Anda di halaman 1dari 25

Laporan Pendahuluan

Fraktur

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Oleh:
Yustika Rini
1706978452

Program Profesi Ners


Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
2021
I. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

Struktur sistem muskuloskeletal penting untuk dapat berdiri tegak dan bergerak.
Sistem muskuloskeletal juga memberi bentuk tubuh manusia dan stabilitas sambil
melindungi organ vital tubuh. Sistem muskuloskeletal berperan dalam
homeostasis dan merupakan tempat untuk hematopoiesis. Sistem muskuloskeletal
terdiri dari tulang, sendi, otot, ligamen, tendon, dan jaringan ikat lainnya yang
bekerja bersama untuk mencapai fungsi-fungsinya. Jaringan ikat adalah bahan
biologis yang mendukung, mengikat jaringan dan organ-organ. Komponen utama
dari jaringan ikat termasuk serat elastis dan kolagen .
1.1 Tulang

Tulang adalah bentuk khusus dari jaringan ikat. Tulang adalah jaringan hidup
yang yang aktif secara metabolik. Jaringan ini merupakan tempat penyimpanan
lemak dan mineral (khususnya kalsium) serta hematopoiesis. Tulang terdiri dari
tiga jenis sel yaitu osteoblasts, osteoclasts dan osteocytes. Osteoblas adalah sel
pembentuk tulang berfungsi membangun atau membentuk tulang baru melalui
sintesis kolagen dan proteoglikan. Osteoclats adalah sel-sel penyerap tulang
utama yang berfungsi dalam penyerapan matriks tulang (untuk remodelling) serta
membantu pelepasan kalsium dan fosfat. Osteocytes merupakan sel matur yang
membantu mempertahankan matriks tulang dan memainkan peran utama dalam
pelepasan kalsium ke dalam darah. Tubuh manusia memiliki 206 tulang dengan
berbagai bentuk dan ukuran yang membentuk kerangka. Kerangka itu
memberikan dukungan, perlindungan untuk organ vital seperti jantung, paru-paru,
dan otak. Lima jenis tulang ditemukan di dalam kerangka yaitu tulang panjang,
pendek, pipih, tidak beraturan, dan sesamoid. Tulang panjang yang ada di tubuh
misalnya tulang paha, humerus, dan tibia. Tulang pendek yang ada di tubuh
contohnya karpal dan tarsal. Tulang pipih yang ada di tubuh contohnya tulang
belikat, tulang dada, tengkorak, panggul, dan tulang rusuk.

Tulang yang tidak beraturan karena tidak sama bentuknya. Contoh tulang tidak
beraturan adalah tulang belakang, sakrum, dan mandibula. Tulang sesamoid
biasanya pendek atau tidak beraturan, tulang tertanam di tendon, dan berfungsi
untuk melindungi tendon. Contoh tulang sesamoid termasuk patella, pisiform
(yang terkecil dari tulang karpal), dan dua tulang kecil di pangkal yang pertama
dari metatarsal.
1.2 Otot

