TINJAUAN PUSTAKA
terjadi pada ibu pasca bersalin yang disebabkan oleh perubahan fisik dan
perubahan emosional (Damayanti, 2014: 73). Post partum blues adalah perasaan
sedih dan depresi segera setelah persalinan dengan gejala dimulai dua atau tiga
hari pasca persalinan dan akan hilang dalam waktu satu atau dua minggu. Gejala
post partum blues akan memuncak antara hari ke-tiga hingga ke-lima pasca
persalinan dan akan membaik pada 2 minggu post partum. Apabila gejala ini
berlanjut lebih dari dua minggu, maka dapat menjadi tanda terjadinya gangguan
depresi yang lebih berat, ataupun psikosis post partum dan tidak boleh diabaikan
(Rukiyah, 2018: 57). Berdasarkan pengertian post partum blues diatas, dapat
disimpulkan bahwa post partum blues adalah keadaan depresi ringan pasca
bersalin yang bersifat sementara yang akan dimulai sejak hari kedua dan mencapai
puncaknya pada hari ke-3 sampai ke-5, berangsur membaik setelah 2 minggu post
partum.
hari ke-5 yang disertai dengan merasa sedih, mudah tersinggung, gangguan
pada nafsu makan dan tidur. Gejala post partum blues menurut Suherni (2009:
91):
a. Reaksi sedih/depresi/gelisah.
b. Sering menangis.
c. Mudah tersinggung.
d. Cemas.
g. Kelelahan.
h. Mudah sedih.
i. Cepat marah.
j. Mood mudah berubah, cepat merasa sedih dan cepat merasa gembira.
l. Perasaan bersalah.
dengan penanganan gangguan mental lainnya. Ibu dengan post partum blues
dibutuhkan oleh ibu dengan keadaan post partum blues adalah kesempatan untuk
merujuk para ahli psikologi atau konselor bila memang diperlukan. Pendekatan
menyeluruh atau holistik dalam penanganan para ibu yang mengalami post
dan harapan-harapan mereka pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat
lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya (Rukiyah, 2010:
378).
pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan di luar negeri. Edinburg Postnatal
Depression Scale yaitu kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat
perasaan bersalah serta mencakup hal-hal yang terdapat dalam post partum blues.
pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan
gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat ini. Pertanyaan harus dijawab
sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Alat ini
dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasil meragukan dapat diulangi
dengan hasil pengujian EPDS memiliki 87,5% sensitivitas dan 61,6% spesifitas,
postpartum adalah 87,5% dan kemampuan untuk menjelaskan bahwa wanita tidak
2015: 8-9).
a. Ibu diminta untuk memilih jawaban yang paling sesuai dengan apa yang ia
membaca.
e. EPDS dapat diberikan kepada ibu tiap waktu dari setelah persalinan
a. 0 – 8 point : Normal
b. 9 – 14 point : Post partum blues.
komplikasi
Faktor penyebab post partum blues pada umumnya tidak berdiri sendiri
sehingga faktor penyebab post partum blues merupakan hasil suatu mekanisme
multi faktorial. Beberapa faktor penyebab post partum blues menurut Sutanto
1. Faktor Hormonal
meningkat. Pada waktu yang bersamaan kadar estrogen turun secara tajam.
mengganti popok, dan menimang sepanjang hari menguras energi yang besar. Hal
ini diperparah dengan ketidaknyamanan fisik seperti rasa sakit akibat luka jahit
atau bengkak pada payudara yang dialami sehingga menimbulkan rasa emosi pada
wanita pasca melahirkan. Fisik yang lelah dan kondisi psikis yang belum dapat
beradaptasi dengan perubahan tersebut menjadi salah satu pemicu gangguan
psikologi.
3. Faktor demografi
Faktor demografi meliputi usia (terlalu muda atau terlalu tua) dan paritas.
a. Usia
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda
atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Usia yang dianggap paling
aman bagi seorang wanita untuk menjalani kehamilan dan persalinan adalah pada
usia 20-35 tahun. Usia yang terlalu muda dapat memengaruhi tingkat kestabilan
emosi ibu. Ibu dengan usia kurang dari 20 tahun seringkali mengalami kesulitan
bayi. Ibu dengan usia lebih dari 35 tahun, memiliki resiko kelelahan yang tinggi
sebab keadaan anatomi tubuh yang tidak baik lagi untuk hamil dan bersalin.
b. Paritas
hidup, bukan janin yang dilahirkan, janin yang lahir hidup atau mati setelah
104). Paritas dibagi menjadi 3 yaitu wanita yang telah melahirkan bayi aterm
sebanyak satu kali disebut primipara, multipara yaitu wanita yang telah
melahirkan anak hidup beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari
lima kali, grandemultipara yaitu wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih
riwayat hamil sampai melahirkan sebelumnya yang juga berpengaruh buruk pada
secara tradisional dipandang sebagai krisis emosi oleh beberapa ahli psikologi.
