INVERTED NIPPLE
OLEH:
A.MUH.AKBAR JAYA
70700119008
SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Dewi Setiawati , Sp.OG, M.Kes
Pembimbing Supervisor
Mengetahui,
Ketua Jurusan
Program Profesi Pendidikan Dokter
UIN Alauddin Makassar
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI PAYUDARA
Setiap payudara merupakan proyeksi hemisfer dari ukuran variabel
anterior ke musculus pectoralis mayor dan serratus anterior serta melekat pada
lapisan fasia yang terdiri dari jaringan ikat tidak teratur padat. Jaringan
payudara terdiri dari berbagai komponen, yakni lemak subkutis, stroma dan
parenkim yang ditunjang oleh jaringan ikat (ligamentum Cooper), pembuluh
darah, saraf, dan jaringan limfatik.6,7
Gambar 1. Mamma pada wanita dewasa. (a) tampak sagittal. (b) tampak
anterior dengan sebagian kulit dibuang untuk memperlihatkan struktur
internal.6
Nipple areola-complex (NAC) terdiri dari dua struktur dasar: areola dan
puting.8
2
Areola memiliki bentuk bulat dan ukuran yang bervariasi, rata-rata 3-6
cm, biasanya terletak di sekitar tingkat iga. Ia memiliki kelenjar sebaceous
yang membuat proyeksi di permukaannya, membentuk tuberkulum morgani,
atau kelenjar areolar, selama kehamilan membesar sehingga menyebabkan
tuberkles di Montgomery.8
Di tengah areola muncul formasi silinder papilaris yang bervariasi dalam
ukuran, rata-rata 10 hingga 12 milimeter (mm) lebar dengan 9 hingga 10 mm
tingginya. Kulitnya mirip dengan areola, tetapi tidak memiliki kelenjar
sebaceous. Ini memiliki 10 hingga 20 pori-pori yang sesuai sebagai output dari
duktus lactiferous.8
NAC tidak memiliki jaringan subkutan. Kulit puting terletak pada lapisan
tipis otot polos, serat otot areolar yang didistribusikan dalam dua arah: radial
dan sirkular. Otot Sappey bertanggung jawab untuk serat sirkular dan otot
Meyerholz, yang dibentuk oleh serat radial.8
Otot areolar diteruskan dalam papila dengan serat longitudinal dan
sirkular yang mengelilingi duktus lactiferus bersama dengan dukungan
jaringan ikat. Kontraksi bertanggung jawab atas pengeluaran sekresi pada sinus
lactiferus dan untuk telotisme papila. Di bawah otot areolar ada lapisan tipis
lemak yang menghilang saat mendekati papila. Di lapisan jaringan lemak pra-
mammae ditemukan pembuluh darah menjalar.8
NAC terutama dipasok oleh arteri mamaria internal, juga dikenal sebagai
arteri torakalis interna, yang merupakan cabang dari arteri subklavia. Arteri
mamaria interna mengirimkan cabang perforasi di sepanjang interkostal
pertama, kedua, ketiga dan keempat, melintasi pectoralis mayor dan
memperdarahi setengah bagian dalam payudara, termasuk NAC. Arteri
interkostal, yang merupakan cabang dari aorta, juga melintasi pectoralis mayor
dan memperdarahi permukaan payudara yang dalam, melengkapi vaskularisasi
arteri dari NAC.8
Drainase vena payudara dibagi menjadi dua sistem: superfisial dan
profunda. Vena superfisial berjalan sepanjang permukaan anterior fasia,
mengikuti jalur areola di bawah NAC, yang disebut pleksus vena dari Haller.8
3
Permukaan kulit payudara dipersarafi oleh saraf interkostalis pertama
dan keenam dan cabang supraklavikula dari pleksus serviks superfisial. Puting
dipersarafi oleh saraf interkostal keempat.8
Drainase limfatik payudara dibawa melalui pleksus superfisial dan
profunda. Secara superfisial, terdapat pleksus areolar dan pleksus subareolar
dari Sappey. Pleksus subareolar menerima pembuluh kelenjar getah bening dan
terus menuju papilla dan pleksus areolar, akhirnya mencapai kelenjar getah
bening ke dalam aksila.8
B. HISTOLOGI PAYUDARA
Kelenjar mammae yang tidak aktif ditandai oleh banyaknya jaringan ikat
dan sedikit unsur kelenjar. Lobulus kelenjar terdiri dari duktus intralobularis
yang dilapisi oleh epitel kuboid. Duktus interlobularis yang lebih besar
mengelilingi lobules dan duktus intralobularis. Duktus intralobularis dikelilingi
sel plasma dan eosinophil. Lobulus dikelilingi oleh jaringan ikat padat
interlobularis yang mengandung pembuluh darah venula dan arteriol. Kelenjar
mammae terdiri dari 15 sampai 25 lobus.9
4
terminal bud yang berdiferensiasi menjadi alveoli yang masih kosong. Jaringan
ikat longgar intralobularis mengelilingi alveoli dan duktus. Jaringan ikat yang
lebih padat dengan sel adiposa mengelilingi masing-masing lobulus dan
9
membentuk septum iaringan ikat interlobularis.
