OLEH:
DENPASAR
2022
TINJAUAN PUSTAKA
d) Patofisiologis
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Berdasarkan proses perjalanan penyakit
dari berbagai penyebab seperti penyebab prarenal, intra renal dan postrenal
yang menyebabkan kerusakan pada glomerulus dan pada akhirnya akan
terjadi kerusakan nefron pada glomerulus sehingga menyebabkan
penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate) dan berakhir menjadi
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) dimana ginjal mengalami gangguan dalam
fungsi ekskresi dan sekresi. Akibat rusaknya glomerulus, protein tidak
dapat disaring sehingga sering lolos kedalam urin dan mengakibatkan
proteinuria. Hilangnya protein yang mengandung albumin dan antibodi
yang dapat mengakibatkan tubuh mudah terkena infeksi dan
mengakibatkan penurunan aliran darah (Silbernagl & Lang, 2014).
Normalnya, albumin berbentuk seperti spons yang berfungsi
sebagai pengatur cairan, menarik cairan ekstra dari tubuh dan
membersihkannya di dalam ginjal. Ketika glomerulus mengalami
kebocoran dan albumin dapat masuk kedalam urin, darah kehilangan
kemampuannya dalam menyerap cairan ekstra dari tubuh. Akibatnya
cairan dapat menumpuk di rongga antar sel atau di ruang interstisial yang
mengakibatkan pembengkakan pada kedua ekstremitas atas dan bawah,
terutama ekstremitas bawah, pergelangan kaki, wajah, hingga bawah mata
(Silbernagl & Lang, 2014).
Ginjal juga kehilangan fungsinya dalam mengeluarkan produk sisa
(sampah dari tubuh) sehingga produk sampah tetap tertahan di dalam
tubuh. Produk sampah ini berupa ureum dan kreatinin, dimana dalam
jangka waktu panjang, penderita dapat mengalami sindrom uremia yang
dapat mengakibatkan pruritus kemudian dapat mengakibatkan perubahan
pada warna kulit. Sindrom uremia juga mengakibatkan asidosis metabolik
yang dapat meningkatkan produksi asam di dalam tubuh dan
mengakibatkan penderita mengalami mual, muntah hingga gastritis akibat
iritasi lambung. Kelebihan komponen asam di dalam tubuh juga
mengakibatkan penderita bernapas dengan cepat dan pernapasan yang
dalam dan lambat (kusmaul), serta dalam keadaan berat, dapat
menyebabkan koma (Silbernagl & Lang, 2014).
Ginjal juga mengalami penurunan dalam mengeksresikan kalium,
sehingga penderita mengalami hiperkalemia. Hiperkalemia dapat
menyebabkan gangguan ritme jantung, dimana hal ini berkaitan dengan
keseimbangan ion-ion dalam jaringan otot yang mengatur elektrofisiologi
jantung. Pompa natrium kalium berperan penting dalam menjaga
keseimbangan proses bioelektrikal sel-sel pacu jantung. Penghantaran
listrik dalam jantung terganggu akibatnya terjadi penurunan COP
(Cardiac Output), sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan
terganggunya aliran darah ke seluruh tubuh (Smeltzer & Bare, 2015).
Ginjal juga mengalami penurunan dalam memproduksi hormon
eritopoetin dimana tugas dari hormon tersebut yaitu untuk merangsang
sumsum tulang belakang dalam memproduksi sel darah merah. Hal ini
mengakibatkan produksi sel darah merah yang mengandung hemoglobin
menurun sehingga klien mengalami anemia. Sel darah merah juga
berfungsi dalam mengedarkan suplai oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh,
maka ketika sel darah merah mengalami penurunan, tubuh tidak
mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup sehingga tubuh menjadi
lemas, tidak bertenaga, dan sesak (Smeltzer & Bare, 2015).
e) Manifestasi Klinis
Pada klien dengan penyakit ginjal kronis yang berakhir menjadi
gagal ginjal kronis (penyakit ginjal tahap akhir) akan memperlihatkan
beberapa manifestasi klinis. Keparahan tanda dan gejala juga bergantung
pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari.
Manifestasi klinis penyakit ginjal kronis sebagai berikut:
1. Manifestasi kardiovaskuler, mencakup hipertensi, yang diakibatkan
oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem rennin-
angiostensin-aldosteron, gagal jantung kongestif, perikarditis yang
diakibatkan iritasi pada lapisan pericardium oleh toksik uremik,
edema pulmonal, edema periorbital, edema pada ekstremitas dan
pembesaran vena jugularis yang diakibatkan oleh cairan berlebih.
2. Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekels, sputum kental dan
liat, napas dangkal serta pernapasan kussmaul.
3. Gejala dermatologi/integumen yang sering mencakup gatal-gatal
hebat (pruritis) yang diakibatkan oleh penumpukan kristal ureum
dibawah kulit, saat ini jarang terjadi karena penanganan dini.
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, ekimosis,
kulit kering dan bersisik, serta rambut menjadi tipis dan rapuh.
4. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi, mencakup anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, penurunan aliran saliva, penurunan
kemampuan pengecapan dan penciuman, perdarahan pada saluran
GI, konstipasi dan diare.
5. Gejala neurologi mencakup kelemahan dan keletihan, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsenterasi, kedutan otot,
kejang.
6. Gejala muskuloskeletal mencakup kram otot, kekuatan otot hilang,
fraktur tulang dan foot drop.
7. Gejala reproduksi mencakup amenor dan atrofi testikuler (Smeltzer
& Bare, 2015).
f) Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboraturium
Pemeriksaan laboraturium antara lain, hematologi: Melihat
konsentrasi hemoglobin dan hematokrit pada penderita penyakit ginjal
kronis, dimana biasanya penderita mengalami komplikasi berupa
anemia dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit di
dalam darah yang diakibatkan penurunan produksi eritropioetin,
penurunan usia sel maupun akibat dari perdarahan gastrointestinal.
