Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

MAKALAH PENGEMBANGAN PENILAIAN PROFESI

DISUSUN OLEH

SRI WAHYUNI , S.Kep, Ners

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG


KABUPATEN BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-NYa
penulis dapat menyelesaikan makalah ini, tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien GGK,―
yang diajukan untuk memenuhi tugas pengembangan profesi keperawatan.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan ini banyak mengalami kendala, namun
berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkat dari Allah SWT sehingga
kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Penulis harapkan kritik
dan saran dari semua pihak sebagai pembelajaran untuk dapat menjadi lebih baik lagi. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah memberikan saran dan
pengetahuannya.
Terakhir, penulis menantikan tegur dan sapa dari para pembaca, dengan harapan semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Soreang, Juli 2020

Sri Wahyuni , S.Kep, Ners

i
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................................................1
BAB II. TINJAUAN TEORI..........................................................................................................2
BAB III. TINJAUAN KASUS.......................................................................................................31
BAB IV. PEMBAHASAN............................................................................................................35
BAB V. PENUTUP.......................................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................51

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara
bertahap (Doenges, 1999; 626).
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai.
Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap
sangat lamban dan menunggu beberapa tahun (Barbara C Long, 1996; 368).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun (Price, 1992; 812).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit. GGK terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun dengan penurunan bertahap fungsi ginjal dan peningkatan bertahap tanda dan
gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir atau End Stage Renal Disease (ESRD). GGK
biasanya akibat dari kehilangan fungsi ginjal secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan menjadi ringan, sedang, dan berat.

TUJUAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pengembangan profesi keperawatan


serta untuk memberikan pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada pasien gagal
ginjal kronik.

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. 1. Definisi
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap
(Doenges, 1999; 626).
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan
internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada
kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat
lamban dan menunggu beberapa tahun (Barbara C Long, 1996; 368).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya
berlangsung beberapa tahun (Price, 1992; 812).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit. GGK terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun
dengan penurunan bertahap fungsi ginjal dan peningkatan bertahap tanda dan gejala,
menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir atau End Stage Renal Disease (ESRD). GGK
biasanya akibat dari kehilangan fungsi ginjal secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan menjadi ringan, sedang, dan berat.

B. Etiologi
Penyebab GGK dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Penyebab pre-renal
Berupa gangguan aliran darah ke arah ginjal sehingga ginjal kekurangan suplai darah →
kekurangan oksigen dengan akibat lebih lanjut jaringan ginjal mengalami kerusakan,
misal: volume darah ↓↓ karena dehidrasi berat/kehilangan darah dalam jumlah besar, ↓↓
daya pompa jantung, adanya sumbatan/hambatan aliran darah pada arteri besar yang ke
arah ginjal, dsb.
2. Penyebab renal
Berupa gangguan/hambatan yang mengenai jaringan ginjal sendiri, misal: kerusakan ginjal
akibat diabetes (diabetic nephropathy), penyakit imunologi seperti SLE, inflamasi,
keracunan obat, kista dalam ginjal, berbagai ganggguan aliran darah di dalam ginjal yang
2
merusak ginjal.
3. Penyebab post-renal
Berupa ganggguan/hambatan aliran keluar (output) urin sehingga terjadi aliran balik urin ke
arah ginjal yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal, misal: akibat adanya
sumbatan/penyempitanpada saluran pengeluaran urin antara ginjal sampai ujung saluran
kemih, contohnya adanya batu pada ureter sampai uretra, penyempitan akibat saluran
tertekuk, penyempitan akibat pembesaran kelenjar prostat, tumor, dsb.
Penyebab GGK secara klinis dibagi 2, yaitu:
1. Penyakit parenkim ginjal
- Penyakit ginjal primer, seperti glomerulonefritis, mielonefritis, ginjal polikistik, TBC
ginjal.
- Penyakit ginjal sekunder, seperti nefritis lupus, nefropati, amilordosis ginjal,
poliarteritis nodusa, sklerosis sistemik progresif, gout, DM.
2. Penyakit ginjal obstruktif
Penyakit ginjal obstruktif seperti pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluks ureter.
Sedangkan klasifikasi penyebab GGK menurut Price, 2005, dibagi menjadi:
1. Penyakit infeksi tubulointerstisial (pielonefritis kronik/refluks nefropati).
2. Peradangan (glomerulonefritis).
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis benigna/maligna, stenosis arteria renalis).
4. Gangguan jaringan ikat (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sistemik progresif).
5. Gangguan kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal).
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme, amilodosis).
7. Nefropati toksik (penyalahgunaan analgesik, nefropati timah).
8. Nefropati obstruktif (traktus urinarius bagian atas: batu, neoplasma, fibrosis
retroperitoneal; traktus urinarius bagian bawah: hipertofi prostat, striktur uretra, anomaly
kongenital leher vesika urinarius dan uretra).

C. Klasifikasi
Pada tahun 2002, National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality
Initiative (K/DOQI) telah menyusun pedoman praktis penatalaksanaan klinik tentang evaluasi,
klasifikasi, dan stratifikasi penyakit ginjal kronik.
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,

3
berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada
tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2. Batasan penyakit ginjal kronik :
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
 Kelainan patalogik.
 Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan.
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m2 selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju
filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus
yang lebih rendah, klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium
yaitu :
 Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal
 Stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan
 Stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan sedang fungsi ginjal
 Stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal
 Stadium 5 adalah gagal ginjal
Berdasarkan laju filtrasi glomerulus dan stadium penyakit ginjal kronik, pada stadium
fungsi ginjal laju filtrasi glomerulus (ml/menit/1,73m2) memiliki risiko meningkat, normanya l
> 90 (namun masih ada faktor risiko):
 Stadium 1 Normal/meningkat > 90 (ada kerusakan ginjal, proteinuria)
 Stadium 2 Penurunan ringan 60-89
 Stadium 3 Penurunan sedang 30-59
 Stadium 4 Penurunan berat 15-29
 Stadium 5 Gagal ginjal < 15

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menuru Long, 1996:

4
 Gejala dini: lethargi, nyeri kepala, kelelahan fisik dan mental, ↓↓BB, mudah tersinggung,
depresi.
 Gejal lanjutan: anoreksia, mual/muntah, nafas dangkal dan sesak nafas baik waktu
beraktivitas maupun tidak, edema yang disertai lekukan, pruritis.

Menurut Brunner & Suddarth, 2002:


 Kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital, friction
rub pericardial, pembesaran vena leher.
 Integumen: warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering/bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
 Pulmoner: krekels, sputum kental dan liat, nafas dangkal, pernafasan kussmaul.
 Gastrointestinal: nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia,
mual/muntah, konstipasi/diare, perdarahan dari saluran GI.
 Neurologi: kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai,
rasa panas pada telapak kaki,perubahan perilaku.
 Muskuloskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
 Reproduktif: amenore, atrofi testikuler.

E. Komplikasi
Komplikasi GGK diantaranya:
 Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas renin-angiotensin-aldosteron).
 Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner (akibat cairan >>).
 Perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual/muntah, cegukan, kedutan otot, kejang, dsb).
 Efusi pericardial, tamponade jantung
 Anemia
 Hiperkalemia
 Penyakit tulang

F. Pencegahan
 Meningkatkan keadekuatan hidrasi pada klien yang mengalami dehidrasi.
 Lakukan penatalaksanaan hipertensi dengan ketat
 Kaji fungsi renal secara kontinyu (haluaran urine, nilai laboratorium) jika diperlukan
5
 Cegah dan tangani infeksi dengan tepat. Infeksi dapat menyebabkan kerusakan renal
progresif.
 Pantau dan ketat seluruh medikasi yang dimetabolisme atau dieksresi oleh ginjal dalam hal
dosis, durasi, dan kadar darah untuk mencegah efek toksik.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pendekatan diagnostik gagal ginjal kronik punya sasaran berikut :
 Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
 Mengejar etiologi gagal ginjal kronik yang mungkin dapat dideteksi
 Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
 Menentukan strategi terapi rasional
 Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang
terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan
penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar, 2006)
a. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Anamnesa harus terarah dengan mengumpulkan keluhan yang berhubungan dengan retensi
atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor
yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subyektif dan
objektif termasuk keluhan laboratorium) mempunyai spectrum klinik luas dan melibatkan
banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
b. Pemeriksaan laboratorium
 Kreatinin plasma akan meningkat seiring dengan penurunan laju filtrasi glomerulus,
dimulai bila lajunya < 60 ml/menit. Pada gagal ginjal terminal, konsentrasi kreatinin
dibawah 1 mmol/liter. Konsentrasi ureum plasma kurang dapat dipercaya karena dapat
menurun pada diet rendah protein dan meningkat pada diet tinggi protein, kekurangan
garam dan keadaan katabolik. Biasanya konsentrasi ureum pada gagal ginjal terminal
adalah 20-60 mmol/liter.
 Terdapat penurunan bikarbonat plasma (15-25 mmol/liter), penurunan Ph dan
peningkatan anion gap. Konsentrasi natrium biasanya normal, namun dapat meningkat
atau menurun akibat masukan cairan inadekuat/ berlebihan. Hiperkalemia adalah tanda
gagal ginjal yang berat, kecuali terdapat masukan yang berlebihan asidosis tubular ginjal
atau hiperaldosteronisme.
6
 Terdapat peningkatan konsentrasi fosfat plasma dan peningkatan kalsium plasma,
kemudian fosfatase alkali meningkat. Dapat ditemukan peningkatan parathormon pada
hiperparatiroidisme.
 Pada pemeriksaan darah didapatkan anemia normositik normokrom dan terdapat sel Burr
pada uremia berat. Leukosit dan trombosit masih dalam batas normal. Pemeriksaan
mikroskopik urin menunjukkan kelainan sesuai penyakit yang mendasarinya.
 Kreatinin clearance meningkat melebihi laju filtrasi glomerulus dan turun menjadi
kurang dari 5 ml/menit pada gagal ginjal terminal. Dapat ditemukan protein urea 200-
1000 mg/hari
 Pemeriksaan biokimia plasma untuk mengetahui fungi ginjal dan gangguan elektrolit.
USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal dan penyebab gagal ginjal.
Dapat pula dipakai foto polos abdomen. Jika ginjal lebih kecil dibandingkan usia dan
besar tubuh klien, maka lebih cenderung kearah gagal ginjal kronik.
 Pemeriksaan rasio protein atau albumin terhadap kreatinin dalam contoh urin pertama
pada pagi hari atau sewaktu.
 Pemeriksaan sedimen urin atau dipstick untuk melihat adanya sel darah merah dan sel
darah putih
 Pemeriksaan pencitraan ginjal, biasanya ultrasonografi
 Kadar elektrolit serum (natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat)
 Pemeriksaan faal ginjal (pemeriksaan ureum, kreatinin dan asam urat sudah cukup
memadahi sebagai uji saring untuk faal ginjal)
 Untuk etiologi gagal ginjal kronik, analisis urin rutin, kimia darah, elektrolit dan
imunodiagnosis
 Pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi (USG),
pielografi, retrograde, pielografi antegrade dan mioturating cysto urography (MCU)