5
Kelenjar mammae dalam masa laktasi mengandung banyak alveoli yang
melebar terisi dengan sekresi dan vakuol. Karena bertambahnya ukuran epitel
kelenjar (alveoli), septum jaringan ikat interlobularis berkurang. Selama
menyusui, histologi masing-masing alveoli bervariasi. Tidak semua alveoli
dan terisi oleh air susu yang tampak sebagai bahan eosinofilik (merah muda)
dengan vakuol besar butiran lemak yang terlarut. Alveoli lainnya tampak tidak
9
aktif dengan lumen kosong yang dilapisi oleh epitel lebih tinggi.
sel alveolus dan lamina basalis. Kontraksi sel mioepitel mendorong air susu
keluar dari alveoli menuju duktus ekskretorius. Duktus ekskretorius
interlobularis terbenam di dalam septum jaringan ikat yang mengandung sel
adiposa.9
6
tadi membentuk mammary ridge yang merupakan cikal bakal payudara di
mana setelah itu bagian lain akan mengalami regresi atau menghilang.10
Regresi yang tidak sempurna dari galactine band ini akan
membentuk apa yang dinamakan mammary aberrant atau accessory
mammary tissue dan ini dijumpai pada 2 sampai dengan 6% perempuan.10
Pada minggu ke-7 dan 8 kehamilan, mammary ridge ini akan
menebal dan diikuti terjadinya invaginasi ke dalam mesenkimal dinding
dada dan tumbuh secara tridimensial (globular stage) dan pada minggu ke-
10 sampai 14 terbentuk cone stage.10
Antara minggu ke-12-16, sel mesenkimal mengalami diferensiasi
menjadi otot polos dari nipple dan areola. Epithelial bud membentuk
budding stage dan kemudian bercabang-cabang menjadi 15 sampai dengan
25 strip epitel (branching stage) pada minggu ke-16 kehamilan, dan
kemudian strips ini menjadi alveolus sekretoris.10
Pertumbuhan berikutnya adalah terjadinya diferensiasi elemen
folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat, ini yang tumbuh
secara penuh pada masa itu sehingga secara genetik pertumbuhan
parenkim pal,udara berasal dari kelenjar keringat. Sebagai tambahan,
kelenjar apokrin tumbuh membentuk kelenjar Montgomery sekitar nipple.
Sejauh ini pertumbuhan itu bebas dari pengaruh hormonal.10
Selama trimester ketiga kehamilan, hormon plasenta masuk sirkulasi
janin dan ini merangsang pembentukan kanalisasi dari jaringan cabang-
cabang epitel (canalization stage) dan proses ini berlangsung dari minggu
ke-20 sampai dengan minggu ke-32 kehamilan, dan terbentuklah 15 - 25
ductus mammary.10
Diferensiasi parenkimal terjadi pada minggu ke-32 sampai dengan
ke-40 dan terbentuklah alveolus dan lobulus yang berisi kolostrum (end
vesicle stage). Pertumbuhan kelenjar payudara yang cepat terjadi pada
periode ini sampai 4 kali lipat dan nipple areola complex juga tumbuh dan
menjadi lebih berpigmen.10
7
Pada neonatus, perangsangan jaringan payudara menghasilkan
sekresi colestrol milk: witch’s milk yang dapat keluar pada hari ke-4
sampai dengan 7 neonatus (post partum).10
2. Masa Pubertas
Pada seorang gadis mulai usia 10-12 tahun, dengan pengaruh
hormon GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) yang disekresikan ke
dalam sistem vena hipotalamic pituitary portal akan berefek pada lobus
anterior hipofise, dan selanjutnya sel basofilik dari bagian anterior hipofisa
mengeluarkan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH).10
FSH akan menyebabkan premordial folikel ovari menjadi matur
menjadi "graff folikel" yang mensekresi estrogen, pertama-tama dalam
bentuk 17-beta estradiol. Hormon ini merangsang pertumbuhan dan
maturasi dari payudara dan organ genital. 10
8
atau luteal fase. Dengan demikian, sintesis estrogen ovarium lebih
dominan dari pada sintesis progesteron luteal.10
Efek fisiologis dari estrogen terhadap pertumbuhan payudara adalah
menstimulasi pertumbuhan duktus longitudinal dari epitel duktus.10
Duktus terminal juga membentuk tonjolan-tonjolan yang meniadi
atau membentuk lobulus payudara. Sementara itu, jaringan periduktal
meningkat dalam volume dan elastisitasnya, dengan diperkaya pembuluh
darah dan deposit jaringan lemak. Perubahan ini pada awalnya dipengaruhi
oleh estrogen yang diproduksi folikel ovarium immatur yang selanjutnya
berkembang menjadi folikel matur, sampai terjadi ovulasi. Setelah
terjadinya ovulasi dan perempuan tersebut tidak hamil, maka korpus
luteum akan memproduksi hormon sreroid yang lain yaitu estrogen,
akibatnya terjadi maturasi folikel ovulate dan korpus luteum melepas
progesteron. Peran yang pasti dari hormon ini hingga kini belum jelas.10
Estrogen melancarkan pertumbuhan payudara sedangkan
progesteron menghambat. Kedua hormon ini bersama-sama menyebabkan
perkembangan duktus, lobulus, dan alveolus dari jaringan payudara.