Otot rangka terdiri dari serat otot, jaringan ikat, pembuluh darah, dan saraf. Gerak
membutuhkan kerangka dengan sendi yang bisa digerakkan serta otot-otot yang
bekerja pada tulang. Setiap otot dalam tubuh menempel pada tulang melalui
struktur seperti tendon. Tendon seperti tali atau pita kuat berupa jaringan ikat
padat. Otot berkontraksi untuk menghasilkan gerakan dari tulang di persendian.
Ketika satu otot berkontraksi untuk menghasilkan gerakan, otot-otot antagonis
(lawan) akan berileksasi .
1.3 Tendon dan Ligamen
Tendon dan ligamen adalah dua jenis jaringan ikat dengan fungsi yang serupa
namun berbeda. Ligamen menghubungkan tulang ke tulang sedangkan tendon
menghubungkan tulang ke otot. Tendon itu keras namun fleksibel, berasal dari
jaringan fibrosa yang melekat pada otot rangka yang memungkinkan gerakan
dengan bertindak sebagai perantara antara otot dan tulang. Ligamen, meskipun
mirip dengan tendon, ligamen membantu menstabilkan sendi karena ligamen
menghubungkan tulang ke tulang. Komposisi ligamen adalah kolagen kuat
dan berserat.
1.4 Sendi
Sendi, atau artikulasi, adalah tempat dua tulang bersatu, misalnya pada lutut.
Ada tiga jenis sendi utama yaitu sendi yang tidak dapat bergerak
(synarthrosis), sendi yang dapat sedikit bergerak (amphiarthrosis) dan sendi
yang dapat bergerak bebas (diarthrosis).
II. Definisi, Faktor Risiko, dan Etiologi Fraktur
Fraktur ialah gangguan kontinuitas struktur tulang yang terjadi ketika
tulang mendapatkan tekanan yang lebih besar daripada tekanan yang
mampu diterimanya (Smeltzer et al., 2010). Fraktur biasanya
menyebabkan edema dan perdarahan pada jaringan lunak disekitarnya,
serta kerusakan saraf dan tendon. Fraktur dapat disebabkan karna
trauma langsung, gerakan memutar, kontraksi otot secara ekstrim.
Selain itu, fraktur juga dapat disebabkan karena proses penyakit yang
dapat melemahkan tulang atau yang dikenal dengan fraktur patologik.
Pada kondisi ini fraktur dapat terjadi secara spontan dengan tekanan
kecil maupun tanpa adanya tekanan. Individu yang memiliki risiko
tinggi terjadinya fraktur ialah tumor tulang, osteoporosis, infeksi
tulang/osteomyelitis, koordinasi tubuh yang lemah, penurunan fungsi
pengelihatan, dan kelemahan (White & Duncan, 2013).
Fraktur diklasifikasikan sebagai berikut (Smeltzer et al., 2010) :
- Fraktur komplit : fraktur yang terjadi pada seluruh penampang tulang dan
biasanya disertai dislokasi
- Fraktur inkomplit : fraktur yang terjadi pada sebagian penampang tulang,
contohnya fraktur greenstick
- Fraktur comminuted : fraktur yang menghasilkan beberapa fragmen tulang
- Fraktur tertutup : fraktur yang tidak menembus jaringan kulit, contohnya
fraktur simple
- Fraktur terbuka : fraktur yang menembus jaringan kulit dan terjadi luka
pada area fraktur. Terdapat tiga derajat fraktur terbuka, yaitu derarajat 1
(luka bersih dan kurang dari 1 cm), derajat 2 (luka lebih luas tanpa disertai
kerusakan jaringan lunak), dan derajat 3 (terjadi kontaminasi dimana luka
disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang luas)
III. Manifestasi Klinis Fraktur
a. Edema dan Pembengkakkan

Edema dan pembengkakan terjadi dikarenakan penetrasi tulang melalui kulit atau
jaringan lunak, atau pendarahan ke jaringan di sekitarnya. Pendarahan yang tidak
terkendali, pembengkakkan, dan edema di ruang tertutup dapat menyumbat
sirkulasi dan merusak saraf (misalnya risiko terjadinya kompartemen sindrom)
(Lewis et al., 2013). Edema dan pembengkakkan mungkin tidak terlihat setelah
beberapa jam terjadinya cedera atau dapat terlihat dalam satu jam setelah
terjadinya cedera, tergantung pada tingkat keparahan fraktur.
b. Nyeri

Nyeri terjadi akibat terjadinya trauma jaringan, peningkatan tekanan pada saraf,
dan pergerakan bagian fraktur (Lewis et al., 2013). Nyeri terasa terus menerus dan
bertambah parah sampai fragmen tulang tidak bergerak. Kejang otot yang
menyertai fraktur dimulai dalam 20 menit setelah cedera dan menghasilkan rasa
sakit yang lebih intens daripada saat cedera terjadi.
c. Spasme Otot

Otot yang mengalami cedera akan berespon alamiah dengan berkontraksi,


sehingga dapat membebat dan melindungi daerah yang cedera. Spasme otot terjadi
akibat iritasi jaringan dan merupakan respon dari cedera atau fraktur (Lewis et al.,
2013). Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bidai alami yang dirancang
untuk meminimalkan lebih lanjut pergerakan fragmen fraktur (Smeltzer, et al.,
2010).
d. Deformitas

Posisi ekstremitas yang tidak normal akibat terjadinya cedera atau hasil aksi otot
menarik fragmen tulang ke posisi yang abnormal. Terlihat sebagai kehilangan
kontur tulang yang normal (Lewis et al., 2013). Perpindahan, angulasi, atau rotasi
fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan kelainan bentuk yang
terdeteksi pada ekstremitas bila dibandingkan dengan ekstremitas yang tidak
cedera. Deformitas adalah tanda kardinal dari fraktur. Deformitas jika tidak
dikoreksi akan mengakibatkan masalah pada proses penyatuan tulang dan
pemulihan fungsi bagian yang terluka (Lewis et al., 2013).
e. Ekimosis

