CA Paru
Oleh:
Yustika Rini
1706978452
Faring. Sumber: VanPutte, et al, (2015). Seeleys Essentials of Anatomy and Physiology-McGraw-Hill
Science.
a. Nasofaring
Terdapat bukaan tuba auditori yang berfungsi untuk menyeimbangkan
tekanan udara antara telinga tengah dan atmosfir luar. Terdapat pharyngeal
tonsil.
b. Orofaring
Memiliki bukaan ke arah mulut yang disebut fauces. Tempat tonsil
palatina dan lingualis.
c. Laringofaring
Melewati posterior ke laring dan memanjang dari ujung epiglotis ke
esophagus.
Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Laring
Laring. Sumber: VanPutte, et al, (2015). Seeleys Essentials of Anatomy and Physiology-McGraw-Hill
Science.
Terdapat epiglottis sebagai katup untuk membedakan jalur pernapasan dan jalur
pencernaan (Tortora GJ, Derrickson B, 2012),
Otot laring
1. Otot laring intrinsik → saling menghubungkan kartilago laring.
Mengatur tekanan lipatan vokal
Trakea. Sumber: Tortora GJ, Derrickson B.(2012). Principles of Anatomy and Physiology 13th edition.
.
Jaringan Epitel bersilia di Trakea Sumber: Sherwood. (2016). Human physiology: From cell to system .
Edisi ke-9.
Sumber: Sherwood. (2016). Human physiology: From cell to system . Edisi ke-9.
Pada permukaan medial terdapat hilus paru, tempat keluar dan masuknya
bronchus, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Paru-paru kanan memiliki
tiga lobus dan paru-paru kiri memiliki dua lobus, Lobus selanjutnya dibagi
menjadi lobulus, dan setiap lobulus memiliki bronkiolus terdapat banyak alveoli
(Marieb EN, Wilhelm, PB, & Mallat J, 2012).
Setiap paru-paru tertutup dalam kantung berdinding ganda yang disebut
pleura. Pleura viseral melekat pada permukaan paru-paru, sedangkan pleura
parietal melapisi rongga toraks.
Setiap lobus dibagi menjadi segmen bronkopulmonary yang dipisahkan
satu sama lain oleh septa jaringan ikat. Terdapat 9 segmen bronkopulmonary di
paru-paru kiri dan 10 segmen bronkopulmonary di paru-paru kanan. Setiap
bronkus utama terbagi menjadi bronkus lobar (bronkus sekunder), dua di paru-
paru kiri dan tiga di paru-paru kanan. Bronkus lobar selanjutnya meneruskan ke
bronkus segmental (atau bronkus tersier). Bronkus terus bercabang berkali-kali,
akhirnya menjadi bronkiolus. Bronkiolus juga membelah berkali-kali menjadi
bronkiolus terminal. Setiap bronkiolus pernapasan dibagi lagi untuk membentuk
saluran alveolar. Lalu terdapat alveoli. Ada sekitar 300 juta alveoli di paru-paru
(VanPutte, et al., 2015).
Anatomi Paru-Paru. Sumber: VanPutte, et al, (2015). Seeleys Essentials of Anatomy and Physiology-
McGraw-Hill Science.
Alveolus. Sumber: VanPutte, et al, (2015). Seeleys Essentials of Anatomy and Physiology-McGraw-Hill
Science.
Histologi Paru-paru, Bronkus, Bronkiolus, dan Alveolus
Bronkus terdiri dari jaringan epitel kolumnar bersilia
Bronkiolus terdiri dari jaringan epitel kolumnar sederhana bersilia
Bronkiolus terminal terdiri dari epitel kuboid sederhana bersilia
(VanPutte, et al., 2015).
Alveolus terdiri dari jaringan epitel skuamosa sederhana
(Sherwood., 2016).
Gambar: epitel skuamosa sederhana di alveolus. Sumber: Sherwood. (2016).( Human Physiology, From
Cells to Systems). USA: Cengange
Fisiologi Learnimg.
