Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH OBSTETRI

MENGURAIKAN PENYAKIT
SISTEMIK DIABETES MELLITUS (DM)

DOSEN PEMBIMBING:
Sri Wahyuni, SST.,S.Pd., M.Kes.

DISUSUN OLEH:
Allisya Rafaela Cantika
Anisya Silvita Febryanti
Dhea Nur Fadillah
Jesy Agleysia

PRODI D3 KEBIDANAN BOJONEGORO


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga makalah kami
yang berjudul “Menguraikan Penyakit Sistemik Diabetes Mellitus (DM)” dapat terselesaikan
dengan baik. Terima kasih kepada IbuSri Wahyuni, SST., S.Pd.,M.Kes. yang telah memberikan
tugas kepada kami sehingga dapat menyusun dan meyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah
ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menjadi acuan bagi
kami untuk lebih baik lagi.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca dan dapat bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Bojonegoro, 06 September 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I 4

A. Latar Belakang......................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................4

C. Tujuan Pembahasan..............................................................................................................5

BAB II 6

A. Pengertian Diabetes Mellitus................................................................................................6

B. Etiologi Diabetes Mellitus....................................................................................................6

C. Tanda Dan Gejala Diabetes Mellitus.................................................................................7

D. Patofisiologis Diabetes Mellitus...........................................................................................9

E. Penanganan Diabetes Mellitus............................................................................................10

F. Komplikasi Diabetes Mellitus............................................................................................18

BAB III 25

A. Kesimpulan.........................................................................................................................25

B. Saran...................................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA 26

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada
sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Brunner & Suddarth, 2014). Diabetes
Mellitus (DM) adalah suatu keadaan hiperglikemia yang disebabkan penurunankecepatan
insulin oleh sel-sel beta pulau langerhans dalam pankreas (Guyton, 2012).

B. RumusanMasalah
1. Bagaimanakah Definisi Dari Penyakit Sistemik Diabetes Mellitus?

2. Bagaimanakah Etiologi Dari Penyakit Sistemik Diabetes Mellitus?

3. Bagaimanakah Tanda Dan Gejala Dari Penyakit Sistemik Diabetes Mellitus?

4. Bagaimanakah Patofisiologi Dari Penyakit Sistemik Diabetes Mellitus?

5. Bagaimanakah Penanganan Dari Penyakit Sistemik Diabetes Mellitus?

6. Bagaimanakah Komplikasi Dari Penyakit Sistemik Diabetes Mellitus?

7. Bagaimanakah Penatalaksanaan Diabetes Pada Kehamilan?

8. Bagaimanakah Penatalaksanaan Diabetes Pada Persalinan?

4
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui Definisi Dari Penyakit Sistemik Diabetes Mellitus

2. Untuk Mengetahui Etiologi Dari Penyakit Sistemik Diabetes Mellitus

3. Untuk Mengetahui Tanda Dan Gejala Dari Penyakit Sistemik Diabetes Mellitus

4. Untuk Mengetahui Patofisiologi Dari Penyakit Sistemik Diabetes Mellitus

5. Untuk Mengetahui Penanganan Dari Penyakit Sistemik Diabetes Mellitus

6. Untuk Mengetahui Komplikasi Dari Penyakit Sistemik Diabetes Mellitus

7. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Diabetes Pada Kehamilan

8. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Diabetes Pada Persalinan

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekumpulan
gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya (Brunner & Suddarth, 2014) Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu
keadaan hiperglikemia yang disebabkan penurunan kecepatan insulin oleh sel-sel beta
pulau langerhans dalam pankreas (Guyton, 2012).

American Diabetes Association (2012) mendefinisikan diabetes mellitus adalah


salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena
gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Keadaan
hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.

B. Etiologi Diabetes Mellitus

Diabetes tipeI:

a. Faktorgenetik 

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri;


tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
 b. Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal


dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan

6
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai
 jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.

c. Faktorlingkungan

Virus atautoksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang


menimbulkan destruksi selbeta.
Diabetes TipeII

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan


gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor-faktor resiko:

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas


65th)

b. Obesitas

c. Riwayatkeluarga

C. Tanda Dan Gejala Diabetes Mellitus

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia


pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada
pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan
patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya
bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan

7
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan
pengobatanlazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang
sering ditemukan adalah :
1. Katarak 

2. Glaukoma

3. Retinopati

4. Gatal seluruhbadan

5. PruritusVulvae

6. Infeksi bakterikulit

7. Infeksi jamur dikulit


8. Dermatopati

9. Neuropatiperifer 

10. Neuropativiseral

11. Amiotropi

12. Ulkus Neurotropik 

13. Penyakitginjal

14. Penyakit pembuluh darahperifer 

15. Penyakitkoroner 

16. Penyakit pembuluh darahotak 

8
17. Hipertensi

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang


ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan
tidur, atau
  bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang
dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.
Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakityangmula-mularingandansedangsajayangbiasaterdapatpada

 pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami


infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang
menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas
hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia,
dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia
seperti rasa lapar,menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada
pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit
kepala dan kebingungan mendadak. Pada usia lanjut reaksi vegetatif
dapat menghilang. Sedangkangejala kebingungan dan koma yang
merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebihjelas.

