan konsep dasar bantuan hidup dasar

yang meliputi : definisi, tujuan, tidakan, penghentian RJP, indikasi


bantuan hidup dasar.

2. Mampu menentukan pengkajian meliputi survey primer dan survey


sekunder
3. Mampu merumuskan masalah keperawatan yang timbul pada kasus

bantuan hidup dasar


4. Mampu menentukan tindakan keperawatan yang sesuai dengan kasus

yang ditangani

16
Step 5 mind mapping

Definisi Tujuan Tindakan

Indikasi bantuan
hidup dasar
- Henti nafas
- Henti antun

Bantuan Hidup
Proses
Asuhan
Perencanaan
keperawatan

Intervensi

Step 6 Self Learning

Step 7 Reporting Case/Oral Tes

17
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

Seorang laki-laki 50 tahun datang ke IGD sebuah RS jam 07.00 WIB diantar oleh
warga dalam kondisi sangat sesak. Dada sebelah kanan terlihat jejas, deviasi trakea,

sianosis dan distensi vena jugularis. Pada saat dilakukanpemeriksaan fisik tampak
fraktur terbuka di daerah tulang pelvis dan setelah diperiksa terdengar suara krepitasi.
Kesadaran Sopor GCS:8, RR : 40x/menit. N : 120x/menit/lemah.
Korban langsung di lakukan penanganan dengan pemberian IV Cateter 2 Line dengan
cairan RL, dan di pasang cateter.
Jam 08.00 WIB tiba-tiba pasien henti napas, nadi carotis (-), diameter pupil 5 mm,
reaksi pupil ka/ki (-/), akral dingin.

PENGKAJIAN

1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama :Tn.X
Jenis Kelamin :Laki-laki
Umur :50 tahun
Alamat :
Tgl. Pengkajian :
Diagnosa Medis :
No. Medrek :

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
Hub. Dengan Klien :

A. SURVEY PRIMER

“A” AIRWAY

Membuka jalan nafas : (Head tilt chin lift, jaw trust, ...................... )

18
Cek jalan nafas :
- Ada sumbatan :
a. Sputum d. Darah
b. Lendir e. Lidah
c. Ludah f. Benda asing

- Tidak ada sumbatan

“B” BREATING

Sangat Sesak

Respirasi 40x/menit,
Pengembangan dada : simetris atau tidak ka/ki.

Retraksi otot bantu pernafasan

Suara napas : vesikuler, bronckhovesikuler, ronchi, whezzing, crackles, .......

“C” CIRCULATION

Pulsasi perifer
- Teraba :
a. Kuat atau lemah
b. Teratur atau tidak teratur
- Tidak teraba
Pulsasi carotis
- Teraba :
c. Kuat atau lemah
d. Teratur atau tidak teratur
- Tidak teraba
TD ...... mmHg

Nadi : 120 x/menit (lemah)

Suhu ........°C

JVP ...... cm

CRT ...... detik

Akral : dingin

19
“D” DISABILITY / DRUGS

a. Disability

Kesadaran (Sopor)
GCS 8 (Eye.., Motor…, Verbal….)

Pupil : isokor/an isokor, Diameter 5 mm, Reaksi : Ka…../Ki………

ROM : Kaji jika pasien mengalami masalah pada sistem muskuloskeletal b.


Drugs

“E” EKG / EKSPOSURE

a. EKG
Pemeriksaan EKG ( Irama…., HR…, Gel P…, Interval P-R…, Gel QRS…,
Gel ST….), Kesimpulan hasil....................

b. Eksposure

Dada sebelah kanan terlihat jejas, tampak fraktur terbuka didaerah tulang
pelvis

“F” FLUIDS

IV Cateter 2 line dengan cairan RL dan dipasang cateter.

