Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

PELATIHAN PEMBUATAN TEPUNG TORBANGUN DAN


PRODUK PANGAN FUNGSIONAL UNTUK IBU MENYUSUI
DI DESA PUNDEN REJO KECAMATAN TANJUNG MORAWA
KABUPATEN DELI SERDANG

Oleh :
Dr. Tetty Herta Doloksaribu, STP, MKM
(NIDN 4021126801)
Rumida, SP, MKes
(NIDN 4013046201)
UrbanusSihotang, SKM, MKes
(NIDN 4014116602)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN
JURUSAN GIZI
2017
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Torbangun atau bangun-bangun merupakan sebutan dalam bahasa Batak untuk
tumbuhan Coleus amboinicus Lour. Daun torbangun telah dimanfaatkan oleh
masyarakat suku Batak dari Sumatera Utara secara turun-temurun. Daun torbangun
umumnya diolah menjadi sayur atau sop dan biasanya dikonsumsi segera setelah ibu
melahirkan selama ±30 hari agar produksi ASI meningkat atau sebagai laktagogum
(Damanik 2009). Fungsi daun torbangun sebagai laktagogum telah dibuktikan oleh
sejumlah penelitian pada manusia dan hewan coba, diantaranya penelitian oleh Santosa
(2001), Damanik et al. (2006), Permana (2008) dan Rumetor (2008).
Hingga saat ini potensi torbangun belum termanfaatkan secara optimal oleh
masyarakat luas. Pemanfaatannya masih terbatas dikalangan masyarakat suku Batak
tertentu saja dengan olahan sebagai sayur atau sop. Rice (2011) menguraikan bahwa
tanaman torbangun sangat potensial untuk dikembangkan baik dari segi fungsinya
sebagai laktagogum maupun dari segi budidaya yang relatif mudah dengan umur panen
yang singkat dibandingkan tumbuhan yang memiliki aktifitas laktagogum lainnya
seperti tanaman katuk. Keunggulan tersebut menjadi penting dalam ketersediaan bahan
baku dan menjadi suatu potensi dalam pengembangan produk dari tanaman tersebut.
Namun hasil observasi di pasar tradisional di Lubuk Pakam menunjukkan bahwa
ketersediaan torbangun sangat sulit dan hanya dijual pada hari tertentu saja yaitu hari
Sabtu dan Minggu oleh 1-2 orang penjual dalam jumlah yang terbatas sekitar 5-10 ikat.
Pengolahan torbangun segar menjadi tepung torbangun merupakan salah satu
upaya untuk memperluas pemanfaatannya karena membuatnya lebih fleksibel untuk
pengembangan produk pangan yang lebih beragam dengan sasaran pengguna yang lebih
luas, tidak terbatas hanya suku Batak. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Neacsu et al. (2015) bahwa pengolahan bahan pangan dari tumbuhan khususnya
kelompok sayuran menjadi bentuk tepung akan menjadi bagian yang tidak dapat
dipisahkan untuk pengembangan produk yang kaya akan komponen bermanfaat pada
bahan pangan tersebut. Pengolahan menjadi tepung torbangun juga sebagai salah satu
upaya mengatasi kelemahan tanaman torbangun yang mudah rusak karena kadar air
yang tinggi.

1
Disisi lain, ibu menyusui membutuhkan zat-zat gizi yang lebih banyak daripada
ibu yang tidak menyusui. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) bagi bangsa
Indonesia, ibu yang sedang menyusui bayi pada 6 bulan pertama membutuhkan
tambahan energi sebesar 330 kkal dan protein 20 g dibandingkan dengan ibu yang tidak
menyusui, pada golongan umur yang sama (Menkes 2013). Tambahan tersebut penting
untuk membantu penyembuhan setelah melahirkan, meningkatkan status gizi dan
kesehatan ibu serta mengisi ulang cadangan zat gizi ibu (Gillespie 1999).
Doloksaribu (2015) melakukan penelitian tentang pengolahan torbangun segar
menjadi tepung torbangun dan pengembangannya menjadi produk pangan fungsional
untuk ibu menyusui. Selanjutnya Doloksaribu et. al. (2016) melakukan pengembangan
produk pangan fungsional untuk ibu menyusui berbasis tepung torbangun berupa food
bar yang memiliki kandungan gizi dan daya terima yang baik oleh panelis konsumen
yang berasal dari berbagai suku yaitu suku Batak, Jawa, Sunda dan Sasak
Berdasarkan uraian di atas maka sebagai salah satu upaya peningkatan potensi
pemanfaatan torbangun untuk memenuhi kebutuhan zat gizi ibu menyusui dan sekaligus
juga meningkatkan sekresi dan produksi ASI, maka perlu dilakukan kegiatan pelatihan
pembuatan tepung torbangun dan pengembangan produk pangan fungsional untuk ibu
menyusui. Melalui kegiatan ini masyarakat diharapkan memiliki pengetahuan tentang
torbangun dan ketrampilan untuk mengolahnya menjadi produk pangan dalam skala
rumah tangga. Hal ini diharapkan menjadi salah satu usaha dalam penyelesaian masalah
gizi melalui pemanfaatan pekarangan untuk menanam tanaman torbangun, mengolahnya
menjadi tepung dan mengembangkannya menjadi berbagai produk sehingga dapat
menambah asupan gizi ibu menyusui dan meningkatkan pendapatan keluarga.