D. Patofisiologis Diabetes Mellitus


Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak dibelakang lambung.
Didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau dalam peta, sehingga
disebut pulau Langerhans pankreas. Pulau-pulau ini berisi sel alpa yang menghasilkan
hormon glucagon sel β yang menghasilkan insulin. Kedua hormon ini bekerja
berlawanan, glucagon meningkatkan glukosa darah sedangkan insulin bekerja
menurunkan kadar glukosa darah (Price& Wilson, 2006).
Insulin yang dihasilkan oleh sel β pankreas dapat diibaratkan
sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuk glukosa ke dalam sel, kemudian di
dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Jika insulin tidak ada atau

9
jumlahnya sedikit, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga kadarnya di
dalam darah tinggi atau meningkat (hiperglikemia). Pada DM tipe 2 jumlah insulin
kurang atau dalam keadaan normal, tetapi jumlah reseptor insulin dipermukaan sel
berkurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke
dalam sel. Meskipun anak kuncinya (insulin) cukup banyak, namun karena jumlah lubang
kuncinya (reseptor) berkurang, maka jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel berkurang
(resistensi insulin). Sementara produksi glukosa oleh hati terus meningkat, kondisi ini
menyebabkan kadar glukosa darah meningkat (Subekti & Suryono, 2009).
Resistensi insulin pada awalnya belum menyebabkan DM secara
klinis, sel β pancreas masih bisa melakukan kompensasi. Insulin disekresikan secara
berlebihan sehingga terjadi hiperinsulenemia dengan tujuan normalisasi kadar glukosa
darah. Mekanisme kompenasi yang terus-menerus menyebabkan kelelahan sel β
pancreas, kondisi ini disebut dekompensasi dimana produk insulin menurun secara
absolute. Resistensi dan penurunan produksi insulin menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah.

E. Penanganan Diabetes Mellitus


Kepatuhan adalah suatu perilaku dalam menepati anjuran sesuatu
terhadap kebiasaan sehari-harinya dan dapat dinilai dengan score
penelitian. Suatu kepatuhan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana
pendidikan merupakan suatu dasar utama dalam keberhasilan pencegahan
atau pengobatan. Tujuan pendidikan yaitu meningkatkan kepatuhan
dalam perawatan DM dalam meningkatkan status kesehatan khususnya
pada lansia yang mengalami penyakit DM (Askandar, 2007).

Kepatuhan merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang


menaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Kepatuhan yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab
seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini
mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan
masyarakat (Hasibuan, 2005). Kepatuhan perawatan DM dalam hal ini

10
penderita harus melaksanakan program perawatan DM seperti melakukan
hidup sehat, melakukan pengobatan secara rutin, aturan pengobatan yang
ditetapkan, mengikuti jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil
penyelidikan (Askandar, 2007).

Pola hidup sehat pada penderita DM perlu dijaga dalam hal ini
meliputi:

(a) perencanaan makan dengan menjaga asupan makan yang


seimbang yaitu diet DM untuk mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal, mencegah komplikasi akut dan kronik dengan
memperhatikan “3J” yaitu jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal makan yang harus
diikuti dan jenis makanan yang harus diperhatikan,
mengkonsumsi aneka ragam makanan agar terpenuhi kecukupan sumber
zat tenaga (beras, jagung, tepung), zat pembangun (kacang-kacangan,
tempe, tahu dan zat pengatur (sayuran dan buah-buahan). Selain itu
membatasi konsumsi lemak, minyak dan santan yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner,

(b) bagi penderita DM untuk selalu rutin mengontrol gula darah normal
maupun sewaktu dan melakukan pengobatan yaitu pemakaian obat-obat
meliputi obat hipoglikemi oral (OHO) dan insulin. Tablet atau suntikan
anti DM diberikan dimana diit tidak boleh dilupakan dan pengobatan
penyulit lain yang menyertai atau suntikan insulin,

(c) melakukan aktifitas fisik secara teratur yaitu 3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit yang bersifat continues, rythmical, interval, progresive,
endurance training yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta (Soegondo, 2007).

Perawatan pada pasien dengan DM difokuskan pada suatu


program yang melibatkan aktifitas sehari-hari yang dirancang untuk
mengendalikan penyakit, perawatan ini meliputi mengendalikan asupan

11
nutrisi/diet, berolah raga secara teratur, menggunakan obat sesuai resep
serta memantau kadar gula darah (Stanley, 2007).

1) Diet DM / Perencanaan Makan Konsesus Pengelolaan DM di Indonesia yang telah


disusun oleh Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) antara lain memberikan
pedoman tentang kebutuhan gizi orang dengan diabetes
dan anjuran penggunaan daftar bahan makanan penukar dalam
perencanaan diit. Standar yang dianjurkan adalah santapan dengan
komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70 %), protein (10-15 %)
dan lemak (20-25 %). Beberapa petunjuk pemberian diet pada
penderita DM menurut Tjokroprawiro (2006) antara lain:

a) Pemberian diit diusahakan untuk dapat memenuhi beberapa


persyaratan antara lain :

(1) Memperbaiki kesehatan umum pederita.

(2) Menyesuaikan berat badan penderita ke berat badan normal.