H. Penatalaksanaan
FARMAKOLOGI
1. Hyperkalemia  Glukosa (IV) dan insulin, Calsium Gluconate 10% (IV), Sodium
Polystyrene sulfonate (Kayexalate)
Nama Generik : Sodium Polystyrene Sulfonate (powder)
Nama Merk : Kayexalate, Kionex, Marlexate
7
Indikasi : Obat ini digunakan untuk mengobati tingkat tinggi kalium dalam tubuh
(hiperkalemia)
Cara Pemakaian : Dalam beberapa kasus, pemberian obat ini dapat digabungkan
dengan sorbitol. Sorbitol berfungsi sebagai pencahar untuk menghilangkan sembelit.
Efek Samping: Mual, sakit perut, hilangnya nafsu makan, sembelit atau diare
mungkin terjadi. Jika efek ini menetap atau memburuk, beritahu dokter Anda. Yang jarang
terjadi tetapi harus dilaporkan segera, bengkak, otot kram, pusing, mental atau perubahan
mood, cepat / lambat / tidak teratur denyut nadi, kelemahan otot, kejang otot.
Tindakan : Katakan kepada dokter tentang riwayat kesehatan, termasuk: alergi,
penyakit jantung, penyakit ginjal, tekanan darah tinggi, pembengkakan (edema). Obat ini
mengandung sejumlah besar garam (natrium). Jika anda memiliki pembatasan diet garam,
atau memiliki kondisi medis disebutkan di atas, konsultasikan dengan dokter Anda atau
apoteker sebelum menggunakan produk ini.
2. Hyperphospatemia dan Hypocalcemia  Calcium carbonat, calcium acetate
Nama Generik : Kalsium karbonat
Nama Merk : Caltrate 600, Caltrate 600 Plus D, Caltrate 600 Plus
Kelas obat dan mekanisme : Kalsium adalah kelima unsur paling melimpah dalam
tubuh. Kalsium merupakan komponen struktural penting dari tulang dan gigi dan juga
diperlukan untuk fungsi normal semua otot (kerangka, jantung, dan otot halus) dan saraf
serta penggumpalan darah yang normal. Apabila kurang asupan kalsium menyebabkan
tulang lemah (osteoporosis). Produk yang mengandung kalsium karbonat yang digunakan
untuk meningkatkan asupan kalsium dalam individu yang diet rendah kalsium. National
Institutes of Health merekomendasikan 1000-1500 mg kalsium per hari sebagai bagian
dari rejimen untuk mencegah kehilangan tulang yang berhubungan dengan penuaan.
Produk kalsium karbonat mengandung 40% kalsium (kalsium diserap). Oleh karena itu,
sebuah tablet 1500 mg kalsium karbonat menyediakan kalsium 600 mg.
Persiapan : Caltrate 600 tablet (600 mg kalsium); Caltrate D 600 plus tablet (600
mg kalsium plus 200 IU vitamin D), ditambah Caltrate 600 tablet (600 mg kalsium plus
200 IU vitamin D dan mineral lainnya); Caltrate kunyah 600 tablet.
Indikasi : Produk-produk yang mengandung kalsium digunakan sebagai bagian dari
rejimen untuk mencegah dan mengobati osteoporosis pada individu dengan tingkat rendah
kalsium dalam diet mereka. Rejimen seperti itu juga mungkin mencakup vitamin D, terapi
8
pengganti estrogen, dan obat-obatan khusus untuk mengobati osteoporosis, misalnya,
alendronate.
Dosis: Dosis yang biasa dari Caltrate dianjurkan untuk orang dewasa adalah 1x2
sehari setelah makan.
Interaksi obat : Produk kalsium mengikat quinolone (misalnya, Ciprofloxacin) dan
tetrasiklin (misalnya, Sumycin) antibiotik dalam usus dan dapat mencegah penyerapan
obat ke dalam tubuh. Untuk mencegah interaksi ini, dosis antibiotik tetrasiklin quinolone
dan harus dipisahkan oleh tiga atau lebih jam dari dosis kalsium. Produk kalsium juga
mengikat untuk Kayexalate (obat yang digunakan untuk mengobati tingkat tinggi kalium)
dalam usus dan, karenanya, dapat mengganggu tindakan Kayexalate. Dosis kalsium
Kayexalate dan produk harus dipisahkan oleh beberapa jam.
Efek Samping: produk Kalsium jarang menyebabkan sakit perut. Namun, asupan
yang berlebihan atau penyerapan kalsium dapat menyebabkan peningkatan kadar kalsium
dalam darah (hypercalcemia) yang dapat menyebabkan mual, muntah, penurunan nafsu
makan, sakit perut, mulut kering dan haus. Hypercalcemia parah dapat menyebabkan
kebingungan, delirium, pingsan dan koma.

