Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia, melalui mata manusia menyerap >80%
informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Namun gangguan terhadap
penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan hingga gangguan yang berat yang dapat
mengakibatkan kebutaan. Upaya mencegah dan menanggulangi gangguan penglihatan dan kebutaan
perlu mendapatkan perhatian. Untuk menangani permasalahan gangguan penglihatan dan kebutaan,
IAPB (International Agency for the Prevention of Blindness) bekerjasama dengan WHO memperkenalkan
program Vision 2020: The Right to Sight pada 18 Februari 1999. Vision 2020: The Right to Sight adalah
suatu inisiatif global untuk penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan di seluruh dunia pada
tahun 2020. Vision 2020 adalah kemitraan yang memberikan bimbingan, teknis dan sumber daya dalam
bentuk agenda program yang dapat diadaptasi oleh negara-negara anggotanya. Indonesia telah
menetapkan komitmennya untuk ikut dalam inisiatif global tersebut pada tanggal 15 Februari 2000 oleh
Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai Wakil Presiden saat itu. Dalam upaya mencapai Vision 2020 ini
WHO telah menetapkan setiap hari Kamis minggu kedua di bulan Oktober sebagai Hari Penglihatan
Sedunia (World Sight Day, disingkat sebagai WSD) yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2000. Tahun
2018 ini WSD jatuh pada tanggal 11 Oktober. Tema utama WSD tahun ini yang diangkat oleh WHO
melanjutkan tema sebelumnya yaitu “Universal Eye Health” dengan pesan khusus “Eye Care
Everywhere”, sedangkan tema nasional membawa pesan “Mata Sehat untuk Semua”. Sebagai titik awal
perencanaan program penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan yang direkomendasikan
oleh WHO melalui Vision 2020 adalah ketersediaan data mengenai situasi gangguan penglihatan dan
kebutaan di suatu wilayah atau negara melalui metode survei yang dapat diandalkan. Ketersediaan data
ini sangat penting agar program penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan dirancang
berdasarkan permasalahan yang muncul di masyarakat sehingga dapat dilakukan perencanaan program
yang efektif dan efisien. Pada dokumen WHO, WHA 66.4 tahun 2013, Menuju Universal Eye Health
2014- 2019, terdapat tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kemajuan kesehatan mata di
tingkat nasional di suatu negara, yaitu:

• Prevalensi kebutaan dan gangguan penglihatan.

• Jumlah tenaga kesehatan mata.

• Jumlah operasi katarak, yang dapat berupa angka CSR (Cataract Surgical Rate) atau CSC (Cataract
Surgical Coverage).

Ketiga indikator ini merupakan target global dan telah ditetapkan pula di dalam action plan. Target
penurunan prevalensi gangguan penglihatan yang dapat dicegah sebesar 25% di tahun 2019 dari
baseline tahun 2010. Untuk Indonesia, sesuai Peta Jalan Penanggulangan Gangguan Penglihatan di
Indonesia Tahun 2017-2030, target penurunan prevalensi gangguan penglihatan yang dapat dicegah
pada tahun 2030 sebesar 25% dari prevalensi hasil Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB)
Tahun 2014-2016.
Situasi gangguan penglihatan global

Hasil systematic review dan meta-analysis dari data berbasis populasi yang relevan dengan gangguan
penglihatan dan kebutaan global yang dipublikasikan tahun 1980-2015 mendapatkan hasil pada tahun
2015 diperkirakan dari 7,33 triliun penduduk dunia terdapat 253 juta orang (3,38%) yang menderita
ganguan penglihatan, yang terdiri dari 36 juta orang mengalami kebutaan, 217 juta mengalami
gangguan penglihatan sedang hingga berat. Di samping itu terdapat 188 juta orang mengalami gangguan
penglihatan ringan.

Klasifikasi gangguan penglihatan yang digunakan adalah sesuai dengan klasifikasi WHO, yaitu
berdasarkan tajam penglihatan. Gangguan penglihatan ringan jika tajam penglihatan berkisar <6/12-
≥6/18, gangguan penglihatan sedang dan berat jika tajam penglihatan berkisar <6/18- ≥ 3/60 dan buta
jika tajam penglihatan kurang dari 3/60 Istilah gangguan penglihatan merujuk pada kebutaan dan
gangguan penglihatan beratsedang.

Jika dibandingkan dengan tahun 1990 maka prevalensi gangguan penglihatan telah menurun yaitu dari
4,58% menjadi 3,38% di tahun 2015 sedangkan kebutaan menurun dari 0,75% di tahun 1990 menjadi
0,48% di tahun 2015.

Umur Populasi Prevalensi (%)

Buta Gangguan Gangguan penglihatan


penglihatan berat ringan
dan sedang
Total 7,33 miliyar 0,49 2,95 2,57

Laki laki 3,70 miliyar 0,43 2,64 2,35

0-49 tahun 2,92 miliyar 0,08 0,74 0,81

50-60 tahun 613 juta 0,93 6,78 6,46

≥70 tahun 169 juta 4,55 20,33 14,05

Perempuan 3,64 miliyar 0,55 3,27 2,79

0-49 tahun 2,78 miliyar 0,09 0,82 0,89

50-60 tahun 634 juta 1,03 7,48 6,99

≥70 tahun 222 juta 4,97 21,87 14,57

besar 55% penderita gangguan penglihatan adalah perempuan. Sedangkan menurut umur, proporsi
terbesar terjadi pada umur 50 tahun ke atas, yaitu 86% dari penderita kebutaan, 80% dari penderita
gangguan penglihatan sedang hingga berat dan 74% dari penderita gangguan penglihatan ringan.

B. Rumusan masalah

1.      Apa saja organ aksesoris mata?


2.      Apa saja bagian-bagian dari mata?
3.      Bagaimana gerakan bola mata?
4.      Apa saja media refraksi yang terdapat pada mata?
5.      Apa saja media refraksi mata?
6.      Bagaimna asuhan keperawatan  penyakit atau kelainan pada mata?

C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui organ aksesoris pada mata
2.      Untuk mengetahui anatomi mata
3.      Untuk mengetahui gerakan gerakan bola mata
4.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit atau kelainan pada mata
5.      Mengetahui media refraksi pada mata.

Daftar pustaka
Sumber :
1. Vision Loss Expert Group. Magnitude, temporal trends, and projections of the global prevalence of
blindness and distance and near vision impairment: a systematic review and meta-analysis
2. https://atlas.iapb.or

Anda mungkin juga menyukai