Ekimosis dan kontusio merupakan perubahan warna kulit akibat dari ekstravasasi
darah dijaringan subkutan. Ekimosis muncul segera setelah cedera dan mungkin
tampak jauh dari yang bagian cedera (Lewis et al., 2013).
f. Penurunan dan Hilangnya Fungsi

Ekimosis dan kontusio merupakan perubahan warna kulit akibat dari ekstravasasi
darah dijaringan subkutan. Ekimosis muncul segera setelah cedera dan mungkin
tampak jauh dari yang bagian cedera (Lewis et al., 2013).
g. Pemendekan

Fraktur yang terjadi pada tulang panjang dapat mengakibatkan pemendekan


ekstremitas karena kompresi tulang yang fraktur. Kejang otot dapat menyebabkan
bagian distal dan proksimal fraktur tumpang tindih sehingga menyebabkan
ekstremitas memendek.
h. Krepitasi

Fragmen tulang saat diraba dengan lembut akan terasa dan menghasilkan suara
berderak (krepitasi). Kerepitasi disebabkan oleh gesekan antar fragmen tulang.
Krepitasi dapat meningkatkan peluang terjadinya nonunion jika ujung tulang
bergerak berlebihan (Lewis et al., 2013).
IV. Patofisiologi

Ketika terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah pada korteks, sumsum, dan
jaringan lunak di sekitarnya menjadi terganggu. Terjadi perdarahan dari ujung
tulang yang rusak dan dari jaringan lunak. Hematoma terbentuk di dalam medula,
di antara ujung tulang yang retak, dan di bawah periosteum. Jaringan tulang
berbatasan langsung dengan bagian fraktur yang mati. Jaringan nekrotik ini dan
debris apapun di daerah fraktur merangsang respons peradangan yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, serta infiltrasi oleh inflamasi
leukosit dan sel mast. Sitokin mengubah growth factor-beta (TGF-β), platelet-
derived growth factor (PDGF), prostaglandin, dan faktor-faktor lain yang
mendukung terjadinya penyembuhan, akan dilepaskan. Dalam waktu 48 jam
setelah terjadi cedera, jaringan pembuluh darah menyerang daerah tulang yang
mengalami fraktur, jaringan lunak di sekitarnya, rongga sumsum, dan aliran darah
ke seluruh tulang meningkat. Osteoblas dan osteoklas (atau sel pembentuk tulang)
di periosteum, endosteum, dan sumsum diaktifkan untuk menghasilkan
subperiosteal procallus di sepanjang permukaan luar poros dan di atas ujung
tulang yang rusak. Penyembuhan umumnya terjadi dalam tiga fase. Fase inflamasi
awal penyembuhan berlangsung 3 hingga 4 hari. Selama beberapa hari berikutnya,
fase perbaikan dimulai, pertumbuhan kapiler bersama dengan sel mononuklear
dan fibroblas, memulai transformasi hematoma menjadi jaringan granulasi.
Berikutnya, osteoblas dalam prokalus mensintesis kolagen dan matriks, yang akan
termineralisasi untuk membentuk kalus. Saat proses perbaikan berlanjut, terjadi
renovasi, di mana kalus yang tidak perlu diserap dan trabekula terbentuk di
sepanjang garis stress. Pada akhir tahap ini, tulang dapat menahan tekanan
normal. Fase terakhir, renovasi, berlangsung selama berbulan-bulan hingga
bertahun-tahun
V. Komplikasi Fraktur
a. Syok

Syok hipovolemik akibat perdarahan lebih sering ditemukan pada pasien fraktur
pelvis dan pada pasien dengan fraktur femur terbuka di mana arteri femoralis
robek oleh fragmen tulang. Perawatan untuk syok terdiri dari menstabilkan fraktur
untuk mencegah perdarahan lebih lanjut, mengembalikan volume darah dan
sirkulasi, menghilangkan rasa sakit pasien, memberikan imobilisasi yang tepat,
dan melindungi pasien dari cedera lebih lanjut.
b. Infeksi

Infeksi dapat terjadi akibat fraktur terbuka di mana tulang yang menembus kulit
memungkinkan terjadinya kontaminasi dari bagian luar. Infeksi juga dapat terjadi
setelah tindakan pembedahan bedah dengan menggunakan perangkat fiksasi
internal. Infeksi dapat menyebabkan keterlambatan penyatuan tulang (White,
Duncan, & Baumle, 2013).
c. Sindrom Emboli Lemak