3. Hipertensi  B adrenergic blocker (metoprolol), Ca channel blocker (nifedipin), ACE


inhibitor (captopril, enapril)
Nama Merk : Kaptopril
Nama Generik : Capoten
Kelas obat dan mekanisme : Captopril adalah anggota kelas obat angiotensin
converting enzyme (ACE) inhibitor. ACE inhibitor yang digunakan untuk merawat
tekanan darah tinggi, gagal jantung, dan untuk mencegah gagal ginjal akibat tekanan darah
tinggi dan diabetes. Inhibitor ACE lain termasuk enalapril (vasotec), quinapril (Accupril),
ramipril (Altace), fosinopril (Monopril), benazepril (lotensin), lisinopril (Zestril, Prinivil),
moexipril (Univasc) dan trandolapril (Mavik). Angiotensin II adalah bahan kimia yang
sangat kuat yang menyebabkan otot sekitar pembuluh darah kontraksi, dengan demikian
mempersempit pembuluh. Penyempitan pembuluh meningkatkan tekanan dalam pembuluh
darah dan menyebabkan tekanan darah tinggi (hipertensi). Angiotensin II terbentuk dari
angiotensin I dalam darah oleh enzim angiotensin converting enzyme atau ACE. ACE
inhibitor merupakan obat yang menghambat aktivitas enzim ACE dan penurunan produksi
9
angiotensin II. Akibatnya, pembuluh darah memperbesar atau membesar, dan tekanan
darah berkurang. Tekanan darah yang lebih rendah akan memudahkan bagi jantung untuk
memompa darah dan dapat meningkatkan fungsi hati yang gagal. Selain itu,
perkembangan penyakit pembuluh darah dalam ginjal yang disebabkan oleh tekanan darah
tinggi atau diabetes diperlambat. Kaptopril disetujui FDA pada April 1981.
Indikasi : Captopril digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain untuk
pengobatan tekanan darah tinggi dan gagal jantung. Captopril juga digunakan untuk
meningkatkan kelangsungan hidup dan mencegah gagal jantung dan dirawat di rumah
sakit karena gagal jantung setelah serangan jantung. Seperti ACE inhibitor lainnya,
kaptopril dapat memperlambat perkembangan gagal ginjal pada pasien dengan diabetes
atau tekanan darah tinggi.
Dosis: Dosis yang dianjurkan adalah 25-150 mg kaptopril 2-3x sehari. Dosis
maksimum adalah 450 mg per hari. Harus diambil pada waktu sebelum makan atau 1-2
jam setelah makan karena penyerapan kaptopril berkurang ketika digunakan bersama
makanan.
Interaksi Obat: Penggunaan ACE inhibitor dengan suplemen kalium, pengganti
garam atau diuretik, misalnya, spironolactone (aldactone), yang meningkatkan kalium
dalam darah berlebihan dapat mengakibatkan tingkat kalium (hiperkalemia). Kadar kalium
harus dipantau setiap kali ACE inhibitor yang digunakan dalam kombinasi dengan obat-
obatan ini. Ada laporan bahwa aspirin dan obat lainnya antiinflammatory non-steroid
(NSAID) seperti ibuprofen (Advil, Children's Advil / Motrin, Medipren, Motrin, Nuprin,
PediaCare Demam, dll), indometasin (Indocin, Indocin-SR), dan naproxen ( Anaprox,
Naprelan, naprosyn, Aleve) dapat mengurangi efek ACE inhibitor.
Efek Samping: captopril umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dan efek
samping biasanya ringan dan sementara. Batuk terus-menerus telah dilaporkan umumnya
dengan penggunaan kaptopril dan ACE inhibitor lainnya. Batuk berhenti setelah
menghentikan obat. Efek samping lain termasuk sakit perut, sembelit, diare, ruam, pusing,
kelelahan, sakit kepala, kehilangan rasa, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, pingsan
dan mati rasa atau kesemutan di tangan atau kaki. Captopril dan inhibitor ACE lain juga
dapat menyebabkan gagal ginjal dan peningkatan kadar kalium dalam darah. Tetapi sangat
jarang terjadi efek samping kegagalan hati dan angioedema (pembengkakan bibir dan
tenggorokan yang dapat menghalangi pernapasan).
10
4. CHF dan edemia paru  diuretik (furodemide, lasix), inotropik (digitalis, dobutamin)
Nama Merk : Lasix, Delon, Detue
Nama Generik : Furosemide
Kelas obat dan mekanisme : Furosemide adalah diuretik yang digunakan untuk
menghilangkan air dan garam dari tubuh. Dalam ginjal, garam (terdiri dari natrium dan
klorida), air, dan molekul kecil lainnya yang biasanya akan disaring keluar dari darah dan
masuk ke dalam tubulus ginjal. Akhirnya cairan yang disaring menjadi air seni. Sebagian
besar natrium, klorida dan air yang disaring dari darah diserap ke dalam darah sebelum
cairan disaring menjadi air kencing dan dihilangkan dari tubuh. Furosemide bekerja
dengan menghalangi penyerapan natrium, klorida, dan air dari cairan yang disaring dalam
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan yang mendalam output urin (diuresis). Awal
tindakan setelah oral adalah dalam waktu satu jam, dan diuresis berlangsung sekitar 6-8
jam. Tindakan awal setelah injeksi adalah lima menit dan durasi diuresis adalah dua jam.
Efek furosemide dapat menyebabkan penurunan natrium, klorida, tubuh air dan mineral
lainnya. Oleh karena itu, berhati-hati pengawasan medis yang diperlukan selama
perawatan. Furosemide disetujui FDA pada bulan Juli 1982.
Indikasi : Furosemide adalah diuretik kuat yang digunakan untuk mengobati
akumulasi cairan yang berlebihan dan / atau bengkak (edema) dari tubuh disebabkan oleh
gagal jantung, sirosis, gagal ginjal kronis, dan sindrom nefrotik. Kadang-kadang
digunakan sendiri atau bersama-sama dengan obat ACE inhibitor untuk mengobati tekanan
darah tinggi. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengurangi kelebihan kalsium dalam
darah (hypercalcemia).
Dosis: Dosis awal yang biasa diberikan adalah dosis oral untuk pengobatan edema
pada orang dewasa adalah 20-80 mg sebagai dosis tunggal. Dosis yang sama atau
peningkatan dosis dapat diberikan 6-8 jam kemudian. Dosis dapat ditingkatkan 20-40 mg
setiap 6-8 jam sampai efek yang diinginkan terjadi. Dosis yang efektif dapat diberikan
sekali atau dua kali sehari. Beberapa pasien mungkin memerlukan 600 mg setiap hari.
Dosis oral awal bagi anak-anak adalah 2 mg / kg. Dosis awal dapat ditingkatkan dengan 1-
2 mg / kg setiap 6 jam sampai efek yang diinginkan tercapai. Dosis lebih besar dari 6 mg /
kg tidak dianjurkan. Dosis yang dianjurkan untuk mengobati hipertensi adalah 40 mg dua
kali sehari.
11
Interaksi obat: Administrasi furosemide dengan antibiotik aminoglikosida
(misalnya, gentamisin) atau Edecrin dapat menyebabkan kerusakan pendengaran.
Furosemide dilarang digunakan bersamaan dengan aspirin. Furosemide juga dapat
mengurangi ekskresi litium (Eskalith, Lithobid) oleh ginjal, menyebabkan peningkatan
kadar lithium dan kemungkinan efek samping dari litium. Sucralfate (Carafate)
mengurangi tindakan furosemide oleh furosemide mengikat dalam usus dan mencegah
para penyerapan ke dalam tubuh. Menelan sucralfate furosemide dan harus dipisahkan
oleh dua jam.
Efek Samping: Efek samping yang umum dari furosemide termasuk tekanan darah
rendah, dehidrasi dan elektrolit penipisan (misalnya, natrium, kalium). Efek samping yang
jarang terjadi termasuk penyakit kuning, dering di telinga (tinnitus), kepekaan terhadap
cahaya (ketakutan dipotret), ruam, pankreatitis, mual, diare, sakit perut, dan pusing.
Peningkatan gula darah dan kadar asam urat juga dapat terjadi.
Peringatan : Ini adalah obat keras. Menggunakan terlalu banyak obat ini dapat
menyebabkan air dan mineral yang serius kehilangan. Katakan kepada dokter segera jika
menjadi sangat haus atau bingung, atau mengembangkan kejang otot / kelemahan saat
mengambil obat ini.

5. Antikonvulsan  Diazepam (valium) dan dilantin


Nama Merk : Valium, Diastat
Nama Generik : Diazepam
Kelas obat dan mekanisme : Diazepam adalah obat anti-cemas di benzodiazepine
keluarga, keluarga yang sama yang termasuk alprazolam (Xanax), clonazepam (Klonopin),
lorazepam (Ativan), flurazepam (Dalmane), dan lain-lain. Diazepam dan benzodiazepin
lainnya bekerja dengan meningkatkan efek gamma-aminobutyric acid (GABA) di otak.
GABA adalah neurotransmitter (bahan kimia yang digunakan sel-sel saraf untuk
berkomunikasi dengan satu sama lain) yang menghambat aktivitas di dalam otak. Hal ini
diyakini bahwa aktivitas yang berlebihan dalam otak dapat menyebabkan kecemasan atau
gangguan kejiwaan lainnya.
Indikasi : Diazepam digunakan untuk pengobatan gangguan kecemasan. Diazepam
juga digunakan untuk pengobatan agitasi, tremor, delirium, kejang, dan halusinasi yang
dihasilkan dari penarikan alkohol. Ini digunakan untuk mengobati kejang-kejang dan
12
kejang otot relief di beberapa penyakit neurologis. Obat ini termasuk dalam kelas obat
yang disebut benzodiazepin yang bekerja pada otak dan saraf (sistem saraf pusat) untuk
menghasilkan efek menenangkan. Ini bekerja dengan meningkatkan efek kimia alami
tertentu dalam tubuh (GABA).
Dosis: Diazepam dapat diambil setelah atau sebelum makan. Diazepam di
metabolisme oleh hati dan diekskresikan terutama oleh ginjal. Dosis diazepam mungkin
perlu diturunkan pada pasien dengan fungsi ginjal yang abnormal. Dosis diazepam 2-10
mg 2-4 kali sehari.
Interaksi Obat: Alkohol atau obat yang menyebabkan sedasi dapat menambah efek
obat penenang diazepam. Pasien yang memakai benzodiazepin harus menghindari
kombinasi tersebut. Simetidin (Tagamet), ketoconazole (nizoral), omeprazol (Prilosec,
Rapinex), fluvoxamine (Luvox), dan fluoxetine (Prozac) dapat memperpanjang efek hati
diazepam dengan menghambat enzim yang memecah diazepam. Dosis mungkin perlu
dikurangi apabila obat ini digunakan dengan diazepam.
Efek Samping: Yang paling sering efek samping dari diazepam adalah mengantuk,
kelelahan, dan ataksia (kehilangan keseimbangan). Yang jarang terjadi, diazepam
menyebabkan reaksi yang paradoks dengan sifat dapat terangsang, kejang otot, kurang
tidur, dan kemarahan. Kebingungan, depresi, masalah bicara, dan penglihatan ganda juga
jarang terjadi. Diazepam bisa menyebabkan ketergantungan (dependensi), terutama bila
digunakan dosis yang lebih tinggi selama periode waktu yang panjang. Pada pasien
kecanduan diazepam atau setelah penggunaan jangka panjang, tiba-tiba penghentian obat
dapat menyebabkan gejala penarikan diri (insomnia, sakit kepala, mual, muntah, sakit
kepala ringan, berkeringat, cemas, dan kelelahan). Kejang dapat terjadi pada kasus yang
lebih parah penarikan. Oleh karena itu, setelah penggunaan yang berkepanjangan,
diazepam harus perlahan-lahan

6. Heparin  mencegah clotting saat dialysa


7. Supplement tinggi zat besi

Transplantasi (cangkok) Ginjal


Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara "memanfaatkan" sebuah ginjal
sehat (yang diperoleh melalui proses pendonoran) melalui prosedur pembedahan. Ginjal sehat
13
dapat berasal dari individu yang masih hidup (donor hidup) atau yang baru saja meninggal
(donor kadaver). Ginjal ‘cangkokan’ ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi ginjal yang
sudah rusak.
Biasanya ginjal transplan diletakkan di fosa iliaka anterior sampai Krista iliaka pasien.
Ureter dari ginjal transplant ditanamkan ke kandung kemih atau dianastomosiskan ke ureter
resipien. Ginjal lama, walaupun sudah tidak banyak berperan tetap berada pada posisinya
semula, tidak dibuang, kecuali jika ginjal lama ini menimbulkan komplikasi infeksi atau
tekanan darah tinggi.

