Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang

berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Bangsa primitif, demikian pula

orang-orang zaman purbakala, memandang masa puber dan masa remaja tidak

berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap

sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescence,

seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup

kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. (Hurlock, 1990: 206).

Ditambahkan oleh Monk (Monks, Knoers, & Haditono, 2002 : 258-259) anak

remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk

golongan anak, tetapi ia tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau

golongan tua. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum

mampu untuk menguasai fungsi fisik maupun psikisnya.

Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual

menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Secara

umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu remaja awal dan remaja

akhir. Garis pemisah antara awal masa remaja dan akhir masa remaja terletak kira-

kira di sekitar usia 17 tahun. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13-16

atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18

tahun. Akhir masa remaja merupakan periode tersingkat (Hurlock, 1990: 205).

1
2

Tak jauh berbeda dengan itu Monks, dkk (2002: 262) mengatakan bahwa

perkembangan masa remaja secara global berlangsung antara umur 12-21 tahun,

dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja

pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Sedangkan pada umumnya masa

pubertas terjadi antara 12-16 tahun pada anak laki-laki dan 11-15 tahun pada anak

wanita (Monks, dkk, 2002 : 263).

Periode remaja yang berusia 13 sampai 20 tahun merupakan rentang usia

pelajar SMP hngga SMA. Proses belajar dalam suatu jenjang pendidikan diakhiri

dengan diadakanya ujian nasional. Para siswa harus mengikuti ujian nasional

untuk menentukan kelulusan. Para siswa kelas XII seringkali memandang ujian

nasional sebagai hal yang menakutkan, karena standar kelulusan yang setiap tahun

meningkat. Hal inilah yang kemudian menimbulkan stres pada siswa baik SMP

maupun SMA.

Terdapat beberapa fenomena stres yang terjadi pada siswa SMA maupun

SMP dalam menghadapi ujian nasional. Hellen Damayanti seorang psikologi

mengungkapkan bahwa melalui hasil survei yang dilakukan, didapatkan hasil

bahwa sekitar hampir 50 persen pelajar merasa stres dalam menghadapi Ujian

Nasional (UN) yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Menurutnya sebagaian

pelajar masih merasa stres saat akan menjelang datangnya UN, kebanyakan dari

mereka masih digeluti rasa takut dan perasaan khawatir jika mereka tidak lulus.

Selain itu faktor lainnya yakni kebanyakan pelajar masih bingung dalam

menentukan sekolah lanjutan atau perguruan tinggi yang menurut mereka

dianggap tetap dan sesuai (Smeaker.com, 2016). Fenomena yang lain terjadi di
3

Temanggung, Jawa Tengah. Puluhan pelajar SMA jatuh pingsan dan kesurupan.

Peristiwa itu terjadi saat mengikuti acara pembekalan menjelang ujian nasional

(UN). Pengurus sekolah kemudian memanggil seorang kiai untuk mengobati para

siswa yang kesurupan, belum lama ini. Siswa yang pingsan mendapat perawatan

medis karena kondisinya melemah. Kegiatan pembekalan dengan mujahadah,

membaca ayat-ayat Alquran sengaja digelar untuk membantu mental para siswa

menghadapi UN. Banyak di antara siswa khawatir menghadapi UN. Pembekalan

menjelang UN SMA melibatkan sekitar 53 siswa dari berbagai sekolah di

Kabupaten Temanggung (Anggara, 2014).

Kesepian, keterasingan, dan tekanan-tekanan hidup mengakibatkan

ketakutan dalam diri manusia modern tidak dapat dibiarkan begitu saja karena jika

ini dibiarkan, maka akan menimbulkan masalah-masalah psikologis yang

mengganggu keseimbangan manusia. Hal ini dapat kita lihat misalnya dalam

fenomena kesurupan. Menurut tim psikiater RS Dr. Soetomo Surabya, kesurupan

massal itu murni merupakan persoalan kejiwaan. Mereka menyebut kesurupan itu

sebagai disosiatif. Kesurupan sebenarnya merupakan gejala kejiwaan yang terjadi

secara mendadak. Hal ini disebabkan terjadinya kecemasan yang melupa hebat

tetapi ditekan oleh alam bawah sadarnya. Setelah tak mampu menampung lagi

maka terjadilah disosiatif atau kesurupan.

Stres pada remaja dapat juga disebabkan karena tuntutan dari orang tua

dan masyarakat. Orang tua biasanya menuntut anaknya untuk mempunyai nilai

bagus di sekolah, tanpa melihat kemampuan si anak. Beban berat yang dialami
4

remaja ini dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti sakit kepala, kurangnya

nafsu makan, kecemasan yang berlebihan dan lain-lain.

Pelajaran yang berat di sekolah dapat menimbulkan stres pada remaja,

terutama bagi SMA, karena pada saat ini remaja pada umumnya mengalami

tekanan untuk mendapat nilai yang baik dan bisa masuk ke Universitas favorit.

Siswa SMA yang akan menghadapi UN dan UMPTN sering mengalami

ketegangan dan kecemasan, mereka takut tidak lulus dan tidak dapat masuk ke

Universitas Negeri yang mereka inginkan.

Dalam pengertian yang umum, stres terjadi jika individu dihadapkan

dengan peristiwa yang dirasakan sebagai mengancam kesehatan fisik atau

psikologisnya. Peristiwa itu biasanya dinamakan stresor, dan reaksi orang

terhadap peristiwa tersebut dinamakan respons stres (Atkinson, dkk, 2000: 338).