B. Perumusan Masalah
Hingga saat ini pengembangan produk makanan tambahan untuk ibu menyusui
berbasis bahan pangan lokal yang mengandung fungsi laktagogum belum banyak
dilakukan. Demikian juga halnya dengan pemanfaatan torbangun dan
pengembangannya menjadi suatu produk pangan fungsional dan sekaligus sebagai suatu
bentuk makanan tambahan bagi ibu menyusui.Oleh karena itu, sebagai salah satu upaya
pemanfaatan dan penerapan hasil penelitian tentang torbangun (Doloksaribu et. al.
2016) maka perlu dilakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk
pelatihan pembuatan tepung torbangun dan pengembangannya menjadi produk pangan
fungsional untuk ibu menyusui.

2
C. Tujuan Kegiatan
a. Meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat khususnya peserta pelatihan
tentang keunggulan dan manfaat tanaman torbangun sebagai bahan baku
makanan fungsional untuk ibu menyusui.
b. Meningkatkan keterampilan masyarakat khususnya peserta pelatihan tentang
pembuatan tepung torbangun.
c. Meningkatkan keterampilan masyarakat khususnya peserta pelatihan tentang
pembuatan produk pangan fungsional berbahan dasar tepung torbangun untuk
ibu menyusui.

D. Manfaat Kegiatan
Kegiatan pengabdiaan masyarakat ini diharapkan memberikan manfaat yaitu :
a. Menambah pengetahuan peserta pelatihan tentang keunggulan dan manfaat
tanaman torbangun sebagai makanan fungsional bagi ibu menyusui serta nilai
ekonomis pemanfaatannya untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
b. Menambah keterampilan peserta pelatihan dalam membuat tepung torbangun
dan mengolahnya menjadi produk makanan fungsional untuk ibu menyusui.
c. Peserta pelatihan dapat menularkan pengetahuan dan ketrampilan yang
diperolehnya kepada msyarakat sekitarnya khususnya wanita usia subur dan ibu
menyusui sehingga masyarakat terpacu untuk melakukan pemanfaatan
pekarangan untuk menanam torbangun dan mengolahnya menjadi produk
setengah jadi dan pangan fungsional untuk ibu menyusui
d. Peserta pelatihan dapat mengembangkan ketrampilan yang diperoleh menjadi
salah satu bentuk kegiatan pengembangan ekonomi atau kewirausahaan di
tingkat rumah tangga atau di tingkat desa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3
Torbangun atau bangun-bangun merupakan sebutan dalam bahasa Batak untuk
tumbuhan Coleus amboinicus Lour. Daun torbangun telah dimanfaatkan oleh
masyarakat suku Batak dari Sumatera Utara secara turun-temurun sebagai laktagogum.
Daun torbangun umumnya dikonsumsi sebagai sayuran oleh masyarakat dan secara
khusus dikonsumsi oleh ibu segera setelah melahirkan hingga 30-40 hari pasca
melahirkan dengan tujuan untuk memperlancar dan meningkatkan produksi ASI
(Damanik 2009).
Daun torbangun di dalam tabel komposisi pangan Indonesia disebut sebagai daun
bangun-bangun dan terdapat pada kelompok sayuran dengan komposisi zat gizi seperti
tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi zat gizi daun torbangun per 100 g
Komposisi zat gizi
Zat gizi
Satuan Jumlah
Air G 92.5
Energi kkal 27
Protein G 1.3
Lemak G 0.6
Karbohidrat G 4
Serat G 1
Kalsium Mg 279
Fosfor Mg 40
Besi Mg 13.6
Karoten total Ug 13288
Tiamin Mg 0.16
Riboflavin Mg 0.1
Vitamin C Mg 5.1
Sumber : Mahmud et al. (2009)

Torbangun termasuk bahan pangan yang memiliki kapasitas sebagai laktagogum.