(3) Menormalkan pertumbuhan DM anak atau dewasa muda


(masa pertumbuhan).

(4) Mempertahankan glukosa darah sekitar normal.

(5) Menekan atau menunda timbulnya angiopati diabetik.

(6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita .

(7) Menarik serta mudah diterima penderita.

b) Dalam melaksanakan diit diabetes hendaknya diikuti pedoman "3J"


(Jumlah, Jadwal, Jenis), artinya :

J1 : jumlah kalori yang diberikan harus habis.

12
J2 : jadwal diit harus diikuti sesuai dengan intervalnya tiga jam.

J3 : jenis makanan yang manis harus dihindari.

c) Untuk kasus-kasus yang kadar glukosa darahnya sulit normal


(resisten), latihan tiga kali sehari pada saat 1-1½ jam sesudah
makanan utama adalah mutlak harus dilaksanakan.

d) Penentuan jumlah kalori diit DM disesuaikan dengan status gizi


penderita. Penentuan gizi penderita dilaksanakan dengan
menghitung Percentage Of Relative Body Weigh (BBR) atau berat
badan relatif dengan rumus :

BBR= BB/(TB-100) X 100

(BB: kg, TB:cm) Dalam praktek, sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan
dalam sehari pada penderita DM yang bekerja biasa adalah : Kurus : BB X 40 –
60 kalori sehari. Normal : BB X 30 kalori sehari Gemuk : BB X 20 kalori sehari.
Obesitas : BB X 10 – 15 kalori sehari.

2) Olah Raga Secara Teratur Olah raga pada diabetis dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif, sehingga secara langsung
menyebabkan penurunan glukosa darah. Pada pasien DM
membuktikan bahwa aktifitas fisik yang terdiri atas latihan setidaknya
seminggu sekali menurunkan risiko keseluruhan timbulnya DM
dengan 40 % (Darmojo, 2008). Olah raga yang dapat dilakukan penderita DM antara lain
(Maryam, 2008) : pekerjaan rumah dan berkebun, berjalan- jalan, jalan cepat, berenang,
bersepeda dan senam. Manfaat olah raga bagi penderita DM antara lain :

a) Meningkatkan penurunan kadar glukosa darah.

b) Mencegah kegemukan.

c) Berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi.

d) Mengurangi risiko penyakit jantung koroner.

13
e) Meningkatkan kualitas hidup diabetisi dengan meningkatnya
kemampuan kerja.

3) Penggunaan obat sesuai resep Pada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi


dimulai dengan pengaturan makan disertai olahraga yang cukup selama 4-8 minggu. Bila
dalam periode tersebut, kadar glukosa darah masih
tinggi dari normal, baru diberikan obat hipoglikemik oral (OHO). Tercatat hanya 5%
penderita yang mencapai normoglikemia dengan pengaturan makan dan olahraga sedang
sisanya 95% tidak memberi hasil yang memuaskan sehingga dapat dimulai dengan
pemberian OHO. Pada penderita hiperglikemia berat, pemberian obat hipoglikemik oral
(OHO) harus dimulai lebih awal. Peranan obat
hipoglikemik oral pada pengobatan DM dalam hal mekanisme kerja OHO, klasifikasi,
indikasi dan kontra indikasi, serta jenis- jenis OHO. Dikenal berbagai jenis obat
hipoglikemik oral :

a) Sulfonilurea

Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara :

(1) Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan (stored


insulin).

(2) Menurunkan ambang sekresi insulin.

(3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan


glukosa.

Sulfonilurea terikat dengan permukaan reseptor pada


membran sel beta dan menghambat “ATP-Sensitive Potassium
Channel” sehingga mencegah keluarnya kalium dan terjadilah
depolarisasi membran sel. Depolarisasi membuka voltage-
dependent calcium channel akibatnya kalsium ekstra seluler masuk
dalam sel dan akhirnya meningkatkan Calcium Cytosolic yang
merangsang insulin. Golongan sulfonilurea dalam pemberiannya
dapat menyebabkan kegagalan primer yaitu sejak awal pasien tidak

14
memberi respons yang memuaskan walaupun sudah ditingkatkan
dosisnya ke dosis maksimal. Keberhasilan menurunkan kadar
glukosa puasa terbatas hanya 20-30% penderita. Demikian pula
dapat terjadi kegagalan sekunder bila dalam periode yang lama
obat ini sudah tidak memberi hasil yang memuaskan walaupun
diberikan dalam dosis maksimal. Kegagalan sekunder dapat terjadi
pada sekitar 10% penderita pertahun. Untuk itu diperlukan obat
OHO tambahan atau insulin untuk memperbaiki kontrol glikemik.