Helmi (dalam Safaria dan Saputra, 2012: 29) mengungkapkan terdapat empat

macam gejala stres, yaitu gejala psikologis, fisiologis, kognitif, dan tingkah laku.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerasnya stres seseorang menurut

Atkinson, dkk (2000: 230-232) yaitu kemampuan menerka seseorang terhadap

peristiwa atau hal-hal yang dapat menimbulkan stres, kontrol atas jangka waktu,

evaluasi kognitif, perasaan mampu, dan dukungan masyarakat atau dukungan

sosial. Buffering Hyphothese menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan

perlindungan terhadap stres (Smet, 1994: 134). Serupa dengan hal tersebut Coyne

dan Lazarus (dalam Niven, 2000: 137) menyatakan bahwa dukungan sosial atau

jaringan sosial adalah jumlah orang yang terlibat dan sifat perasaan-perasaan dan

pemikiran individu tentang bagaimana membantu hubungan diantara individu.


5

Studi menemukan bahwa memiliki jaringan sosial membantu mengurangi stres

dan menghilangkan penyakit dan dapat memiliki pengaruh positif yang kuat pada

kemampuan individu melakukan coping serta beradaptasi. Dukungan sosial

merupakan dukungan emosional yang berasal dari teman, anggota keluarga,

bahkan pemberi perawatan kesehatan yang membantu individu ketika suatu

masalah muncul. Dukungan sosial berbeda dengan kontak sosial yang tidak selalu

memberi dukungan emosional. Kontak sosial dapat berupa perbincangan antar

teman yang berlangsung di pesta-pesta.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan kepada 20 siswa SMA

Negeri X Semarang melalui angket, diketahui bahwa UN menimbulkan stres bagi

siswa. Peneliti kemudian melakukan wawancara pada enam siswa kelas XII SMK

Palebon Semarang yang dilakukan pada tanggal 18 Juli 2016, untuk mengetahui

bagaimana Ujian Nasional dapat menimbulkan stres pada siswa. Bahkan ada

seorang siswa yang mengatakan karena ketakutannya dalam menghadapi UN

hingga terbawa mimpi. Stres dalam menghadapi UN yang dirasakan siswa juga

membuatnya mudah tersinggung ketika ada orang lain bertanya mengenai

pelaksanaan UN. Siswa juga menyadari bahwa akhir-akhir ini nafsu makannya

meningkat karena memikirkan UN. Dalam mengatasi stres yang timbul akibat UN

siswa menggunakan berbagai macam cara untuk dapat mengatasinya, dan semua

siswa mengatakan bahwa dukungan sosial sangatlah penting. Dukungan sosial

yang diterima siswa terlihat dari adanya teman yang saling menyemangati satu

sama lain, serta bersedia meminjamkan buku-buku pelajaran untuk meningkatkan

penguasaan siswa terhadap materi pelajaran. Dukungan sosial yang diterima oleh
6

siswa diharapkan dapat menghindarkannya dari stres dalam menghadapi UN,

dikarenakan siswa merasakan adanya dorongan ataupun semangat bahwa siswa

pasti dapat melewati UN dengan lancar. Kenyataannya, meskipun siswa sudah

mendapatkan dukungan sosial, namun siswa masih mengalami stres.

B. Rumusan Masalah

Terdapat beberapa fenomena stres yang terjadi pada siswa SMA dalam

menghadapi ujian nasional. Seperti contohnya puluhan pelajar SMA jatuh pingsan

dan kesurupan. Peristiwa itu terjadi saat mengikuti acara pembekalan menjelang

UN. Kemudian dari hasil studi yang dilakukan oleh Balitbang Kemendikbud

tentang tingkat kecemasan atau stres peserta UN menyebutkan bahwa 56 persen

peserta UN berada dalam tingkat sangat stres atau cemas. Stres terjadi jika orang

dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan

fisik atau psikologisnya. Banyak faktor yang mempengaruhi stres individu, namun

yang paling berpengaruh adalah dukungan sosial.

Dukungan sosial diartikan sebagai suatu bentuk dukungan emosional yang

berasal dari teman, keluarga, dan sumber-sumber lain yang membantu individu

ketika suatu masalah muncul. Dukungan sosial yang diterima oleh siswa yang

akan menghadapi UN dapat mengurangi stres. Siswa akan dapat menunjukkan

ketenangan dan semakin siap dalam menghadapi UN dengan adanya dukungan

sosial. Namun demikian, dukungan sosial yang telah dirasakan oleh siswa belum

dapat menghindarkan siswa dari adanya stres dalam menghadapi UN. Siswa
7

masih saja merasakan adanya perasaan tertekan akibat memikirkan pelaksanaan

UN yang semakin dekat. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melihat apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan stres pada siswa

kelas XII SMK Palebon Semarang yang akan menghadapi UN?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menguji secara empiris hubungan antara

dukungan sosial dengan stress dalam menghadapi UN pada siswa kelas XII SMK

Palebon Semarang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

terhadap pengembangan ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan yang

berkaitan dengan stres dalam menghadapi UN pada siswa kelas XII SMK

Palebon Semarang dan dukungan sosial.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi siswa,

orangtua, serta lembaga pendidikan terkait, tentang pentingnya dukungan sosial

pada siswa kelas XII dengan tidak hanya memberikan materi pelajaran, namun

juga dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan

dukungan informatif untuk menurunkan tingkat stres dalam menghadapi UN.

Anda mungkin juga menyukai