B. SURVEY SEKUNDER

1. Keluhan Utama

Sangat sesak

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pasien datang ke IGD jam 07.00 WIB diantar oleh warga dalam kondisi sangat
sesak. Dada sebelah kanan terlihat jejas, deviasi trakea, sianosis dan distensi vena
jugularis. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik tampak fraktur teruka di daerah
tulang pelvis dan setelah diperiksa terdengar suara krepitasi. Kesadaran Soppor
GCS 8, RR 40x/menit, N 120x/meit/lemah.
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

5. Riwayat Alergi

6. Pemeriksaan Fisik

20
Dada sebelah kanan terlihat jejas, deviasi trakea, sianosis dan distensi vena
jugularis. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik tampak fraktur teruka di daerah
tulang pelvis dan setelah diperiksa terdengar suara krepitasi.
7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Diagnostik (Lab. Darah. Urine, Feaces, Rontgent, CT Scan, dll)

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


DO : Pola nafas tidak efektif
- Pasien
dengan

kondisi
sangat sesak
- RR :

40x/menit
- N :
120x/menit

DS :

DO : Syok Hipopolemik
- Fraktur
terbuka di

daerah
tulang
pelvis
- Kesadaran
Sopor
- GCS : 8
- RR :
40x/menit
- N :
120x/menit

21
Do : Penurunan curah jantung
- Distensi
vena
jugularis

- Sangat
sesak
- Sianosis
- RR :
40x/menit
- N :
120x/menit

DIAGNOSA KEPERAWATAN SESUAI DENGAN PRIORITAS


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perusakan/pelemahan muskuloskeletal

ditandai dengan pasien sangat sesak, RR : 40x/menit, N: 120x/menit


2. Syok Hipovolemik berhubungan dengan fraktur terbuka ditandai dengan tampak
fraktur terbuka didaerah tulang pelvis, terdengar suara krepitasi, kesadaran Sopor,
GCS 8, RR : 40x/menit, N : 120x/menit
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload ditandai
dengan distensi vena jugularis, pasien sangat sesak, sianosis, RR : 40x/menit, N:
120x/menit

PERENCANAAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Pola nafas tidak NOC: NIC:
efektif berhubungan - Respiratory status : Ventilation a. Posisikan pasien untuk
dengan - Respiratory status : Airway memaksimalkan
perusakan/pelemahan patency ventilasi
muskuloskeletal - Vital sign Status b. Pasang mayo bila perlu
ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan c. Lakukan fisioterapi
pasien sangat sesak, keperawatan selama ……x 24 dada jika perlu

RR : 40x/menit, N: jam pasien menunjukkan d. Keluarkan sekret

120x/menit keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan batuk atau

22
dengan kriteria hasil: suction
- Mendemonstrasikan batuk e. Auskultasi suara nafas,
efektif dan suara nafas yang catat adanya suara
bersih, tidak ada sianosis dan tambahan
dyspneu (mampu f. Berikan bronkodilator

mengeluarkan sputum, mampu bila perlu


bernafas dg mudah, tidakada g. Berikan pelembab
pursed lips) udara Kassa basah
- Menunjukkan jalan nafas yang NaCl Lembab
paten (klien tidak merasa h. Atur intake untuk
tercekik, irama nafas, cairan mengoptimalkan
frekuensi pernafasan dalam keseimbangan.
rentang normal, tidak ada i. Monitor respirasi dan
suara nafas abnormal) status O2

- Tanda Tanda vital dalam j. Bersihkan mulut,


rentang hidung dan secret
normal (tekanan darah, nadi, trakea
pernafasan) k. Pertahankan jalan nafas

yang paten
l. Informasikan pada
pasien dan keluarga
tentang tehnik
relaksasi untuk

memperbaiki pola
nafas.
m. Ajarkan bagaimana
batuk efektif
n. Monitor pola nafas

2 Syok Hipovolemik NOC NIC


berhubungan dengan Syok prevention Syok prevention
fraktur terbuka Syok managemen Kriteria - Monitor status sirkulasi
ditandai dengan hasil: BP, warna kulit, suhu

tampak fraktur Nadi dalam batas yang kulit, denyut jantung,

23
terbuka didaerah diharapkan HR. Nadi periper, dan
tulang pelvis, Irama jantung dalam batas CRT
terdengar suara yang diharapkan - Moitor tanda
krepitasi, kesadaran Frekuensi nafas dalam batas oksigenasi jaringan
Sopor, GCS 8, RR : yang diharapkan - Monitor suhu dan