Perkembangan payudara dari masa pubertas sampai kepada maturiras,
dibedakan dalam 5 fase yaitu fase I sampai dengan V.10
Tabel 1. Fase Perkembangan Payudara 10
D. FISIOLOGI PAYUDARA
Sebelum pubertas, kelenjar mammae tidak berkembang dan terutama
terdiri dari duktus laktiferus bercabang yang bermuara di papilla mammae.
9
Pada pria, kelenjar mammae tetap tidak berkembang. Pada wanita, kelenjar
mammae membesar selama pubertas karena rangsangan estrogen. Akibatnya,
jaringan adipose dan jaringan ikat menumpuk dan bertambah, dan percabangan
duktus laktiferus di kelenjar mammae bertambah.9
Payudara yang mampu menghasilkan susu memiliki anyaman duktus
yang semakin kecil yang bercabang dari puting payudara dan berakhir di
lobulus. Setiap lobulus terdiri dari sekelompok kelenjar mirip kantung yang
dilapisi oleh epitel dan menghasilkan susu serta dinamai alveolus. Susu
dibentuk oleh sel epitel kemudian disekresikan ke dalam lumen alveolus, lalu
dialirkan oleh duktus pengumpul susu yang membawa susu ke permukaan
puting payudara.11
Selama kehamilan, estrogen kadar tinggi mendorong perkembangan
ekstensif duktus, sementara progesteron kadar tinggi merangsang
pembentukan alveolus-lobulus. Peningkatan konsentrasi prolaktin (suatu
hormon hipofisis anterior yang dirangsang oleh peningkatan kadar estrogen)
dan human chorionic somatomammotropin (suatu hormon plasenta yang
memiliki struktur serupa dengan hormon pertumbuhan dan prolaktin) juga ikut
berperan dalam perkembangan kelenjar mamaria dengan menginduksi sintesis
enzim-enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi susu.11
Pada kehamilan akhir, alveoli mula-mula menghasilkan cairan yaitu
kolostrum yang kaya protein, vitamin, mineral dan antibodi. Namun, tidak
seperti air susu, kolostrum sedikit mengandung lemak.11
Konsentrasi estrogen dan progesteron yang tinggi selama paruh terakhir
kehamilan mencegah laktasi dengan menghambat efek stimulatorik prolaktin
pada sekresi susu. Prolaktin adalah perangsang utama sekresi susu. Karena itu,
meskipun steroid-steroid plasenta berkadar tinggi tersebut merangsang
perkembangan perangkat penghasil susu di payudara namun hormon-hormon
ini juga mencegah kelenjar mamaria beroperasi hingga bayi lahir dan susu
dibutuhkan. Penurunan mendadak estrogen dan progesteron yang terjadi
dengan keluarnya plasenta saat persalinan memicu laktasi.11
10
Gambar 8. Refleks penghisapan11
menuju ke puting payudara, oleh kontraksi sel-sel mioepitel khusus (sel epitel
mirip otot) yang mengelilingi setiap alveolus. Penghisapan payudara oleh bayi
merangsang ujung saraf sensorik di puting, menimbulkan potensial aksi yang
merambat melalui medulla spinalis ke hipotalamus. Hipotalamus, setelah di
aktifkan, memicu pengeluaran oksitosin dari hipofisis posterior. Oksitosin,
selanjutnya, merangsang kontraksi sel mioepitel di payudara untuk
penyemprotan susu. Milk letdown ini berlanjut selama bayi terus menyusui.11
Penghisapan tidak saja memicu pelepasan oksitosin tetapi juga
merangsang produksi prolaktin. Pengeluaran prolaktin oleh hipofisis anterior
dikontroi oleh dua sekresi hipotalamusi Prolactin-inhibiting hormone (PIH)
dan prolactin-releasing hormone (PRH). Selama laktasi, setiap kali bayi
menghisap terjadi letupan sekresi prolaktin. Impuls-impuls aferen yang dipicu
11
di puting payudara oleh penghisapan dibawa oleh medula spinalis ke
hipotalamus. Refleks ini akhirnya menyebabkan pelepasan prolaktin oleh