Paru-paru, bronkus, bronkiolus, dan alveolus
Pleura
Ruang pleura diisi dengan cairan pleura/pelumas serosa yang
melumasi membran dan mengurangi gesekan antar lapisan saat mereka
meluncur melewati satu sama lain selama bernafas. Cairan ini juga
berperan dalam mempertahankan inflasi paru-paru. Ketegangan
permukaan antara molekul-molekul fluida pleura membuat kedua
lapisan pleura saling menempel. Ketegangan permukaan menahan
kedua lapisan pleura bersamaan ketika paru-paru mundur selama
ekspirasi (Sherwood., 2016).
Bronkus
Pada bronkus terdapat:
Alveolus
Di paru-paru terdapat alveolus sebagai tempat. Ventilasi adalah proses
pertukaran gas masuk dan keluar paru-paru. Terdapat 2 fase ventilasi
yaitu inspirasi dan ekspirasi (VanPutte, et al., 2015). Pertukaran gas
terjadi antara udara di alveoli dan darah di kapiler Oksigen berdifusi
melintasi dinding alveolar dan kapiler untuk memasuki aliran darah,
sementara karbon dioksida berdifusi dari darah melintasi dinding-
dinding ini untuk memasuki alveoli (Sherwood., 2016).
a) Alveolus tipe I (pneumocyte type I cell)→Terdiri dari epitel
pipih selapis untuk pertukaran udara.
b) Alvolus tipe II (penumocyte type II cell) → Terdiri dari epitel
kubus yang mensekresikan cairan surfaktan (berfungsi untuk
menjaga kelembapan permukaan sel dan udara juga
mengurangi tekanan pada alveolus)
c) Sel makrofag → Berfungsi untuk “memakan” benda asing
yang terbawa sampai ke alveolus.
1. Mekanisme Sesak
Sesak napas atau dispnea adalah sensasi tidak nyaman pada saat
bernapas karena kesulitan atau mengalami gangguan saat melakukan proses
respirasi(Guyton & John, 2011).Hal ini dapat dipengaruhi oleh aspek fisik
seperti riwayat penyakit asma, psikososial seperti kebiasaan merokok, faktor
lingkungan seperti udara yang buruk, dan psikologi seperti rasa takut tidak
mampu untuk menghirup O2dan mengeluarkan CO2sehingga membutuhkan
usaha lebih untuk memenuhi kebutuhan ventilasinya. Dispnea muncul akibat
dari mekanisme dispnea.
Mekanisme dispnea adalah proses terjadinya sensasi dispnea yang
berawal dari aktivasi sensorik ke pusat kontrol pernapasan yang memengaruhi
kognitif dan perilaku penderita (Guyton & John, 2011). Mekanisme dispnea
menghasilkan sensasi yang berbeda-beda, misalnyakekurangan udara dan
keinginan untuk bernapas lebih lega (air hunger), rasa sesak di dada, dada
terasa penuh dan berat, rasa tercekik, dan nafas yang pendek. Sensasi yang
berbeda tersebut ditimbulkan akibat daripengaruh mekanisme dispnea
terhadapmekanisme ventilasi.
Pengaruh mekanisme dispnea dapat menyebabkan gangguan pada
mekanisme ventilasi dan menghasilkan sensasi dispnea. Komponen terlibat
terdiri atas 3 reseptor, yaitu kemoreseptor, mekanoreseptor, dan afferent
mismatch. Ketiga reseptor ini akan merespon aktivasi sensorik dan
menghasilkan sensasi dispnea yang berbeda. Selanjutnya, ketiga reseptor
inijuga melibatkan regulasi pusat kontrol pernapasan dengan otot
respirasiuntuk mengatur mekanisme ventilasi yang tergangguagar menjadi
normal kembali serta menghilangkansensasi yang ada(Sherwood, 2010)
Komponen kemoreseptor dapat mengganggu mekanisme ventilasi
berkaitan dengan perubahan kadar CO2, O2, dan pH dalam darah. Salah satu
faktor yang sangat memengaruhi adalah kadar pCO2 dalam arteri sebagai
sensorik awal yang menstimulus reseptor(Potter & Perry, 2009). Berkaitan
dengan perubahan kadar tersebut,terdapat dua kondisi awal yang muncul
sebagai impuls sensoriknya, yaitu hiperkapnia dan hipoksia.