Kondisi yang dialami wanita pada saat pertama kali mengalami kehamilan
merupakan kondisi yang baru dihadapi sehingga tidak jarang dapat menimbulkan
dapat menimbulkan tingkat kecematan yang semakin berarti (Hanifah, 2017: 20).
Ibu dengan jarak usia melahirkan terlalu dekat dapat memicu terjadinya
perhatian dari orang tua serta kelahiran anak berikutnya yang membutuhkan
perhatian lebih besar dapat menimbulkan stress pada ibu sehingga memicu
4. Faktor psikososial
a. Sosial ekonomi
2016: 13). Status sosial ekonomi masyarakat dapat dilihat dari faktor-faktor
sebagai berikut:
1) Pekerjaan
imbalan atau upah, berupa barang dan jasa akan terpenuhi kebutuhan hidupnya.
bekerja merupakan suatu keharusan bagi setiap individu sebab dalam bekerja
2) Pendidikan
Dengan memiliki pendidikan yang cukup maka seseorang akan mengetahui mana
yang baik dan menjadikan seseorang berguna baik untuk dirinya sendiri maupun
3) Pendapatan
b. Status Kehamilan
Pasangan akan merasa sangat bahagia bila kehamilan istri merupakan hal
yang sangat dinantikan. Hal ini akan berbanding terbalik jika keberadaan janin
untuk memberikan istilah adanya kehamilan yang tidak dikehendaki oleh wanita
pada terjadinya kehamilan di luar nikah, jumlah anak yang sudah cukup banyak,
merasa usia terlalu tua untuk hamil, riwayat kehamilan atau persalinan dengan
penyulit atau komplikasi, alasan ekonomi, kekhawatiran anak akan menjadi cacat
karna penggunaan obat aborsi, riwayat melahirkan anak cacat, pasangan suami
istri di ambang perceraian, dan kegagalan penggunaan alat KB atau kontrasepsi.
Hal lain yang lebih menyedihkan adalah kehamilan hasil perkosaan, kehamilan
pada ibu cacat mental atau kehamilan hasil hubungan antara sesama keluarga
Stress yang dialami wanita itu sendiri. Misalnya, belum bisa menyusui
bayinya atau rasa bosan terhadap rutinitas baru. Rasa memiliki yang terlalu dalam
d. Dukungan suami.
Dukungan adalah bentuk motivasi serta bantuan yang nyata yang diberikan
oleh orang terdekat baik suami maupun lingkungan sosial. Pasca beberapa hari
melahirkan, ibu akan merasa kelelahan dalam menghadapi perubahan peran serta
memiliki peran penting dalam proses adaptasi pasca bersalin. Dukungan yang
dibutuhkan adalah dukungan fisik dan moril, seperti bantuan dalam membantu
pascakelahiran. Tujuan lain dalam desain instrumen ini adalah untuk menilai
aspek-aspek dari dukungan sosial khusus untuk periode post partum seperti
bantuan perawatan anak serta pengasuhan bayi. PSSQ dirancang untuk menilai
khusus terkait dengan tuntutan pengasuhan anak. PSSQ dapat digunakan dalam
terhadap ibu nifas. Instrumen ini memiliki skor reliabilitas r ≥ 0,30 yang berarti
instrument ini dinilai valid, oleh karena itu kuesioner tersebut dapat diandalkan
untuk digunakan dalam data yang diambil. Ibu diminta untuk memilih jawaban
yang sesuai dengan keadaannya saat ini. Skala pengukuran skor dengan rentang
jawaban antara 1 sampai 4. Jumlah skor dihitung untuk melihat tingkat dukungan
suami terhadap ibu postpartum. Semakin tinggi skor semakin tinggi menunjukkan
dukungan suami terhadap ibu nifas, dan sebaliknya. Keseluruhan skor pada
sebagai berikut:
Partum Blues
faktor demografi berupa usia dan paritas serta faktor psikososial berupa dukungan
suami. Berikut adalah hubungan usia, paritas dan dukungan suami terhadap
usia < 20 tahun secara fisik dan mental belum siap dalam menghadapi kehamilan
dan persalinan. Dari segi fisik akan mendapat kesulitan persalinan karena rahim
dan panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran dewasa dan dari segi mental ibu
belum siap untuk menerima tugas serta tanggung jawab sebagai orang tua baru.