Laktagogum merupakan obat-obatan atau zat lain yang dapat membantu inisiasi,
mengatur atau meningkatkan laju sintesis ASI. Laktagogum umumnya digunakan untuk
meningkatkan laju produksi ASI yang rendah. Laktagogum tersedia dalam bentuk
sediaan farmasi atau obat maupun laktagogum dari tumbuhan atau herbal (ABM 2011).
Tradisi mengkonsumsi daun torbangun sebagai laktagogum hingga sekarang
masih terbatas di kalangan suku Batak dalam bentuk olahan sebagai sayur atau sop.
Rice (2011) menguraikan bahwa disamping manfaat daun torbangun sebagai
laktagogum, tanaman torbangun memiliki keunggulan yaitu mudah tumbuh dengan
umur panen yang relatif singkat sehingga sangat potensial untuk dikembangkan
pemanfaatannya.

4
Doloksaribu (2015) melakukan penelitian tentang pengolahan torbangun menjadi
tepung torbangun sebagai salah satu upaya untuk memperluas pemanfaatan torbangun
dengan sasaran pengguna tidak terbatas hanya suku Batak. Selain volume bahan menjadi
lebih kecil atau lebih ringkas dengan daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan
torbangun segar, tepung torbangun diharapkan sebagai bentuk bahan pangan setengah
jadi yang lebih fleksibel untuk pengembangan produk pangan yang lebih beragam.
Tahap pembuatan tepung torbangun meliputi tahap pencucian lalu diblansir
dengan uap selama 3 menit. Selanjutnya dihaluskan dengan blender tanpa penambahan
air dan ditiriskan (tahap ini merupakan modifikasi dari tahap peremasan dan pemerasan
pada pengolahan daun torbangun secara tradisional). Setelah itu dikeringkan dengan
cabinet dryer pada suhu 50oC, lalu ditepungkan dan diayak (Doloksaribu et. al. 2016).

Daun torbangun yang muda, disortir, dicuci

Diblansir dengan uap (3 menit)

Diblender & diitiriskan

Dikeringkan dicabinet dryer


( T 50oC)

Ditepungkan & diayak


(80 mesh)

Tepung
torbangun

Gambar 1. Tahap pembuatan tepung torbangun

Doloksaribu et. al. (2015 a,b) melakukan penelitian tentang pengembangan tepung
torbangun menjadi produk makanan tambahan fungsional untuk ibu menyusui dalam
bentuk serbuk sereal. Selanjutnya Doloksaribu et. al. (2016) melakukan pengembangan
produk food bar berbasis tepung torbangun. Produk yang dihasilkan memiliki mutu

5
organoleptik yang dapat diterima oleh panelis konsumen yang berasal dari berbagai
suku yaitu suku Batak, Jawa, Sunda dan Sasak. Selain itu produk tersebut juga memiliki
sifat fisik dan mutu gizi yang optimal serta mengandungung senyawa fitokimia dan
antioksidan.
Formulasi produk food bar untuk ibu menyusui didasarkan atas pertimbangan
bahwa produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan kalori per hari untuk ibu
menyusui dan sekaligus juga dapat meningkatkan sekresi dan produksi ASI serta daya
tahan tubuh karena memiliki fungsi laktakogum dan antioksidan. Selain itu, produk
tersebut dapat langsung dikonsumsi (ready to eat).
Bahan-bahan pangan lokal yang digunakan untuk formulasi produk food bar
terdiri dari tepung torbangun, tepung ubi jalar, tepung kacang hijau, selai (tanpa gula)
nenas, gula pasir, telur, dan margarin. Pemilihan bahan pangan yang digunakan tersebut,
didasarkan pada pertimbangan bahwa bahan pangan tersebut merupakan pangan lokal,
mudah diperoleh, harga terjangkau oleh daya beli masyarakat dan mengandung zat-zat
gizi yang dibutuhkan tubuh. Pemilihan bahan-bahan tersebut juga berdasarkan
pertimbangan bahwa tepung daun torbangun memiliki fungsi sebagai laktagogum,
tepung ubi jalar merupakan sumber karbohirat dan komponen antioksidan, tepung
kacang hijau sebagai sumber protein dan beberapa mineral, selai (tanpa gula) nenas biji
merupakan sumber vitamin, serat dan sekaligus untuk memperkaya rasa.
Komposisi atau jumlah bahan-bahan pangan yang digunakan untuk formula
produk food bar ditujukan agar konsumsi produk tersebut per hari dapat
menyumbangkan energi 2100 kkal dengan komposisi protein sebesar 10-15%, lemak
35-45%, dan karbohidrat 40-50%. Komposisi atau jumlah bahan-bahan pangan yang
digunakan untuk formula produk food bar seperti pada Tabel 2, dihitung berdasarkan
hasil analisis proksimat bahan-bahan penyusun formula dan kandungan gizi pada Tabel
Komposisi Pangan Indonesia (Mahmud et al. 2009).