Hiperkapnia adalah kondisi darah yang kelebihan kandungan CO2
karena terjadinya hipoventilasi (ventilasi yang inadekuat untuk menghirup
oksigen dan melepas CO2). Hipoksia adalah keadaan dimana darah
kekurangan suplai O2 dalam arteri. Hiperkapnia dan hipoksia mengganggu
mekanisme ventilasi karena menyebabkan penumpukan CO2. Akhirnya, paru-
paru mendesak CO2 untuk keluar dan penderita dapat merasakan sensasi
dispnea, yaitu butuh napas (air hunger). Kedua kondisi ini dapat mengaktifkan
kemoreseptor untuk menormalkan mekanisme ventilasi.
Impuls dari hiperkapnia dan hipoksia akan direspon oleh
kemoreseptor, lalu diproses di pusat kontrol pernapasan untuk mengembalikan
mekanisme ventilasi(Potter & Perry, 2009; Sherwood, 2010). Impuls berupa
perubahan kadar pCO2 direspon oleh kemoreseptor pusat yang terletak di
medula oblongata, sedangkan pO2 direspon oleh kemoreseptor perifer yang
terletak di saraf vagus (Black & Hawks, 2014).Kemoreseptor perifer di arteri
karotis dan aorta aktifsaat pCO2meningkat dalam arteri dan secara bersamaan
menyebabkan konsentrasi O2 menurun drastis. Konsentrasi CO2 yang
meningkat di dalam arteri juga menyebabkan konsentrasi CO2dalam CES otak
meningkat dan H+ masuk. Akibatnya, saraf kemoreseptor pusat dalam medula
oblongata terangsang untuk meningkatkan ventilasi dengan caramemerintah
otot respirasiagar bergerak lebih cepat terhadap proses keluar masuk udara
dalam alveolus, sehingga penumpukan CO2 dapat dikeluarkan dan mekanisme
ventilasi kembali normal. Selain kemoreseptor, mekanisme ventilasi yang
terganggu jugaberkaitan dengan mekanoreseptor.
Mekanoreseptor adalah reseptor yang peka terhadap vibrasi, tekanan,
dan reganganyang terjadi saat mekanisme ventilasi terganggu (Sloane, 2003).
Mekanoreseptor ini terdapatdi dinding dada dan paru-paru. Terdapat 3 jenis
reseptor, yaitu (1) J-receptor/C-fibre receptorterdapat di laring, hidung, dan
dinding dada yang berfungsi untuk merespon terjadinya hipoksia dan
mengirim impuls untuk meningkatkan ventilasi melalui saraf vagus(Guyton &
John, 2011). Sebagaimana letak reseptor ini, impuls tersebut dapat
menyebabkan sensasi tercekik pada laring
(2) RAR/irritant receptoradalah reseptor yangpeka terhadap bahan
kimia yang mengganggu, misalnya rokok. Reseptor ini merepson dengan
inflasi atau deflasi pada paru-paru dan (3) SAR receptor terdapatdiotot polos
saluran pernapasan yang peka terhadap pCO 2dan tersambung dengan serabut
saraf aferen dari saraf vagus(Sloane, 2003).Sama halnya dengan RAR, SAR
juga berfungsi untuk memantauperegangan paru-paru. Keduanya
menghasilkan sensasi rasa penuh di dada dan tidak dapat menghirup udara .
Respon mekanoreseptor terhadap mekanisme ventilasi yang terganggu
diawali dengan adanya aktivasi sensoriksaat pCO2 meningkat dan pO2
menurun. J-receptor akan mendeteksi terjadinya hipoksia dan mengirim
impuls melalui saraf vagus ke pusat pernapasan untuk meningkatkan ventilasi.
Bersamaan dengan hal tersebut, paru-paru ikut mengembang karena
penumpukan CO2yang terjadi dan merangsang SAR juga RAR
agarmenyampaikan keadaan peregangan paru-paru ke pusat kontrol
penapasan, lalupusat kontrol pernapasan akan mengirim impuls ke kelompok
respiratorik ventral (KRV)untuk meningkatkan ventilasi (Sherwood, 2010).
Kelompok respiratorik ventral (KRV) adalah kelompok neuron pada
pusat kontrol pernapasan di medula yang terdiri atas neuron inspiratorik dan
neuron ekspiratorik (Sherwood, 2010). KRV akan mengaktifkan impuls
inhibitor pada neuron inspiratorik dan stimulator pada neuron ekspiratorik ke
otot ekspirasi.Hal ini menyebabkan terjadinya proses ekspirasi aktif atau
paksa, yang berbeda dengan ekspirasi pasif pada mekanisme ventilasi normal,
guna mengosongkan paru dari kandungan CO2 yang menumpuk.