Obat golongan ini diberikan pada penderita dengan berat


badan normal dan dipakai pada penderita yang berat badannya
lebih dari normal. Klorpropamid tidak dianjurkan pada keadaan
insufisiensi renal dan orang tua karena resiko hipoglikemia yang
berkepanjangan, demikian juga glibenklamid. Untuk orang tua
dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek (tolbutamid,
glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada penderita diabetes
mellitus dengan gangguan ginjal atau hati ringan.

b) Biguanid

Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai


di bawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin.
Metformin adalah golongan dimetil biguanide merupakan OHO
yang dipakai untuk menurunkan kadar glukosa darah pada pasien
DM, penggunaannya bertujuan untuk menurunkan resistensi insulin
dengan memperbaiki sensitivitas insulin terhadap jaringan. Dengan
demikian metformin di indikasikan sebagai obat pilihan pertama
pada pasien DM gemuk yang mana dasar kelainannya adalah
resistensi insulin. Walaupun cara kerja metformin berbeda dengan sulfonilurea
akan tetapi efek kontrol glikemik sama dengan golongan
sulfonilurea. Metformin dikenal bekerja sebagai anti hiperglikemia
sedang sulfonilurea sebagai obat yang bekerja sebagai
hipoglikemik. Mekanisme kerja metformin menambah up-take (utilisasi) glukosa

15
diperifer dengan meningkatkan sensitifitas
jaringan terhadap insulin, menekan produksi glukosa oleh hati,
menurunkan oksidasi Fatty Acid dan meningkatkan pemakaian
glukosa dalam usus melalui proses non oksidatif. Ekstra laktat
yang terbentuk akan diekstraksi oleh hati dan digunakan sebagai
bahan baku glukoneogenesis. Keadaan ini mencegah terjadinya
efek penurunan kadar glukosa yang berlebihan. Pada pemakaian
tunggal metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai
20%.

c) Inhibitor α glukosidase

Obat golongan inhibitor alfa glukosidase (Acarbose) mempunyai


mekanisme kerja menghambat kerja enzim alfa glukosidase yang terdapat pada
“brush border” dipermukaan membran usus halus.
Enzim alfa glukosidase berfungsi sebagai enzim pemecah
karbohidrat menjadi glukosa diusus halus. Dengan pemberian
acarbose maka pemecahan karbohidrat menjadi glukosa di usus
akan menjadi berkurang, dengan sendirinya kadar glukosa darah
akan berkurang.

d) Insulin sensitizing agent

Thoazolidinediones (Troglitazon) adalah golongan obat baru yang


mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitifitas jaringan
perifer terhadap insulin. Obat ini tidak menyebabkan reaksi
hipoglikemia, menghilangkan adanya resistensi insulin, menurunkan hepatic
glucose output, menormalkan gangguan
toleransi glukosa, dan mencegah serta memperlambat progresifitas
gangguan toleransi glukosa menjadi diabetes. Terbukti pula obat ini
dapat memperbaiki kendali glukosa darah dan hiperinsulinemia.

16
Ketidakpatuhan terutama pada pengobatan sangatlah besar. Untuk
mengurangi ketidakpatuhan pada pemberian obat dapat diupayakan
hal – hal sebagai berikut : (Darmojo, 2008)
a) Penjelasan pada penderita : selama 15 menit akan mengurangi
kesalahan bahkan pada penderita yang orientasinya sudah
berkurang.

b) Pilihan preparat : berperan sangat penting untuk meningkatkan


kepatuhan. Obat betuk cair lebih disukai dibanding tablet.

c) Wadah obat : mudah dibuka dan terbuat dari transparan.

d) Label : harus memberikan petunjuk yang jelas.

e) Bantuan mengingat : dengan menggunakan kartu identifikasi obat atau


kalender sobek.

f) Pengawasan minum obat dapat dilakukan oleh keluarga atau


perawat

4) Pemantauan Kadar Gula Darah Pemantauan DM merupakan pengendalian kadar gula


darah mencapai kondisi senormal mungkin. Dengan terkendalinya kadar gula darah
maka akan terhindar dari keadaan hiperglikemia dan hipoglikemia serta mencegah
terjadinya komplikasi. Hasil Diabetes Control And Complcation Trial (DCCT)
menunjukan bahwa pengendalian diabetes yang baik dapat mengurangi komplikasi
diabetes antara 20 – 30 %.

17
Kriteria Pengendalian DM

Sumber : Soewondo (2009)

F. Komplikasi Diabetes Mellitus


Komplikasi DM dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu
timbul beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terkena DM. Adapun
komplikasi DM sebagai berikut (Askandar, 2005) :

1) Komplikasi akut DM Dua komplikasi akut DM yang paling sering adalah


reaksi Hipoglikemia dan koma diabetik :

a) Reaksi Hipoglikemia Reaksi Hipoglikemia adalah gejala yang timbul


akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda : adanya rasa lapar,
gemetar, keringat dingin, pusing dan sebagainya. Dalam keadaan hipoglikemia,
penderita harus segera diberi roti atau pisang. Apabila tidak tertolong, berilah
minuman manis dari gula, satu atau dua gelas. Jika keadaan ini tidak segera
diobati, penderita tidak akan sadarkan diri, karena koma ini disebabkan oleh
kurangnya glukosa dalam darah, Koma tersebut di sebut "Koma Hipoglikemik”.
Penderita koma hipoglikemik harus segera dibawa ke Rumah sakit karena perlu
mendapatkan suntikan glukosa 40% dan infus glukosa. Penderita DM yang
mengalami risiko hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik biasanya

18
disebabkan oleh obat anti Diabetes yang diminum dengan dosis yang terlalu
tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa jadi karena latihan fisik yang
berlebihan teratur.

b) Koma Diabetik Berlawanan dengan koma Hipoglikemik, koma diabetik


ini timbul karena kadar glukosa dalam darah terlalu tinggi dan
biasanya lebih dari 600 mg /dl. Gejala koma diabetik yang sering
timbul adalah nafsu makan menurun (biasanya penderita DM
mempunyai nafsu makan yang besar), haus, minum banyak,
kencing banyak, yang kemudian disusul dengan rasa mual, muntah,
nafas penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton,
sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi, serta
penderita koma diabetik harus segera dibawa ke Rumah Sakit.