Sindrom emboli lemak dikaitkan dengan patah tulang panjang, fraktur multipel,
atau cedera remuk. Pada jenis cedera ini, banyak gumpalan lemak kecil dilepaskan
dari sumsum tulang lalu masuk ke vena pada tempat terjadinya trauma tulang
panjang. Emboli lemak ini menyebar melalui sistem vena dan menutup pembuluh
darah vena di paru-paru sehingga menyebabkan gangguan pernapasan (Kirkland,
2009; Weinhouse, 2011 dikutip dalam White, Duncan, & Baumle, 2013).
Embolus biasanya terjadi dalam 24 hingga 72 jam setelah fraktur tetapi dapat
terjadi hingga seminggu setelah cedera. Saat emboli melibatkan area kecil paru-
paru, gejalanya adalah rasa sakit, takikardia, dan dispnea. Keterlibatan area paru
yang lebih besar menghasilkan gejala yang lebih jelas, termasuk rasa sakit yang
parah, dispnea, sianosis, gelisah, dan syok. Petechiae mungkin muncul di atas
leher, lengan atas, dada, atau perut. Pengobatan terdiri dari tirah baring, bantuan
pernapasan, pemberian oksigen, dan cairan intra vena (White, Duncan, & Baumle,
2013).
d. Osteomielitis
Osteomielitis mengacu pada infeksi pada jaringan tulang. Osteomielitis
merupakan komplikasi serius karena sering tidak terdeteksi. Osteomielitis dapat
nekrosis jaringan atau tulang. Osteomielitis diobati dengan terapi antibiotik dalam
jangka panjang dan pembedahan berupa tindakan debridemen.
e. Osteonekrosis

Osteonekrosis, atau nekrosis avaskular merupakan kematian jaringan tulang


karena tulang kehilangan suplai darah. Ini dapat dapat terjadi akibat dari patah
tulang atau dislokasi. Osteonekrosis membutuhkan penggantian sendi atau tulang
yang nekrotik.
f. Sindrom Kompartemen