Proses ekspirasi paksa melibatkan otot ekspirasi,yaitu otot dinding
abdomen dan interkostal internal yang akan menerima neuron motorik dari
medulaagar berkontraksi lebih kuat. Otot dinding abdomen yang dirangsang
oleh neuron frenikus bekerja dengan cara mendorong diafragma ke posisi
semula, sementara otot interkostal internalyang dirangsang oleh neuron
interkostalis akan berkontraksi menarik rusukke dalam dan membuat dinding
dada menjadi datar, sehingga mengurangi ukuran rongga dada. Rongga dada
yang mengecil memengaruhi pengurangan intensitas dan volume paru-paru.
Akibatnya, tekanan di dalam paru-paru lebih kecil dari tekanan atmosfer dan
intra-alveolus mendorong udara keluar paru-paru dan ekspirasi pun dapat
dilakukan, sehingga mekanisme ventilasi dapat terkontrol kembali (Sherwood,
2010). Selain dari kemoreseptor dan mekanoreseptor, gangguan pada
mekanisme ventilasi juga berkaitan dengan afferent mismatch.
Afferent mismatch dipengaruhi oleh ketidaksesuaian antara ketegangan
pada otot respirasi dengan perubahan panjang otot dan volume yang
dihasilkan. Normalnya, proses respirasi dapat menyeimbangkan kekuatan otot
respirasi dengan volume udara yang diperlukan, tetapi pada mekanisme
dispnea terjadi kelemahan otot respirasi karena tegangan yang dialami,
sehingga sinyal aferen dari otak yang memerintah paru-paru untuk
berkontraksi lebih kuat demi menghirup napas pun gagal. Akibat dari proses
kontraksi yang gagal, penderita dapat merasakan sensasimembutuhkan udara.
A. Neoplasma jinak (Benigna)
a. Kebanyakan benigna:
• Terdiri dari sel-sel yang terdiferensiasi dengan baik yang sangat
mirip dengan sel rekan normalnya.
• Ex: Leiomioma uterus menyerupai sel otot polos uterus
• Terlokalisasi: Tumbuh sebagai massa ekspansif kohesif yang tetap
dilokalkan ke situs asalnya. Selain itu, umunya tidak merusak
jaringan sekitarnya.
• Berkembang perlahan/lambat dengan atrofi komprehensif sel
parenkim yang berdekatan dan banyak memiliki kapsul fibrosa
yang terdefinisi jelas terbentuk dari stroma terkompresi.
• Gagal bermetastasis ke tempat yang jauh dan tidak tumbuh
infiltratif (menyebar).
• Lipoma
• Fibroma
• Osteoma
2. Epithelial
• Pituitary adenoma
• Hepatocellular adenoma
Key word of Benigna: -oma (dari kata onkoma (membengkak) di akhir kata
pada Mesenchymal dan adenoma di akhir jenis epithelial
• Karakteristik:
- Anaplasia
- Laju pertumbuhan yang cepat
- Invasi lokal terhadap jaringan
- Bermetastasis dan infiltrative (penyebaran ke seluruh tubuh
melalui aliran limfe/
aliran darah sering menimbulkan kematian)
• Maligna terdiri atas:
1. Tumor padat
• Terbentuk atas massa sel maligna (parenkim), jaringan ikat,
pembuluh darah dan limfa
• Fraksi pertumbuhan rendah
• Ex: karsinoma (pada jaringan epitel), sarkoma (pada jaringan ikat)
2. Kanker hematologi
• Melibatkan sumsum tulang dan j aringan limfoid
• Fraksi pertumbuhan tinggi
• Ex: Leukemia, Limfoma, Multiple myeloma
Karakteristik Maligna :
1. Differensiasi / Anaplasia
Siklus Sel
• Tingkat pertumbuhan jaringan tergantung pada 4 faktor:
1) Peningkatan jumlah sel yang membelah
2) Sel-sel tidak mati sesuai jadwal
3) Rasio yang lebih besar atau tidak seimbang anatara sel-sel
membelah dan sel-sel beristirahat (fraksi pertumbuhan)
4) Penurunan panjang waktu penggandaan massa total (menggandakan
waktu / Td)
• Perubahan dalam kontrak inhibisi (penghentian pertumbuhan
setelah sel datang dalam kontrak dengan sel lain)
4. Metastasis
1. Mesenchymal
• Liposarcoma
• Fibrosarcoma
• Osteosarcoma
2. Epithelial
• Pituitary carcinoma
• Hepatocellular carcinoma
nukleus : sitoplasma
Variasi bentuk dan ukuran sel
(pleomorphism selular) dan/atau variasi
bentuk dan ukuran nukleus
(pleomorphism nuklear)
D. Efek Sistemik/General
B.Efek Lokal
Pengaruh neoplasma terhadap jaringan di sekitarnya atau di dekatnya.