2) Komplikasi kronik DM Pada penderita yang lengah komplikasi DM dapat


menyerang seluruh alat tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki termasuk
semua alat tubuh di dalamnya. Sebaliknya, komplikasi tersebut tidak
akan muncul jika perawatan DM dilaksanakan dengan baik, tertib dan
teratur. Komplikasi kronik DM disebabkan oleh perubahan dalam
dinding pembuluh darah, sehingga terjadi atherosklerosis yang khas
yaitu Mikroangiopati. Mikroangiopati ini mengenai pembuluh darah
di seluruh tubuh yang terutama menyebabkan retinopati,
glamerulosklerosis, neoropati, dan dapat pula timbul infeksi kronik
yaitu tuberkolosis yang secara umum terjadi komplikasi tersebut yaitu
kardiovaskuler (Infark miokard, insufisiensi koroner), mata
(Retinopati diabetika, katarak), saraf (Neuropati diabetika), paru-paru
(TBC), ginjal (Pielonefritis, glumerulosklerosis), kulit (gangren,
furunkel, karbunkel, ulkus), hati (sirosis hepatitis).

19
G. Penatalaksanaan Diabetes Pada Kehamilan

Diabetes gestasional adalah diabetes yang muncul pada masa kehamilan,


dan hanya berlangsung hingga proses melahirkan. Kondisi ini dapat terjadi di usia
kehamilan berapa pun, namun lazimnya berlangsung di minggu ke-24 sampai ke-
28 kehamilan.

Sama dengan diabetes yang biasa, diabetes gestasional terjadi ketika tubuh
tidak memproduksi cukup insulin untuk mengontrol kadar glukosa (gula) dalam
darah pada masa kehamilan. Kondisi tersebut dapat membahayakan ibu dan anak,
namun dapat ditekan bila ditangani dengan cepat dan tepat.

Diabetes gestasional dapat menyebabkan gula darah tinggi yang dapat


memengaruhi kehamilan dan kesehatan bayi dalam kandungan. Diabetes
gestasional dapat berdampak negatif pada kesehatan ibu dan bayinya. Kondisi ini
dapat meningkatkan risiko bayi cacat lahir, lahir mati, dan lahir prematur.

Etiologi

Diabetes gestasional disebabkan oleh adanya gangguan pada resistensi


insulin. Terjadi penurunan sensitivitas insulin dan disfungsi pada sel-β yang
memicu terjadinya intoleransi glukosa selama masa kehamilan. Genome-wide
association study menyatakan bahwa terdapat gen yang terlibat dalam
peningkatan intoleransi glukosa, yaitu varian glukokinase (GCK) dan lokus
TCF7L2. Terjadi mutasi pada gen tersebut yang dapat memengaruhi produksi
insulin

Gejala Diabetes Gestasional

Gejala diabetes saat kehamilan muncul ketika kadar gula darah melonjak tinggi
(hiperglikemia). Di antaranya:

 Sering merasa haus


 Frekuensi buang air kecil meningkat
 Mulut kering
 Tubuh mudah lelah
 Penglihatan buram

20
Penyebab Diabetes Gestasional

Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan diabetes gestasional.


Akan tetapi, kondisi ini diduga terkait dengan perubahan hormon dalam masa
kehamilan.

Pada masa kehamilan, plasenta akan memproduksi lebih banyak hormon,


seperti hormon estrogen, HPL (human placental lactogen), termasuk hormon
yang membuat tubuh kebal terhadap insulin, yaitu hormon yang menurunkan
kadar gula darah. Akibatnya, kadar gula darah meningkat dan menyebabkan
diabetes gestasional.

Faktor Risiko Diabetes Gestasional

Semua ibu hamil berisiko mengalami diabetes gestasional, akan tetapi lebih
berisiko terjadi pada ibu hamil dengan faktor-faktor berikut ini:

 Memiliki berat badan berlebih.


 Memiliki riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi).
 Pernah mengalami diabetes gestasional pada kehamilan sebelumnya.
 Pernah mengalami keguguran.
 Pernah melahirkan anak dengan berat badan 4,5 kg atau lebih.
 Memiliki riwayat diabetes dalam keluarga.
 Mengalami PCOS (polycystic ovary syndrome) atau akantosis nigrikans.

Penatalaksanaan diabetes gestasional adalah normoglikemi dan menjaga


pertumbuhan dan perkembangan fetus. Penatalaksanaan diabetes dilakukan secara
menyeluruh dengan kontrol rutin gula darah, perubahan gaya hidup, dan terapi
obat-obatan. Target kontrol glikemik pada diabetes gestasional adalah kadar
glukosa darah puasa ≤95 mg/dL dan kadar glukosa darah 2 jam post prandial
≤120 mg/dL.