Faktor – faktor yang memengaruhi keberhasilan transplantasi ginjal terdiri dari faktor yang
bersangkut paut dengan donor, resipien, faktor imunologis, faktor pembedahan seperti
penanganan pra-operatif, peri operatif, dan pasca operatif.
a. Donor ginjal
Donor hidup bisa berasal dari individu yang mempunyai hubungan keluarga atau tidak ada
hubungan keluarga.
Donor hidup khususnya yang mempunya hubungan keluarga harus memenuhi beberapa
syarat :
1. Usia > 18 tahun s.d. < 65 tahun
2. Memiliki motivasi yang tinggi untuk menjadi donor tanpa paksaan
3. Kedua ginjalnya normal
4. Tidak mempunyai peyakit yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dalam
jangka waktu yang lama
5. Kecocokan golongan darah ABO, HLA dan tes silang darah (cross match)
6. Tidak memiliki penyakit yang dapat menular kepada pasien
7. Sehat mental
8. Toleransi terhadap operasi baik

Pemeriksaan calon donor meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik lengkap, pemeriksaan


laboratorium lengkap termasuk tes fungsi ginjal, pemeriksaan golongan darah dan system
14
HLA, pemeriksaan pertanda infeksi virus (hepatitis B, hepatitis C, CMV, dan HIV), foto
dada, IVP, ekokardiografi, dan arteriografi ginjal.
Sedangkan pada donor jenazah (cadaver) syarat yang harus dipenuhi diantaranya:
1. Berasal dari pasien yang mengalami mati batang otak akibat kerusakan otak yang
fatal
2. Usia 10 – 60 tahun
3. Tidak mempunyai penyakit yang dapat ditularkan seperti hepatitis, HIV, atau
penyakit keganasan (kecuali tumor otak primer)
4. Fungsi ginjal harus baik sampai pada saat akhir menjelang kematian.
b. Resipien ginjal

Pasien gagal ginjal terminal yang potensial menjalani transplantasi ginjal harus dinilai
status kesehatannya oleh tim transplantasi, setelah itu dilakukan evaluasi dan persiapan
untuk transplantasi. Resipien tetap menjalani hemodialisis secara teratur sebelum operasi
transplantasi. Frekuensi dialysis menjadi lebih sering menjelang operasi untuk mencapai
keadaan seoptimal mungkin pada saat menjalani operasi.
Pemeriksaan jasmani yang teliti dilakukan untuk menetapkan adanya hipertensi, penyakit
pembuluh darah perifer, penyakit jantung koroner, ulkus peptikum, dan keadaan saluran
kemih. Di samping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap seperti petanda infeksi
virus (hepatitis, CMV, HIV), foto dada, USG, EKG, ekokardiografi. Pemeriksaan gigi
geligi dan THT juga dilakukan.
Resipien yang potensial untuk tranplantasi ginjal:
1. Dewasa
2. Pasien yang kesulitan dalam menjalani hemodialisis dan CAPD
3. Saluran kemih bawah harus normal bila ada kelainan dikoreksi terlebih dahulu
4. Dapat menjalani terapi imunosupresan dalam jangka waktu yang lama dan kepatuhan
berobat tinggi.

Kontraindikasi :
1. Infeksi akut : tuberculosis, ISK, hepatitis akut
2. Infeksi kronik
3. Brokiektasis
4. Ateroma yang berat
15
5. Ulkus peptikum yang aktif
6. Penyakit keganasan
7. Malnutrisi

DIET
Terapi diet hanya bersifat membantu memperlambat progresivitas penyakit. Pada pasien
GGK, fokus terapi gizi adalah untuk menghindari asupan elektrolit yang berlebihan dari
makanan karena kadar elektrolit bisa meninggi akibat klirens renal yang menurun.
Diet yang dianjurkan untuk pasien dengan Gagal Ginjal Kronis meliputi :
1. Protein
Diet Rendah Protein bermanfaat untuk :
- memperlambat progresivitas gagal ginjal,
- menghilangkan gejala-gejala uremia, dan
- mengurangi akumulasi hasil akhir metabolisme protein yakni ureum dan toksin ureum
lainnya.
Pembatasan protein :
- Protein untuk pasien yang tidak melakukan dialysis : 0,6-0,8 g/kgBB /hari
- Protein untuk pasien dengan hemodialisis: 1-1,2 g/kg BB/hari untuk menggantikan
kehilangan selama dialysis.
- Protein untuk peritoneal dialysis : 1,2-1,5 gr/kgBB/hari.
Protein yang dianjurkan adalah sumber protein hewani dengan nilai biologis yang tinggi, seperti
telur, daging, ikan, dan ayam.
Tabel 1. Makanan sumber protein hewani
Jenis makanan Mg/100gr
Ayam 18
Daging babi (kurus) 14
Daging domba 17
Daging kambing 16
Daging sapi 19
Ikan segar 20
Keju 23
Putih telur 11

16
Susu bubuk 25
Susu sapi segar 3
Telur ayam 13
Sumber : Hartono,Andry. 2006.Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC
2. Kalori
Kalori yang cukup dari karbohidrat dan lemak dibutuhkan untuk meminimalisir
katabolisme protein dan untuk mempertahankan berat badan.
Asupan kalori dianjurkan sebesar 30-35 kkal/kg BB/hari
- Karbohidrat
Asupan karbohidrat dianjurkan 50-60% dari kalori total
- Lemak
1. Pilih makanan yang mengandung lemak tak jenuh.
2. Pemberian asam lemak omega-3 dapat menyediakan intake kalori yang adekuat.
Diet gagal ginjal sering disebut diet nasi (rice diet) karena nasi mengandung jumlah kalori
yang cukup tinggi tetapi memiliki kandungan protein yang relative rendah jika
dibandingkan kentang atau roti (gandum).
3. Potassium
Pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis didapatkan hiperkalemia ( serum potassium >5 )
dapat menyebabkan aritmia jantung untuk itu :
Dan potassium biasanya direstriksi pada klien dengan dialysis. Orang sehat memerlukan
potassium 2-6 gr/hari. Intake potassium untuk klien gagal ginjal kronis 1,5-2,5 gr/hari
Jenis makanan yang rendah potassium :
Buah-buahan Sayur-sayuran Makanan lain
Apel Asparagus Nasi
Juice apel Buncis Mie
Apricot Kol Pasta
Berry Wortel Roti
Arbey Jagung segar Kue
Chery Mentimun Kopi ( dibatasi sampai 8
Cranberries Terong ons )
Anggur Jamur Teh ( dibatasi sampai 16

17
Juice anggur Selada ons )
Buah Cocktail Bayam
Nanas Bawang
Jeruk Mandarin Seledri
Pir Lada
Strawberry Lobak
Sumber : www.kidney.org ( National Kidney Foundation )

Jenis makanan yang tinggi potassium :


Buah-buahan Sayur-sayuran Makanan lain
Apricot Brokoli Coklat ( 1,5-2 ons )
Alpukat Pucuk bamboo Susu ( 1 cup )
Pisang Wortel mentah Sirup
Semangka Buncis hitam Kacang ( 1 ons )
Kiwi Kol cina Selai kacang ( 2 sendok
Mangga Toge Brussels makan )
Buah ara Jamur kaleng Semua pengganti garam
Jeruk Kentang Yogurt
Juice jeruk Labu
Pepaya Tomat
Buak persik Juice sayur
Juice delima
Kismis
Sumber : www.kidney.org ( National Kidney Foundation )

4. Sodium ( Natrium ) dan Terapi cairan


Pasien dengan CRF sering mengalami peningkatan jumlah cairan ekstraselular karena retensi
cairan dan natrium. Peningkatan cairan intravascular menyebabkan hipertensi, sementara
ekspansi cairan ke ruang interstisial menyebabkan edema.
- Penatalaksanaan meliputi restriksi asupan cairan dan natrium, serta pemberian terapi
diuretik. Asupan cairan dibatasi < 1 liter/hari, pada keadaan berat < 500 ml/hari.