Lokasi merupakan penentu penting dari efek klinis tumor jinak atau ganas.
Tumor dapat terjadi di jaringan vital, merusak fungsinya, dan
menyebabkan kematian jaringan yang terlibat.
1. Adenoma hipofisis kecil (1 cm). Meskipun jinak dan tidak
berfungsi, namun dapat menekan dan menghancurkan kelenjar
normal di sekitarnya dan dapat menyebabkan hipopituarisme yang
serius.
2. Kanker yang tumbuh di dalam atau bermetastasis ke kelanjar
endokrin akan menyebabkan kekurangan endokrin dengan
menghancurkan kelenjar tersebut.
3. Neoplasma pada usus, jinak maupun ganas, dapat menyebabkan
obstruksi saat membesar.
4. Jika kanker menghalangi atau terjadi di dekat empedu maka dapat
menyebabkan penyakit kuning pada penderita (Kumar, Abbas, &
Aster, 2015).
9. Staging dan Grading dari Tumor
B. Grading
Risiko terkena kanker paru-paru berhubungan langsung dengan paparan total asap
tembakau, diukur dengan jumlah batang rokok merokok seumur hidup, usia mulai
merokok, kedalaman inhalasi, kandungan tar dan nikotin, dan penggunaan tanpa
filter rokok. Asap sidestream (asap dari pembakaran rokok, cerutu) mengandung
karsinogen yang sama yang ditemukan di mainstream asap (asap yang dihirup dan
dihembuskan oleh perokok). Paparan asap rokok ini menciptakan risiko kesehatan
bagi orang dewasa dan anak-anak yang tidak merokok. Penyebab umum lainnya
dari kanker paru-paru termasuk tingkat polusi yang tinggi, radiasi (terutama
paparan radon), dan asbes. Paparan berat atau berkepanjangan terhadap agen
industri seperti pengion radiasi, debu batubara, nikel, uranium, kromium,
formaldehida, dan arsenik juga dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru,
terutama pada perokok. Variasi yang mencolok ada pada kecenderungan
seseorang untuk mengembangkan kanker paru-paru. Meskipun faktor genetik
belum dipahami dengan baik, mutasi pada gen reseptor faktor pertumbuhan
epidermal (EGFR) mungkin terkait dengan kanker paru-paru familial. Juga
berteori bahwa orang memiliki jalur metabolisme karsinogen genetik yang
berbeda. Ini mungkin menjelaskan mengapa beberapa perokok mengembangkan
kanker paru-paru dan yang lainnya tidak.
B. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis kanker paru biasanya tidak spesifik dan muncul terlambat
dalam proses penyakit. Gejala mungkin ditutupi oleh batuk kronis yang
dikaitkan dengan merokok atau penyakit paru-paru yang berhubungan dengan
merokok. Manifestasinya tergantung pada jenis kanker paru primer, lokasinya,
dan penyebaran metastasis. Kanker paru-paru sering bermanifestasi sebagai
pneumonia lobar yang tidak merespon pengobatan. Salah satu gejala kanker
paru-paru yang paling umum, dan sering kali dilaporkan pertama kali, adalah
batuk terus-menerus. Sputum bercampur darah dapat dihasilkan karena
perdarahan yang disebabkan oleh keganasan. Pasien mungkin mengeluh
dispnea atau mengi. Nyeri dada, jika ada, dapat terlokalisir atau unilateral,
berkisar dari ringan sampai berat. Manifestasi selanjutnya termasuk gejala
sistemik nonspesifik seperti anoreksia, kelelahan, penurunan berat badan, dan
mual dan muntah. Suara serak dapat terjadi sebagai akibat dari keterlibatan
saraf laring. Paralisis unilateral dari diafragma, disfagia, dan obstruksi vena
cava superior dapat terjadi karena penyebaran keganasan intratoraks. Kadang-
kadang ada kelenjar getah bening yang teraba di leher atau aksila. Keterlibatan
mediastinum dapat menyebabkan efusi perikardial, tamponade jantung, dan
disritmia.
C. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar tumor paru primer diyakini muncul dari sel epitel yang
bermutasi. Perkembangan mutasi yang disebabkan oleh karsinogen juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor genetik. Setelah dimulai, perkembangan
tumor lanjutan didorong oleh faktor pertumbuhan epidermal. Sel-sel ini
tumbuh perlahan, membutuhkan waktu 8 hingga 10 tahun untuk tumor
mencapai ukuran 1 cm, lesi terkecil yang dapat dideteksi dengan sinar-x.
Kanker paru-paru terjadi terutama di bronkus segmental atau lebih dan
memiliki preferensi untuk lobus atas paru-paru. Kanker paru-paru
bermetastasis terutama dengan ekstensi langsung dan melalui darah dan sistem
getah bening. Situs umum untuk metastasis adalah hati, otak, tulang, kelenjar
getah bening, dan kelenjar adrenal. Sindrom Paraneoplastik. Sindrom
paraneoplastik disebabkan oleh faktor humoral (hormon, sitokin) yang
dikeluarkan oleh sel tumor atau oleh respon imun terhadap tumor. Terkadang
gejala sindrom paraneoplastik bermanifestasi bahkan sebelum diagnosis
keganasan. Contoh sindrom paraneoplastik termasuk hiperkalsemia, sindrom
hormon antidiuretik yang tidak tepat (SIADH), hipersekresi adrenal, gangguan
hematologi, dan sindrom neurologis. SCLC paling sering dikaitkan dengan
sindrom paraneoplastik. Kondisi ini dapat stabil dengan pengobatan
neoplasma yang mendasarinya.
D. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/istirahat
• kelelahan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas biasa
• dispnea dengan aktivitas
2. Sirkulasi
• Distensi vena jugularis (jvd), dengan obstruksi vena kava
• bunyi jantung: gesekan perikardial, menunjukkan efusi
• takikardia dan disritmia
• jari clubbing
3. Integritas ego
• perasaan takut, takut akan hasil operasi
• penyangkalan keparahan kondisi dan potensi keganasan
4. Eliminasi
• diare intermiten, karena ketidakseimbangan hormon, sel kecil Kanker paru-
paru (sclc)
• peningkatan frekuensi dan jumlah urin, karena ketidakseimbangan hormonal
(tumor epidermoid)
5. Makanan/cairan
• penurunan berat badan
• nafsu makan buruk, asupan makanan menurun
• kesulitan menelan
• haus, peningkatan asupan cairan
6. Nyeri / ketidaknyamanan
• nyeri dada—biasanya tidak muncul pada tahap awal dan tidak terasa dalam
stadium lanjut
• nyeri mungkin atau mungkin tidak dipengaruhi oleh posisi
• nyeri bahu atau lengan, terutama dengan karsinoma sel besar atau
adenokarsinoma
• nyeri tulang dan sendi—erosi tulang rawan sekunder akibat peningkatan
Hormon pertumbuhan (karsinoma sel besar atau adenokarsinoma)
• sakit perut intermiten
7. Pernafasan
• riwayat merokok; paparan pekerjaan terhadap polutan,
•debu industri, seperti asbes, oksida besi, debu batu bara, atau bahan radioaktif
• Dispnea, diperburuk oleh aktivitas
• Peningkatan fremitus taktil, menunjukkan konsolidasi
• Krekels singkat atau mengi saat inspirasi atau ekspirasi
•Batuk ringan atau perubahan pola batuk biasa, produksi sputum
• Sesak napas
• Suara serak atau perubahan suara, seperti kelumpuhan pita suara
8. Keamanan
•Demam mungkin ada, dengan karsinoma sel besar atau adenokarsinoma
• Memar, perubahan warna kulit, karena ketidakseimbangan hormon (SCLC)