Dengan perubahan gaya hidup berupa aktivitas fisik dan kontrol diet, 70-85%
wanita dengan diabetes gestasional dapat mencapai kontrol glukosa yang baik.
Terapi obat dimulai apabila pasien gagal mencapai target glukosa dalam 1-2
minggu pasca perubahan gaya hidup.

 Tatalaksana Non Farmakologi

Pada pasien dengan diabetes gestasional, dilakukan pemantauan kadar glukosa


darah dan modifikasi gaya hidup.

21
Pemantauan Kadar Gula Darah

Setelah terdiagnosa diabetes gestasional, pasien perlu melakukan pemantauan


kadar gula darah secara rutin, baik glukosa darah puasa maupun glukosa darah
post prandial. Sebaiknya pasien melakukan kunjungan antenatal rutin setiap bulan
untuk memantau kadar gula darah dan pertumbuhan fetus. 5th International
Workshop-Conference on Gestational Diabetes Mellitus merekomendasikan kadar
gula darah puasa <95 mg/dL, 1 jam postprandial <140 mg/dL, dan 2 jam post
prandial <120 mg/dL.

Aktivitas Fisik dan Kontrol Berat Badan

Setiap ibu hamil dengan diabetes gestasional direkomendasikan untuk melakukan


aktivitas fisik selama 30 menit dalam sehari atau 150 menit dalam seminggu.
Aktivitas fisik yang dapat dilakukan adalah berenang, aerobic low impact,
berjalan, dan sepeda statis. Ibu hamil juga perlu mengontrol berat badan selama
masa kehamilan. Pada ibu yang memiliki riwayat obesitas sebaiknya pertambahan
berat badan tidak melebih 11,5 kg. Pada ibu hamil yang memiliki berat badan
ideal sebaiknya pertambahan berat badan dijaga berkisar 0,5-2,5 kg pada trimester
pertama dan 500 gram per minggu pada trimester selanjutnya.

Diet

Pasien diabetes gestasional sebaiknya berkonsultasi dengan ahli gizi khusus


karena kebutuhan kalori perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing
individu. Secara umum, kebutuhan kalori pada wanita dengan diabetes gestasional
adalah 35-40 kcal/kg jika underweight, 30-34 kcal/kg pada berat badan yang
ideal, dan 23-25 kcal/kg jika overweight.

Komposisi nutrisi tidak berbeda dengan ibu hamil yang tidak mengalami diabetes.
Rekomendasi intake protein adalah sebesar 1-1,5 gram/kg. Jenis karbohidrat
sederhana dan gula sebaiknya dikurangi dan digantikan dengan sumber
karbohidrat yang lebih sehat, seperti sayur-sayuran, buah, dan gandum utuh.
Makanan tinggi lemak dan produk olahan sebaiknya dihindari.

 Tatalaksana Farmakologi

Human insulin masih dianggap sebagai penatalaksanaan farmakologi yang paling


baik untuk pasien diabetes gestasional.

Terapi Insulin

Sampai saat ini insulin masih menjadi drug of choice untuk diabetes gestasional.
Insulin tidak melewati plasenta sehingga aman diberikan selama kehamilan.

22
Pada wanita yang hiperglikemia puasa dan postprandial terjadi pada setiap kali
waktu makan, dosis insulin yang direkomendasikan adalah 0,7-1,0 unit/kgBB per
hari. Dosis ini sebaiknya dibagi menjadi beberapa regimen menggunakan insulin
kerja panjang atau menengah yang dikombinasikan dengan insulin kerja cepat.

Namun, apabila hiperglikemia terjadi pada saat tertentu saja, maka regimen
insulin sebaiknya difokuskan pada saat spesifik tersebut. Misalnya, jika seorang
pasien hanya memiliki kadar glukosa darah puasa yang tinggi, maka insulin kerja
menengah sebaiknya diberikan saat malam hari. Atau pada pasien dengan
hiperglikemia postprandial saat sarapan, maka mungkin saja hanya memerlukan
insulin kerja pendek saat sarapan.

Terapi Obat Hipoglikemik Oral

Selain terapi insulin, beberapa obat hipoglikemik oral juga dapat dipakai menjadi
pilihan terapi pada diabetes gestasional. Obat pilihan yang dapat diberikan adalah
metformin dan glibenclamide. Meskipun demikian, FDA belum menyatakan
metformin dan glibenclamide dapat menjadi salah satu terapi alternatif obat dalam
penatalaksanaan diabetes gestasional. Kedua obat tersebut berada dalam kategori
B dalam kehamilan. Metformin dan glibenclamide dapat melewati barrier
plasenta, namun belum ada bukti adanya defek lahir atau komplikasi pada
neonatus akibat penggunaan metformin ataupun glibenclamide.

Metformin merupakan obat oral pilihan karena memiliki risiko yang lebih rendah
untuk terjadinya hipoglikemia neonatus dan pertambahan berat badan maternal.
Meskipun demikian, metformin sedikit meningkatkan risiko prematuritas.
Metformin diberikan 500 mg sekali sehari pada awal pengobatan dan dapat
ditingkatkan sampai 2500 mg per hari dibagi dalam beberapa dosis.
Glibenclamide dapat diberikan dengan dosis awal 2,5 mg satu kali sehari 1 jam
sebelum makan dan maksimal sampai 10 mg. Namun 15-40% pasien yang
menggunakan medikasi oral untuk diabetes gestasional tetap membutuhkan
insulin.

Aspirin

Beberapa studi terbaru merekomendasikan pemberian aspirin dosis rendah 50-150


mg/hari (biasanya 80 mg/hari) pada akhir trimester pertama kehamilan sampai
dengan kelahiran bayi untuk menurunkan risiko preeklampsia pada ibu hamil
dengan diabetes gestasional.

Diagnosis diabetes gestasional ditegakkan apabila saat dilakukan skrining


diabetes pada usia kehamilan 24-28 minggu ditemukan peningkatan kadar
glukosa darah puasa dan peningkatan kadar glukosa 2 jam post prandial saat
dilakukan tes toleransi glukosa.

Anamnesis

23
Tanda dan keluhan pasien dengan diabetes gestasional tidak spesifik. Pasien bisa
saja tidak mengeluhkan apa pun. Namun, pada saat anamnesis perlu dilakukan
evaluasi mengenai faktor risiko seperti usia, riwayat diabetes dalam keluarga,
riwayat diabetes gestasional sebelumnya, hipertensi, hiperlipidemia, dan riwayat
melahirkan anak dengan berat >4000 gram.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan tanda-tanda vital yang normal dan
tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada diabetes gestasional. Pemeriksaan
fisik berupa perhitungan indeks massa tubuh pada awal kehamilan perlu
dilakukan untuk mengetahui faktor risiko obesitas. Pengukuran tekanan darah
juga diperlukan untuk melihat apakah ada faktor risiko hipertensi.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari diabetes gestasional adalah diabetes tipe 1 dan diabetes
tipe 2.

Diabetes Tipe 1

Hampir tidak ada perbedaan pada tanda dan gejala dari diabetes tipe 1 dan
diabetes gestasional, walaupun pada diabetes tipe 1 gangguan glukosa dan
kecenderungan untuk ketosis lebih besar. Pada diabetes tipe 1 biasanya pasien
sudah terdiagnosis sebelum kehamilan dan dapat terjadi beberapa komplikasi
diabetik, seperti neuropati, retinopati, dan albuminuria. Dapat dilakukan
pemeriksaan HbA1c pada saat kehamilan awal untuk membedakan dengan
diabetes gestasional. Pada diabetes tipe 1 kadar HbA1c biasanya lebih tinggi dan
pada diabetes gestasional kadar ini bisa normal.

Diabetes Tipe 2

Hampir tidak ada perbedaan pada tanda dan gejala dari diabetes tipe 2 dan
diabetes gestasional. Pada wanita hamil dengan diabetes tipe 2 biasanya memiliki
riwayat obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes, dislipidemia, acanthosis
nigricans, dan ada riwayat sindrom polikistik ovarium. Pada diabetes tipe 2 kadar
HbA1c biasanya lebih tinggi dan pada diabetes gestasional normal pada awal
kehamilan.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kadar gula darah merupakan aspek


yang sangat penting untuk mendiagnosis diabetes gestasional.

Pemeriksaan Gula Darah

24
American College of Obstetrician and Gynecologist (ACOG) dan Perkumpulan
Kedokteran Endokrinologi Indonesia (PERKENI) menyarankan untuk melakukan
tes skrining gula darah pada semua wanita hamil pada saat pertama kali datang
untuk kunjungan antenatal dan melakukan reevaluasi pada usia kehamilan 24-28
minggu. Kadar gula darah yang diukur adalah kadar gula darah puasa dan 2 jam
post prandial. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan pengukuran
adalah:

 Tiga hari sebelum pemeriksaan, jangan melakukan perubahan pola makan dan
aktivitas fisik
 Puasa selama minimal 8 jam sebelum tes, boleh minum air putih
 Lakukan pengukuran kadar gula darah puasa terlebih dulu, kemudian minum
glukosa anhidrosa 75 gram pada 250 ml air dalam waktu 5 menit
 Setelah itu, kembali berpuasa selama 2 jam, lalu melakukan pemeriksaan
konsentrasi glukosa 2 jam post prandial.

Menurut ACOG, kadar normal gula darah puasa pada kehamilan adalah ≤ 95
mg/dL dan kadar normal gula darah 2 jam post prandial adalah 120 mg/dL.

Ultrasonografi

Ultrasonografi (USG) perlu dilakukan untuk melihat pertumbuhan dan


perkembangan fetus. Berdasarkan hasil USG, dokter kandungan dan endokrin
dapat melakukan evaluasi tatalaksana pada bayi maupun ibu dan dapat membuat
perencanaan tatalaksana persalinan. Pada diabetes gestasional, seringkali terjadi
makrosomia yang bisa menyebabkan bayi tidak dapat lahir per vaginam.

Edukasi pasien dan promosi kesehatan diabetes gestasional dilakukan saat


antenatal care mengenai evaluasi gula darah dan pertambahan berat badan ideal.

Edukasi Pasien

Pada saat kunjungan antenatal, pasien perlu disarankan untuk melakukan


pemeriksaan skrining gula darah.