Kimia darah: Dilakukan pemeriksaan kadar nitrogen dalam darah
(Blood Urea Nitrogen (BUN)), dan kreatinin serum, dimana pada
pemeriksaannya mengalami peningkatan di dalam darah yang
menandakan adanya penurunan dari fungsi ginjal dalam mengekskresi
kedua zat yang bersifat toksik di dalam tubuh. Kreatinin serum
merupakan indikator kuat bagi fungsi ginjal, dimana bila terjadi
peningkatan tiga kali lipat kreatinin, maka menandakan penurunan
fungsi ginjal sebesar 75%. Serum kreatinin juga digunakan dalam
memperkirakan LFG. Analisa Gas Darah (AGD): Digunakan untuk
melihat adanya asidosis metabolik yang ditandai dengan penurunan
pH plasma (Smeltzer & Bare, 2015).
2. Pemeriksaan Urin
Dilakukan pemeriksaan urinalisis yaitu untuk melihat adanya sel
darah merah, protein, glukosa, dan leukosit di dalam urin.
Pemeriksaan urin juga untuk melihat volume urin yang biasanya < 400
ml/jam atau oliguria atau urin tidak ada/anuria, perubahan warna urin
bisa disebabkan karena ada pus, darah, bakteri, lemak, partikel koloid,
miglobin, berat jenis < 1.015 menunjukkan gagal ginjal, osmolalitas <
350 menunjukkan kerusakan tubular (Corwin, 2009).
3. Pemeriksaan Radiologis
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi antara lain; sistokopi
(melihat lesi pada kandung kemih dan batu), voiding
cystourethrography (kateterisasi kandung kemih yang digunakan
untuk melihat ukuran dan bentuk kandung kemih), ultrasound ginjal
(mengidentifikasi adanya kelainan pada ginjal diantaranya kelainan
struktural, batu ginjal, tumor, dan massa yang lain), urografi intravena
(melihat aliran pada glomerulus atau tubulus, refluks vesikouter, dan
batu), KUB foto (untuk menunjukkan ukuran ginjal), arteriogram
ginjal (mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler,
massa) (Corwin, 2009, Nuari, 2017).
g) Penatalaksanaan Medis
Mengingat bahwa fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk
dikembalikan, maka tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengoptimalkan
fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara
maksimal untuk memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit
yang kompleks, gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu
dan serius sehingga akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan
harapan hidup klien (Prabowo & Pranata, 2014).
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250 - 1000
mg/hr) atau diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan
untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin
memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat
oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan
pencatatan keseimbangan cairan. Kontrol keseimbangan cairan
dapat dilakukan dengan rumus: BC = Intake/cairan masuk –
(Output/cairan keluar + IWL). Dikatakan seimbang apabila cairan
yang masuk sama dengan cairan yang keluar. Intake/cairan masuk
dimulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan dalam
makanan pasien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, obat
yang di drip, albumin dll. Output/cairan keluar yaitu urin dalam 24
jam, jika pasien dipasang kateter maka hitung dalam ukuran di
urine bag, jka tidak terpasang maka pasien harus menampung
urinnya sendiri, biasanya ditampung di botol air mineral dengan
ukuran 1,5 liter, kemudian feses, adanya muntah, perdarahan,
cairan drainage, dan cairan NGT terbuka. IWL (Insensible Water
Loss) ialah jumlah cairan keluarnya tidak disadari dan sulit
dihitung, yaitu jumlah keringat dan uap hawa nafas. Penghitungan
IWL dilakukan dengan rumus: IWL = (15xkgBB)/24jam.
2. Penatalaksanaan Kolaboratif
a. Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20 - 40 gr/hr) dan tinggi kalori
menghilangkan gejala anoreksia dan nausea (mual) dan uremia,
menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari
masukan berlebihan dari kalium dan garam.
b. Kontrol hipertensi
Bila tidak dikontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal
jantung kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,
keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung
tekanan darah.
c. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Untuk mencegah hiperkalemia, hindari masukan kalium yang
besar, diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan
dengan ekskresi kalium (misalnya, obat anti-inflamasi nonsteroid).
d. Mencegah penyakit tulang
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat
seperti aluminium hidroksida (300 -1800 mg) atau kalsium
karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan.
e. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imonosupuratif dan
terapi lebih ketat.
f. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat - obatan yang harus diturunkan dosisnya karena
metaboliknya toksik pada ginjal Misalnya: analgesik opiate.
Dialisis biasanya dilakukan pada gagal ginjal dengan gejala klinis
yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi
komplikasi.
g. Deteksi komplikasi
Pengawasan dengan ketat kemungkinan terjadi ensefalopati
uremia, perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia meningkat,
kelebihan volume cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam
jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
h. Dialisis dan program transplantasi
Dialysis digunakan untuk mengeluarkan produk sisa cairan dan
uremik dari tubuh bila ginjal tidak mampu melakukanya juga dapat
digunakan untuk mengobati klien dengan edema yang tidak
meresponpengobatan lain, hepatik, hiperkalemia, hiperkalsemia,
hipertensi, dan dialysis peritonial, untuk menggantikan ginjal yang
tidak berfungsi. Dialisis adalah pergerakan cairan dan butir-butir
(partikel) melalui membran semipermeabel. Dialisis adalah suatu
tindakan yang dapat memulihkan keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengendalikan keseimbangan asam-basa, dan
mengeluarkan sisa metabolisme dan bahan dari tubuh.
i. Manajemen asidosis metabolik
Terapi farmakologi yang digunakan untuk penderita PGK
dengan asidosis metabolik adalah pemberian Natrium bikarbonat.