18
- Natrium (NaCl) diberikan 2-4 gram per hari, tergantung dari beratnya edema. Restriksi
sodium pada pasien CRF sangat baik dengan jumlah 2000 mg/hari.
Jenis makanan yang tinggi sodium dan perlu dibatasi :
Jenis makanan Pengganti
Garam meja Bawang putih segar
Garam kemasan Bawang merah segar
Bawang putih kemasan Salad
Bawang merah kemasan Lada hitam
Saus barbeque Daging segar
Saus teriyaki Ikan
Saus kecap Telur
Saus tiram Keju ( 1-2 ons /minggu )
Snack ( crackers, keripik kentang, Sop rendah garam
kacang, popcorn,keripik
jagung )
Ham
Hot dogs
Kornet
Keju
Sumber : www.kidney.org ( National Kidney Foundation )
Petunjuk untuk menjaga kadar sodium dalam darah :
1. Hindari makanan yang mengandung tinggi sodium.
2. Masak makanan dengan bumbu pengganti garam seperti rampah-rempah.
3. Jika membeli makanan, jangan lupa membaca label kandungan makanan yang tertera di
belakang kemasan. Pilihlah makanan yang kandungan sodiumnya rendah.
4. Batasi penggunaan makanan olahan/kaleng dan makanan dingin.
- Jenis diuretik yang menjadi pilihan adalah furosemid, karena efeknya tergantung dari
sekresi aktifnya di tubulus proksimal. Pasien CRF umumnya membutuhkan dosis yang
tinggi (300-500 mg).
5. Fosfor dan vitamin
Level serum fosfor tinggi pada gagal ginjal kronis. Diet rendah protein secara tidak langsung
mengurangi intake fosfor.
19
- Susu perlu direstriksi maksimal 16 ons sehari karena susu banyak mengandung fosfor.
Intake fosfor 600-1200 mg sebaiknya dipertahankan. Kelebihan suplemen kalsium
harus dihindari , intake maksimum 2000 mg.
- Pemberian suplemen kalsium karbonat perlu untuk membantu mengurangi asupan
fosfor, namun menambah asupan kalsium. Kadar fosfor serum harus dikendalikan untuk
mencegah terjadinya hiperparatirodisme sekunder.
- Pemberian vitamin D3 diperlukan untuk mengatasi penurunan produksi 1,25 (OH)2
vitamin D3 di ginjal, dengan cara meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Vitamin ini
juga mensupresi secara langsung sekresi hormone paratiroid.
- Pemberian asam folat B6, B12 dapat diresepkan untuk pencegahan anemia.
- Pemberian vitamina A tidak dianjurkan pada penyakit ginjal stadium terminal karena
bersifat toksisitas.
- Suplemen vitamin C tidak boleh lebih dari 100mg karena penting untuk penyerapan zat
besi (mencegah anemia), pembentukan kolagen dan antibody, peningkatan
pembentukan oksalat.
KONSEP HEMODIALISA
A. Definisi
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk
limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut.
Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara mengalir
dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer
(konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara
osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada membran).

Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan
sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah
seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak

20
bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu
besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen
disebut gradien konsentrasi.

B. Tujuan
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit
akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu)
atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang
atau terapi permanen.
Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus serta tubulus
renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya. Sistem ginjal buatan:
 Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
 Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian
cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif
(penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
 Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
 Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam
darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah yang penuh dengan
toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiter tempat darah tersebut
dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.

C. Indikasi
1. Penyakit dalam (Medikal)
 ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal
mempertahankan RFT normal.
 CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup.
21
 Snake bite.
 Keracunan.
 Malaria falciparum fulminant
 Leptospirosis
2. Ginekologi
 APH
 PPH
 Septic abortion
3. Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialis :
 Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
 Serum kreatinin > 2 mg%/hari.
 Hiperkalemia.
 Overload cairan yang parah.
 Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis.
4. Pada CRF :
 BUN > 200 mg%.
 Creatinin > 8 mg%.
 Hiperkalemia.
 Asidosis metabolik yang parah.
 Uremic encepalopati
 Overload cairan
 Hb: < 8 gr% – 9 gr% siap-siap tranfusi.

D. Kontra indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak
responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan
menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan
akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi.
Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi
infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut.

22
E. Peralatan
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan
dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan
untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi
dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan
produk-produk sisa (klirens).
2. Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal.
Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring. Bukan
merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan
potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan
dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air
untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan
oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat
dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
3. Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple
dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat pembagian
proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio
konsentrat-air.
4. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa
infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi
ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
5. Komponen manusia
6. Pengkajian dan penatalaksanaan
 

F. Prosedur
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan peralatan,

23
perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui
salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter
hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk
mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena
subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai
dengan kebijakan institusi.

 
  Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah.
Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”,
keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum
mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling
dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah.
Kantong cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa
darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang  mengalir dari pasien dapat diklem sementara
cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus  untuk
memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan
ke sirkuit  pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus
heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang
digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam
kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang
meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan
pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan
diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat,
bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai
kecuali memang diperintahkan.

24
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang
postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem
darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk
mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun
program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan
ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis
karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk
digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

G. Pedoman Pelaksanaan
1. Perawatan sebelum hemodialisa
 Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
 Kran air dibuka
 Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran
pembuangan
 Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
 Hidupkan mesin
 Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
 Matikan mesin hemodialisis
 Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
 Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis
 Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
2. Menyiapkan sirkulasi darah
 Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
 Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas dan posisi
“outset” (tanda biru) di bawah.
 Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
 Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan tempatkan buble
tap di holder dengan posisi tengah..
 Set infus ke botol NaCl 0,9% – 500 cc
25
 Hubungkan set infus ke slang arteri
 Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.
 Memutarkan letak dializer dengan posisi  “inset” di bawah dan “out set” di atas,
tujuannya agar dializer bebas dari udara.
 Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
 Buka klem dari infus set ABL, VBL
 Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan
secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
 Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
 Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer,
dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg).
 Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat
pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
 Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
 Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
 Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer
reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
 Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan “outlet” di bawah.
 Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk
dihubungkan dengan pasien )soaking. 
3. Persiapan pasien
 Menimbang berat badan
 Mengatur posisi pasien
 Observasi keadaan umum
 Observasi tanda-tanda vital
 Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan
salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
a. Dengan interval A-V shunt / fistula simino
b. Dengan external A-V shunt / schungula
c. Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)

26
H. Interpretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang
dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah
dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses
penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam
sel ke plasma.
I. Komplikasi
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
 Kram Otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai
mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi
(penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
 Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat
natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan
berat cairan.
 Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada
pasien hemodialisa.
 Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-
osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang
mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien
osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem
serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani
hemodialisa pertama dengan azotemia berat
 Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien
yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

27
 Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan
mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan
faktor risiko terjadinya perdarahan.
 Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan
karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
 Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
 Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat
ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

KONSEP PERITONEAL DIALISA


A. Pengertian
Peritoneal dialisis suatu metode pencucian darah dengan mengunakan peritoneum
(selaput yang melapisi perut dan pembungkus organ perut). Cairan dimasukkan melalui sebuah
selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan
selama waktu tertentu sehingga limbah metabolik dari aliran darah secara perlahan masuk ke
dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang
baru.
Peritoneum berfungsi sebagai membran semipermiabel yang memungkinkan transfer
sisa nitrogen/toksin dan cairan dari darah ke dalam cairan dialisat. Dialisis Peritoneal dipilih
karena menggunakan teknik yang lebih sederhana dan memberikan perubahan fisiologis lebih
bertahap daripada hemodialis

B. Prosedur
Cairan dialysis 2 L dimasukkan dalam rongga peritoneum melalui catheter tunchoff,
didiamkan untuk waktu tertentu (6 – 8 jam) dan peritoneum bekerja sebagai membrane semi
permeable untuk mengambil sisa-sisa metabolisme dan kelebihan air dari darah.
Osmosis, difusi dan konveksi akan terjadi dalam rongga peritoneum. Setelah dwell time
selesai  cairan akan dikeluarkan dari rongga peritoneum melalui catheter yang sama, proses ini
berlangsung 3 – 4 kali dalam sehari selama 7 hari dalam seminggu.
Sebelum melakukan Dialisis peritoneal, perlu dibuat akses sebagai tempat keluar
28
masuknya cairan dialisat (cairan khusus untuk dialisis) dari dan ke dalam rongga perut
(peritoneum). Akses ini berupa kateter yang “ditanam” di dalam rongga perut dengan
pembedahan. Posisi kateter yaitu sedikit di bawah pusar.  Lokasi dimana sebagian kateter
muncul dari dalam perut disebut “exit site”.

C. Faktor yang Mempegaruhi Proses Dialisis


 Tekanan osmotic
 Konsentrasi zat terlarut antara cairan CAPD dengan plasma darah dalam pembuluh
kapiler.
 Pada saat cairan dialisat dimasukkan dalam peritoneum, air akan diultrafiltrasi plasma   ke
dialisat, sehingga meningkatkan volume cairan intra peritoneal. Peningkatan
volume  cairan intraperitoneal berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa dari cairan
dialisat.
 Kecepatan transport air dan zat terlarut dapat diestimasi secara periodic melalui PET
test (Peritoneal Equilibrum Test).
 Standar konsentrasi elektrolit cairan CAPD:
- Na       (132 meq /lt)
- Cl        ( 102 meq /lt)
-  Mg       (0,5 meq /lt)
-  K         (0 meq /lt)

D. Keuntungan Peritoneal Dialisis


 Dapat dilakukan sendiri di rumah atau tempat kerja
 Pasien menjadi mandiri (independen), meningkatkan percaya diri
 Simpel, dapat dilatih dalam periode 1-2 minggu.
 Jadwal fleksibel, tidak tergantung penjadwalan rumah sakit sebagaimana HD
 Pembuangan cairan dan racun lebih stabil
 Diit dan intake cairan sedikit lebih bebas
 Cocok bagi pasien yang mengalami gangguan jantung
 Pemeliharaan residual renal function lebih baik pada 2-3 tahun pertama

29
E. Kelemahan Peritoneal Dialisis
 Resiko infeksi
 Peritonitis
 Exit site
 Tunnel
  BB naik karena glukosa, pada cairan CAPD diabsorbsi

F. Kontra Indikasi Peritoneal Dialisis


 Hilangnya fungsi membran peritoneum
 Operasi berulang pada abdomen, kolostomi,
 Ukuran tubuh yang besar (kemungkinan dengan PD yang adekuat tidak tercapai)
 Identifikasi problem yang potensial timbul sebelum CAPD dimulai
- Apakah pasien perlu seorang asisten (keterbatasan fisik / mental)
- Adakah hernia
- Penglihatan kurang
 Malnutrisi yang berat

G. Komplikasi Peritoneum Dialisa


 Perdarahan di tempat pemasangan selang atau perdarahan di dalam perut
 Perforasi organ dalam pada saat memasukkan selang
 Kebocoran cairan di sekitar selang atau ke dalam dinding perut
 Penyumbatan aliran cairan oleh bekuan darah
 Infeksi, baik pada peritoneum maupun di kulit tempat selang terpasang (menyebabkan
terbentuknya abses). Infeksi biasanya terjadi karena prosedur dialisa yang kurang steril.
Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotik
 Hipoalbuminemia
 Sklerosis peritonealis (pembentukan jaringan parut di peritoneum), yang mengakibatkan
penyumbatan parsial usus halus
 Hipotiroidisme
 Hiperglikemia, sering terjadi pada penderita kencing manis

30
 Hernia perut dan selangkangan
 Sembelit

31
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tn. K berusia 45 tahun datang ke unit hemodialisis (HD) untuk melakukan HD rutinnya yg
biasa dia lakukan 2x/minggu. Saat datang muka klien tampak pucat, udem anasarka, dan mengeluh
lemas. Saat dikaji oleh perawat, klien mengeluh cepat cape dan nafasnya terasa sesak saat aktivitas
dan diikuti dengan tremor, gatal – gatal di seluruh tubuhnya, kadang-kadang keluar darah dari
hidungnya. Kulit tampak kering dan banyak yang mengelupas, rambut tampak kusam dan
kemerahan. Pemeriksaan didapatkan hasil: BB 56kg, TB 152cm, BP 170/100mmHg, HR 96x/mnt,
RR 24x/mnt, Lab: Hb 8g%, ureum 312, kreatinin 3,1.
Dari riwayat sebelumnya, Tn. K bekerja di ruangan ber-AC dan minum < 4gelas / hari dan
mempunyai riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang lalu dan tidak terkontrol. Dia telah melakukan
HD sejak 2 tahun yang lalu.
Saat akan dilakukan HD Tn. K mengatakan pada dokter dan perawat bahwa ini adalah HD
terakhir yang akan ia lakukan karena merasa benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup seperti
ini terus. Ia juga mengatakan bahwa ia mengerti bahwa hidupnya tergantung pada dialisis. Ia
berencana ke Cina untuk mencari alternatif penanganan penyakitnya. Terapi: direncanakan
transfusi PRC 2 labu, diet rendah garam rendah protein rendah kolesterol, Hemapo 50 IU/kgIV.

ASUHAN KEPERAWATAN GGK


A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Tn. K
Usia : 45 tahun
Jenis kelamin : laki - laki
Pekerjaan : Sering berada di Ruangan ber-AC
Suku bangsa : -
Diagnosa medis : GGK

2. Keluhan utama
Mengeluh lemas, cepat lelah

3. Riwayat kesehatan sekarang


Setelah anamnesa klien menyatakan nafas sesak saat beraktivitas, gatal, sering keluar darah pada
area hidungnya, dan kadang gemetaran
 Apa saja yang bapak lakukan untuk mengurangi keluhan Bapak?
 Apa saja yang dapat memicu timbulnya keluhan pada Bapak?

32
 Seberapa sering Bapak mengalami keluhan-keluhan tersebut ?
 Apakah keluhan-keluhan yang bapak rasakan mengganggu aktivitas Bapak?

4. Riwayat kesehatan masa lalu


 Apakah Bapak pernah mengalami gangguan berkemih sebelumnya ?
 Apakah Bapak memiliki riwayat diabetes mellitus / kolesterol tinggi ?
 Apakah Bapak merokok / mengonsumsi alcohol ?
 Sudah berapa lama Bapak mengalami HT? (15 tahun)
(dalam kasus tidak dijelaskan)

5. Riwayat kesehatan keluarga


 Apakah ada anggota keluarga Bapak yang pernah mengalami penyakit ini ?

6. Kebutuhan dasar
 Pola makan (dalam kasus tidak dijelaskan)
Kaji adanya keluhan anoreksia dan mual, peningkatan BB progresif, dan adanya rasa logam
pada mulut.
 Pola tidur dan istirahat(dalam kasus tidak dijelaskan)
Kaji adanya gangguan tidur
 Pola eliminasi
Kaji adanya penurunan volume urin, karakteristik urin, dan penurunan frekuensi urin
 Pola seksual (dalam kasus tidak dijelaskan)
Pola seksual kemungkinan terganggu dengan adanya penyakit ini karena seiring
berkembangnya penyakit klien akan sulit ejakulasi
 Pola aktifitas (dalam kasus tidak dijelaskan)
Kaji adanya kelemahan otot, penurunan ROM.
 Pola hubungan dan peran klien (dalam kasus tidak dijelaskan)
Kaji bagaimana hubungan klien dengan lingkungan sosialnya
 Pola persepsi dan konsep diri (dalam kasus klien cemas)
Kaji bagaimana tanggapan klien tentang penyakitnya dan tentang dirinya adakah defisit
pengetahuan sehingga membuat pandangan trehadap diri menjadi negatif.

7. Pemeriksaan fisik
 Keadaan Umun
Penampilan : positif
Kesadaran CM

 Tanda – tanda vital


Tekanan darah : 170/100 mmHg (N : 120/80 mmHg)
Nadi : 96 x / menit (N : 60-100 x / menit)
RR : 24 x / menit (N : 12-20 x / menit)
Suhu : - (N : 36,5-37,5 derajat Celcius)

 Head to toe
33
a. Kepala dan wajah
Inspeksi : kulit klien nampak kering dan mengelupas, konjungtiva anemis
Palpasi : kelembaban kulit <<
Perkusi :-
Auskultasi : -
b. Dada, abdomen, area genetalia
Inspeksi : kaji adanya kusmaul, kaji kemungkinan ex:in = 1:1, kaji adanya pembesaran
abdomen berhub dengan ascites
Palpasi : pada area supra pubik teraba tegang
Perkusi :-
Auskultasi : -
c. Ekstremitas atas dan bawah
Inspeksi : tremor
Palpasi : Kulit Kering
Perkusi :-
Auskultasi : -

8. Pemeriksaan diagnostic

No Nama Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan (Pada Nilai Normal


Kasus)
1 Hb (hematologi) 14 gr/dl 13,5-18 gr/dl
2 Ureum (kimia klinik) 312 mg/dl 20-40 mg / dl
3 Kreatinin (kimia klinik) 3,1 mg/dl 0,3-1,3 mg/dl

B. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 Ds : Retensi Air dan Na Kelebihan cairan tubuh
- Klien
cepat lelah
- Nafas
sesak ketika
beraktivitas
- HD 2
tahuAn lalu

Do:
- BB: 56
kg
- TD :
170/100, HR:
96 x/mt, RR :
24 x/mt
- Ureum :
34
312
- Creatinin
312

2 Do : Anemia Intoleran aktivitas


- Tremor
- Hb : 8
- Transfusi
PRC : 2 labu
- Hemapo
50 iu/kg iv
Ds :
- K cepat
lelah
- Nafas
sesak ketika
beraktivitas

3 Ds : - Gangguan Gg. Integritas Kulit


Do : metabolisme
- Gatal
- Kulit
kering dan
mengelupas
- Rambut
kusam dan
kemerahan

4 Ds : Penyakit kronis yang HDR


- Klien menyatakan ini diderita oleh
adalah HD terakhir dan klien sehingga
akan mencari pola hidup, peran,
pengobatan ke cina dan kebiasaan
berubah

C. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan cairan berhubungan dengan edema sekunder terhadap retensi Na & cairan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan sekunder terhadap anemia.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme tubuh.
4. Harga Diri Rendah Situasional berhubungan dengan penyakit kronis yang diderita oleh
klien sehingga pola hidup, peran, dan kebiasaan berubah.

35
BAB IV
PEMBAHASAN

D. Rencana Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Kelebihan Tupen : setelah a) Pantau dengan a) Perlu untuk
cairan dilakukan ketat dan catat menentukan
berhubungan perawatan masukan dan fungsi ginjal,
dengan edema selama 3x24jam haluaran kebutuhan
klien memetuhi penggantian
sekunder
program b) Pantau dan cairan, dan
terhadap retensi pembatasan timbang berat penurunan resiko
Na & cairan. cairan dan kelebihan cairan
badan tiap hari.
menjadi Pasien
normovolemik diharapkan b) Peningkatan berat
dapat badan
Tupan : setelah menurunkan menunjukan
dilakukan 0,5kg berat volume cairan
perawatan badan/hari bila berlebihan
selama 7x24jam tidak makan
klien dalam c) Membantu
keadaan c) Rencanakan menghindari
normovolemik, pergantian periode tanpa
berat badan cairan pada cairan,
turun/stabil, pasien, dalam meminimalkan
bunyi napas batasan multiple kebosanan
normal, edema pilihan yang
<1 pada skala 0- d) Kaji kulit, terbatas, dan
4, dan tanda- wajah, area menurunkan rasa
tanda vital tergantung kekurangan dan
dalam batas edema. Evaluasi haus
normal derajat edema
pada skala +1 d) Edema terjadi
sampai +4 pada jaringan
yang tergantung
pada tubuh,
e) Auskultasi paru contoh tanga,
dan bunyi kaki, area
jantung lumbosakral.

f) Kaji tingkat e) Kelebihan cairan


kesadaran ;selid dapat
iki perubahan menimbulkan
mental, adanya edema paru,
gelisah dapat terjadi
bunyi napas
36
g) Kolaborasi tambahan, bunyi
Perbaiki penyebab jantung ekstra
yang dapat
kembali normal, f) Dapat
contoh menunjukan
memperbaiki perpindahan
perfusi ginjal, cairan, akumulasi
memaksimalkan toksinasidosis,
curah jantung, ketidakseimbanga
menghilangkan n elektrolit, atau
obstruksi terjadi hipoksia
melalui
pembedahan g) Mampu
mengembalikan
h) Awasi ke fungsi normal
pemeriksaan dari disfungsi
laboratorium, ginjal atau
seperti BUN, membatasi efek
Kreatinin, residu
Natrium dan
kreatinin urine, h) Mengkaji
natrium serum, penanganan yang
Hb/Ht, foto akan dilakukan
dada berdasarkan
keadaan hasil lab
i) Berikan/batasi i) Manajemen
cairan sesuai cairan diukur
indikasi untuk
menggantikan
pengeluaran dari
semua sumber
ditambah
j) Berikan obat perkiraan
sesuai indikasi kehilangan yang
- Diuretic, contoh tak tampak
furosemid (metabolism,
(Lasix), diaforesis)
mannitol
(Osmitrol) j) Diberikan pada
fase oliguria,
untuk melabarkan
lumen tubular
debris,
menurunkan
hiperkalemia, dan
- Antihipertensif, meningkatkan
contoh klonidin volume urine
(Catapres), adekuat
metildopa Untuk mengatasi
(Aldomet), hipertensi dengan
prazosin efek berbalikan

37
(Minipress) penurunan aliran
ginjal
k) Masukkan/ k) Kateterisasi
pertahankan mengeluarkan
kateter tak obstruksi saluran
menetap sesuai bawah dan
indikasi memberikan
pengawasan
akurat terhadap
pengeluaran urin
l) Siapkan untuk l) Dilakukan untuk
dialysis sesuai memperbaiki
indikasi kelebihan
volume,
ketidakseimbanga
n elektrolit,
asam/basa, dan
untuk
menghilangkan
toksin

2. Intoleransi Tupen : setelah a) Kaji a) Memengaruhi


dilakukan keterbatasan pilihan intervensi
aktivitas perawatan aktivitas,
berhubungan selama 3x24jam perhatikan b) Menurunkan
klien dapat adanya derajat ketidaknyamanan,
dengan menggerakkan keterbatasan/ke mempertahankan
anggota mampuan kekuatan
keletihan geraknya otot/mobilitas
sekunder b) Ubah posisi sendi,
Tupan : setelah klien secara meningkatkan
terhadap dilakukan sering bila tirah sirkulasi, dan
perawatan baring, berikan mencegah
anemia. selama 7x24jam bantal di bagian kerusakan kulit
klien dapat tubuh yang
beraktivitas sakit
seperti biasanya c) Merangsang
c) Berikan pijatan sirkulasi.
kulit. Mencegah iritasi
Pertahankan
kebersihan dan
kekeringan kulit d) Memobilisasi
sekresi
d) Dorong napas memperbaiki
dalam dan ekspansi paru dan
batuk. menurunkan
Tinggikan resiko komplikasi
kepala tempat paru misal
tidur sesuai atelektasis,
yang pneumonia
diperbolehkan.
38
Ubah satu sisi
ke sisi lain
e) Menurunkan
kebosanan,
e) Berikan meningkatkan
pengalihan yang relaksasi
tepat (teknik
distraksi),
contoh adanya
pengunjung,
radio, televise

f) Buat rencan f) Meningkatkan


program energy klien dan
aktivitas dengan perasaan
masukan dari sejahtera
klien terkontrol

g) Kolaborasi g) Menurunkan
Berikan tempat tekanan jaringan
tidur dan dapat
busa/kapuk meningkatkan
sirkulasi sehingga
menurunkan
h) Implementasika resiko iskemia
n program
latihan
Bila tepat h) Penelitian
menunjukan
program latihan
yang teratur
memberikan
keuntungan
kepada klien
dengan penyakit
gagal ginjal
kronis baik secara
fisik maupun
emosional.
3. Kerusakan Tupen : setelah a) Inspeksi kulit a) Menandakan area
integritas kulit dilakukan terhapad sirkulasi
berhubungan perawatan perubahan buruk/kerusakan
dengan gangguan selama 3x24jam warna, turgor, yang dapat
metabolisme klien dapat vascular. menimbulkan
tubuh. mempertahanka Perhatikan pembentukan
n kulit utuh kemerahan, dekubitus/infeksi
ekskorasi.
Tupan : setelah Observasi
dilakukan terhadap
perawatan ekimosis,
selama 7x24jam purpura.
39
klien dapat
menunjukan b) Pantau masukan b) Mendeteksi
perilaku/teknik cairan dan adanya dehidrasi
untuk mencegah hidrasi kulit berlebihan yang
kerusakan/ceder serta membrane memengaruhi
a kulit mukosa sirkulasi dan
integritas
jaringan pada
c) Inspeksi area tingkat seluler
tergantung pada
edema c) Jaringan edema
lebih cenderung
d) Ubah posisi rusak.robek
dengan sering,
gerakan klien
dengan d) Menurunkan
perlahan, beri takanan pada
bantalan pada edema, jaringan
tonjolan tulang dengan perfusi
dengan kulit buruk untuk
domba/bantal menurunkan
iskemia
e) Berikan
perwatan kulit.
Batasi
penggunaan e) Soda kue, mandi
sabun. Berikan dengn tepung
salep atau krim mengurangi rasa
(mis.lanolin, gatal dan
Aquaphor) mengurangi
pengeringan
daripada sabun.
Losion dan salep
f) Pertahankan untuk
linen kering, menghindari kulit
bebas keriput. kering, robekan
Selidiki keluhan kulit
gatal
f) Menurunkan
g) Anjurkan klien iritasi dermal dan
menggunakan resiko kerusakan
kompres kulit
lembab dan
dingin untuk
tekanan pada g) Menghilangkan
area pruritus. rasa
Pertahankan ketidaknyamanan
kuku pendek, dan menurunkan
berikan sarung resiko cedera
tangan selama dermal
tidur jika
40
diperlukan

h) Anjurkan
menggunakan
pakaian katun
longgar

i) Kolaborasi h) Mencegah iritasi


Berikan matras dermal langsung
busa/flotasi dan
meningkatkan
evaporasi lembab
pada kulit

i) Menurunkan
tekanan lama
pada jaringan
yang dapat
membatasi
perfusi seluler
yang
menyebabkan
iskemia
4. Harga diri rendah Tupen : setelah a) Kaji tingkat a) Mengidentifikasi
b.d penyakit dilakukan pengetahuan luas masalah dan
kronis yang perawatan pasien tentang perlunya
diderita oleh klien selama 3x24jam kondisi dan intervensi
sehingga pola klien dapat pengobatan
hidup, peran, dan menunjukan serta ansietas
kebiasaan mekanisme sehubungan b) Beberapa klien
berubah koping yang situasi saat ini memenadang
baik b) Diskusikan arti situasi sebagai
kehilangan/peru tatantangan
Tupan : setelah bahan pada beberapa sulit
dilakukan klien menerima
perawatan perubahan
selama 7x24jam hidup/penampilan
klien peran dan
menyatakan kehilangan
penerimaan c) Perhatika periku kemampuan
terhadap situasi menarik diri, control tubuh
diri tidak sendiri
menggunakan c) Indicator
pengingkaran terjadinya
atau perilaku kesulitan
mengindikasika menangani stes
n terlalu terhadap apa
mempermasalah yang terjadi
kan tubuh dan
fungsinya
d) Kaji
41
penggunaan
substansi adiktif d) Menunjukkan
(contoh disfungsi koping
alkohol), dan upaya untuk
pengrusakan menangani
diri/perilaku masalah dalam
bunuh diri tindakan tidak
e) Tentukan tahap efektif
berduka.
Perhatikan e) Identifikasi tahap
tanda deprsi yang sedang
berat/lama dialai klien
memberikan
pedoman untuk
mengenal dan
menerima
f) Akui perilaku dengan
kenormalan tepat. Depresi
perasaan lama menunjukan
perllunya
intervensi lanjut
g) Dorong klien f) Pengenalan
untuk perasaan tersebut
menyatakan diharapkan
konflik kerja membantu klien
dan pribadi untuk menerima
yang mungkin dan mengatasinya
timbul dan secara efektif
dengar dengan g) Membantu klien
aktif mengidentifikasi
h) Tentukan peran dan mencari
klien dalam solusi masalah
keluarga dan
persepsi klien
akan harapan
diri dan orang
lain

h) Penyakit
lama/permanen
dan
i) Anjurkan orang ketidakmampuan
terdekat memengaruhi
memperlakukan kemampuan klien
klien secara untuk memenuhi
normal dan peran dalam
bukan sebagai keluarga/kerja.
orang cacat Harapan tak
realistis dapat
j) Bantu klien meruntuhkan
untuk harga diri dam