40x/menit, N : Irama pernafasan dalam batas pernafasan


120x/menit yang diharpkan - Monitor tanda awal
Natrium serum dalam batas syok

normal - Tempatkan pasien pada


Kalium serum dalam batas posisi supine, kaki

normal elepasi untuk

Kalsium serum dalam batas peningkatan preload

normal dengan tepat.

Magnesium serum dalam batas - Berikab cairan iv dan

normal oral yang tepat


Ph darah serum dalam batas - Berikan vasodilator

normal yang tepat

Hidrasi: - Ajarkan keluarga dan

Indikator: mata cekung tidak pasien tentang tanda

ditemukan dan gejala datangnya

Demam tidak ditemukan syok

Tekanan darah dalam batas - Ajarkan keluarga dan


normal pasien tentang langkah

untuk mengatasi gejala


Hematokrit dalam batas
normal syok
Syok menegemen
- Monitor fungsi
neurologis
- Monitor fungsi renal
(BUN)
- Monitor tekanan nadi
- Monitor status cairan
input output

24
- Catat gas darah arteri
dan oksigen jaringan
memanfaatkan
pemantauan jalur arteri
untuk meningkatkan

akurasi tekanan darah


yang sesuai
- Monitor nilai
labolatorium (koagulai
profil, ABC. Tingkat
laktat).

3. Penurunan curah NOC NIC

jantung berhubungan Setelah dilakukan asuhan - Evaluasi adanya nyeri


dengan peningkatan selama………penurunan kardiak dada

afterload ditandai output klien teratasi dengan - Catat adanya disritmia


dengan distensi vena kriteria jantung

jugularis, pasien hasil : - Catat adanya tanda dan


sangat sesak, sianosis, - Tanda Vital dalam rentang gejala penurunan

RR : 40x/menit, N: normal (Tekanan darah, Nadi, cardiac output

120x/menit respirasi) - Monitor status


pernafasan yang
- Dapat mentoleransi aktivitas,
tidak ada kelelahan menandakan gagal

- Tidak ada edema paru, perifer, jantung

dan tidak ada asites - Monitor balance cairan


- Tidak ada penurunan - Anjurkan untuk

kesadaran menurunkan stress

- AGD dalam batas normal


- Tidak ada distensi vena leher .

- Warna kulit normal

25
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas,

membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat


bantu. Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada
organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan
sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri
secara normal. Tindakan bantuan hidup dasar sangat penting pada pasien trauma
terutama pada pasien dengan henti jantung yang tiga perempat kasusnya terjadi di luar
rumah sakit.

Saran

Sebagai tenaga medis, sudah seharusnya kita untuk dapat memahami dengan
benar penatalaksanaan bantuan hidup dasar sebagai salah satu upaya untuk
menyelamatkan nyawa pasien. Pada teman-teman mahasiswa disarankan untuk terus
mengasah ilmu yang telah dipelajari dan mengikuti pelatihan mengenai bantuan hidup
dasar yang dapat dijadikan bekal dalam upaya penyelamatan pasien gawat darurat.

26
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31633/4/Chapter%20II.pdf. Diakses
tanggal 9 April 2021
http://www.rscm.co.id/files/Arsip/02%20BANTUAN%20HIDUP%20DASAR%202015-

modul.pdf. Diakses tanggal 9 April 2021

27

Anda mungkin juga menyukai