Penurunan asupan protein dapat memperbaiki keadaan asidosis,
tetapi bila kadar bikarbonat serum kurang dari15 mEq/L, beberapa
ahli nefrologi memberikan terapi alkali, baik natrium bikarbonat
maupun natrium sitrat pada dosis 1 mEq/kg/ hari secara oral. Bila
asidosis berat, maka akan diterapi dengan pemberian Natrium
bikarbonat secara parenteral (Price and Wilson, 2006). Menurut
Matzke and Palevsky (2005) Natrium bikarbonat diberikan secara
oral jika kadar bikarbonat darah 12 - 20 mmol/L dan pH darah 7,20
- 7,40. Jika kadar bikarbonat darah <12 mmol/L dan pH darah
<7,20 maka natrium bikarbonat diberikan secara Intravena (IV).
Pemberian Natrium bikarbonat secara IV merupakan terapi yang
sangat penting untuk pasien asidosis metabolik. Pemberian
Natrium bikarbonat secara iv bolus lebih signifikan dibandingkan
secara iv drip dalam meningkatkan pH darah dan serum
bikarbonat. Menurut Ortega and Arora (2012) membuktikan bahwa
pemberian suplementasi bikarbonat pada pasien gagal ginjal kronik
dengan asidosis metabolik merupakan pilihan terapi yang mudah
diterapkan, ekonomis, dan hampir tidak ada efek samping. Terapi
alkali dapat melindungi perkembangan penyakit ginjal kronis,
terutama pada tahap serum bikarbonat normal.
3. Penatalaksanaan sesuai dan seiring dengan perburukan penyakit
menurut Corwin pada tahun 2009, antara lain:
a. Untuk PGK stadium 1, 2, dan 3 tujuan pengobatan adalah
memperlambat kerusakan ginjal lebih lanjut, terutama dengan
membatasi aspan protein dan pemberian obat-obat anti hipertensi.
Inhibitor enzim pengubah-angiotensin (ACE) terutama membantu
dalam memperlambat perburukan.
b. Renal Anemia Management Period, RAMP diajukan karena
adanya hubungan antara gagal jantung kongestif da anemia terkait
dengan penyakit gagal ginjal kronis. RAMP adalah batasan waktu
setelah suatu awitan penyakit ginjal kronis saat diagnosis dini dan
pengobatan anemia memperlambat progresi penyakit ginjal,
memperlambat komplikasi kardiovaskular, dan memperbaiki
kualitas hidup. Pengobatan anemia dilakukan dengan memberikan
eritropoitein manusia rekombinan (rHuEPO). Obat ini terbukti
secara dramatis memperbaiki fungsi jantung secara bermakna.
c. Pada stadium lanjut, terapi ditujukan untuk mengoreksi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Pada penyakit stadium akhir, terapi berupa dialysis atau
transplantasi ginjal.
e. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.
h) Komplikasi
1. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume,
ketidakseimbangan elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan
uremia.
2. Pada penyakit ginjal stadium 5 (penyakit ginjal tahap akhir), terjadi
azotemia dan uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang
secara mencolok merangsang kecepatan pernapasan.
3. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, enselopati uremik,
dan pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
4. Penurunan pembentukan eritropoietin yang dapat menyebabkan
sindrom anemia kardiorenal, dan penyakit ginjal yang akhirnya
dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
5. Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
6. Tanpa pengobatan dapat terjadi koma dan kematian (Corwin,
2009).
A. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
Proses keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah klien, membuat perencanaan,
untuk mengatasi, serta pelaksanaan dan evaluasi keberhasilan secara
efektif, terhadap masalah yang diatasinya. Proses keperawatan pada
dasarnya adalah metode pelaksanaan asuhan keperawatan yang sistematis
yang berfokus pada respon manusia secara individu, kelompok dan
masyarakat terhadap perubahan kesehatan baik aktual maupun potensial.
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu: pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi, dimana masing-masing tahap
saling berkaitan dan berkesinambungan dengan satu sama lain.
a. Pengumpulan Data Awal
1) Identitas klien
Terdiri dari nama, no. rekam medis, tanggal lahir, umur, agama,
jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal
masuk, diagnosa medis dan nama identitas penanggung jawab
meliputi: nama, umur, hubungan dengan pasien, pekerjaan dan
alamat.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum dan TTV
a. Keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit berat
b. Tingakat kesadaran klien menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat
c. TTV: RR meningkat, tekanan darah didapati adanya hipertensi
2. Kepala
5. Abdomen
Inspeksi: Biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau penumpukan
cairan
Auskultasi: Biasanya bising usus normal, berkisar antara 5-35
kali/menit
Palpasi : Biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan adanya
pembesaran hepar pada stadium akhir.
Perkusi : Biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites.
6. Genitourinaria
Inspeksi: kaji apakah ada luka di bagian alat genetalia
Palpasi: kaji apakah ada nyeri tekan atau tidak, apakah ada pembesaran
skrotum (laki-laki)
7. Ekstremitas
Inspeksi: Kaji apakah dibagian ekremitas ada luka, atau gatal-gatal,
oedema pada ekstermitas, kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa
panas pada telapak kaki, keterbatasan gerak sendi.
Palpasi: Kaji apakah ada nyeri tekan atau tidak.
8. Sistem Integumen
Inspeksi: Kaji warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik
adanya area ekimosis pada kulit.
9. Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, penurunan
tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses piker
dan disorientasi. Klien sering didapati kejang, dan adanya neuropati
perifer (Muntaqqin, 2011).
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Urine
a. Volume
Kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada (anuria)
b. Warna: biasanya didapati urine keruh disebabkan oleh pus,
bakteri, lem ak, partikel koloid, fosfat atau urat.
c. Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerus akan ginjal berat).
d. Osmolalitas: kurang dari 350 m0sm/kg (menunjukkan kerusakan
tubular)
e. Klirens Kreatinin: agak sedikit menurun.
f. Natrium: lebih dari 40 mEq/L, karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g. Proteinuri: terjadi peningkatan protein dalam urine (3-4+)
2. Darah
a. Kadar ureum dalam darah (BUN): meningkat dari normal.
b. Kreatinin: meningkat sampai 10 mg/dl (Normal: 0,5-1,5 mg/dl).
c. Hitung darah lengkap
- Ht: menurun akibat anemia
- Hb: biasanya kurang dari 7-8 g/dl
3. Ultrasono Ginjal: menetukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista
obstrusi pada saluran kemih bagian atas.
4. Pielogram retrograde: menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter
5. Endoskopi ginjal: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria d anpengangkatan tumor selektif
6. Elektrokardiogram (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimba ngan elektrolit dan asam/basa.
7. Menghitung laju filtrasi glomerulus: normalnya lebih kurang
125ml/menit, 1 jam dibentuk 7,5 liter, 1 hari dibentuk 180 liter
(Haryono, 2013).
2. Hemodialisa
1) Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa Hemodialisa berasal dari bahas Yunani hemo berarti
darah dan dialisis berarti pemisahan atau filtrasi. Secara klinis
hemodialisis adalah suatu proses pemisahan zat-zat tertentu (toksik) dari
darah melalui membran semipermeabel buatan (artificial) di dalam ginjal
buatan yang disebut dialiser, dan selanjutnya dibuang melalui cairan
dialisis yang disebut dialisat. Hemodialisa merupakan suat membrane atau
selaput semi permiabel. Membrane ini dapat dilalui oleh air dan zat
tertentu atau zat sampah. proses ini disebut dialysis yaitu proses
perpindahanya air atau zat, bahan melalui membrane semi permiabel.
terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidroobjekitf.
(Koeswa, 2009)
Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah
kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya
aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Smeltzer
& Bare, 2012).
2) Tujuan Hemodialisa
a) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein (toksin uremia)
b) Memperbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
c) Menjaga fungsi ginjal bila terjadi obstruksi
d) Untuk membersihkan nitrogen sebagai sampah metabolism
Indikasi:
a) Klien dengan syndrome uremik/azotemia (gagal ginjal akut
dan kronik), ureum > 200 mg/dl dan kreatinin > 1,5 mg/dl
b) Hiperkalemia: kadar kalium > 5,0 mEq/L
c) Asidosis, pH darah < 7,1
d) Kelebihan cairan
e) Dehidrasi berat
f) Keracunan barbiturate
g) Leptospirosis
h) Gagal ginjal kronik yang dipersiapkan untuk transpantasi
ginjal.
i) Dialisis pre operatif.
Kontraindikasi:
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk terapi dialisis, akan tetapi
manfaat terapi dialisis perlu dipertimbangkan lagi pada pasien dengan
sindrom hepato – renal, sirosishepatis yang lanjut dengan ensefalopati,
kanker serviks dan pada keganasan lanjut.
4) Prinsip Hemodialisa
Menempatkan darah disampingan dengan cairan dialisat, dipisahkan
oleh suatu membran (selaput tipis) yang disebut membrae semipermeabel.
Membrane dapat dilalui oleh air dan zat tertentu (zat sampah) sesuai
dengan besar molekulnya. Proses ini disebut dialisis yaitu pemisahan air
dan zat tertentu dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat atau
sebaliknya dari kompartemen dialisat ke kompartemen darah, melalui
membrane semi permeabel.
7) Komplikasi
a. Hipotensi: dapat terjadi selama dialysis karena cairan dikeluarkan dari
tubuh dan kelelahan penarikan cairan
b. Emboli udara: dapat terjadi bila udara memasuki sitem vaskuler pasien
c. Nyeri dada: dapat terjadi bila tekanan CO2 menurun bersama dengan
terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh
d. Kram otot: terjadi ketika cairan elektrolit dengan cepat meninggalkan
cairan eksternal
Penanganan komplikasi HD:
1. Hipotensi: meningkatkan BB pasien sebelum HD kemudian
membandingkan antara BB pre HD dengan post HD terakhir untuk
menentukan jumlah cairan yang akan dikeluarkan
2. Emboli udara: penanganan dengan mengeluarkan udara dari dalam otot
– otot HD tidak boleh ada udara yang masuk dalam alat HD dan
sebelum alat dipasang pada pasien maka alat dibilas dulu dengan NaCl
0,9% sekaligus untuk mendorong udara keluar, udara harus
dikeluarkan dari alat dan tidak boleh masuk ke dalam vaskuler pasien
karena dapat menimbulkan emboli.
3. Kram otot: bagian tubuh yang mengalami kram dipijat agar menjadi
lemas, pasien dianjurkan untuk relaks agar otot-otot yang kram bisa
lemas dengan cepat setelah dipijat.
4. Nyeri dada: nyeri disebabkan QB, tapi darah yang masuk dalam tubuh
lambat penanganannya dengan menurunkan QB.
5. Mual muntah: pasien diajarkan teknik relaksasi nafas dalam yang dapat
membantu merilekskan diri dan mengurangi rasa mual pasien
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Hemodialisa
a. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
irama jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas,
perubahan preload, perubahan afterload.
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan Hiperglikemia,
penurunan konsentrasi hemoglobin, penurunan aliran arter/vena,
peningkatan tekanan darah, Kekurangan volume cairan, Kurang
terpapar informasi tentang faktor pemberat, kurang terpapar informasi
tentang proses penyakit, Kurang aktivitas fisik.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Depresi pusat
pernafasan, Hambatan upaya nafas, Deformitas dinding dada,
Deformitas tulang dada, Gangguan neuromuscular, gangguan
neurologis, imaturitas neurologis, penurunan energi, obesitas, posisi
tubuh yang menghambat, sindrom hipoventilasi, kerusakan inervasi
diafragma, cedera pada medulla spinalis, efek agen farmakologis,
kecemasan.
d. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi,
kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan nutrisi, gangguan aliran
balik vena, efek agen farmakologis.
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan menelan
makanan, ketidakmapuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient, peningkatan kebutuhan metabolism, faktor
ekonomi, faktor psikologi
f. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, kebutuhan tidak
terpenuhi, krisis maturasional, ancaman terhadap konsep diri,
ancaman terhadap kematian, kekhawatiran mengalami kegagalan,
disfungsi sistem keluarga, faktor keturunan, terpapar bahaya
lingkungan, kurang terpapar informasi.
g. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, kekurangan/kelebihan volume cairan,
penurunan mobilitas, suhu lingkungan yang ekstrem, proses penuaan,
neuropati perifer, perubahan pigmentasi, perubahan hormonal, kurang
terpapar informasi.
h. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskuler, benda asing
dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan,
hyperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi, efek
agen farmakologis.
Intra Hemodialisa
a. Resiko cedera berhubungan dengan terpapar patogen, terpapar zat
kimia toksik, terpapar agen nosocomial, ketidakamanan transportasi,
perubahan sensai, disfungsi autoimun, hipoksia jaringan, perubahan
fungsi psikomotor, perubahan fungsi kongnitif.
b. Resiko hipovolemia berhubungan dengan ultrafiltrasi selama HD
c. Risiko perdarahan berhubungan dengan anuerisma, sirosis hepatitis,
ulkus lambung, varises, tindakan pembedahan, kanker, trauma.
d. Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan dengan
komplektisitas program perawatan/pengobatan, kurang terpapar
informasi, ketidakefektifan pola perawatan kesehatan keluarga, dan
kekurangan dukungan sosial.
e. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan invasive haemodialisa.
Post Hemodialisa
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahaan, imobilitas,
gaya hidup monoton.
b. Resiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis, efek prosedur
invasive, malnutrisi, peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan, ketidakaekuatan pertahanan tubuh sekunder,
ketidakaekuatan pertahanan tubuh primer.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre Hemodialisa
8. Kurang aktivitas fisik. 7. Bradikardia menurun tekanan darah darah agar cepat diberikan
menurun pasien
Terapeutik:
14. Posisikan pasien 14. Agar peredaran darah
semi-fowler atau pasien lancar
fowler dengan kaki
kebawah atau posisi
15. Untuk mempercepat
nyaman
proses penyembuhan pada
15. Berikan diet jantung
pasien
yang sesuai (mis.
Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol,
dan makanan tinggi
16. Untuk pencegahan
lemak)
thrombosis vena
16. Gunakan stocking
elastis atau pneumatik
intermiten, sesuai 17. Gaya hidup yang sehat
indikasi akan mempercepat proses
17. Fasilitasi pasien dan pemulihan pasien
keluarga untuk
modifikasi hidup 18. Latihan pernafasan dalam
sehat agar pasien lebih rileks
18. Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stres, jika
perlu 19. Agar pasien lebih
emosional dan
spiritual 20. Agar pasien nyaman
untuk
memepertahankan
saturasi oksigen
21. Untuk melatih otot-oto
>94%
pasien
Edukasi: 22. Untuk memperkuat
kekuatan oto pasien
21. Anjurkan beraktivitas
23. Agar penyakit pasien
fisik sesuai toleransi
tidak bertambah parah
22. Anjurkan beraktivitas
24. Agar keluarga dan pasien
fisik secara bertahap
mengetahui dan bisa
23. Anjurkan berhenti
melaporkan jika terdapat
merokok
kelebihan maupun
24. Ajarkan pasien dan kekurangan cairan
keluarga mengukur 25. Untuk mengatasi irama
berat badan harian jantung yang tidak teratur
2. Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi: keefektifan intervensi dan
selama …x… jam, 1. Periksa sirkulasi perkembangan pasien
1. Perubahan afterload,
diharapkan perfusi perifer (mis. nadi
2. Perubahan frekuensi jantung, jaringan perifer perifer, edema,
3. Perubahan irama jantung, meningkat dengan pengisian kapiler,
4. Perubahan kontraktilitas, kriteria hasil: warna, suhu, ankle-
5. Perubahan preload. 1. Denyut nadi perifer brachial index)
meningkat 2. Identifikasi faktor
Ditandai dengan: 2. Menetapkan kemampuan
2. Penyembuhan luka resiko gangguan
Gejala dan tanda mayor kebutuhan pasien dan
meningkat sirkulasi (mis.
memudahkan pilihan
DS: tidak tersedia 3. Sensasi meningkat diabetes perokok,
intervensi
4. Warna kulit pucat orang tua, hipertensi
DO:
menurun dan kadar kolesterol
- Pengisian kapiler >3 detik 5. Edema perifer tinggi)
- Nadi perifer menurun atau menurun 3. Monitor panas,
3. Jika ada permasalahan
tidak teraba 6. Nyeri ekstremitas kemerahan, nyeri atau
gawat bisa segera diatasi
- Akral teraba dingin menurun bengkak pada
- Warna kulit pucat 7. Parastesia menurun ekstremitas
- Turgor kulit menurun 8. Kelemahan otot
Terapeutik:
menurun 4. Agar tidak menambah
Gejala tanda minor 4. Hindari pemasangan
9. Kram otot menurun perburukan kondisi pasien
infus atau
DS:
10. Bruit femoralis
pengambilan darah di
- Parastesia menurun area keterbatasan
- Nyeri ekstremitas 11. Nekrosis menurun perfusi
12. Pengisian kapiler 5. Hindari pengukuran
DO:
membaik tekanan darah pada
- Edema 5. Untuk melindungi bagian
13. Akral membaik ekstremitas dengan
- Penyembuhan luka lambat cedera pasien
14. Turgor kulit membaik keterbatasan perfusi
- Bruit femoral 15. Tekanan darah 6. Hindari penekanan
sistolik membaik dan pemasangan
6. Untuk mecegah
16. Tekanan darah tourniquet pada area
kontaminasi kuman,
diastolic membaik yang cedera
bakteri maupun virus
17. Terkanan arteri rata-
yang ingin menyerang
rata membaik 7. Lakukan pencegahan
tubuh pasien
18. Indeks ankle- infeksi
7. Agar memudahkan untuk
brachial membaik 8. Lakukan perawatan
mengecek CRT pasien
kaki dan kuku
8. Untuk lebih melancarkan
sirukulasi pernafasan
9. Lakukan hidrasi
pasien
Edukasi: 9. Untuk meningatkan
10. Anjurkan berhenti energy pada tubuh pasien
merokok
10. Untuk menghindari kulit
11. Anjurkan berolahraga kemerahan ataupun
rutin terbakar
12. Anjurkan mengecek 11. Untuk mmepercepat
air mandi untuk proses penyembuhan
menghindari kulit 12. Untuk mengontrol
terbakar tekanan darah
13. Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan 13. Agar kondisi pasien tidak
darah, antikoagulan memburuk
dan penurun
kolesterol, jika perlu
14. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah secara teratur
15. Anjurkan
14. Agar tubuh pasien tetap
menghindari lembab dan tidak kering
penggunaan obat
penyekat bata 15. Untuk meningkatkan
16. Anjurkan melakukan proses penyembuhan pada
perawatan kulit yang pasien
tepat (mis. 16. Untuk memperbaikan
melembabkan kulit sirkulasi pasien
kering pada kaki)
17. Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
17. Agar dapat menentukan
18. Ajarkan program diet intervensi secara cepat
untuk memperbaiki dan masalah dapat diatasi
sirkulasi (mis. rendah 18. Mencegah terjadinya
lemak jenuh, minyak gangguan sirkulasi.
ikan omega 3)
19. Informasikan tanda
dan gejala darurat
19. Memberikan pengenalan
yang harus dilaporkan
dan hal yang dapat
(mis. rasa sakit yang dilakukan pertama oleh
tidak hilang saat pasien.
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya
rasa)
Kolaborasi: -
nocturnal dyspnea. keseimbangan cairan dan gejala sera rencana tindak lanjut
prosedur
11. Diet cairan dapat
hemodialisa
membantu mengurangi
11. Ajarkan pembatasan
terjadinya hypervolemia
cairan, penanganan
insomnia,
pencegahan infeksi
akses HD dan
pengenalan tanda
12. Mencegah terjadinya
perburukan kondisi
pembekuan darah
Kolaborasi:
12. Kolaborasi
pemberian heparin
pada blood line,
sesuai indikasi
5. Defisit nutrisi berhubungan Setelah diberikan asuhan Observasi:
dengan keperawatan 1. Identifikasi status
1. Mengidentifikasi status
selama .....x..... jam nutrisi
1. Ketidakmampuan menelan nutrisi dapat membantu
defisit nutrisi teratasi
makanan mengetahu status nutri
dengan kriteria hasil:
2. Ketidakmampuan mencerna pasien
1. Porsi makan yang 2. Identifikasi alergi dan
makanan 2. Mengidentifikasi alergi
dihasilkan intoterasi makanan
3. Ketidakmampuan makanan dapat membantu
meningkat
mengabsorbsi nutrien dalam memberikan makan
2. Kekuatan otot
4. Peningkatan kebutuhan yang tepat
3. Identifikasi makanan
pengunyah
metabolisme 3. Mengidentifikasi
yang disukai
meningkat
5. Faktor ekonomi (mis. makanan yang disukai
3. Kekuatan otot
Finansial tidak mencukupi) dapat membantu dalam
menelan
6. Faktor fisikologis (mis. Stres, memenuhi nutrisi pasien
meningkat
keengganan untuk makan) 4. Identifikasi 4. Mengidentifikasis
4. Serum albumin
kebutuhan kalori dan kebutuhan kalori dan jenis
Ditandai dengan: meningkat
jenis nutrient nutrien dapat membantu
5. Verbalisasi
dalam memberikan diet
Ds: keinginan untuk yang tepat
meningkatkan
1. Cepat kenyang setelah
nutrisi meningkat 5. Mengidentifikasi
makan
6. Pengetahuan 5. Identifikasi perlunya pemasangan selang
2. Kram/nyeri abdomen
tentang pilihan penggunaan selang nasogastrik dapat
3. Nafsu makan menurun
makanan yang nasogastric mengetahu pasien bisa
Do: sehat meningkat memenuhi nutrisi melalui
7. Pengetahuan oral
1. Berat badan menurun
tentang pilihan 6. Memonitor asupan dapat
minimal 10% dibawah 6. Monitor asupan
minuman yang membantu dalam
rentang ideak makanan
sehat meningkat mengetahui asupan nutrisi
2. Bising usus hiperaktif
8. Pengetahuan yang dimiliki pasien
3. Otot pengunyah lemah
tentang standar 7. Memonitor berat badab
4. Otot menelan lemah
asupan nutrisi 7. Monitor berat badan dapat mengetahu asupan
5. Membran mukosa pucat
yang tepat nutrisi yang masuk sudah
6. Sariawan
meningkat berhasil
7. Rambut rontok berlebih
9. Penyiapan dan 8. Memonitor hasil
8. Diare
penyimpanan 8. Monitor hasil laboratorium dapat
makanan yang membantu dalam status
aman laboratorium kualitas nutrisi yang
10. Penyiapan dan dimiliki pasien
penyimpanan
minuman yang 9. Melakukan oral hyginene
Terapeutik: sebelum makan dapat
aman
9. Lakukan oral membantu dalam
11. Sikap terhadap
hyginene sebelum meningkatkankesegaran
makanan/minuma
makan, jika perlu mulut dan meningkatkan
n sesuai dengan
tujuan kesehatan keinginan untuk makan.
12. Perasaan cepat 10. Memfasilitasi menetukan
kenyang menurun pedoman diet dapat
10. Fasilitasi menetukan
13. Nyeri abdomen membantu dalam
pedoman diet (mis.
menurun pemilihan diet yang akan
Piramida makanan)
14. Sariawan diinginkan pasien
menurun 11. Menyajakian makanan
15. Rambut rontok 11. Sejakan secara menarik dan
makanan
menurun meningkatkan keinginan
secara menarik dan
16. Diare menurun pasien untuk makan
suhu yang sesuai
17. Berat badan 12. Memberikan makanan
mebaik tinggi serat dapat
18. Indek masa tuhuh 12. Berikan makanan mencegat terjadinya
(imt) membaik tinggi serat untuk mencegah konstipasi pada
19. Frekuensi makan mencegah konstipasi pasien
membaik 13. Memerikan makanan
20. Nafsu makan tinggi kalori dan tinggi
membaik 13. Berikan makanan protein dapat membantu
21. Bising usu tinggi kalori dan memberikan pemenuhan
membaik tinggi protein energi pasien
22. Tebal lipatan 14. Memberikan suplemen
kulit trisep makanan dapat membantu
14. Berikan suplemen
membaik meningkatkan nafsu
makanan, jika perlu
23. Membran makan pasien
mukosa membaik 15. Menghentikan pemberian
Luaran tambahan: makan melalui selang
1. Berat badan nasogastrik jika asupan
15. Hentikan pemberian
2. Eliminasi fekal oral dapat ditoleransi
makan melalui selang
3. Fungsi dapat melatih otot
nasogastrik jika
gastrointestinal mengunyah dan menelan
asupan oral dapat
4. Nafsu makan ditoleransi pasien
5. Perilaku
meningkatkan 16. Menganjurkan posisi
Edukasi:
berat badan duduk dapat mengurasi
16. Anjurkan posisi
6. Status menelan resiko terjadinya tersedak
duduk, jika perlu
7. Tingkat depresi pada pasien saat makan
8. Tingkat nyeri
17. Menganjarkan diet yang
diprogramkan dapat
8. Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah diberikan asuhan Latihan batuk efektif
1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan selama … Observasi:
bagaimana kemampuan batuk
x… jam diharapkan pola 1. Identifikasi
1. Spasme jalan napas. pasien
nafas membaik, dengan kemampuan batuk
2. Hipersekresi jalan napas. 2. Untuk mengetahui apakah
Kriteria hasil:
3. Disfungsi neuromuskuler. 2. Monitor adanya retensi pasien mengalami masalah
4. Benda asing dalam jalan 1. Batuk efektif sputum saat pengeluaran sputum
napas. meningkat
3. Monitor tanda dan 3. Untuk mengetahui apakah
5. Adanya jalan napas 2. Produksi sputum
gejala infeksi saluran ada tanda dan gejala pada
buatan. menurun napas infeksi pada saluran
6. Sekresi yang tertahan. 3. Mengi menurun pernapasan pasien
4. Monitor input dan
7. Hyperplasia dinding jalan 4. Whezzing 4. Untuk mengetahui apakah
output cairan
napas. menurun cairan input output pasien
8. Proses infeksi. 5. Meconium (pada Terapeutik: sama
9. Respon alergi. neonates) 5. Atur posisi semi fowler 5. Memberikan pasien posisi
- Sianosis Kolaborasi:
- Bunyi napas menurun 12. Kolaborasi
- Frekuensi napas berubah pemberian mukolitik dan
Terapeutik:
4. Memberikan kompres
4. Memberikan kompres
hanta dapat merangsang
dengan serai.
termoreseptor pada kulit
untuk mengirimkan sinyal
ke otak. Hipotalamus akan
bereaksi dan
menghasilkan respon
vasodilatasi atau
melebarnya pembuluh
darah sehingga aliran
darah akan lancar dan
5. Memberikan terapi membuat otot lebih rileks.
distraksi dengan 5. Keefektifan distraksi akan
membicarakan hal mempengaruhi
yang disukai. kemampuan klien untuk
menerima dan
membangkitkan input
sensori selain nyeri.
Edukasi:
6. Melakukan edukasi
cara melakukan
6. Memberikan informasi
kompres serai.
terkait cara kompres
hangat dengan serai agar
klien dapat melakukannya
dengan tepat dan benar
7. Menganjurkan
secara mandiri.
penggunaan analgetik
secara tepat. 7. Penggunaan analgetik
yang tepat dengan dosis
yang adekuat, waktu yang
sesuai akan membuat hasil
terapi lebih maksimal,
keamanan dalam terapi
lebih terjamin dan
pembiayaan yang efektif.
Kolaborasi:
8.Kolaborasi pengobatan
lebih lanjut ke fasilitas
pelayanan kesehatan.
8. Memberikan informasi
mengenai pengobatan
yang sesuai diperlukan
untuk memperbaiki
keadaan nyeri pada klien.
2. Resiko cedera berhubungan Setelah dilakukan asuhan Observasi:
dengan akses vaskuler & keperawatan selama … 1. Identifikasi kebutuhan 1. Untuk membantu
komplikasi sekunder terhadap x… jam diharapkan keselamatan (mis. kebutuhan keselamatan
penusukan & pemeliharaan akses tingkat cederamenurun Kondisi fisik, fungsi pasien
vaskuler. dengan kriteria hasil kognitif dan riwayat
dengan Kriteria hasil: prilaku.
DS : - 2. Untuk memonitoring
2. monitor perubahan
DO : 18. Toleransi perubahan status
status keselamatan keselamatan lingkungan
aktivitas
lingkungan pasien
meningkat
19. Ketegangan otot Terapeutik
menurun 3. Modifikasi lingkungan
3. Untuk memodifikasi
20. Ekspresi wajah untuk meminimalkan
lingkungngan untuk
kesakitan bahaya dan resiko meminimalkan bahaya
menurun 4. Sediakan alat bantu dan resiko
4. Untuk membantu pasien
21. Gangguan keamanan lingkungan
dalam keamanan
mobilitas (mis. Pegangan lingkungan
menurun tangan)
5. Untuk mencegah pasien
22. Tekanan darah 5. Gunakan perangkat
terjatuh
membaik pelindung (mis. Rel
samping)
Kolaborasi
_
3. Risiko perdarahan berhubungan Setelah diberikan asuhan Observasi: 1. Untuk memonitoring tanda
dengan penggunaan heparin dalam keperawatan selama …x 1. Monitor tanda dan dan gejala dari pendarahan
proses hemodialisa …jam diharapkan tingkat gejala pendarahan 2. Untuk memonitoring
perdarahan menurun 2. Monitor nilai peningkatan
DS: -
Dengan kriteria hasil : hematokrit/hemoglobin hematokrit/hemoglobin
DO: 1. Kelembapan sebelum dan setelah
1. Pasien mendapatkan terapi membran mukosa kehilangan darah
heparin. meningkat
2. Hemoptisis menurun Terapeutik:
3. Hematuria menurun 3. Pertahankan bed rest 3. Untuk membatasi gerak
4. Distensi abdomen selama pendarahan agar tidak terjadi
menurun pendarahan lebih parah
5. Hemoglobin dan 4. Gunakan Kasur 4. Untuk mencegah terjadinla
hematokrit membaik pencegahan dikubitus lika dikubitus
6. Tekanan darah Edukasi
membaik 5. Jelaskan tanda dan 5. Untuk memberikan
gejala pendarahan informasi tentang tanda dan
gejala pendarahan
6. Anjurkan segera 6. Untuk segera melapor jika
melapor jika terjadi terjadi pendarahan
pendarahan
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan 7. untuk mencegah
pemberian obat
pengontrol pendarahan 8. untuk mencegah
Post Hemodialisa
10. Anjurkan
10. Agar kebutuhan cairan
meningkatkan
pasien terpenuhi
asupan cairan
Kolaborasi:
11. Kolaborasi
pemantauan
imunisasi, jika perlu
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan suatu tindakan dari sebuah
rencana yang telah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang diharapkan dapat mencapai tujuan
dan kriteria hasil yang telah direncanakan dalam tindakan keperawatan
yang diprioritaskan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini
dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai ke efektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen
yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan
pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data dan perencanaan.
Adapun evaluasi dari diagnosa yang telah dijabarkan:
1. Pre HD
a. Nafas kembali normal, tidak terdapat edema paru dan sianosis
b. Volume cairan kembali dalam keadaan seimbang
c. Nutrisi pasien kembali dalam keadaan seimbang
d. Ansietas yang di alami menurun sampai tingkat dapat ditangani
e. Integritas kulit tidak mengalami kerusakan
2. Intra HD
a. Resiko cedera tidak terjadi
b. Tidak terjadi perdarahan
c. Pasien dapat melaksanakan manajemen kesehatan yang sesuai.
3. Post HD
a. Dapat beraktivitas seperti biasa
b. Tidak terjadi infeksi
Web of Caution
Kerusakan
Ginjal kehilangan
pembuluh darah di
kemampuan laju
ginjal
filtrasi glomerulus
GFR menurun
Hipertrofi struktural dan fungsional
hiperfiltrasi
Adaptasi fungsi
Sklerosis nefron
CKD/GGK
Penatalaksanaan
Prognosis
penyakit Transplantasi ginjal Hemodialisa CAPD
Pasien gelisah
Pre-HD Intra HD Post HD
Pemberian
Ansietas Ureum Retensi Na+ dan H2O Defisiensi hormon heparin
eritropoietin Difusi, Terdapat luka
berlebihan
ultrafiltras, bekas pungsi di
Uremia
Jumlah cairan osmosis lipatan paha,
Reaksi RAA Produksi Resiko
dlm tubuh eritrosit, Fe, Perdarahan daerah yang
Gangguan Penumpukan lembab
Hipertensi dan as. folat Penarikan
keseimbangan di dlm kulit
Tek. hidrostatis cairan dan
asam basa
Beban jantung Hb elektrolit yg
Pruritus, kulit berlebihan Resiko cedera Resiko
As. Lambung bersisik, Oedema, asites infeksi
Hipertropi Transportasi
kering
ventrikel kiri O2 dan nutrisi Haus, mukosa bibir
Anoreksia, mual, Hipervolemia ke jar. kering, tugor kulit
muntah,
v BB Tekanan
Gangguan Sianosis, akral
ventrikel kiri Sekresi eriprotein
Integritas dingin Risiko
menurun
Ketidakseimban Kulit konjungtiva hipovolemia
gan nutrisi Darah refluk pucat, muka
kurang dari Ruang ventrikel kiri ke atrium kiri Oksihemoglobin
pucat
kebutuhan tubuh menyempit menurun
Perfusi perifer Akses vaskuler dan
Volume cairan Tekanan vena
tidak efektif komplikasi sekunder Suplai O2 kejaringan
Resiko Penurunan Curah sirkulasi menurun pulmonalis terhadap penusukan menurun
Jantung
Intoleransi aktivitas
Oedema paru
Tekanan kapiler
paru meningkat
Dispnea
Ortopnea
Oedema paru
Batuk
Pengembangan
paru menurun
Bersihan jalan nafas tidak
efektif Sesak
Silbernagl, S. & Lang, F (2014). Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Alih
Bahasa : Setiawan, I & Mochtar I. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. (2012). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner & Suddarth (Edisi 8 Volume 2). (M. Ester, Ed. & A. Waluya,
Trans.). Jakarta: EGC.
Tim Pokja DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kriteria Hasil. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.