Sindrom kompartemen adalah kondisi serius yang dihasilkan dari peningkatan


tekanan di kompartemen otot. Tekanan ini menekan saraf dan pembuluh darah.
Sindrom kompartemen berpotensi membahayakan ekstremitas bagian distal.
Kompartemen sindrom memerlukan identifikasi segera dan perawatan untuk
mencegah kerusakan jaringan permanen. Manifestasi klinis biasanya termasuk
rasa sakit luar biasa. Sindrom kompartemen dapat didiagnosis dengan mengukur
tekanan di dalam otot fasia. Pengobatan biasanya termasuk melepas gips (jika
ada) dan melakukan fasciotomy segera untuk menghilangkan tekanan (Story,
2018).
VI. Tahap Penyembuhan Fraktur
a. Tahap Pertama: Fase Hematoma
Ketika fraktur terjadi, perdarahan membuat terjadinya hematoma yang
mengelilingi ujung fragmen tulang. Hematoma adalah darah ekstravasasi
yaitu perubahan dari cairan menjadi bekuan semi padat. Fase hematoma
terjadi pada 72 jam setelah cedera (Lewis, 2013). Pada fase hematoma terjadi
edema dan pembengkakkan mungkin tidak terlihat setelah beberapa jam
terjadinya cedera atau dapat terlihat dalam satu jam setelah terjadinya cedera,
tergantung pada tingkat keparahan fraktur. Nyeri terjadi akibat dari trauma
jaringan, peningkatan tekanan pada saraf, dan pergerakan bagian fraktur
(Lewis et al., 2013).
b. Tahap Kedua: Fase Granulasi Jaringan
Selama tahap ini, fagositosis aktif menyerap produk nekrosis lokal.
Hematom dikonversi menjadi jaringan granulasi. Jaringan granulasi yang
terdiri dari pembuluh darah baru, fibroblas, dan osteoblast akan
menghasilkan dasar untuk zat tulang baru yang disebut osteoid, fase ini
terjadi selama 3 sampai 14 hari setelah cedera (Lewis, 2013).
c. Tahap Ketiga: Fase Pembentukan Kalus
Mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium dan matriks tulang baru
disimpan dalam osteoid. Jaringan tulang yang tidak terorganisir terbentuk
pada bagian fraktur. Kalus terbentuk yang terdiri dari tulang rawan,
osteoblas, kalsium, dan fosfor. Pembentukan kalus muncul pada akhir
minggu kedua setelah cedera. Bukti pembentukan kalus dapat diverifikasi
dengan rongent (Lewis, 2013).
d. Tahap Keempat: Fase Osifikasi
Osifikasi kalus terjadi mulai 3 minggu sampai 6 bulan setelah terjadinya
fraktur dan berlanjut sampai fraktur sembuh. Pengerasan kalus cukup untuk
mencegah gerakan di lokasi fraktur. Namun, fraktur masih terlihat pada
pemeriksaan rongent. Selama tahap ini, pasien dapat diizinkan mobilitas
terbatas, jika memakai gips, gips dapat dilepas (Lewis, 2013).
e. Tahap Kelima: Fase Konsolidasi
Kalus terus berkembang, jarak antara fragmen tulang berkurang dan
akhirnya akan menutup. Selama tahap ini osifikasi berlanjut. Bukti
pemeriksaan rontgen akan menunjukan kesatuan tulang yang lengkap. Fase
ini bisa terjadi hingga 1 tahun setelah cedera (Lewis, 2013).
f. Tahap Keenam: Fase Remodeling
Kelebihan jaringan tulang akan diserap ditahap akhir penyembuhan tulang
dan penyatuan selesai. Tulang akan kembali ke struktur dan kekuatannya
seperti sebelum terjadi cedera. Penyatuan radiologis terjadi ketika ada bukti
rontgen tentang penyatuan tulang yang lengkap. Fase ini dapat terjadi hingga
1 tahun setelah cedera. Remodeling adalah respons terhadap stres fisik sesuai
hukum Wolf. Weight bearing dapat dilakukan secara bertahap pada fese ini
(Lewis, 2013).
VII. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
- Kelemahan
- Kelelahan
- Masalah gaya berjalan dan/atau mobilitas
- Kelemahan umum
- Pembatasan atau hilangnya fungsi bagian yang terkena—mungkin
langsung, karena fraktur, atau berkembang secara sekunder dari
pembengkakan jaringan, nyeri
- Kelemahan ekstremitas yang terkena
- Defisit rentang gerak (ROM)
b. Sirkulasi
- Hipertensi—kadang-kadang dilihat sebagai respons terhadap nyeri
akut atau kecemasan, atau hipotensi karena kehilangan darah yang
parah
- Takikardia—respons stres, hipovolemia
- Denyut nadi berkurang atau tidak ada di bagian distal cedera pada
ekstremitas
- Pengisian kapiler tertunda
- Pucat pada bagian yang terkena
- Pembengkakan jaringan
- Memar atau massa hematoma di tempat cedera
c. Eliminasi
- Hematuria
- Sedimen dalam urin
- Perubahan output—gagal ginjal akut (GGA) dengan kerusakan otot
rangka
d. Neurosensori
- Kehilangan atau gangguan gerak atau sensasi
- Kejang otot semakin memburuk seiring waktu
- Mati rasa atau kesemutan (parestesia)
- Deformitas muskuloskeletal lokal—angulasi abnormal,
- perubahan postur, pemendekan anggota badan, rotasi, atau krepitasi
- Kejang otot
- Kelemahan atau kehilangan fungsi yang terlihat
- Memberi jalan atau kolaps, penguncian sendi, dislokasi
- Agitasi—mungkin berhubungan dengan nyeri, kecemasan, atau trauma
lainnya
e. Nyeri/Ketidaknyamanan
- Nyeri hebat yang tiba-tiba pada saat cedera—mungkin terlokalisasi
pada
- area kerusakan jaringan atau tulang dan kemudian menjadi lebih
menyebar;
- Namun, dapat berkurang pada imobilisasi
- Tidak adanya rasa sakit—menunjukkan adanya kerusakan saraf
- Nyeri pegal otot
- Kejang atau kram otot setelah imobilisasi
- Perilaku menjaga atau mengalihkan perhatian
- Gelisah
- Fokus diri
f. Keamanan
- Keadaan insiden mungkin tidak mendukung jenis cedera terjadi—
mungkin mengarah pada penyalahgunaan
- Penggunaan alkohol atau obat-obatan lain
- Laserasi kulit
- Avulsi jaringan
- Berdarah
- Perubahan warna kulit
- Pembengkakan lokal—dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba
- Perbedaan panjang tungkai
- Adanya faktor risiko jatuh—usia, osteoporosis,
- demensia, radang sendi, kondisi kronis lainnya; sudah ada sebelumnya
fraktur yang tidak diketahui
g. Discharge Planning
- Mungkin memerlukan bantuan sementara dengan transportasi,
perawatan diri
- aktivitas, dan tugas ibu rumah tangga atau pemeliharaan
- Mungkin memerlukan terapi tambahan atau rehabilitasi setelah keluar
dari rumah sakit
- Kemungkinan penempatan di tempat tinggal yang dibantu atau fasilitas
perawatan yang diperpanjang untuk beberapa waktu