9. Reproduksi
• Ginekomastia, akibat perubahan hormonal neoplastik (karsinoma sel besar)
• Amenore, impotensi, karena ketidakseimbangan hormon (SCLC)
10. Pendidikan Kesehatan
• Faktor risiko keluarga—kanker, terutama paru-paru, tuberkulosis
• Kegagalan untuk meningkatkan
• Penggunaan vitamin atau suplemen herbal, seperti vitamin A, C, E;
riboflavin; asam folat; ashwagandha; Birch; dok kuning; thistle susu; Kunyit;
Jahe; semanggi merah; echinacea; astragalus; jamur reishi dan shiitake; tak
kenal lelah
Intervensi Rasional
Catat frekuensi pernapasan, kedalaman, Pernapasan dapat meningkat sebagai
dan kemudahan pernapasan. Observasi akibat dari nyeri atau sebagai
penggunaan otot bantu pernafasan, mekanisme kompensasi awal untuk
pernafasan dengan bibir yang mengakomodasi hilangnya jaringan
dikerutkan, atau perubahan warna kulit paru. Namun, peningkatan kerja
atau membran mukosa, seperti pucat pernapasan dan sianosis dapat
dan sianosis. mengindikasikan peningkatan konsumsi
oksigen dan pengeluaran energi atau
penurunan cadangan pernapasan,
misalnya, pada klien lanjut usia atau
PPOK ekstensif.
Berikan oksigen tambahan melalui Memaksimalkan oksigen yang tersedia,
kanula hidung, masker rebreathing terutama saat ventilasi berkurang
parsial, atau masker wajah dengan karena anestesi, depresi, atau nyeri, dan
kelembapan tinggi, sesuai indikasi. selama periode kompensasi pergeseran
fisiologis sirkulasi ke unit alveolar
fungsional yang tersisa.
Bantu dan dorong penggunaan Mencegah atau mengurangi atelektasis
spirometer insentif. dan meningkatkan reekspansi jalan
napas kecil.
Pantau dan buat grafik ABG dan Penurunan PaO2 atau peningkatan
pembacaan oksimetri nadi. Catatan PaCO2 dapat mengindikasikan
kadar hemoglobin (Hgb). kebutuhan akan dukungan ventilasi.
Kehilangan darah yang signifikan
mengakibatkan penurunan kapasitas
pembawa oksigen, mengurangi PaO2.
Dx Nyeri Akut
Intervensi Rasional
Tanyakan klien tentang nyeri. Tentukan Membantu dalam mengevaluasi gejala
lokasi dan karakteristik nyeri; misalnya, nyeri terkait kanker, yang mungkin
terus menerus, sakit, menusuk, atau melibatkan saraf atau jaringan tulang.
terbakar. Penggunaan skala penilaian membantu
klien dalam menilai tingkat nyeri dan
menyediakan alat untuk mengevaluasi
efektivitas analgesik, meningkatkan
kontrol klien terhadap nyeri.
Minta klien menilai intensitas pada Perbedaan antara isyarat verbal dan
skala 0 hingga 10. nonverbal dapat memberikan petunjuk
untuk tingkat nyeri dan kebutuhan dan
efektivitas intervensi.
Kaji isyarat nyeri verbal dan nonverbal Ketakutan, kesusahan, kecemasan, dan
klien. kesedihan atas diagnosis kanker yang
dikonfirmasi dapat mengganggu
kemampuan untuk mengatasinya.
Catat kemungkinan penyebab Persepsi nyeri dan pereda nyeri bersifat
patofisiologis dan psikologis nyeri. subjektif, sehingga manajemen nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri. sebaiknya diserahkan kepada
Dorong pengobatan yang cukup untuk kebijaksanaan klien. Jika klien tidak
mengatasi nyeri; mengubah obat atau dapat memberikan masukan, perawat
rentang waktu yang sesuai. harus mengamati tanda-tanda fisiologis
dan nonverbal nyeri dan memberikan
obat secara teratur.