Pada usia > 35 tahun merupakan gerbang memasuki periode resiko dari
segi fisik dan psikologis. Berdasarkan segi fisik pada umur tersebut memiliki
resiko kelelahan yang tinggi sebab keadaan anatomi tubuh yang tidak baik lagi
untuk hamil dan bersalin. Kelelahan dapat berdampak pada faktor psikologi ibu
kehamilan kembali sehingga ada beban tersendiri bagi ibu karena telah memiliki
antara karakteristik ibu, kondisi bayi dan dukungan sosial suami dengan post
partum blues di rumah sakit Ahmad Yani Metro didapatkan ada hubungan usia
terhadap kejadian post partum blues dengan p value = 0,040, OR = 2,700. Hal ini
menunjukkan ibu nifas dengan usia yang beresiko memiliki peluang lebih besar
kesiapan mental dan fisik ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan
nifas akan menurunkan angka morbiditas, mortalitas ibu dan anak (Anggraeni,
2014: 42).
akan berpengaruh terhadap cara adaptasi klien, dimana wanita primipara lebih
mengalami proses adaptasi yang lebih dibandingkan pada multipara. Namun tidak
menutup kemungkinan pada ibu nifas dengan paritas multipara banyak yang
mengalami post partum blues. Hal ini bisa disebabkan karena pada ibu multipara
telah memiliki tanggung jawab yang lebih banyak seperti pekerjaan rumah tangga
42).
antara karakteristik ibu, kondisi bayi dan dukungan sosial suami dengan post
partum blues di rumah sakit Ahmad Yani Metro didapatkan ada hubungan paritas
terhadap kejadian post partum blues dengan p value = 0,048, OR = 2,667. Hal ini
menunjukkan ibu nifas dengan usia yang beresiko memiliki peluang lebih besar
didalamnya terdapat hubungan yang saling memberi dan menerima bantuan yang
dalam system sosial yang pada akhirnya akan dapat memberikan cinta, perhatian,
Dukungan suami sangat penting untuk membangun suasana positif, dimana istri
terjadinya post partum blues dan diharapkan suami menyadari bahwa istri sangat
penting saat mengalami stress dan berfungsi sebagai strategi preventif untuk
dukungan suami yang diharapkan istri adalah suami sangat mendambakan bayi
menanyakan keadaan istri dan bayi, suami mengantar atau menemani istri
menenangkan ketika ada masalah yang dihadapi istri, suami membantu tugas istri,
suami berdoa kesehatan atau keselamatan istri dan anaknya, suami menunggu
ketika istri melahirkan, dan suami menunggu ketika istri dioperasi. Diperoleh atau
komunikasi yang bermakna antara suami dan istri (Alifah, 2016: 15-16).
Berdasarkan hasil penelitian Utami (2016: 169) dengan judul hubungan
dukungan suami terhadap kejadian post partum blues di BPS Amrina kelurahan
Ganjar Asri Metro Barat didapatkan ada hubungan dukungan suami dengan
terjadinya post partum blues dengan p value 0,002, OR = 1,143. Hal ini
mengalami post partum blues sebanyak 1,143 kali dibandingkan dengan ibu nifas
D. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah tinjauan teori dari hasil-hasil penelitian lain yang
Demografi Aktifitas
Hormon (usia dan Psikososial
Fisik
paritas)
Dukungan Suami
Adaptasi (-)
Pendidikan
Pekerjaan
Post Partum Blues Pendapatan
Status Kehamilan
Latar Belakang
: Diteliti Psikologis
: Tidak Diteliti
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya, atau antara variabel yang
satu dengan variabel yang lain (Notoatmodjo, 2012: 26). Berdasarkan uraian
berhubungan dengan kejadian post partum blues pada ibu nifas, terlihat pada
gambar 2:
F. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-
anggota suatu kelompok berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu post partum blues
dan variabel independen penelitian adalah faktor demografi (usia dan paritas) dan
patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam
hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan antara usia, paritas dan dukungan
H. Definisi Operasional
ukur (Notoatmodjo, 2018: 45). Definisi operasional penelitian seperti pada tabel
1: