Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH OBSTETRI

MENGURAIKAN PENYAKIT INFEKSI COVID-19

Dosen Pengampu :

Sri Wahyuni, SST., S.Pd., M.Kes

Disusun Oleh :

Sofia Rizqi Meliana (P27824520009)

Suci Yusti Rahmadani (P27824520010)

Tyas Nur Rahmawati (P27824520011)

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN BOJONEGORO

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan ridha-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah Obstetri dengan judul ”Menguraikan Penyakit Infeksi Covid-19”
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan upaya pengembangan
wawasan, kreatifitas, penambahan ilmu serta pengalaman bagi kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Sri Wahyuni, SST., S.Pd., M.Kes selaku dosen
pengampu mata kuliah ini dan semua rekan-rekan yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga bantuan dan kerjasama yang telah diberikan mendapat
balasan yang setimpal dari Allah SWT. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan yang disebabkan oleh kemampuan kami, untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat konstruktif sehingga dapat menyempurnakan makalah ini.

Bojonegoro, 17 Agustus 2021

Kelompok

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian 5
B. Etiologi 6
C. Patofisiologi 7
D. Tanda dan Gejala 8
E. Kasus COVID-19 pada Wanita Hamil 9
F. Perawatan Wanita Hamil dengan COVID-19 11
G. Transmisi Vertikal SARS-CoV-2 dari Ibu ke Janin 12
H. Persalinan pada Wanita dengan COVID-19 13
I. Pengaruh COVID-19 pada Perkembangan Bayi 13
J. COVID-19 pada Ibu Menyusui 14
K. Pencegahan 15
L. Komplikasi 19

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 21
B. Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hal terpenting dalam kehidupan adalah kesehatan. Namun yang terjadi di
Indonesia saat ini adalah maraknya penyakit Covid-19 yang disebabkan oleh virus
corona yang mampu mengakibatkan kematian. Pandemi Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) menjadi ancaman nyata bagi Indonesia.
Indonesia menjadi salah satu negara positif virus corona (Covid-19). Kasus
pertama yang terjadi di Indonesia dialami oleh dua warga Depok, Jawa Barat. Hal
tersebut diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan,
Jakarta pada hari senin, 2 maret 2020. Menurut Bapak Joko Widodo, kedua warga
tersebut merupakan seorang ibu usia 64 tahun dan putrinya yang berusia 31 tahun.
Keduanya diduga tertular virus corona karena adanya kontak dengan warga negara
Jepang yang datang ke Indonesia. Warga Jepang tersebut terdeteksi Corona setelah
meninggalkan Indonesia dan tiba di Malaysia. Tim Kementrian Kesehatan
(Kemenkes) melakukan penelusuran terhadap warga lainnya yang sebelumnya
melakukan interaksi dengan warga negara Jepang tersebut selama di Indonesia.
Menurut Kementerian Kesehatan anak tersebut diperkirakan tertular virus corona saat
berdansa dengan warga negara Jepang di sebuah klub di Jakarta pada tanggal 14
Februari 2020.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kemenkes Achmad Yurianto (Yuri) menyebutkan bahwa jumlah orang yang
mengikuti acara tersebut ada 50 orang. Pada tanggal 16 Februari 2020, anak tersebut
mengeluh batuk dan agak panas, kemudian berobat ke dokter. Setelah peristiwa
tersebut, Kemenkes berupaya untuk melakukan tracking kepada semua orang yang
ikut berdansa pada acara tersebut (Kompas.com, 2020).
Setelah mengumumkan kasus pertama virus corona di Depok tersebut,
Presiden Joko Widodo memastikan pemerintah sudah mempersiapkan fasilitas
kesehatan, peralatan medis untuk merawat pasien virus corona yang memenuhi
standar internasional. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk penanganan
wabah virus corona di dalam negeri (Kompas.com, 2020).

3
Salah satu Provinsi yang memiliki jumlah pasien positif corona (Covid-19)
terbesar yaitu Provinsi Jawa Timur. Pada tanggal 28 April 2020 jumlah pasien positif
Covid-19 di Jawa Timur bertambah menjadi 61 orang, sehingga total kasus positif
857 orang (CNBC Indonesia, 2020).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud penyakit infeksi Covid-19?
2. Bagaimana etiologi pada penyakit infeksi Covid-19?
3. Apa saja tanda dan gejala pada penyakit infeksi Covid-19?
4. Apa patofisiologi penyakit infeksi Covid-19?
5. Bagaimana kasus covid-19 pada wanita hamil?
6. Bagaimana perawatan wanita hamil dengan covid-19?
7. Bagaimana transmisi vertikal sars-cov-2 dari ibu ke janin?
8. Bagaimana persalinan pada wanita dengan covid-19?
9. Apa pengaruh covid-19 pada perkembangan bayi?
10. Bagaimana covid-19 pada ibu menyusui?
11. Bagaimana cara pencegahan penyakit infeksi covid-19?
12. Apa komplikasi penyakit infeksi covid-19?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui penyakit infeksi Covid-19
2. Untuk mengetahui etiologi pada penyakit infeksi Covid-19
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada penyakit infeksi Covid-19
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit infeksi Covid-19
5. Untuk mengetahui kasus covid-19 pada wanita hamil
6. Untuk mengetahui perawatan wanita hamil dengan covid-19
7. Untuk mengetahui transmisi vertikal sars-cov-2 dari ibu ke janin
8. Untuk mengetahui persalinan pada wanita dengan covid-19
9. Untuk mengetahui pengaruh covid-19 pada perkembangan bayi
10. Untuk mengetahui covid-19 pada ibu menyusui
11. Untuk mengetahui cara menangani penyakit infeksi Covid-19
12. Untuk mengetahui komplikasi penyakit infeksi Covid-19

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Coronavirus (Covid-19) merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan
penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius
seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernapasan Akut
Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Penyakit ini terutama menyebar
di antara orang-orang melalui tetesan pernapasan dari batuk dan bersin. Virus ini
dapat tetap bertahan hingga tiga hari dengan plastik dan stainless steel SARS CoV-2
dapat bertahan hingga tiga hari atau dalam aerosol selama tiga jam (Kemendagri,
2020:3). Sesuai hal tersebut, coronavirus hanya bisa berpindah melalui perantara
dengan media tangan, baju ataupun lainnya yang terkena tetesan batuk dan bersin.
Virus corona merupakan virus yang menyerang saluran pernafasan dan menyebabkan
demam tinggi, batuk, flu, sesak nafas serta nyeri tenggorokan. Penyebaran virus ini
sangatlah cepat sehingga memakan banyak nyawa di berbagai Negara.
Penyakit yang muncul di Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat Tiongkok
(RRT) alias China, Desember 2019. Virus ini terdeteksi muncul pertama kali di
Wuhan Cina pada bulan Desember 2019. Pada akhir bulan Januari, tepatnya 30
Januari 2020, The International Health regulations (IHR) Emergency Committee dari
Word Health Organization (WHO) mendeklarasikan penyakit ini sebagai kejadian
luar biasa dan menjadi perhatian internasional. WHO pada 11 Februari
mengumumkan bahwa COVID-19 menjadi nama resmi dari penyakit ini. “CO”
berarti “CORONA”, “VI” berarti “Virus”, dan “D” untuk “Disease”. Lalu “19”
merupakan penanda tahun virus ini ditemukan, yaitu, 2019.
Virus corona atau coronavirus (CoV) ada banyak macamnya, tujuh di
antaranya diketahui menimbulkan penyakit pada manusia. Beberapa CoV yang
biasanya menyerang hewan telah diketahui berevolusi menginfeksi manusia. CoV
yang di Wuhan adalah jenis terbaru, dinamakan novel coronavirus 2019 atau 2019-
nCoV. Jenis ini diduga berasal dari pasar hewan dan makanan laut yang besar. Ada
laporan yang menyatakan kasus yang timbul belakangan tidak terkait dengan pasar
hewan. Artinya, penyebaran dari orang ke orang mulai terjadi. Sindrom pernapasan
akut berat atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan sindrom pernapasan

5
Timur Tengah atau Middle East Respiratory Syndrome (MERS) juga disebabkan oleh
CoVyang telah berpindah dari hewan ke manusia.
Pada 11 Maret 2020, WHO secara resmi menyatakan COVID-19 sebagai
pamdemi. Pademi adalah wabah atau penyakit yang berjangkit secara bersamaan
dengan penyebaran secara global di seluruh dunia. Tujuan WHO menyatakan status
pandemi adalah agar semua Negara di dunia meingkatkan kewaspadaannya mencegah
maupun menangani wabah COVID-19.

B. Etiologi
Pada awalnya diketahui virus ini mungkin memiliki kesamaan dengan SARS dan
MERS CoV, tetapi dari hasil evaluasi genomik isolasi dari 10 pasien, didapatkan
kesamaan mencapai 99% yang menunjukkan suatu virus baru, dan menunjukkan
kesamaan (identik 88%) dengan batderived severe acute respiratory syndrome
(SARS)-like coronaviruses, bat-SL-CoVZC45 dan bat-SLCoVZXC21, yang diambil
pada tahun 2018 di Zhoushan, Cina bagian Timur, kedekatan dengan SARS-CoV
adalah 79% dan lebih jauh lagi dengan MERS-CoV (50. Analisis filogenetik
menunjukkan COVID-19 merupakan bagian dari subgenus Sarbecovirus dan genus
Betacoronavirus. Penelitian lain menunjukkan protein (S) memfasilitasi masuknya
virus corona ke dalam sel target. Proses ini bergantung pada pengikatan protein S ke
reseptor selular dan priming protein S ke protease selular. Penelitian hingga saat ini
menunjukkan kemungkinan proses masuknya COVID-19 ke dalam sel mirip dengan
SARS. Hai ini didasarkan pada kesamaan struktur 76% antara SARS dan COVID-19.
Sehingga diperkirakan virus ini menarget Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2)
sebagai reseptor masuk dan menggunakan serine protease TMPRSS2 untuk priming S
protein, meskipun hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Proses
imunologik dari host selanjutnya belum banyak diketahui. Dari data kasus yang ada,
pemeriksaan sitokin yang berperan pada ARDS menunjukkan hasil terjadinya badai
sitokin (cytokine storms) seperti pada kondisi ARDS lainnya. Dari penelitian sejauh
ini, ditemukan beberapa sitokin dalam jumlah tinggi, yaitu: interleukin-1 beta (IL-1β),
interferon-gamma (IFN-γ), inducible protein/CXCL10 (IP10) dan monocyte
chemoattractant protein 1 (MCP1) serta kemungkinan mengaktifkan T-helper-1
(Th1). Selain sitokin tersebut, COVID-19 juga meningkatkan sitokin T-helper-2 (Th2)
(misalnya, IL4 and IL10) yang mensupresi inflamasi berbeda dari SARS-CoV. Data
lain juga menunjukkan, pada pasien COVID-19 di ICU ditemukan kadar granulocyte-

6
colony stimulating factor (GCSF), IP10, MCP1, macrophage inflammatory proteins
1A (MIP1A) dan TNFα yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak
memerlukan perawatan ICU. Hal ini mengindikasikan badai sitokin akibat infeksi
COVID-19 berkaitan dengan derajat keparahan penyakit.
(Jurnal Respirologi Indonesia Vol.40, No. 2. 2020)

C. Patofisiologi
Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan.
Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan kemampuannya
menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda, kucing dan ayam.
Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan dari
hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa patogen dan bertindak
sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu. Kelelawar, tikus bambu, unta dan
musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk Coronavirus. Coronavirus pada
kelelawar merupakan sumber utama untuk kejadian severe acute respiratorysyndrome
(SARS) dan Middle East respiratory syndrome (MERS) (PDPI, 2020). (Yuliana,
2020)
Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya. Virus tidak
bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus setelah menemukan sel host
sesuai tropismenya. Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host diperantarai
oleh Protein S yang ada dipermukaan virus. Protein S penentu utama dalam
menginfeksi spesies host-nya serta penentu tropisnya (Wang, 2020). (Yuliana, 2020)
Pada studi SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel host yaitu
enzim ACE-2 (angiotensin-converting enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada
mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus,
sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus
halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos. (Yuliana, 2020)
Peran Reseptor ACE-2
SARS-CoV-2 menggunakan reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang
ditemukan pada traktus respiratorius bawah manusia dan enterosit usus kecil sebagai
reseptor masuk. Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE-2 pada
permukaan sel manusia. Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur receptor
binding domain (RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi membran
antara sel virus dan sel inang.

7
Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom
virus. Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui
translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah
perakitan dan rilis virus.
Replikasi Virus di Dalam Sel
Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam sitoplasma sel
inang. RNA virus akan mentranslasikan poliprotein pp1a dan pp1ab dan
membentuk replication/transcription complex (RTC). Selanjutnya, RTC akan
mereplikasi dan menyintesis subgenomik RNA yang mengodekan pembentukan
protein struktural dan tambahan. Gabungan retikulum endoplasma, badan golgi,
genomik RNA, protein nukleokapsid, dan glikoprotein envelope akan membentuk
badan partikel virus. Virion kemudian akan berfusi ke membran plasma dan
dikeluarkan dari sel-sel yang terinfeksi melalui eksositosis.

Penyebaran Virus ke Seluruh Organ

Virus-virus yang dikeluarkan kemudian akan menginfeksi sel ginjal, hati,


intestinal, dan limfosit T, dan traktus respiratorius bawah, yang kemudian
menyebabkan gejala pada pasien. Gejala dan tanda COVID-19 terutama berupa
infeksi saluran napas, tetapi dapat juga menyebabkan di saluran pencernaan seperti
diare, mual, dan muntah, jantung seperti miokarditis, saraf seperti anosmia bahkan
stroke, serta mata dan kulit. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus dari saluran
napas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah
penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari (PDPI,
2020). (Yuliana, 2020)

D. Tanda dan Gejala


Gejala awal infeksi virus Corona atau COVID-19 bisa menyerupai gejala flu, yaitu
demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala. Setelah itu, gejala
dapat hilang dan sembuh atau malah memberat. Penderita dengan gejala yang berat
bisa mengalami demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas, dan
nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul ketika tubuh bereaksi melawan virus
Corona.
Secara umum, ada 3 gejala umum yang bisa menandakan seseorang terinfeksi virus
Corona, yaitu:

8
1) Demam (suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius)
2) Batuk kering
3) Sesak napas
Ada beberapa gejala lain yang juga bisa muncul pada infeksi virus Corona meskipun
lebih jarang, yaitu:
1) Diare
2) Sakit kepala
3) Konjungtivitis
4) Hilangnya kemampuan mengecap rasa atau mencium bau
5) Ruam di kulit
Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu
setelah penderita terpapar virus Corona.
(Tarigan, Amalia Putri. 2020)

E. Kasus COVID-19 pada Wanita Hamil


Dilaporkan bahwa wanita hamil juga rentan terhadap infeksi severe acute
respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2), yang dapat meningkatkan risiko
yang merugikan pada ibu hamil. Dengan penyebaran COVID-19 ini, kekhawatiran
akan penularan intrauterin dari ibu ke janin pada wanita hamil. Pneumonia akibat
virus merupakan salah satu penyebab utama kematian pada ibu hamil di seluruh
dunia. Hal yang paling sering dipertanyakan kaitannya dengan penyebaran COVID-19
pada ibu hamil yaitu gejala pneumonia yang dirasakan pada wanita hamil berbeda dari
wanita yang tidak hamil, kemungkinan kematian ibu dan bayi baru lahir, komplikasi
kehamilan atau kelahiran yang prematur, banyak kasus COVID-19 yang
ditransmisikan ke bayi. Saat ini, masih sedikit penelitian yang meneliti status COVID-
19 pada populasi ibu hamil dan perinatal.
Wanita hamil dilakukan screening dan dikategorikan menjadi risiko rendah,
sedang, atau tinggi untuk infeksi COVID-19, yang dilakukan di Indonesia yaitu
sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang
Tanpa Gejala (OTG) dan Kasus Terkonfirmasi. Hal ini dilakukan untuk menentukan
disposisi pasien dan jenis tindakan pencegahan pengendalian infeksi yang diperlukan
oleh staf layanan kesehatan.
Dalam epidemi ini, penting untuk menstandarkan skrining, penerimaan, dan
manajemen semua ibu hamil yang dicurigai/dikonfirmasi terinfeksi COVID-19 dan
9
menyiapkan ruang bersalin dengan cara sebaik mungkin. Manajemen harus dilakukan
sesuai dengan pedoman lokal, federal, dan internasional, dan strategi tatalaksana juga
telah disiapkan. Setelah seorang wanita hamil diduga/ dikonfirmasi infeksi COVID-
19, perawatan ibu dan melahirkan akan menjadi sulit, rumit dan menantang
dibandingkan pada ibu yang tidak terkonfirmasi COVID-19.
Pada ibu hamil yang telah mengalami infeksi SARS-CoV-2, terjadi
peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi yaitu IL-6, IL-12, IL-1β, dan IFNγ yang
menyebabkan kerusakan paru-paru. Adanya perubahan hormonal yang mengubah
kondisi fisiologi dan sistem imun menjadi Th2 yang lebih dominan, menyebabkan
ekspresi sitokin anti inflamasi dapat mengimbangi ekspresi sitokin proinflamasi,
seperti IL-6 yang menyebabkan keparahan dan kematian pada pasien COVID-19. Hal
ini menyebabkan tingkat keparahan COVID-19 pada ibu hamil lebih rendah
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Meski sebagian besar data multisenter
menyebutkan bahwa sebagian besar kasus COVID-19 pada ibu hamil ringan dan
sedang, pada kondisi sedang dan kritis dapat menyebabkan ibu hamil dapat masuk
ruang ICU dan mengalami kematian.
Wanita hamil yang terpapar SARS-CoV-2 dapat terjadi baik pada trimester
pertama, kedua, maupun ketiga. Pada tahap awal kehamilan, infeksi SARS-CoV-2
mungkin berpotensi dapat mempengaruhi organogenesis dan perkembangan janin,
walaupun sejauh ini transmisi SARS-CoV-2 secara vertikal dari ibu kepada janin
belum terbukti. Hal yang pasti bahwasannya semakin dini terjadinya kasus infeksi,
maka risiko abortus semakin besar sebab kondisi ibu yang menurun dapat
mempengaruhi aliran nutrisi dan oksigen melalui plasenta pada perkembangan janin.
Kondisi ibu hamil sangat beragam dan sangat menentukan kondisi ibu dan janin
selama masa kehamilan dan post-partum. Gejala yang timbul pada setiap wanita bisa
sangat berbeda tergantung dari banyak hal, salah satunya kondisi obesitas dan adanya
penyakit penyerta.
(Medica Hospitalia | Vol. 7, No. 1A, Agustus 2020 – Edisi Khusus Covid-19)

Gejala COVID-19 pada ibu hamil


Gejala COVID-19 pada ibu hamil tidak berbeda yang dialami orang pada umumnya.
Gejala COVID-19 pada ibu hamil biasanya ditandai dengan terjadinya demam, batuk,
dan pilek disertai anosmia (Hilangnya kemampuan mengecap rasa atau mencium
bau). Ibu hamil sebaiknya waspada kalau gejala-gejala ini tidak sembuh selama 2-3

10
hari setelah minum obat. Dalam kondisi seperti ini ibu hamil sebaiknya melakukan tes
swab PCR. Sebelum hasil keluar, jangan lupa untuk isolasi mandiri di rumah agar
tidak menularkan virus ke anggota keluarga lain.

11
Klasifikasi gejala COVID-19
Secara umum, klasifikasi gejala COVID-19 adalah tanpa gejala, gejala ringan, sedang,
berat, dan kritis. Semua ibu hamil yang positif COVID-19 dengan kasus tanpa gejala
dan gejala ringan boleh dirawat di rumah. Tapi, jika mengalami gejala sedang, berat,
atau kritis, maka dia harus segera dirawat di rumah sakit.

1. Kasus tanpa gejala dan gejala ringan ditandai dengan beberapa gejala seperti,
demam, batuk, sakit kepala, anosmia, kelelahan, nyeri otot dan tulang, nyeri
tenggorokan, mual dan muntah, pilek, nyeri perut, diare, dan tingkat saturasi
oksigen lebih dari 95 persen.
2. Gejala sedang ditandai dengan beberapa gejala berikut seperti, demam, batuk,
sesak napas, napasnya cepat 20-30 per menit dengan tingkat saturasi oksigen
kurang dari 95 persen di udara ruangan.
3. Gejala berat ditandai dengan pernapasannya lebih dari 30 kali tarikan per menit
sehingga ibu menjadi sesak napas. Saturasi oksigen juga menunjukkan nilai
kurang dari 95 persen di udara ruangan. Pada kondisi ini, ibu hamil harus segera
mendapatkan perawatan di rumah sakit dengan alat bantu pernapasan.

F. Perawatan Wanita Hamil dengan COVID-19


Berdasarkan berbagai studi klinis yang ada di Asia, ada berbagai jenis obat
antivirus yang diberikan pada ibu hamil. Di Hong Kong, Tiongkok, penggunaan
kombinasi lopinavir/ritonavir dan ribavirin memiliki resiko yang lebih rendah
terhadap Adverse Events dibandingkan dengan terapi tunggal ribavirin seperti Acute
Respiratory Disease Syndrome (ARDS) dan kematian lebih rendah (2,5%
dibandingkan 33 28,8%).
Pemberian obat pada pasien COVID-19 wanita hamil dengan gejala ringan sebaiknya
memperhatikan obat yang non teratogenik. Pasien dengan kebutuhan oksigen yang
tinggi pada awal kehamilan perludilakukan monitor terhadap kondisi hipoksemia
untuk menjamin keselamatan ibu dan bayi. Untuk pasien yang mengalami gejala
infeksi berat selama awal kehamilan, prioritas pertama adalah untuk memastikan
keselamatan ibu. Keputusan penghentian kehamilan dini harus dipertimbangkan pada
faktor-faktor risiko termasuk viral load, generasi penularan, kisaran lesi paru oleh CT
Scan (lebih dari dua lobus), usia ibu, dan penyakit komorbid ibu (diabetes, penyakit
kardiovaskular, dll.

12
Berdasarkan rekomendasi penanganan infeksi virus Corona (COVID-19) pada
maternal (wanita hamil, bersalin, dan nifas) Pokjainfeksi saluran reproduksi
Perkumpulan Obstetri dan ginekologi Indonesia Tahun 2020, wanita hamil dengan
COVID-19 membutuhkan penanganan khusus meliputi antenatal, persalinan, dan post
partum. Prinsip-prinsip manajemen COVID-19 pada kehamilan meliputi :
a. Isolasi awal
b. Prosedur pencegahan infeksi sesuai standar
c. Terapi oksigen
d. Hindari kelebihan cairan
e. Pemberian antibiotik empiris (mempertimbangkan risiko sekunder akibat infeksi
bakteri)
f. Pemeriksaan Sars-Cov-2 dan pemeriksaan infeksi penyerta yang lain,
g. Pemantauan janin dan kontraksi uterus
h. Ventilasi mekanis lebih dini apabila terjadi gangguan pernapasan yang
progresif,
i. Perencanaan persalinan berdasarkan pendekatan individual / indikasi obstetri,
dan pendekatan berbasis tim dengan multidisi
(Medica Hospitalia | Vol. 7, No. 1A, Agustus 2020 – Edisi Khusus Covid-19)

G. Transmisi Vertikal SARS-CoV-2 dari Ibu ke Janin


Transmisi atau penularan COVID-19 secara vertikal mungkin dapat terjadi
dari ibu ke janin. Penelitian menyebutkan bahwa transmisi COVID-19 secara vertikal
terbukti tidak terjadi. Hal ini ditunjukkan baik dari hasil laboratorium pada sampel Ibu
dan juga sampel neonatus. Pada hari pertama kelahiran, dilakukan pengujian terhadap
cairan amnion, secret vagina, cord blood, plasenta, serum, dan swab anal. Adapun
hasil yang didapat, semua sampel tidak ditemukan adanya SARS-CoV-2. Sedangkan
hasil pengamatan yang dilakukan pada neonatus sejak hari pertama kelahiran hingga
hari ke-14 juga menunjukkan hasil negatif COVID-19 pada sampel swab tenggorokan
dan anal, serum, dan urin.
Ada transmisi vertikal dapat didukung oleh adanya infeksi pada plasenta Ibu,
namun sampai saat ini kasusnya masih sangat jarang. Berdasarkan studi profilling
ekspresi Single-Cell RNA Angiotensin-Converting Enzyme 2 (ACE2) pada Human
Maternal-Fetal Interface (plasenta) ditemukan adanya ekspresi ACE2 yang sangat
rendah. Data diperoleh melalui analisis bioinformatik dengan menggunakan single

13
cell RNA sequencing database dari Array Express (E-MTAB-6678). Hasil penelitian
ini mendukung fakta bahwa transmisi vertikal mungkin dapat terjadi dari ibu ke janin
dengan kasus yang sangat rendah dikarenakan ekspresi ACE2 pada plasenta
ditemukan sangat rendah.
(Medica Hospitalia | Vol. 7, No. 1A, Agustus 2020 – Edisi Khusus Covid-19)

H. Persalinan pada Wanita dengan COVID-19


Persalinan merupakan tahapan yang penting bagi ibu dan bayi. Cara persalinan
ditentukan oleh faktor obstetri dan urgensi klinis. Karena tidak ada bukti yang
meyakinkan tentang penularan vertikal, persalinan pervaginam tidak
dikontraindikasikan pada pasien dengan COVID-19. Ketika persalinan darurat
diperlukan pada ibu yang memiliki kondisi kritis, persalinan seksio sesaria harus
dilakukan. Indikasi untuk dilakukan seksio sesaria pada ibu yang mengalami
hemodinamik tidak stabil, kesulitan bernafas dengan ventilasi mekanis akibat uterus
yang berat, dan gangguan janin. Persalinan pervaginam atau persalinan sesar, harus
dilakukan dengan tindakan pencegahan menggunakan alat pelindung diri penuh
(APD) dan di ruangan dengan ventilasi tekanan negatif
Jika dibandingkan antara persalinan ibu hamil normal dengan COVID-19,
risiko gagal napas pada wanita hamil dengan COVID-19 lebih berat dibandingkan
dengan kondisi normal.
(Medica Hospitalia | Vol. 7, No. 1A, Agustus 2020 – Edisi Khusus Covid-19)

I. Pengaruh COVID-19 pada Perkembangan Bayi


Pada infeksi COVID-19 di usia kelahiran late pregnant menunjukkan tidak
satupun bayi lahir terkonfirmasi positif dari 7 kelahiran yang terjadi berdasarkan tes
RT-PCR. Dari keseluruhan bayi tidak ada yang mengalami asfiksia. Rata-rata berat
lahir bayi yang dilaporkan yaitu 2096 ± 660g diantaranya terdapat 2 bayi prematur
yang mengalami gejala mendengkur sedang (mild grunting) namun mereda dengan
bantuan non-invasive continuous positive airway pressure (nCPAP) ventilation.
Berdasarkan pengamatan X-ray dada ditemukan bahwa 2 kasus bayi premature
tersebut mengalami neonatal respiratory distress syndrome(NRDS).
COVID-19 pada trimester ketiga terbukti tidak menimbulkan respon imunitas
seluler maupun humoral pada fetus, serta tidak ada aktivitas diferensiasi limfosit
yang berlebihan. Tidak satupun dari 51 bayi yang terlahir dari ibu dengan COVID-19

14
yang menunjukkan gejala seperti demam maupun gangguan pernapasan. Berdasarkan
analisis ekspresi sel limfosit diketahui bahwa kadar limfosit secara umum normal
yaitu pada CD3, CD4, CD8 dan CD19. Sedangkan pada CD16-CD56 terdapat sedikit
penurunan kadar. Hanya ada 1 dari 51 (1,96%) bayi yang mengalami peningkatan
sitokin IL-6 yang ekstrim dan ditemukan adanya enterokolitis selama 3 minggu awal
paska kelahiran. Namun demikian, 50 dari 51 bayi (98,04%) tidak ditemukan adanya
gejala abnormal.
Pengaruh COVID - 19 terhadap perkembangan janin selama kehamilan belum
banyak diketahui. Sebuah korespondensi menyebutkan bahwa terdapat potensi
COVID-19 saat kehamilan dapat memicu terjadinya gangguan perkembangan syaraf
(neurodevelopmental disorder). Hal ini mungkin terjadi sebab COVID-19 dapat
mempengaruhi sistem imun dari ibu yang memungkinkan terjadinya perubahan
epigenetik pada DNA janin. Selain dapat menimbulkan epigenetik, peningkatan kadar
sitokin sebagai aktivitas sistem imun dapat memicu terjadinya Autism Spectrum
Disorder (ASD) dan Schizophrenia. Peningkatan IL-6 pada ibu hamil juga dapat
menimbulkan perubahan struktur otak, gangguan fungsi otak seperti gangguan fungsi
memori, serta gangguan neuro psikiatrik.Namun sejauh ini, belum ada kasus klinis
yangmenunjukkan adanya gangguan perkembangan syaraf otak pada janin yang
terjadi karena adanya COVID-19 pada ibu hamil.
(Medica Hospitalia | Vol. 7, No. 1A, Agustus 2020 – Edisi Khusus Covid-19)

J. COVID-19 pada Ibu Menyusui


ASI merupakan nutrisi penting bagi kehidupan pertama bayi. Pada kasus
kelahiran dengan ibu yang positif COVID-19, inisiasi dini untuk memberikan ASI
sangat berbahaya untuk dilakukan. Jika memungkinkan, ASI tidak diberikan langsung
namun dengan pumping. Namun pertanyaannya adalah, apakah di dalam Air Susu Ibu
(ASI) ditemukan asam nukleat virus SARS-CoV-2. Jika di dalam ASI terdapat
material genetik virus SARS-CoV-2, hal ini tentu akan menjadi media penularan
COVID-19.
Berdasarkan berbagai studi yang telah dilakukan pada berbagai penelitian,
diketahui bahwa tidak ditemukan asam nukelat SARS-CoV-2 pada sampel ASI ibu
terkonfirmasi positif COVID-19. Sejak hari pertama kelahiran sampai hari ke-14,
tidak ditemukan adanya asam nukleat virus SARS-CoV-2 pada sampel ASI dari 21
ibu terkonfirmasi positif. Begitu juga dengan penelitian lain menyebutkan bahwa

15
tidak ditemukan adanya materi genetik virus SARS-CoV-2 pada sampel ASI dari ibu
yang terkonfirmasi positif COVID-19.
(Medica Hospitalia | Vol. 7, No. 1A, Agustus 2020 – Edisi Khusus Covid-19)
K. Pencegahan
COVID-19 merupakan penyakit yang baru ditemukan oleh karena itu pengetahuan
terkait pencegahannya masih terbatas. Kunci pencegahan meliputi pemutusan rantai
penularan dengan isolasi, deteksi dini, dan melakukan proteksi dasar.

1) Vaksin

Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah pembuatan vaksin guna membuat
imunitas dan mencegah transmisi. Saat ini terdapat 3 jenis vaksin (vaksin mRNA,
vaksin vektor virus, Vaksin subunit protein) (Amanda et Al, 2021). Tak satu pun dari
jenis Vaksin ini yang dapat menyebabkan COVID-19 karena vaksin tersebut
mengandung antigen yang merangsang tubuh sistem kekebalan untuk menghasilkan
antibodi terhadap protein SARS-CoV-2 (CDC, 2020). Vaksin ini dapat ditoleransi
dengan baik di semua populasi tanpa mengkhawatirkan keamanan yang serius. Efek
samping ringan termasuk kelelahan dan sakit kepala setelah dosis vaksin kedua.
Sangat dianjurkan agar vaksin tersebut diberikan harus digunakan pada wanita hamil
dan menyusui (Zahn, 2020) (Literatur Review Prosiding Seminar Nasional
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta 2021)

2) Deteksi dini dan Isolasi

Seluruh individu yang memenuhi kriteria suspek atau pernah berkontak dengan pasien
yang positif COVID-19 harus segera berobat ke fasilitas kesehatan. WHO juga sudah
membuat instrumen penilaian risiko bagi petugas kesehatan yang menangani pasien
COVID-19 sebagai panduan rekomendasi tindakan lanjutan.

a. Bagi kelompok risiko tinggi, direkomendasikan pemberhentian seluruh aktivitas


yang berhubungan dengan pasien selama 14 hari, pemeriksaan infeksi SARS-
CoV-2 dan isolasi.
b. Pada kelompok risiko rendah, dihimbau melaksanakan pemantuan mandiri setiap
harinya terhadap suhu dan gejala pernapasan selama 14 hari dan mencari bantuan
jika keluhan memberat.

16
c. Pada tingkat masyarakat, usaha mitigasi meliputi pembatasan berpergian dan
kumpul massa pada acara besar (social distancing).
Pemerintah Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020
tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) telah menyatakan Covid-19 sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat
yang wajib dilakukan upaya penaggulangan. Penyelenggaraan kekarantinaan
kesehatan merupakan tanggung jawab bersama pemerintah pusat dan pemerintah
daerah sebagai bentuk perlindungan terhadap kesehatan masyarakat dari penyakit
dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat sehingga wabah dan kedaruratan
kesehatan masyarakat Covid-19 dapat segara diatasi, salah satu tindakan
kekarantinaan kesehatan berupa Pembatasan. (Permadi, Wahyu Bambang. 2021)

3) Higiene, Cuci Tangan, dan Disinfeksi


Rekomendasi WHO dalam menghadapi wabah COVID-19 adalah melakukan proteksi
dasar, yang terdiri dari cuci tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun dan air,
menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki gejala batuk atau bersin, melakukan
etika batuk atau bersin, dan berobat ketika memiliki keluhan yang sesuai kategori
suspek. Rekomendasi jarak yang harus dijaga adalah satu meter. Pasien rawat inap
dengan kecurigaan COVID-19 juga harus diberi jarak minimal satu meter dari pasien
lainnya, diberikan masker bedah, diajarkan etika batuk/bersin, dan diajarkan cuci
tangan.
Perilaku cuci tangan harus diterapkan oleh seluruh petugas kesehatan pada lima
waktu, yaitu sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur, setelah
terpajan cairan tubuh, setelah menyentuh pasien dan setelah menyentuh lingkungan
pasien. Air sering disebut sebagai pelarut universal, namun mencuci tangan dengan air
saja tidak cukup untuk menghilangkan coronavirus karena virus tersebut merupakan
virus RNA dengan selubung lipid bilayer. Sabun mampu mengangkat dan mengurai
senyawa hidrofobik seperti lemak atau minyak. Selain menggunakan air dan sabun,
etanol 62-71% dapat mengurangi infektivitas virus. Oleh karena itu, membersihkan
tangan dapat dilakukan dengan hand rub berbasis alkohol atau sabun dan air. Berbasis
alkohol lebih dipilih ketika secara kasat mata tangan tidak kotor sedangkan sabun
dipilih ketika tangan tampak kotor.
Hindari menyentuh wajah terutama bagian wajah, hidung atau mulut dengan
permukaan tangan. Ketika tangan terkontaminasi dengan virus, menyentuh wajah

17
dapat menjadi portal masuk. Terakhir, pastikan menggunakan tisu satu kali pakai
ketika bersin atau batuk untuk menghindari penyebaran droplet.

4) Penggunaan Masker N95 dibandingkan Surgical Mask


Berdasarkan rekomendasi CDC, petugas kesehatan yang merawat pasien yang
terkonfirmasi atau diduga COVID-19 dapat menggunakan masker N95 standar.
Masker N95 juga digunakan ketika melakukan prosedur yang dapat menghasilkan
aerosol, misalnya intubasi, ventilasi, resusitasi jantung-paru, nebulisasi, dan
bronkoskopi. Masker N95 dapat menyaring 95% partikel ukuran 300 nm meskipun
penyaringan ini masih lebih besar dibandingkan ukuran SARS-CoV-2 (120-160 nm).
Meta-analisis oleh Offeddu, dkk. melaporkan bahwa masker N95 memberikan
proteksi lebih baik terhadap penyakit respirasi klinis dan infeksi bakteri tetapi tidak
ada perbedaan bermakna pada infeksi virus atau influenza like illness. Radonovich,
dkk. tidak menemukan adanya perbedaan bermakna kejadian influenza antara
kelompok yang menggunakan masker N95 dan masker bedah. Meta analisis Long Y,
dkk. juga mendapatkan hal yang serupa.

5) Mempersiapkan Daya Tahan Tubuh


Asupan gizi pada ibu hamil Sangat penting dan tidak boleh diabaikan karena
membantu Menunjang kesehatan dan Perkembangan janin. MeminumVitamin C
menjadi salah satu cara Peningkatan kekebalan tubuh di Masa pandemi COVID-19
(Hidayah, 2020).

Penyerapan zat besi dapat Dibantu dengan mengonsumsi Vitamin C. Kekurangan


vitamin C Dikaitkan dengan peningkatan Respon imun dan kerentanan Terhadap
infeksi. Seseorang yang Kekurangan vitamin C juga lebih Berisiko terkena COVID-
19 karena Sistem kekebalan melemah (Hidayah, 2020).
(Literatur Review Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta 2021)

Terdapat beragam upaya dari berbagai literatur yang dapat memperbaiki daya tahan
tubuh terhadap infeksi saluran napas. Beberapa di antaranya adalah
a. Berhenti merokok dan konsumsi alkohol. Berhenti merokok dapat menurunkan
risiko infeksi saluran napas atas dan bawah. Merokok menurunkan fungsi

18
proteksi epitel saluran napas, makrofag alveolus, sel dendritik, sel NK, dan
sistem imun adaptif. Merokok juga dapat meningkatkan virulensi mikroba dan
resistensi antibiotika. Suatu meta-analisis dan telaah sistematik menunjukkan
bahwa konsumsi alkohol berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia
komunitas. ARDS juga berhubungan dengan konsumsi alkohol yang berat.
Konsumsi alkohol dapat menurunkan fungsi neutrofil, limfosit, silia saluran
napas, dan makrofag alveolus.
b. Memperbaiki kualitas tidur. Kurang tidur juga dapat berdampak terhadap
imunitas. Gangguan tidur berhubungan dengan peningkatan kerentanan
terhadap infeksi yang ditandai dengan gangguan proliferasi mitogenik limfosit,
penurunan ekspresi HLA-DR, upregulasi CD14+, dan variasi sel limfosit T
CD4+ dan CD8+.
c. Konsumsi suplemen. Salah satu suplemen yang didapatkan bermanfaat yaitu
vitamin D. Suatu meta-analisis dan telaah sistematik menunjukkan bahw
suplementasi vitamin D dapat secara aman memproteksi terhadap infeksi
saluran napas akut. Efek proteksi tersebut lebih besar pada orang dengan kadar
25-OH vitamin D kurang dari 25 nmol/L dan yang mengonsumsi harian atau
mingguan tanpa dosis bolus. Suplementasi probiotik juga dapat memengaruhi
respons imun. Defisiensi seng juga berhubungan dengan penurunan respons
imun. Suatu meta-analisis tentang suplementasi seng pada anak menunjukkan
bahwa suplementasi rutin seng dapat menurunkan kejadian infeksi saluran
napas bawah akut.
(Susilo, aditya.2020)

Pencegahan Penyebaran Covid -19 bagi ibu dan bayi


Penularan penyakit ini berasal dari droplet, hindari penggunaan alat makan
yang bersama-sama dari ibu dan bayi. Cara terbaik untuk mencegah penyebaran
COVID-19 adalah dengan menerapkan langkah-langkah yang digunakan untuk
membatasi penyebaran influenza musiman.
Klinik prenatal harus memastikan semua wanita hamil dan pengunjungnya
diperiksa untuk mengetahui gejala demam dan pernapasan, dan wanita yang bergejala
harus diisolasi dari wanita yang sehat dan diharuskan memakai masker.
Bagaimanapun, jika pasien memilih untuk menyusui, ia harus mengenakan masker
karena kedekatannya antara ibu dan anak, untuk mengurangi risiko penularan droplet.

19
Terdapatnya antibodi SARS-CoV-2 dalam ASI tergantung pada usia kehamilan kapan
ibu terinfeksi dan jika ada penggunaan kortikosteroid dosis tinggi sebelumnya yang
dapat menekan respons antibodi ibu. (Ramadhani, HS dkk. 2020)
L. Komplikasi
Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adalah ARDS, tetapi Yang, dkk.
menunjukkan data dari 52 pasien kritis bahwa komplikasi tidak terbatas ARDS,
melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan ginjal akut (29%), jejas kardiak
(23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%). Komplikasi lain yang telah
dilaporkan adalah syok sepsis, koagulasi intravaskular diseminata (KID),
rabdomiolisis, hingga pneumomediastinum.

1) Pankreas
Ekspresi ACE2 di pankreas tinggi dan lebih dominan di sel eksokrin dibandingkan
endokrin. Hal ini juga diperkuat data kejadian pankreatitis yang telah dibuktikan
secara laboratorium dan radiologis. Bila ini memang berhubungan, maka perlu
perhatian khusus agar tidak berujung pada pankreatitis kronis yang dapat memicu
inflamasi sistemik dan kejadian ARDS yang lebih berat. Namun, peneliti belum dapat
membuktikan secara langsung apakah SARS-CoV-2 penyebab kerusakan pankreas
karena belum ada studi yang menemukan asam nukleat virus di pankreas.

2) Miokarditis
Miokarditis fulminan telah dilaporkan sebagai komplikasi COVID-19. Temuan terkait
ini adalah peningkatan troponin jantung, myoglobin, dan n-terminal brain natriuretic
peptide. Pada pemeriksaan lain, dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri, penurunan
fraksi ejeksi, dan hipertensi pulmonal. Miokarditis diduga terkait melalui mekanisme
badai sitokin atau ekspresi ACE2 di miokardium.149

3) Kerusakan Hati
Peningkatan transaminase dan biliriubin sering ditemukan, tetapi kerusakan liver
signifikan jarang ditemukan dan pada hasil observasi jarang yang berkembang
menjadi hal yang serius. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada kasus COVID-19
berat. Elevasi ini umumnya maksimal berkisar 1,5 - 2 kali lipat dari nilai normal.
Terdapat beberapa faktor penyebab abnormalitas ini, antara lain kerusakan langsung

20
akibat virus SARSCoV-2, penggunaan obat hepatotoksik, ventilasi mekanik yang
menyebabkan kongesti hati akibat peningkatan tekanan pada paru.

Komplikasi pada kehamilan.


Sampai sekarang, outcome klinis ibu dengan COVID-19 memiliki prognosis
lebih baik dibandingkan dengan infeksi SARS dan MERS. Pada SARS dan MERS ibu
hamil yang mengalami kegagalan pernapasan yang progresif dan sepsis berat adalah
penyebab paling sering ditemukan pada kasus kematian. Hal ini merupakan bukan
suatu hal yang mengganjal, mengingat kecenderungan double infeksi dengan bakteri
dapat terjadi karena cedera pada mukosa langsung, disregulasi respons imun, dan
perubahan pada pernapasan.
Komplikasi janin pada ibu yang terinfeksi COVID-19 yaitu keguguran (2%),
Intra Uterine Growth Restriction (IUGR; 10%), dan kelahiran prematur (39%).
Demam dengan suhu rata-rata 38.1-39.00 C, merupakan gejala yang umum terjadi
pada ibu dengan COVID-19. Studi kohort pada pasien dengan infeksi lain belum
menunjukkan peningkatan risiko kelainan kongenital dari pireksia ibu pada kehamilan
trimester pertama, meskipun gangguan kurangnya perhatian masa kanak-kanak lebih
umum terjadi, mungkin terkait dengan cedera hipertermik pada neuron janin. Keadaan
ini menggambarkan bahayanya ibu dengan terinfeksi COVID-19, kondisi yang paling
serius. (Ramadhani, HS dkk. 2020)

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi COVID-19 yang disebabkan virus corona baru merupakan suatu
pandemik baru dengan penyebaran antar manusia yang sangat cepat. Derajat penyakit
dapat bervariasi dari infeksi saluran napas atas hingga ARDS. Diagnosis ditegakkan
dengan RT-PCR, hingga saat ini belum ada terapi antivirus khusus dan belum
ditemukan vaksin untuk COVID-19. Diperlukan pengembangan mengenai berbagai
hal termasuk pencegahan di seluruh dunia.
COVID-19 adalah penyakit baru yang telah menjadi pandemi. Penyakit ini
harus diwaspadai karena penularan yang relatif cepat, memiliki tingkat mortalitas
yang tidak dapat diabaikan, dan belum adanya terapi definitif. Masih banyak
knowledgegap dalam bidang ini sehingga diperlukan studi-studi lebih lanjut.

B. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami sebagai mahasiswi untuk
meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai Obstetri yang membahas tentang
Menguraikan Penyakit Infeksi Covid-19 Serta bermanfaat bagi institusi/bidan sebagai
bahan pertimbangan untuk perbandingan dalam meningkatkan pelayanan asuhan
kebidanan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Fitriani, Feni dkk. 2020. ‘Jurnal Respirologi Indonesia”. Vol. 40, No. 2. Jakarta Timur.

Tarigan, Amalia Putri. 2020. “Penyakit Menular dan Virus Corona.” Medan, Sumatera Utara.

Permadi, Wahyu Bambang. 2021. “Skripsi Dasar Hukum Pemerintahan Dalam Menerapkan
Pembatasan Sosial Berskala Besar Akibat Pandemi Virus Covid-19”. Palembang:
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.

Susilo, Aditya. 2020. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia Vol.7, No.1. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Yuliana. 2020. “Corona Virus Diseases (Covid-19)”. Vol 2, No 1. Lampung: Wellness and
Healthy Magazine, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Rohmah. Martina Kurnia, dkk. 2020. Medica Hospitalia “Journal of Clinical Medicine “ Vol.
7, No. 1A, Agustus 2020 - Edisi Khusus Covid-19. Sidoarjo. Jawa Timur

Eliyun, Nur, dkk. 2021. Literature Review Prosiding Seminar Nasional Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta 2021

Ramadhani, HS dkk. 2020. “COVID-19 pada Kehamilan: Apakah berbahaya?” Jurnal Vol.
10 No 2. Lampung: Medula Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Bagian
Obstetri dan Ginekologi dan Bagian Penyakit Dalam

23

Anda mungkin juga menyukai