VIII. Asuhan Keperawatan

Diagnosis NOC NIC Rasional


Keperawatan

Nyeri akut Setelah Mandiri Mandiri


b.d agen  dilakukan 1. Pertahankan 1.
pencedera tindakan  imobilisasi bagian Menghilangka
fisik keperawatan yang sakit  dengan n nyeri dan
(cedera/ 3x24 jam  tirah baring, gips, mencegah
fraktur);  menunjukka pembebat, traksi kesalahan 
spasme n tingkat 2. Tinggikan dan posisi tulang
otot; nyeri  dukungan yang cedera
gerakan menurun: ekstrimitas yang  2.
fragmen  1. Keluhan terkena Meningkatk
tulang, nyeri 3. Hindari an aliran
edema, dan  berkurang penggunaan balik vena,
cedera pada 2. Ttv stabil sprei/bantal menurunkan 
jaringan 3. Kesulitan plastik  dibawah edema dan
lunak; alat  tidur menurun ekstrimitas dalm meneurunka
traksi/imobil gips n nyeri
isasi 4. Tinggikan penutup 3. Dapat
tempat tidur, meningkatkan
pertahankan  linen ketidaknyamana
terbuka pada ibu jari n karena 
kaki peningkatan
5. Evaluasi keluhan produksi padas
nyeri/ketidaknyaman dalam gips yang
an,  perhatikan kering 4.
karakteristik, lokasi, Mempertahanka
termasuk  n kehangatan
intensitasnya (skala tubuh tanpa 
0-10). Perhatikan ketidaknyamana
petunjuk  nyeri non- n karena
verbal (perubahan tekanan selimut
tanda-tanda vital  pada  bagian
dan emosi) yang sakit
6. Dorong pasien 5.
untuk mendiskusikan Mempengaru
masalah  sehubungan hi pilihan
dengan cedera keefektifan
7. Lakukan dan intervensi. 
awasi rentang gerak Tingkat
pasif/aktif 8. Berikan intensitas
alternatif tindakan dapat
ketidakmampuan  mempengaru
(pijatan punggung, hi persepsi 
perubahan posisi) reaksi
9. Dorong terhadap
menggunakan teknik nyeri
manajemen stres  6. Membantu
(relaksasi, latihan menghilangkan
nafas dalam, imajinasi  ansietas. Pasien
visualisasi, sentuhan dapat 
terapeutik) merasakan
10. Identifikasi kebutuhan untuk
aktifitas terapeutik menghilangkan 
yang tepat  untuk pengalaman
usia pasien, kecelakaan
kemampuan fisik 7.
dan  penampilan Mempertahan
pribadi kan
kekuatan/mobi
litas otot yang 
sakit dan
memudahkan
resolusi
inflamasi
pada  jaringan
cedera
8.
Meningkatkan
sirkulasi umum,
menurunkan
area  tekanan
lokal dan
kelelahan otot
9. Menfokuskan
kembali
perhatian,
meningkatkan 
rasa kontrol
kemampuan
koping dalam
manajemen 
nyeri untuk
periode lebih
lama
10. Mencegah
kebosanan,
menurunkan
ketegangan 
dan dapat
meningkatkan
kekuatan otot,
dapat

Kolaborasi meningkatkan
11. Cek harga diri dan
adanya kemmapuan koping
keluhan
nyeri yang Kolaborasi
tidak biasa  11. Dapat
atau tidak menandakan
hilang terjadinya
dengan komplikasi 12.
analgesik Menurunkan
12. Lakukan edema/
kompres pembentukan
dingin 24-48 hematom, 
jam pertama/  menurunkan
sesuai sensasi nyeri.
indikasi

Gangguan Setelah Mandiri Mandiri


mobilitas  fisik b.d dilakukan 1. Kaji 1. Pasien mungkin
kerusakan  tindakan  derajat dibatasi oleh
muskuloskeletal;  keperawatan mobilitas pandangan diri 
terapi 3x24 jam  yang tentang
restriktif/ menunjukkan dihasikan keterbatasan fisik
imobilisasi  mobilitas  fisik oleh  aktual,
tungkai dipertahankan cedera/pe memerlukan 
sesuai  ngobatan informasi untuk
toleransi: dan meningkatkan
1. Pergerakan perhatika kemajuan
ekstremitas  n kesehatan. 2.
yang cedera persepsi  Meningkatkan
dan tidak  pasien aliran darah ke
cedera terhadap otot dan tulnag 
2. Rentang imobilisas untuk
gerak i meningkatkan
3. 2. Instruksikan tonus otot,
Mempertahan pasien mempertahankan 
kan posisi  untuk/bantu gerak sendi,
anatomis dalam rentang  mencegah
4. gerak kontraktur/atropi
Mendemo pasif/aktif dan resorpsi 
nstrasikan  pada kalsium karena
cara ektrimitas tidak digunakan
memenuhi yang sakit 3. Meningkatkan
ADL dan  tidak kekuatan
sakit otot/sirkulasi,
3. Bantu meningkatka
dorong untuk n kontrol
perawatan diri pasien
4. dalam
Berikan/bant situasi dan 
u dalam meningkatka
mobilisasi n kesehatan
dengan kursi  diri
roda, kruk, langsung
tongkat 4. Mobilsasi dini
sesegera menurukan
mungkin.  komplikasi tirah
Instruksikan baring  dan
keamanan meningkatkan
dalam pengaturan dan
penggunaan normalisasi fungsi 
alat  organ
mobilitas 5. Hipotensi
5. postural adalah
Awasi masalah umum
TD yang 
denga menyertai tirah
n baring lama
melak dan
ukan memerlukan 
aktivit intervensi
as  khusus
perhati 6.
kan Mencegah/
keluha menurunka
n n insiden
pusing komplikasi 
6. Ubah kulit/perna
posisi secara pasan
periodik dan 7.
dorong untuk  Mempertaha
latihan nkan hidrasi
batuk/nafas tubuh,
dalam menurunkan 
7. Dorong resiko infeksi
masukan urinarius,
cairan pembentukan
sampai batu dan 
2000-3000  konstipasi
cc/hari

Kolaborasi
8. Konsul
dengan ahli
terapi
fisik/okupa
si dan  atau
rehabilitasi
medik
9. Lakukan
program
defekasi
(pelunak feses,

enema laksatif) Kolaborasi


8. Berguna
dalam
membuat
aktifitas
individual 
pasien
9.
Mempertahank
an/membantu
defekasi
dengan 
memperhatikan
kondisi yang
sedang dialami

Gangguan Setelah dilakukan Mandiri Mandiri


integritas  tindakan  1. Kaji kulit 1. Memberikan
jaringan keperawatan 3x24 untuk luka informasi tentang
b.d fraktur  jam  menunjukkan terbuka, sirkulasi kulit dan 
komplit; integritas  kulit dan benda masalah yang
pemulihan  jaringan asing,  mungkin disebabkan
pasca membaik: kemerahan, oleh alat dan/atau 
bedah; 1. Verbalisasi perdarahan, pemasangan
pemasang bantuan  perubahan gips/bebat atau
an traksi,  ketidaknyamana warna pada  traksi, atau
pen, n. kulit. pembentukan
kawat, 2. 2. Masase edema yang
sekrup. mendemonstrasi kulit dan membutuhkan
kan  perilaku penonjolan intervensi  medik
mencegah tulang.  lanjut.
kerusakan kulit dan Pertahanka 2. Menurunkan
memfasilitasi n tempat tekanan pada
penyembuhan, tidur area yang peka
seperti  yang kering dan dan  risiko
ditunjukkan. bebas  abrasi/kerusakan
3. Mencapai kerutan. kulit.
penyembuhan  luka Tempatkan 3. Mengurangi
atau lesi tepat waktu. bantalan tekanan konstan
air/bantala pada area yang
n lain  sama  dan
bawah meminimalkan
siku/tumit risiko kerusakan
sesuai kulit,  Penggunaan
indikasi. trapeze dapat
3. Ubah posisi menurunkan abrasi
dengan sering. pada  siku/tumit.
Dorong 4. Posisi yang tak
penggunaan tepat dapat
trapeze bila menyebabkan
mungkin. cedera 
4. Kaji posisi kulit/kerusakan.
posisi fiksasi
eksternal Kolaborasi
5. Karena
Kolaborasi imobilisasi bagian
5. Gunakan tubuh, tonjolan
tempat tidur tulang  lebih dari
busa, bantal area yang sakit oleh
apung, atau  fiksasi mungkin
kasur udara sakit  karena
sesuai penurunan
indikasi. sirkulasi.