hipofisis anterior. Prolaktin kemudian bekerja pada epitel alveolus untuk
mendorong sekresi susu untuk menggantikan susu yang keluar. 11
Stimulasi secara bersamaan penyemprotan dan produksi susu oleh
hisapan memastikan bahwa kecepatan produksi susu seimbang dengan
kebutuhan bayi akan susu. Semakin sering bayi menyusui, semakin banyak
susu yang keluar melalui penyemprotan dan semakin banyak susu yang
diproduksi untuk pemberian berikutnya. Selain prolaktin, yaitu faktor
terpenting yang mengontrol sintesis susu, paling tidak terdapat empat hormon
lain yang esensial atas peran permisifnya dalam produksi susu: kortisol,
insulin, hormon paratiroid, dan hormon pertumbuhan.11
12
menyusui ASI eksklusif dengan berat badan yang memuaskan dengan
dukungan yang memadai. Insiden inverted flat nipple / non-proyektif adalah
9,6%. Sebagian besar flat nipple / non-proyektif dapat dikoreksi secara
antenatal (75%).15
Sebuah penelitian dilakukan untuk menilai prevalensi inverted nipple dan
non-proyektif pada wanita hamil yang berniat untuk menyusui. Di antara 3006
wanita yang diperiksa, prevalensi keseluruhan ditemukan 9,8% tiga faktor yang
menyebabkan penurunan prevalensi inversi dan non-proyektif yaitu
meningkatnya kehamilan, meningkatnya usia ibu dan menyusui sebelumnya.
Diperkirakan oleh Alexander dkk. bahwa sekitar 10% wanita hamil memiliki
inverted nipple atau non-proyektif, yang menghalangi menyusui selain puting
yang datar dan memendek, mereka juga mendokumentasikan masalah
anatomis lainnya dari puting yang mereka amati.15
13
fibrosis di sekitar duktus laktiferus karena peradangan (misalnya, mastitis,
kanker, operasi payudara sebelumnya).18
Sekitar minggu 6 janin perkembangan, kuncup payudara terbentuk di
sepanjang garis susu. Kelenjar payudara tumbuh sebagai pertumbuhan epitel
ke dalam jaringan mesenkim. Kemudian, selama bulan ke delapan atau
kesembilan dari perkembangan janin, lubang terbentuk di pintu masuk ke
saluran. Proliferasi jaringan mesenkimal dan lemak di bawah lubang
menyebabkannya meningkat di atas kulit yang baru lahir untuk membentuk
proyeksi puting. Kegagalan pertumbuhan mesenkim atau pemanjangan duktus
laktiferus dapat menyebabkan congenital inverted nipple.18
Pada kasus inverted nipple secara kongenital, kelainan ini terjadi pada
tahap perkembangan embrionik dari payudara. Proses pembentukan puting
pada embriologi manusia dimulai dengan penebalan dan penonjolan bagian
ektoderm di regio dimana kelenjar akan berada nantinya pada minggu keempat
kehamilan.19
Penebalan ektoderm menjadi terdepresi ke mesoderm di bawahnya,
sehingga permukaan bagian mammae kemudian menjadi datar dan akhirnya
masuk lebih dalam dari epidermis di sekitarnya. Mesoderm yang berhubungan
dengan pertumbuhan ke dalam dari ektoderm menjadi terkompresi, dan bagian
dari mesoderm ini tersusun menjadi lapisan konsentris dan nantinya akan
menjadi stroma dari kelenjar. Dengan pembelahan dan percabangan, massa
yang tumbuh ke dalam dari sel ektodermal akan membentuk lobus dan lobulus
dan nantinya juga membentuk alveoli. Saat usia gestasi 16 minggu, tahap
percabangan telah menghasilkan 15 hingga 25 garis epitelial pada fetus yang
nantinya akan menjadi alveoli sekretorik.19
Pada saat gestasi 28 minggu, hormon seksual plasental memasuki
sirkulasi fetal dan menyebabkan kanalisasi pada jaringan mammae fetal.
Duktus laktiferus dan cabangnya terbentuk dari perkembangan di lumen.
Duktus ini membuka ke arah depresi dangkal dari epidermal yang dikenal
sebagai mammary pit. Cekungan ini menjadi terelevasi sebagai hasil dari
14
proliferasi mesenkimal yang membentuk puting dan areola. Inverted nipple
adalah kegagalan dari elevasi cekungan ini.19
Sekitar 10-20% dari semua wanita dilahirkan dengan inverted nipple,
mengacu pada saat seluruh puting ditarik ke dalam, sedangkan retraksi
menyiratkan puting hanya memiliki area seperti celah ke dalam. Penyebab
inversi bawaan yang paling umum adalah duktus pendek atau sfingter otot
areola luas. Penyebab umum lainnya dari inverted nipple termasuk menyusui,
trauma yang menyebabkan nekrosis lemak atau pembedahan, ptosis, kanker
payudara, infeksi payudara, variasi genetik pada puting bentuk, kehamilan,
penurunan berat badan tiba-tiba dan besar, dan tuberkulosis.20
Gambar 9. Tiga kategori inverted nipple: derajat I inverted nipple (a), derajat
II inverted nipple (b), derajat III inverted nipple (c).16
15
Inverted nipple dapat diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi Han dan
Hong sebagai berikut: derajat I (ringan), derajat II (sedang), dan derajat III
(berat).5,21
1. Inverted nipple derajat I, dapat dengan mudah ditarik keluar secara
manual dan menjaga proyeksinya dengan baik tanpa traksi. Puting keluar
dengan palpasi ringan di sekitar areola. Jaringan lunak intak pada bentuk
ini dan duktus laktiferus normal.
2. Inverted nipple derajat II, juga dapat keluar dengan palpasi namun tidak
semudah pada grade I. Puting cenderung teretraksi. Puting memiliki
fibrosis sedang dan duktus laktiferus secara ringan teretraksi namun tidak
memerlukan pemotongan untuk melepaskan fibrosis.
3. Inverted nipple derajat III, merupakan bentuk yang parah dimana inversi
dan retraksi signifikan. Mengeluarkan puting secara manual cukup sulit.
Jahitan traksi diperlukan untuk mempertahankan puting tetap menonjol.
Fibrosis di bawah puting berpengaruh signifikan dan jaringan lunak tidak
mencukupi. Pada pemeriksaan histologis, duktus terminal laktiferus dan
unit lobuler menjadi atropi dan digantikan dengan fibrosis berat.
Tabel 2. Sistem penilaian inverted nipple yang dikembangkan oleh Han dan
Hong. Duktus laktiferus diindikasikan oleh garis vertikal, fibrosis diindikasikan
oleh x kecil.22
16
yang menurun. Puting yang benar-benar terbalik mungkin memiliki lebih
sedikit saluran ASI. Selain itu, duktus puting dapat kolaps atau menjadi
tersumbat karena edema isolar sebagai akibat dari pembengkakan
payudara atau hisap yang tinggi oleh bayi.13
2. Pemeriksaan Fisis
Adanya puting susu yang datar atau tenggelam dan bayi sulit
menyusui pada ibu.13
Beberapa praktisi mungkin menggunakan nipple pinch test untuk
memperjelas jika putingnya datar atau terbalik: Tekan perlahan areola
sekitar 1 inci dari pangkal puting, letakkan ibu jari di satu sisi areola dan
jari telunjuk di sisi yang berlawanan.23
Pada inverted nipple, puting menjadi membalik ketika nipple pinch
test dilakukan. Puting ibu mungkin tampak menonjol, datar, atau terbalik
sebelum tes. Puting yang tampak terbalik tetapi menonjol dengan tes
mencubit puting, atau dengan dingin atau rangsangan, tidak benar-benar
puting terbalik. Dalam hal ini, tidak diperlukan persiapan khusus untuk
mengeluarkan puting susu sebelum menyusui.23
3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang dalam penegakan
diagnosis.13
4. Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis pada inverted nipple dapat diklasifikasikan sesuai
dengan klasifikasi Han dan Hong sebagai berikut: derajat I (ringan),
derajat II (sedang), dan derajat III (berat).12
17
Derajat I (ringan) ditemukan puting tampak datar atau masuk ke
dalam. Puting dapat dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan jari pada
atau sekitar areola. Terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi.
Saluran ASI tidak bermasalah, dan dapat menyusui dengan biasa.12
Derajat II (sedang) ditemukan putting dapat dikeluarkan dengan
menekan areola, namun kembali masuk saat tekanan dilepas. Terdapat
kesulitan menyusui. Terdapat fibrosis derajat sedang. Saluran ASI dapat
mengalami retraksi namun pembedahan tidak diperlukan. Pada
pemeriksaan histologi ditemukan stromata yang kaya kolagen dan otot
polos.12
Derajat III (berat) ditemukan puting sulit untuk dikeluarkan pada
pemeriksaan fisik dan membutuhkan pembedahan untuk dikeluarkan.
Saluran ASI terkonstriksi dan tidak memungkinkan untuk menyusui.
Dapat terjadi infeksi, ruam, atau masalah kebersihan. Secara histologis
ditemukan atrofi unit lobuler duktus terminal dan fibrosis yang parah.12
18
Erosi puting dapat disembuhkan secara spontan atau oleh penggunaan lokal gel
bFGF rekombinan, dan nyeri kronis menghilang setelah melepas retraktor.
Untuk mencegah komplikasi ini, lingkungan sekitar retraktor harus dijaga
bebas dari kelembaban, dan bra berukuran tepat bisa mencegah erosi puting. 16
Jika diperlukan lebih dari beberapa hari, bisa digunakan niplette atau
dapat alternatif yang relatif murah dapat dibuat dari spoit plastik 10 atau 20
ml, ukuran bergantung pada ukuran puting. Ujung dari spuit dimana jarum
19
terpasang dipotong dan pendorong dipasang terbalik. Puting diletakkan
pada ujung halus lubang pendorong dari spuit dan traksi lembut
diaplikasikan hingga puting tereversikan. Lakukan sehari tiga kali; pagi,
siang, dan malam masing-masing 10 kali.13,24
20
Breast shells adalah perangkat plastik dua potong yang dapat dipakai
di dalam bra di atas puting dan areola. Wanita dapat memakainya untuk
meningkatkan daya lekat puting dengan menempatkan tekanan lembut pada
areola, yang membentang dan mendorong puting ke depan. Cup yang lebar
mungkin dipakai untuk melindungi puting dan areola dari gesekan pada bra
atau pakaian. Ukuran bra harus lebih besar dari cangkang untuk
menghindari penekanan terlalu banyak pada jaringan payudara. Tekanan
seperti itu meningkatkan risiko saluran tersumbat. Cup harus memiliki
beberapa bukaan untuk sirkulasi udara untuk menjaga kulit tidak menjadi
lunak atau pecah-pecah.24
21
Untuk menggunakan nipple shield, penting untuk menggunakan
ukuran dan pas yang benar. Jika dot terlalu panjang untuk mulut bayi dapat
menyebabkan tersedak, tetapi jika terlalu kecil mungkin tidak merangsang
mengisap aktif.24
Jika upaya di atas tidak memberikan hasil, ibu dapat memberikan air
susunya dengan cara memerah atau menggunakan pompa payudara.
Hisapan pompa yang kuat dan berirama dapat membantu menarik puting
keluar. Pastikan memiliki vakum yang kuat antara cup dan payudara.
Sebelumnya, untuk membuat payudara sedikit lembap dengan air atau krim
sebelum Anda memompa. Pompa payudara dapat melembutkan payudara
Anda dan membuatnya lebih mudah untuk bayi menempel dengan baik ke
payudara.13
22
invasif atau non-invasif 2) apakah ada keinginan untuk menyusui (di masa
depan)? 3) apakah pasien keberatan dengan perawatan yang mungkin
memakan waktu beberapa bulan?.22
Metode pembedahan dibagi menjadi dua kategori berdasarkan
karakteristik teknis: mempertahankan duktus laktiferus dan teknik
pembedahan yang merusak duktus laktiferus. Perawatan yang
mempertahankan duktus dapat berupa metode pembedahan non-invasif
(seperti karet gelang atau perangkat hisap eksternal) atau teknik invasif di
mana duktus laktiferus tidak rusak dan fibrosis tidak dihilangkan. Perawatan
perusakan duktus ditandai dengan teknik invasif di mana duktus laktiferus
rusak dan untaian fibrotik yang ditranseksi.22
Berbagai teknik dapat digunakan untuk mencapai hasil klinis yang
memuaskan, termasuk pelepasan inversi yang adekuat, proyeksi dan bentuk
puting yang adekuat, fungsi dan sensasi laktasi normal, kekambuhan
minimal, dan jaringan parut yang berkurang. Empat teknik utama adalah 1)
eversi eksternal terus menerus dari puting susu; 2) pelepasan retraksi duktus
laktiferus dan ikatan fibrous; 3) penambahan yang mendukung di dasar
puting; dan 4) mengencangkan leher puting. Teknik-teknik ini adalah
prosedur bedah terbuka yang melibatkan pembentukan kembali puting tegak
yang baru dan benar-benar melepaskan jaringan retraksi, seperti hipoplasia
duktus laktiferus dan bundel serat, di antaranya. Teknik ini sering memiliki
dampak negatif pada menyusui.26
Berbagai jaringan, termasuk jaringan payudara, tendon,
dermoadipose, kartilago berlapis, dan bahan buatan (misalnya,
polydioxanone, silikon, Teflon, PTFE), telah diperkenalkan sebagai basis