42
memasukkan memengaruhi
manajemen penyakit
penyakit dalam i) Menyampaikan
pola hidup harapan bahwa
klien mampu
untuk
k) Identifikasi mempertahankan
kekuatan, perasaan harga
keberhasilan diri dan tujuan
dahulu, metode hidup
sebelumnya j) Kebutuhan
yang berhasil pengobatan
untuk mengatasi memberikan
stressor hidup aspek lebih
normal bila ini
l) Bantu klien adalah bagian
mengidentifikas rutin sehari-hari
i area dimana
mereka k) Berfokus pada
mempunyai ingatan akan
beberapa kemampuan
tindakan sendiri
control. Berikan menghadapi
kesempatan masalah dapat
untuk membantu klien
berpartispasi mengatasi situasi
dalam proses saat ini
pengambilan l) Memberikan
keputusan perasaan control
m) Kolaborasi di atas situasi tak
Rujuk ke perawatan terkontrol,
kesehatan.sumb mengembangkan
er komunitas, kemandirian
contoh
kelompok
pendukung,
perawat
spesialis
psikiatrik,
pelayanan m) Memberikan
social, konselor bantuan
kejuruan tambahan untuk
manajemen
jangka panjang
dari penyakit
kronis/perubahan
pola hidup

ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

43
Keperawatan Keperawatan
1. Resiko tinggi Mempertahankan Mandiri
kekurangan keseimbangan a. Ukur input a. Membantu
cairan cairan dibuktikan dan input mengevaluasi
berhubungan oleh berat badan cairan status cairan,
dengan dan tanda vital setiap hari khususnya bila
ultrafiltrasi stabil, turgor kulit dibandingkan
pembatasan baik, membran dengan berat
cairan, mukosa lembab, badan.
kehilangan tidak ada b. Timbang b. Penurunan berat
darah aktual perdarahan BB setiap badan waktu
sebelum pengukuran
dan sesudah dengan tepat
melakukan adalah
hemodialisa pengukuran
ultrafiltrasi dan
pembuangan
cairan.
c. Awasi TTV c. Hipotensi,
dan tekanan takikardia,
hemodinam penurunan
ik selama tekanan
hemodialisa hemodinamik
menunjukan
d. Posisikan kekurangan
klien pada cairan
posisi
d. Memaksimalkan
terlentang
aliran balik vena
atau
bila terjadi
trandelenbu
hipotensi
rg sesuai
kebutuhan
44
e. Heparinisasi
e. Kaji adanya sistemik selama
perdarahan dialisa
terus meningkatkan
menerus waktu
atau pembekuan dan
perdarahan menempatkan
besar pada pasien pada
sisi akses, resiko perdaahan,
membran khususnya
mukosa, selama 4 jam
insisi / luka. pertama setelah
Hematemes prosedur.
is / guaiak
feses,
drainase
gaster.

Kolaborasi a. Cairan garam


a. Berikan faal / dekstrosa,
cairan IV elektrolit, dan
(contoh NaHCO3
garam faal) / mungkin
volume diinfuskan dalam
ekspander sisi vena
(contoh hemofolter CAV
albumin) bila kecepatan
selama ultra filtrasi
dialisa sesuai tinggi digunakan
indikasi untuk membuang
cairan
ekstraseluler dan
45
cairan toksik.
Volume
ekspander
mugkin
dibutuhkan
selama / setelah
hemodialisa bila
terjadi hipotensi
tiba-tiba/ nyata
2. Resiko tinggi Mempertahankan Mandiri
kehilangan jalan masuk a. Awasi a. Getaran
akses vaskuler vaskuler paten potensi disebabkan oleh
berhubungan aliran AV turbulen darah
dengan internal arterial tekanan
pembekuan/ pada aliran yang
Perdarahan interval masuk ke sistem
karena lepas sering : tekanan vena
sambungan Palpasi yang lebih
secara tidak getaran rendah dan harus
sengaja dista dipalpasi di atas
sisi keluarnya
vena.

b. Perhatikan b. Perubahan warna


warna dari merah
darah dan / sedang sampai
atau merah gelap
pemisahan keunguan
sel dan menunjukan
Serum aliran darah
sebelumnya lembam /
46
pembekuan dini.
Pemisahan dalam
selang indikatif
pembekuan.
Darah merah
gelap kemudian
cairan kuning
jernih
c. Evaluasi menunjukan
keluhan pembentukan
nyeri, kebas bekuan lengkap.
/
kesemutan; c. Mengindikasikan
perhatikan ketidak
pembengka adekuatan suplai
kan darah.
ekstremitas Menurunkan
distal pada risiko
jalan pembekuan /
masuk.. pemutusan..

d. Kaji kulit d. Tanda infeksi


sekitar lokal, dapat
akses menjadi sepsis
vaskuler, bila tak diatasi..
perhatikan
kemerahan,
pembengka
kan, hangat
lokal,
eksudat,
nyeri tekan. e. Tanda infeksi /
47
sepsis yang
e. Hindari
memerlukan
kontaminas
intervensi medik
i pada sisi
cepat
akses.
Gunakan
teknik
aseptik dan
masker bila
memberika
n perawatan
pirau,
mengganti
balutan,
f. Menentukan
dan bila
adanya patogen.
melakukan
proses
a. Pengobatan cepat
dialisa.
infeksi dapat
f. Awasi mengamankan
suhu. jalan masuk,
mencegah sepsis
Perhatikan
adanya
demam,
mengigil,
hipotensi..
Kolaborasi
a. Berikan obat
sesuai
indikasi,
contoh :
Heparin
(dosis

48
rendah);
Antibiotik
(sistemik
dan / atau
topikal)
3 Resiko tinggi Mempertahankan Mandiri :
kelebihan “berat badan a. Perhatikan a. Kelebihan cairan
volume cairan kering “ dalam adanya karena tidak
berhubungan batas normal edema efisennya dialisa
dengan pasien edema,” perifer/sakral atau
pemasukan bunyi nafas jelas . Pernapasan hipervolemia
cairan secara dan kadar natrium gemericik, berulang
cepat dan dalam batas dispnea, diantara
berlebihan. normal. ortopnea, pengobatan
distensi vena dialisa apat
leher, menyebabkan
perubahan /eksaserbasi
EKG gagal jantung,
menunjukan seperti
hipertrofi diindikasi oleh
ventrikel.. tanda / gejala
kongesti vena
b. Perhatikan sistemik dan /
perubahan atau pernafasan.
mental.
b. Kelebihan cairan
/hipervolemia,
berpotensi untuk
Kolaborasi edema serebral
c. Awasi kadar (sindrom
natrium disekuilibrium).
serum. Batasi
49
pemasukan
natrium
sesuai c. Kadar natrium
indikasi. tinggi
dihubungkan
d. Batasi dengan
pemasukan kelebihan cairan,
peroral edema,
cairan hipertensi, dan
indikasi, komplikasi
pemberian jantung.
jangka waktu
memungkink d. Hemodialisa
an cairan intermiten
sepanjang mengakibatkan
periode 24 retensi
jam. /kelebihan
cairan antara
prosedur dan
dapat
memerlukan
pembatasan
cairan. Jarak
cairan
membantu
mengurangi
haus.

50
BAB V
KESIMPULAN, SARAN, PENUTUP

Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit. GGK terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun dengan penurunan bertahap fungsi ginjal dan peningkatan bertahap tanda dan
gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir atau End Stage Renal Disease (ESRD). GGK
biasanya akibat dari kehilangan fungsi ginjal secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan menjadi ringan, sedang, dan berat
Demikian makalah ini saya buat semoga dapat menjadi tambahan ilmu khususnya
keperawatan bagi yang membaca pada umumnya dan saya penulis pada khususnya.

51
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedal Vol.2 Ed/8. Jakarta : EGC.
Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : ECG

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta :
EGC.
Nursalam & Fransisca. 2009. Asuhan Keperawatan pada Sistem Perkemihan . Jakarta : Salemba
Medika.
Prince, Sylvia Anderson.2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Vol.2.
Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia, Jakarta : Salemba Medika.
Sloane, Ethel. 2003. Anfis untuk Pemula, Jakarta : EGC.
Swearingen. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.

52

Anda mungkin juga menyukai