PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kemajuan ilmu manusia bisa dirasakan dengan kemudahannya seperti
transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi dan lain sebagainya.
Simgkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai
tujuan hidupnya. Maka timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah
dan penyelamat bagi manusia?. Kemajuan ilmu pengetahuan memang sudah
terbukti dengan manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi misalnya,
pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia namun
kemudian dipergunakan untuk hal-hal bersifat negatif yang menimbulkan
malapetaka bagi manusia itu sendiri, seperti yang terjadi di Bali 6 tahun yang lalu
dan menciptakan senjata kuman yang dipakai sebagai alat untuk membunuh
sesama manusia. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan
memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab, jika ilmu tidak
berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Ilmu dan moral, tanggung jawab sosial, serta revolusi genetika adalah hal yang
saling berhubungan. Terdapat beberapa pertanyaan yang pertama adalah benarkah
makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan kebenaran, makin benar maka
makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia dengan penalaran tinggi lalu
makin berbudi atau sebaliknya makin cerdas maka makin pandai pula kita
berdusta? Melalui makalah ini akan diuraikan mengenai ilmu dan moral, netralitas
seorang ilmuwan terhadap hasil penemuannya, khususnya dalam kasus atom
(nuklir) dan uraian tentang revolusi genetika.
2. Rumusan Masalah
Pada makalah ini terdapat empat rumusan masalah yaitu :
1. Apa yang dimaksud nilai kegunaan ilmu?
2. Bagaimana hubungan antara ilmu dan moral ?
3. Bagaimana nuklir sebagai produk sains ditinjau dari pilihan moral ?
4. Bagaimana pengaruh revolusi geneika terhadap tanggung jawab moral dan
sosial ilmuwan?
B. PEMBAHASAN
1. Aksiologi Ilmu
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan
ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan
mudah. Dan merupakan kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa peradaban
manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia
seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah
kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa
merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan,
komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk
membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan
penyelamat manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya,
pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun
kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan
malapetaka bagi umat manusia itu sendiri. Di sinilah ilmu harus diletakkan
proporsional dan memihak pada nilai- nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika
ilmu tidak berpihak pada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan
malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan
diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi
yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari si
ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan
pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika
keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung jawab seorang
ilmuwan haruslah “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat, tanggungjawab
akademis dan tanggungjawab moral. Pernyataan disekitar batas wewenang
penjelajahan sains, kaitan ilmu dengan moral, nilai yang menjadi acuan seorang
ilmuwan, dan tanggung jawab sosial ilmuwan telah menempatkan aksiologi ilmu
pada posisi yang sangat penting. Karena itu, salah satu aspek pembahasan
integrasi keilmuan ialah aksiologi ilmu.
Menurut bahasa Yunani, Aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan
logos artinya teori atau ilmu. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Berikut ini
dijelaskan beberapa definisi aksiologi.
1. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
2. Menurut Wibisono dalam Surajiyo (2009), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai
tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan
penggalian, serta penerapan ilmu.
3. Scheleer dan Langeveld memberikan definisi tentang aksiologi sebagai
berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu
teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan
deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral.
4. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama,
yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian
yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat
tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah
dan jelek.
5. Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang
menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan.
6. Menurut Bramel, dalam Amsal, 4 aksiologi terbagi tiga bagian :
a. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin
khusus yaitu etika.
b. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan
keindahan.
c. Socio-political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan
filsafat social politik.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama
adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang
nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika.
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, tak dapat dibantah lagi bahwa ilmu itu
sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat
mengubah wajah dunia. Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon
seperti yang dikutip oleh Jujun S. Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan
adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru
malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang
disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan
kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk
mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu
tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam
menggunakannya.