Dorong verbalisasi perasaan tentang Ketakutan dan kekhawatiran dapat
nyeri. meningkatkan ketegangan otot dan
menurunkan
ambang persepsi nyeri
Berikan tindakan kenyamanan seperti Mempromosikan relaksasi dan
sering mengubah posisi, menggosok mengarahkan perhatian. Meredakan
punggung, dan menopang dengan ketidaknyamanan dan menambah efek
bantal. Dorong penggunaan teknik terapeutik analgesia.
relaksasi termasuk visualisasi, imajinasi
terbimbing, dan aktivitas pengalihan
yang tepat.
Jadwalkan waktu istirahat; memberikan Mengurangi kelelahan dan menghemat
lingkungan yang tenang. energi, meningkatkan kemampuan
koping.
Bantu dengan analgesia yang dikontrol Mempertahankan tingkat obat yang
pasien (PCA) atau analgesia melalui konstan menghindari periode siklus
kateter epidural. Berikan analgesik nyeri, membantu penyembuhan otot,
intermiten secara rutin, sesuai indikasi, dan meningkatkan fungsi pernapasan
terutama 45 hingga 60 menit sebelum serta kenyamanan dan koping
perawatan pernapasan, dan latihan emosional
pernapasan dalam dan batuk.
G. TERAPI MEDIKASI
1. Bedah
Modalitas ini adalah terapi utama utama untuk sebagian besa KPBSK,
terutama stadion I-II dan stadion IIIA yang masih dapat direseksi setelah
kemoterapi neoadjuvan. Jenis yang yang dapat dilakukan adalah lobektomi,
segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah lobektomi
yang menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi. Namun, pada
pasien dengan komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih
rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan.
2. Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana
kanker paru. Radioterapi dalam tatalaksana kanker paru Bukan Sel Kecil
(KPKBSK) dapat berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi
kuratif definitif, kuratif neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif. Radioterapi
kuratif definitif pada sebagai modalitas terapi dapat diberikan pada NSCLC
stadium awal (Stadion I) yang secara medis inoperabel atau yang menolak
operasi setelah evaluasi bedah thoraks dan pada stadium lokal lanjut
(Stadium II dan III) konkuren dengan kemoterapi. Pada pasien yang tidak
bisa mentoleransi kemoradiasi konkuren, dapat juga diberikan kemoterapi
sekuensial dan radiasi saja. Pada resektabel Stadium IIIA pasien,
kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca operasi merupakan pilihan. Pada
pasien Stadium IV, radioterapi diberikan sebagai paliatif atau pencegahan
gejala (nyeri,perdarahan, obstruksi).
3. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium
dini, atau sebagai adjuvant pasca operasi. Terapi adjuvant dapat diberikan
pada KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada stadium KPKBSK lanjut,
kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan umum
pasien baik (Karnofsky >60; WHO 0-2). Namun, guna-guna terbesar
adalah sebagai terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut.
4. Terapi target
Terapi target diberikan pada penderita dengan stadium IV KPKBSK EGFR
mutasi positif yang sensitif terhadap EGFR-TKI. Terapi EGFRTKI yang
tersedia yaitu Gefitinib, Erlotinib atau Afatinib.
5. Terapi kombinasi
Terapi radiasi dan kemoterapi dapat diberikan pada kasus-kasus tertentu,
terutama yang tidak memenuhi syarat untuk menjalani pembedahan. Selain
itu, terapi kombinasi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan pada pasien
dengan tampilan umum baik (Karnofsky >70%) dan penurunan berat badan
minimal, dan pasien usia lanjut yang mempunyai komorbiditas berat atau
kontraindikasi operasi
DAFTAR PUSTAKA
Aster, Jon. C et al. (2013). Buku Ajar Patologi Robbins. Singapore: Elsevier
th
Copstead, L. C., & Banasik, J. L. (2013). Pathophysiology 5 ed. Missouri:
Elsevier Saunders.
Kumar, V., Abbas, A. K., & Aster, J. C. (2015). Robbins and Cotran Pathologic
th
Basis of Disease 9 ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
Kuntarti. (n.d). Neoplasia: Pemantapan IDK. Depok: Universitas Indonesia.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing Care Plan:
guidelines for individualizing client care across the life span 8th ed.
Philadelphia: Davis Company.
Persatuan Dokter Paru Indonesia. (2020). Panduan Pelaksanaan Kanker Paru.
https://doi.org/10.5860/CHOICE.41-4081