Anda di halaman 1dari 5

Ade Andri Dipraja (19208001) & Farij Abdurrohman (19208028)

Semester 3 B
Resume Jurnal Distribusi Farmasi di Apotek

Abstrak

Distribusi obat merupakan suatu proses yang penting dalam menjaga efikasi, keamanan, dan
kualitas suatu obat, pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) perlu diterapkan pada
fasilitas Apotek agar mutu obat dapat terjamin sampai ke tangan pasien. CDOB adalah cara
distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang
jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.
Dari beberapa jurnal yang di review, penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan metode
deskriptif dengan memberikan kuesioner, wawancara atau tanya jawab, serta adapula yang
melakukan pengumpulan data menggunakan lembar pengumpul data dan diolah secara
kuantitatif. Tujuan penelitian dari beberapa jurnal ini adalah salah satunya yaitu melihat
kerasionalan sistem distribusi obat yang meliputi kecocokan obat dengan kartu stok, sistem
penataan gudang, persentase obat kadaluarsa/rusak, persentase stok mati dan tingkat ketersediaan
obat. Selain itu tujuan lainnya yaitu ingin mengetahui tingkat kepuasan apotik terhadap layanan
distribusi obat oleh PBF berdasarkan dimensi kepuasan.

Pendahuluan

Penjualan merupakan salah satu aspek yang penting dalam sebuah usaha dagang.‟ Pengelolaan
usaha dagang yang kurang baik akan merugikan usaha dagang karena dapat berimbas pada
perolehan laba dan pada akhirnya dapat mengurangi pendapatan. Setiap usaha dagang memiliki
sistem berbeda dalam melakukan usahanya. Secara umum usaha dagang harus memiliki sistem
berbeda dalam semua aspek yang dijalankannya. Sistem yang baik ini merupakan salah satu
kunci pengendalian.

Pada tahap pembuatan obat, pemerintah sudah membuat suatu pedoman yaitu Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) agar obat dapat memenuhi kriteria efficacy, safety dan quality.
Sedangkan pada proses distribusinya pun pemerintah telah membuat suatu peraturan mengenai
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), peraturan tersebut tercantum dalam Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012
tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Cara Distribusi Obat yang
Baik (CDOB) adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan
memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya. Kegiatan yang menyangkut distribusi obat meliputi pengadaan, penyimpanan,
dan penyaluran obat dari produsen hingga ketangan konsumen. Penerapan CDOB ini diharapkan
dapat mempertahankan dan memastikan bahwa mutu obat yang diterima oleh pasien sama
dengan mutu obat yang dikeluarkan oleh industri farmasi (Hartini, 2016).

Pedoman Good Distribution Practices for Pharmaceutical Products diterbitkan oleh WHO pada
tahun 2005 mengharuskan suatu jaringan distribusi menyelenggara kan suatu sistem jaminan
kualitas terhadap produk farmasi yang didistribusikan sehingga produknya akan terjamin mutu,
khasiat, keamanan dan keabsaannya sampai ke tangan konsumen.Industri farmasi atau lebih
dikenal sebagai Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus memenuhi kebutuhan konsumen dengan
cepat dan tepat, karena kecepatan dan ketepatan perbekalan farmasi merupakan faktor yang
berpengaruh untuk menjamin kepuasan konsumen (Baharuddin dan Wahyuni, 2010).

Dalam persaingan yang semakin tajam antara Pedagang Besar Farmasi saat ini, maka kepuasan
pelanggan menjadi prioritas utama dimana tingkat kepentingan dan harapan pelanggan serta
pelaksanaan atau kinerja yang dilakukan perusahaan haruslah sesuai perusahaan harus
memperhatikan hal – hal yang dianggap penting oleh para pelanggan, agar mereka puas
(Yusnita, 2011). kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja
(atau hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapan (Kotler,1995).

Di Indonesia masih banyak terdapat masalah dalam sistem pendistribusian, diantaranya adalah
penjualan obat di tempat yang tidak ada ijin dari dinas kesehatan atau bukan di tempat pelayanan
kefarmasian, pembelian obat keras tanpa resep dokter, pembelian obat tidak sesuai indikasi dan
atau diagnosis. Hal ini akan membahayakan masyarakat. (Amelia et al., 2015; Hartini &
Marchaban, 2017; Iqbal, Geer, & Dar, 2016). Selain itu, keluhan juga datang dari segi kesalahan
obat datang yang tidak sesuai dengan surat pesanan dan harga yang berubah dalam waktu yang
terlalu singkat sehingga bukan hanya apotik yang dirugikan namun konsumen juga merasa
kurang mendapatkan pelyanan yang baik karena kejadian tersebut. Oleh karena itu, perlu
dilakukan perbaikan layanan oleh PBF agar tingkat kepuasan apotik akan meningkat.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipakai dalam beberapa jurnal ini menggunakan metode deskriptif ada
yang dengan cara mengamati secara langsung (bekerja) di Apotek, kemudian dianalisis di
interpretasikan dan diskripsikan dalam bentuk narasi kemudian disimpulkan, sehingga diperoleh
informasi untuk membantu proses penyusunan penelitian. Selain itu ada pula dengan pendekatan
kualititatif di Apotek yang juga menggunakan formulir kuisoner yang diisi oleh responden.
Adapun ada juga yang memakai data retrospektif yaitu pengambilan data yang sudah ada pada
tahun sebelumnya. Bahan penelitian menggunakan lembar observasi data terkait berupa lembar
stok, laporan obat kadaluarsa / rusak, laporan obat tidak bergerak. Serta ada yang menggunakan
dengan metode survey pada tenaga teknis kefarmasian yang menangani bagian pengadaan
perbekalan farmasi. Untuk lokasi penelitian dilakukan di beberapa tempat atau daerah di
indonesia.
Hasil Penelitian

Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) di Apotek Wilayah Cikupa Kabupaten
Tangerang yaitu meliputi Aspek Profil Sarana, Bangunan dan Peralatan, Pengadaan, Penerimaan
dan Penyimpanan, Penyaluran, Penanganan Produk kembalian dan kadaluarsa, dan Pemusnahan.
Berdasarkan aspek tersebut dapat diketahui gambaran pelaksanaan CDOB pada Apotek di
Wilayah Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang, untuk masing-masing aspek.

1. Aspek Profil Sarana


Menurut Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012 yaitu “Pelaksanaan dan pengelolaan
sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan atau bahan obat yang benar
sangat bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup
dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas
distribusi. Tanggung jawab masing masing personil harus dipahami dengan jelas dan
dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan
dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya”. Berdasarkan
hal tersebut dalam sebuah Apotek harus mempunyai manajerial yang bagus, dengan cara
membuat struktur organisasi. Hal ini berfungsi agar tugas-tugas terorganisir dengan rapih
dan personil-personil di Apotek dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan
kompeten, serta dapat menyelesaikan segala permasalahan yang ada di Apotek. Sistem
manajemen yang baik akan membawa Apotek kepada kepuasan pelanggan dan
kenyamanan dalam bekerja.
2. Aspek Bangunan dan Peralatan
Menurut Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012 yaitu “Fasilitas distribusi harus memiliki
bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat dan atau bahan
obat. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi
penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan
kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang
baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk
memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman”.
3. Aspek Pengadaan
Menurut Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012. Berdasarkan penelitian dari Isna Sugih
Hartini dan Marchaban aspek pengadaan yaitu “Aspek ini berisi mengenai bagaimana
barang atau obat yang disediakan itu dipesan, mulai dari sumber pengadaan sampai
kelengkapan surat-surat saat proses pemesanan barang yang dalam hal ini berupa obat
dan atau bahan obat”. Hal ini sesuai dengan Permenkes No 73 Tahun 2016 yaitu “Untuk
menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus
melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan”. Apotek diwajibkan
membeli stok obat melalui jalur resmi, hal ini di karenakan agar keaslian dan mutu obat
terjamin, sedangkan jika obat di peroleh dari jalur yang tidak resmi memungkinkan
masuknya obat palsu dan mutu obat tidak terjamin. Pembelian pun harus disertai faktur
agar aman dalam transaksi dan sah dalam proses pembelian sehingga terhindar dari audit.
4. Aspek Penerimaan dan Penyimpanan
Menurut Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012 yaitu “Proses penerimaan bertujuan untuk
memastikan bahwa kiriman obat dan atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari
pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi
dan Penyimpanan dan penanganan obat dan atau bahan obat harus mematuhi peraturan
perundang-undangan. Berdasarkan hal tersebut maka penyimpanan harus sesuai karena
untuk menghindari kesalahan, kestabilan obat-obatan dan kontaminasi atau tercampurnya
obat-obat yang bentuk maupun jenis yang berbeda.
5. Aspek Penyaluran
Berdasarkan penelitian dari Isna Sugih Hartini dan Marchaban yaitu “Aspek ini berkaitan
dengan proses penyaluran obat dari Apotek kepada pasien” dan menurut Peraturan
Kepala BPOM Tahun 2012 yaitu “Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran
narkotika dan psikotropika ke fasilitas distribusi lain yang memiliki ijin khusus penyalur
narkotika dan psikotropika, instalasi sediaan farmasi, apotek dan rumah sakit yang
memiliki kewenangan menyalurkan atau menyerahkan narkotika dan psikotropika sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”,dimana pada penyaluran ini terkait obat keras
disertai dengan resep dokter juga pelayanan untuk narkotika dan psikotropika harus
ditangani dengan khusus dan wajib memakai resep dokter.
6. Aspek Penanganan Produk Kembalian dan Kadaluarsa
Berdasarkan penelitian dari Isna Sugih dan Marchaban yaitu “Aspek ini berkaitan dengan
proses pengembalian produk kadaluarsa dan kembalian kepada distributor beserta
kelengkapan surat – suratnya” dan menurut Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012 yaitu
“jumlah dan identifikasi obat dan atau bahan obat kembalian harus dicatat dalam catatan
penerimaan dan pengembalian barang”. Berdasarkan hal tersebut jika Apotek melakukan
pengembalian harus selalu menyertakan faktur pembelian kepada distributor.
7. Aspek Pemusnahan
Pada aspek ini sebagian Apotek tidak melakukan pemusnahan dikarenakan Apotek
membeli dan memesan sesuai dengan kebutuhan atau sedikit, dan menjual obat-obat fast
moving atau yang sering pasien butuhkan sehingga obat tidak sampai kadaluarsa. Hal ini
sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012 yaitu “Obat kadaluarsa atau rusak
harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluarsa
atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota. Pemusnahan Obat selain
narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Tenaga
Kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan
dibuktikan dengan berita acara pemusnahan”.
Suatu sistem untuk mengontrol distribusi obat-obatan melibatkan pelacakan distribusi produk
farmasi dan mengelola produk rabat farmasi melalui internet. Sistem menyediakan verifikasi,
pembayaran dan audit rabat. Sebelum apotek dapat berpartisipasi dalam skema rabat, mereka
harus menjalani inisial proses registrasi. Setelah pendaftaran, apotek dapat membeli produk
farmasi yang dipasok dari produsen melalui rantai pasokan. Obat-obatan dipasok dengan harga
Pasokan standar, terlepas dari negara tempat pengecer berada. Ketika obat dipasok ke pengguna
akhir, misalnya pasien, apotek memasukkan klaim rabat, yang diproses oleh pusat kliring
internasional. Asalkan pemrosesan memiliki hasil yang sukses, apotek menerima pembayaran
rabat, yang besarnya tergantung di negara tempat apoteker berada. Hal ini memungkinkan
pengeluaran obat resep dengan harga diskon untuk pasien dan mengurangi prevalensi impor
paralel.

Anda mungkin juga menyukai