puting untuk mendukung protrusi. Namun, penempatan bahan ini ke dalam
dasar puting membutuhkan transeksi dari bagian tengah puting dan saluran
laktiferus utama dan serat sensorik paralel untuk membuat saku kecil untuk
implantasi prosthesis. Beberapa komplikasi telah dilaporkan, termasuk
kesulitan menyusui, kehilangan sensasi puting, ekstrusi prostesis atau
infeksi, dan kekambuhan setelah resorpsi graft. 26
23
Tujuan mengencangkan leher puting dapat dicapai dengan jahitan
purse-string atau jahitan internal 5-point star, Z-plasties kulit di dasar
puting, atau eksisi segitiga atau persegi panjang kulit puting-areola, tetapi
proyeksi jangka panjang biasanya tidak memuaskan. Terdapat kerugian,
seperti bekas luka yang jelas dan torsi yang mudah dari bentuk puting
selama penyembuhan luka. Selain itu, sulit untuk menyeimbangkan
pelepasan yang cukup dari ikatan fibrous dan cedera insidental ke duktus
laktiferus utama dan cabang saraf paralel. Selain itu, jaringan parut pada
tempat diseksi pada basis puting mungkin merupakan alasan utama untuk
kekambuhan awal.26
24
sangat penting untuk mencegah nekrosis puting. Kawat dan distraksi telah
dilepaskan setelah 6 bulan traksi bertahap setelah putingnya lebih panjang
dari biasanya.26
Para wanita diajarkan latihan untuk melonggarkan adhesi pada
puting. Latihan harus dilakukan pada puting kontrol setiap pagi selama 6
bulan.26
Setelah pengobatan, semua pasien dikontrol di klinik rawat jalan 1,
3, dan 6 bulan setelah operasi. Mereka diizinkan untuk datang ke klinik
kapan saja. Lukanya dilindungi dengan Vaseline. Pasien yang hamil dalam
6 bulan follow-up menerima perawatan yang sesuai. Tinggi puting diukur
dalam posisi terlentang dan selalu oleh dokter yang sama. Ketinggian diukur
tiga kali secara vertikal dari akar puting, dan ukuran rata-rata diambil.
Dokumentasi fotografi direkam. Tes kepekaan dengan cotton-swab
dilakukan oleh ahli bedah.26
25
BAB III
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
Identitas Pasien
No. MR : 004066
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Ibu RT
Alamat : Padang
Agama : Islam
Anamnesis
Keluhan Utama
- Seorang pasien wanita umur 31 tahun masuk KB IGD RSUP Dr. M. Djamil
26
- Sebelumnya pasien melahirkan dengan bidan tetapi plasentanya tertahan
- Sakit kepala (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-)
- Pasien sudah tidak haid sejak 9 bulan yang lalu, HPHT lupa, TP sulit
ditentukan
- Riwayat menarche usia 13 tahun, siklus 28 hari, lama 3-4 hari, ganti duk 2-
- Pasien tidak ada riwayat penyakit HT,DM, paru, jantung, hati, ginjal dan alergi.
- Keluarga pasien tidak ada menderita penyakit keturunan, menular dan kejiwaan.
27
Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Riwayat Perkawinan : 1x
Riwayat Menstruasi : Menarche usia 13 tahun, siklus 28 hari, lama 3-4 hari,
B. PEMERIKSAAN FISIK
Nadi : 88 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,7 ºC
Edema : (-/-)
Anemis : (-/-)
Ikterik : (-/-)
STATUS GENERALISATA
Kepala : Normochepal
28
Rambut : Tidak mudah rontok
Dada
Paru :
Jantung:
Palpasi : Iktus kordis teraba 2 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V
STATUS GINEKOLOGI
Abdomen
29
Kontraksi +
Genitalia
Status Lokalis
Regio mamae dextra : Laserasi (-), inflamasi (-), massa (-), peau d’orange (-),
Regio mamae sinistra : Laserasi (-), inflamasi (-), massa (-), peau d’orange (-),
C. DIAGNOSIS
- Inverted Nipple
D. TATALAKSANA
- Kontrol KU,VS
- IVFD RL `1 jalur
- inj ceftriaxson 2 gr
- pronalges supp II
- inj transamin 3 x1
- Inj vit c 3 x1
30
BAB IV
DISKUSI
sampai hari pemeriksaan (hari ke-1) berlangsung baik dan tidak ditemukan kelainan
adanya nyeri pada mamme, nyeri perut dan perdarahan pervaginam. Pasien buang
air kecil seperti biasa dan tidak mengeluh adanya darah ataupun nyeri saat buang
air. Pada anamnesis juga tidak ditemukan adanya perdaharan yang banyak berwarna
merah segar. Keluhan lain yaitu pasien mengeluhkan ASI nya belum keluar.
puting. Setelah digali lebih dalam pasien mengaku inversi puting ini sudah diderita
pasien sejak lama tapi hanya di bagian payudara kanan, jadi pasien sering menyusui
anaknya di payudara kiri dan akan mengurangi produksi asi, padahal ASI sangat
bermanfaat untuk bayi. Inversi puting dapat menyebabkan masalah mekanis pada
saat menyusui bayi, meski demikian banyak ibu yang masih dapat menyusui tanpa
kesulitan, kemungkinan hal ini disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada
diberikan pada pasien terkhusus pasien. Hal-hal penting yang harus diinformasikan
pada pasien yaitu ASI on demand, dimana pemberian ASI tanpa batas waktu sesuai
keinginan bayi. Apabila bayi sering tidur, ibu harus membangunkan bayi dan
memberikan rangsangan ringan pada mulut dan pipi bayi sehingga bayi mau
menyusu. Hal ini dilakukan setiap 2 jam oleh ibu. Dengan tata laksana menyusui
31
yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan
tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai
diberikan makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun bahkan
lebih. Selain itu pemberian ASI ekslusif ini juga bisa memberikan efek kontrasepsi
pembentukan puting dari bagian ektoderm. Pada awal proses ini, ektoderm menebal
pada jaringan mammae fetal. Duktus laktiferus terbentuk dan membuka ke arah
depresi dangkal yang dikenal sebagai mammary pit. Cekungan ini menjadi
terelevasi sebagai hasil dari proliferasi mesenkimal yang membentuk puting dan
menggunakan pinch test dengan menekan bagian terluar dari areola. Terdapat tiga
metode menangani puting yang terlekat ini, yaitu: menarik puting, latihan Hoffman,
32
DAFTAR PUSTAKA
33
14. Shiffman MA. 2018. Nipple-Areolar Complex Reconstruction: Principles and
Clinical Techniques. Switzerland: Springer.
15. Bagal SU, Salunkhe JA, Salunkhe AH, Kakade SV, Mohite VR. 2017. A
Comparative Study to Assess Problem of Inverted Nipple and Its Relationship
to Successful Breast Feeding Among Antenatal Mothers. International Journal
of Health Sciences & Research; 7(4): 280-288.
16. Yukun L, Ke G, Jiaming S. 2016. Application of Nipple Retractor for
Correction of Nipple Inversion: A 10-Year Experience. Aesth Plast Surg.
17. Kim DY, et al. 2003. Correction of Inverted Nipple: An Alternative Method
Using Two Triangular Areolar Dermal Flaps. Ann Plast Surg; 51(6): 636 – 640.
18. Gould DJ, et al. 2015. Inverted Nipple Repair Revisited: A 7-Year Experience.
Aesthetic Surgery Journal; 35(2): 156–164.
19. Lawrence, Robert M; Lawrence, Ruth A. 2014. The Breast and the Physiology
of Lactation. Creasy and Resnik’s Maternal-Fetal Medicine: Principle and
Practice. Elsevier.
20. Stone K dan Wheeler A. 2015. A Review of Anatomy, Physiology, and Benign
Pathology of the Nipple. Ann Surg Oncol; 22: 3236–3240.
21. Kang JK, et al. 2017. Inverted Nipple Correction Using a Combination of the
Perpendicular Suture Method and the Purse-String Suture Method. Arch
Aesthetic Plast Surg; 23(2): 104-107.
22. Yenty QMH, et al. 2016. Treatment of the benign inverted nipple: A systematic
review and recommendations for future therapy. The Breast; 29:82-89.
23. Toronto Public Health. 2013. Protocol#8: Flat or Inverted Nipples dalam
Breastfeeding Protocols for Health Care Providers. Toronto: Toronto Public
Health.
24. Newton, Edward R. 2012. Lactation and Breastfeeding. Obstetrics: Normal and
Problem Pregnancies 6th ed. Elsevier.
25. Philips Avent. 2017. A simple solution for inverted nipples. Philips: Philips
Avent.
26. Feng R, et al. 2018. A Modified Inverted Nipple Correction Technique that
Preserves Breastfeeding. Aesthetic Surgery Journal; sjy119.UNIVER
34