IX. Penatalaksanaan Fraktur


a. Reduksi tertutup
Penyelarasan tulang secara manual dan non-bedah ke posisi anatomi sebelumnya.
Traksi dan kontraksi ditarik secara manual ke fragmen tulang untuk
mengembalikan posisi, panjang, dan pelurusan. Pengurangan tertutup biasanya
dilakukan ketika pasien berada di bawah anestesi lokal atau umum.
b. Reduksi terbuka
Koreksi perataan tulang melalui sayatan bedah. Ini biasanya termasuk fiksasi
internal fraktur dengan kabel, sekrup, pin, pelat, batang intramedulla, atau paku.
Jenis dan lokasi fraktur, usia pasien, dan penyakit bersamaan dapat mempengaruhi
keputusan untuk menggunakan reduksi terbuka

c. Traksi
Penerapan gaya tarik ke bagian tubuh yang terluka atau sakit atau ekstremitas.
Kontraksi menarik ke arah yang berlawanan.
d. Gips
Perangkat imobilisasi melingkar sementara. Pengecoran adalah perawatan umum
setelah pengurangan tertutup. Hal ini memungkinkan pasien untuk melakukan
banyak aktivitas normal kehidupan sehari-hari sambil memberikan imobilisasi
yang cukup untuk memastikan stabilitas.
e. Fiksasi eksternal
Perangkat logam yang terdiri dari pin logam yang dimasukkan ke dalam tulang
dan melekat pada batang eksternal untuk menstabilkan fraktur saat sembuh.
Digunakan untuk menerapkan traksi atau untuk mengkompresi fragmen fraktur
dan untuk melumpuhkan fragmen yang berkurang ketika penggunaan gips atau
traksi lainnya tidak sesuai. Fiksasi eksternal sering digunakan dalam upaya untuk
menyelamatkan ekstremitas yang mungkin memerlukan amputasi.
f. Fiksasi Internal
Alat fiksasi internal (pin, pelat, batang intramedulla, dan sekrup logam dan
bioabsorbable) dimasukkan melalui pembedahan untuk meluruskan kembali dan
mempertahankan fragmen tulang.
g. Terapi obat
Pasien dengan patah tulang mengalami berbagai tingkat rasa sakit yang terkait
dengan kejang otot. Relaksan otot sentral dan perifer, seperti carisoprodol (Soma),
cyclobenzaprine (Flexeril), atau methocarbamol (Robaxin), dapat diresepkan
untuk menghilangkan rasa sakit yang terkait dengan kejang otot. Pada fraktur
terbuka, ancaman tetanus dapat dikurangi dengan tetanus dan toksoid difteri atau
tetanus imunoglobulin untuk pasien yang belum pernah diimunisasi sebelumnya.
h. Terapi Nutrisi
Persyaratan diet pasien harus mencakup protein yang cukup, vitamin (terutama B,
C, dan D), kalsium, fosfor, dan magnesium untuk memastikan jaringan lunak dan
penyembuhan tulang yang optimal. Kadar protein serum dan defisiensi vitamin C
yang rendah mengganggu penyembuhan jaringan. Makanan yang seimbang harus
ditambah dengan asupan cairan 2000 hingga 3000 mL / hari untuk meningkatkan
fungsi kandung kemih dan usus yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Lewis, S., Bucher, L., Dirksen, S., Heitkemper, M., & Harding, M. (2014).
Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical
Problems. Network (9th ed.). Missouri: Elsevier Inc.
Nachanal, J., Nayagam, S., Khan, U., Moran, C., Barrett, S., Sanderson, F., &
Pallister, I. (2015). Standard for The Management of Open Fractures of
The Lower Limb.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L. & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth's textbook of medical-surgical nursing. Philadelphia: Wolters
Kluwer-Lippincott Williams & Wilkins.
Sop JL, Sop A. (2019). Open Fracture Management. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448083/
White, L., Duncan, G. & Baumle, W. (2013). Medical-surgical nursing: An
integrated approach, (3rd edition). USA: Delmar Cengage Learning
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., Murr, A. C. (2010). Nursing care plans:
guodelines for individualizing client care across the life span 8th Ed.
Philadelphia: Davis Company

Anda mungkin juga menyukai