Anda di halaman 1dari 2

Menggugat Mekanisme Pasar

Mekanisme pasar makin dominan datam perekonomian saat ini. Apakah ini satu-satunya
alternatif? Bagaimana Islam memandangnya?
Mekanisme pasar yang merupakan tulang punggung perekonomian kapitalis, kini makin
dipandang oleh mayoritas ekonom sebagai satu-satunya mekanisme yang paling unggul
dalam alokasi dan distribusi sumber-sumber daya. Apalagi ketika perekonomian sosialis
mengalami kebangkrutan, keyakinan para pengamat makin kuat terhadap mekanisme
pasar sebagai satu-satunya mekanisme perekonomian yang sesuai dengan tuntutan
masyarakat dunia.
Kuatnya keyakinan ini direfleksikan padas seruan-seruan untuk kembali kepada peran
swasta yang lebih besar dalam ekonomi dan memperkecil peran dan intervensi sektor
publik dalam mengelola perekonomian.
Kecenderungan ini tidak saja melanda negara-negara maju seperti di Eropa dan Amerika,
melainkan juga negara-negara industri baru dan berkembang. Resep-resep kebijakan
pembangunan yang direkomendasikan oleh lembaga-lembaga donor pun banyak
mencerminkan kecenderungan demikian ítu. Fenomena ini dicerminkan juga pada
kecenderungan untuk menghapuskan subsidi dalam segala sektor perekonomian,
liberalisasi perdagangan, sistem nilai tukar mata uang yang bebas dan fleksibel, gerakan
modal ínternasional yang bebas, dan deregulasi dalam sektor riil dan perbankan
(moneter).
Sementara itu di sisi lain, terdapat perkembangan baru yang mencoba bangkit dengan
konsep yang komprehensif dan integratif sehingga menjadikan pasar yang lebih adil dan
manusiawi. Kekuatan ini berasal darí konsep yäng dikembangkan oleh para ekonom
Muslim yang merasa terpanggil untuk berjihad secara intelektual dalam bidang ekonomi.
Ekonomi Islam (Islamic Economics), begitulah namanya, telah menjadi isu hangat di
kalangan ekonom dalam dua dasa warsa terakhir ini.
Keterbatasan Mekanisme Pasar
Dalam kesempatan ini, penulis hendak memaparkan kelemahan mekanisme pasar dari
sudut pandang ekonom Barat sendiri. Dalam bukunya yang bejudul Economics,Paul dan
Ronald Wonnacott menulis enam kelemahan mekanisme pasar.
Pertama, sekalipun pasar memberikan kebebasan individu lebih tinggi kepada para
pemain di dalamnya,ia hanya memberikan kepada si lemah kebebasan untuk merasakan
lapar dan tersingkir. Kenyataan menunjukkan dalam mekanisme pasar yang bebas dan
berjalan baik, banyak orang kaya dapat memberikan makanan yang lebih bergizi untuk
anjingnya daripada si miskin memberikan makanan kepada diri dan keluarganya.
Beberapa gelintir orang dapat membeli lukisan berharga jutaan dolar, namun di sisi lain
masih banyak orang yang tidak dapat makan tiga kali dalam sehari .
Kedua, dalam suatu sistem perekonomian pasar yang tidak diatur, akan terjadi keadaan
yang sangat tidak stabil dengan inflasi tinggi, diikuti oleh resesi yang tajam. Bila ini
terjadi, segenap lapisan masyarakat akan menderita.
Ketiga, dalam sistem laissezfaire, harga-harga di pasaran tidak selalu mencerminkan
kekuatan pasar yang tidak memihak. Harga-harga yang mencerminkan mekanisme murni
permintaan dan penawaran, hanya terjadi pada pasar bersaing sempurna. Namun pasar
ini hanya ada dalam teori.Faktanya, para produsen senantíasa memiliki kekuasaan untuk
mempermainkan harga dan pasar cenderung berbentuk monopolis, oligopolis, dan
persaingan tidak sempuma.
Keempat, pasar tidak menggubris efek eksternalitas seperti polusi udara dan air dan
penurunan kualitas kehidupan fisik.
Kelima, dalam wilayah-wilayah tertentu, kadang-kadang terjadi kegagalan pasar. Jika ini
ada, maka pemerintahlah yang harus mengambil alih komando.
Keenam, dalam sebuah perekonomian dengan mekanisme pasar yang baik, dunia usaha
mampu memenuhi keinginan konsumen dengan sangat baik. Namun harus disadari,
konsumen bersedia membeli produk tidak selalu didorong oleh keinginan riil pribadinya
yang independen, tetapi sering lebih dipengaruhi gencarnya iklan di berbagai media.
Preferensi dan cita rasa konsumen telah didikte oleh imajinasi yang ditimbulkan oleh
promosi.
Terlalu mengandalkan mekanisme pasar bisa menyesatkan. Lihatlah contoh ini. Di
sebuah kota X permintaan beras untuk kebutuhan masyarakat adalah 500.000 liter per
bulan. Jumlah ini dapat dipenuhi oleh distributor beras yang ada di sekitar kota itu. Nah,
apa yang terjadi jika ternyata 300.000 liter dari beras yang sedianya dikonsumsi
masyarakat kota X itu ternyata ditimbun oleh para spekulan (yang bisa jadi distributor itu
sendiri) untuk memainkan harga? Bagi produsen (petani), hal ini tak jadi soal, yang
penting berasnya habis.
Dalam mekanisme pasar yang butá dan tuli, pola permintaan seperti ini pun tak perlu
dirisaukan. Produsen beras dibayar dengan harga pasar, sementara para spekulan yang
menjadi konsumen juga membayar dengan wajar.
Namun jika dilakukan pemantauan ketat, ternyata 15% penduduk hanya makan sekali
sehari. Juga sebagian masyarakat terpaksa tidak dapat makan nasi lagi. Di sisi lain, para
spekulan dapat berenang dalam kolam beras.
Maka mekanisme pasar ini telah menjadi sebuah mekanisme resmi pembunuh manusia.
Contoh ini memang ekstrem, tetapi sering hadir di masyarakat dalam berbagai variasi.
Oleh karena itu, Islam memberikan arahan kepada pemeluknya agar memperhatikan
kondisi sosio-ekonomi tempat ia tinggal. Rasulullah saww bersabda, “Bukanlah orang
yang beriman, manakala ia tidur kekenyangan sementara tetangga sebelahnya kelaparan
dan ia tahu akan hal itu.” (HR Tabrani & Baihaqi).
Jelaslah bahwa terdapat sejumlah segmen masyarakat yang tidak dapat ikut bermain
dalam pasar dan karenanya, tidak akan tersentuh oleh mekanisme ini lantaran tidak
punya uang untuk membayar harga. Mereka yang tidak mampu membayar harga,
merupakan korban dari keganasan pasar.
Oleh karena itu, mekanisme pasar dan harga harus dilengkapi dengan intervensi
pemerintah yang bertujuan membantu dan memberdayakan segmen masyarakat yang
terpaksa tidak dapat berpartisipasi di dalamnya agar dapat hidup sejahtera sesuai
dengan martabatnya sebagai manusia.

Anda mungkin juga menyukai