H. Penatalaksanaan Diabetes Pada Persalinan


Mengingat kasus gestasional diabetes mellitus/GDM ini mempunyai
resiko untuk berlanjut ke timbulnya DM tipe 2 dikemudian hari, maka dianjurkan
pada praktisi kesehatan untuk mengulang kembali screening TTGO

25
pada ibu nifas dengan riwayat GDM. Screening TTGO kembali
dilaksanakan pada 6 minggu pasca bersalin untuk mendeteksi
adanya diabetes mellitus, toleransi glukosa terganggu, dan glukosa
puasa terganggu. Apabila hasil pemeriksaan TTGO menunjukkan
nilai normal maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulang
pada tahun ketiga setelah persalinan. Pada ibu nifas dengan
pemeriksaan TTGO menunjukkan nilai toleransi glukosa terganggu
dana tau glukosa puasa terganggu dianjurkan untuk melakukan tes
ulangan setiap 1 tahun sekali.

Pengawasan pasca partum, yang terkait disini adalah fase laktasi,


fase nifas sampai dengan 6 minggu, dan kontrasepsi.
Monitoring GDM tetap dilakukan setelah ibu melahirkan
sampai dengan 6 minggu pasca partum. Sekitar 90% GDM pada
fase pasca partum akan mengalami normoglikemik, namun perlu
pemantauan yang berkesinambungan terutama pada saat ibu akan
merencanakan kehamilan berikutnya/dimasa yang akan datang.
Selain itu wanita yang pernah mengalami GDM sangat beresiko
untuk mengalami GDM lagi saat kehamilan berikutnya serta
timbulnya penyakit DM sesungguhnya. Sehingga upaya
pengendalian pola hidup sehat dan penurunan BB kearah BMI
normal sangat dianjurkan untuk menurunkan resiko terjadinya
DM yang sesungguhnya. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan kondisi normoglikemik yaitu perubahan gaya
hidup ke arah pola hidup sehat seperti:

a.Hentikan rokok dan alkohol.


b. Hentikan obat-obat dengan potensi teratogenic.
c. Mengganti terapi anti diabetes oral ke insulin, kecuali
metformin pada kasus PCOS (polycystic ovarium syndrome).
d. Evaluasi retina oleh optalmologis, koreksi bila perlu.

26
e. Evaluasi kardiovaskular.
f. Hindari lifestyle yang bersifat sedenterial seperti malas
bergerak/berolahraga, banyak nonton, berjam-jam didepan
computer dsb.

Mencegah komplikasi diabetes gestasional pascamelahirkan

Sering mengontrol kadar gula darah ibu dan bayi

Sekitar 2 jam setelah kelahiran, glukosa darah bayi Anda akan dihitung, biasanya
sebelum ia menyusui untuk kedua kalinya.

Jika glukosa darahnya tetap rendah, bayi Anda mungkin perlu diberi makan
melalui tube atau infus. Jika kondisi bayi Anda tidak baik atau memerlukan
pengawasan ketat, ia mungkin perlu diawasi dalam unit neonatal.

Selain pantauan pada bayi, komplikasi diabetes gestasional meningkatan risiko


Anda untuk mengidap diabetes tipe 2 setelah kehamilan.

Diabetes tipe 2 adalah saat di mana tubuh Anda tidak memproduksi insulin yang
cukup atau sel tubuh tidak bereaksi terhadap insulin (resistensi insulin).

Oleh karenanya, ibu harus melakukan beberapa pemeriksaan kadar gula darah
lanjutan setelah melahirkan.

Maka dari itu, sangatlah penting untuk Anda mengawasi glukosa darah setelah
persalinan untuk memeriksa apakah glukosa darah kembali normal atau tidak.

Bayi Anda mungkin memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami
komplikasi diabetes gestasional atau obesitas (memiliki massa indeks tubuh lebih
dari 30) nantinya.

Berkonsultasi pada dokter sebelum hamil kembali

Setelah mengalami komplikasi diabetes gestasional, Anda memiliki peningkatan


risiko untuk mengalami diabetes gestasional lagi di kehamilan selanjutnya.

Sangatlah penting untuk berdiskusi dengan dokter jika Anda berencana untuk
hamil lagi. Dokter mungkin akan menyusun pengawasan terhadap glukosa darah
Anda dari tahap awal.

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada
sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Brunner & Suddarth, 2014). Diabetes
Mellitus (DM) adalah suatu keadaan hiperglikemia yang disebabkan penurunan
kecepatan insulin oleh sel-sel beta pulau langerhans dalam pankreas (Guyton, 2012).

B. Saran
Adapun saran yang penulis berikan adalah :

Diharapkan para pembaca makalah ini dapat memberikan saran dan praktik dalam
pembuatan makalah ini. Hendaknya pembaca dapat mengambil hikmah dari isi makalah
ini sebagai salah satu acuan alternatif dalam pembuatan makalah. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, oleh karena itu kritik
dan saran para pembaca, akan penulis terima dengan senang hati demi penyempurnaan
makalah ini dimasa yang akan datang.

28
Semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada
umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall,  Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare,  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

 Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara,


AndryHartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu .Cet 2.


Jakarta

: Balai Penerbit FKUI, 2002

29

Anda mungkin juga menyukai