Tabel 2. Komposisi bahan (g) produk food bar

Bahan (g) Komposisi bahan (g)


Tepung ubi jalar 150
Tepung kacang hijau 200
6
Margarin 85 Gula Pasir 85
Telur 75
Selai (tanpa gula) Nanas 100
Selai(tanpa gula) Jambu biji -
Tepung torbangun 13,2

Prosedur pembuatan produk food bar melalui beberapa tahap yaitu pencampuran
bahan, pencetakan dalam loyang, pemanggangan dan pendinginan pada suhu ruang
(Gambar 2).

Margarin dan gula pasir yang sudah dihaluskan,


dicampur hingga mengembang sedikit
dan berwarna putih

Telur

Dicampur dengan mixer


kecepatan sedang

Tepung ubi jalar,


tepung kacang hijau,
tepung torbangun

Dicampur dengan mixer


kecepatan sedang

Selai nanas

Pencetakan dalam loyang

Pemanggangan dalam oven


(suhu 160˚C, 20 menit)

Pendinginan di suhu ruang

Produk
(food bar)

Gambar 2. Diagram alir pembuatan produk food bar untuk ibu menyusui
(Doloksaribu et. al. 2016)

BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN

7
A. Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah penyuluhan dan pelatihan serta
penerapan hasil penelitian. Bentuk kegiatan yang dilakukan terkait langsung dengan
Poltekkes Kesehatan Medan Jurusan Gizi, Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Deli
Serdang, Puskesmas Tanjung Morawa, PPL Desa Punden Rejo, Bidan Desa, Perangkat
Desa dan Masyarakat Desa Punden Rejo Kecamatan Tanjung Morawa.

B. Tahapan Kegiatan
Tahapan kegiatan meliputi penjajakan lokasi kegiatan, sosialisasi dan koordinasi
pelaksanaan kegiatan, penentuan peserta, pembuatan percontohan budidaya tanaman
torbangun, penyuluhan tentang ASI, gizi untuk ibu menyusui dan manfaat tanaman
torbangun, pelatihan pembuatan tepung torbangun dan produk pangan fungsional untuk
ibu menyusui berbahan dasar tepung torbangun.

1. Penjajakan Lokasi Kegiatan, Sosialisasi dan Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan


a. Melakukan advokasi kepada Kepala Dinas Ketahanan Pangan (Ketapang)
Kabupaten Deli Serdang untuk mengadakan kerjasama sekaligus sosialisasi dan
koordinasi pelaksanaan kegiatan.
b. Menyampaikan surat tentang rencana pelaksanan kegiatan pengabdian masyarakat
kepada Kepala Desa Punden Rejo dengan melampirkan surat dari Dinas Ketapang
Kabupaten Deli Serdang dan juga kepada Kepala Puskesmas Tanjung Morawa.
c. Berkoordinasi dengan Ketua PKK untuk pelaksanaan pelatihan pembuatan
produk pangan fungsional bagi ibu menyusui berbasis tepung torbangun.

2. Pembuatan Kebun Percontohan Tanaman Torbangun


Khalayak sasaran pada tahap kegiatan ini adalah masyarakat Desa Punden Rejo
Kecamatan Tanjung Morawa yang terdiri dari kelompok tani, ibu PKK, kader posyandu,
karang taruna dan kelompok gotong royong. Sarana dan alat untuk kegiatan ini adalah
bibit tanaman torbangun, cangkul, alat penyiram tanaman dan pot.

8
3. Penyuluhan Tentang ASI, Gizi untuk Ibu Menyusui dan Manfaat Tanaman
Torbangun
Khalayak sasaran pada tahap kegiatan ini adalah masyarakat Desa Punden Rejo
Kecamatan Tanjung Morawa yang terdiri dari kelompok tani, ibu PKK, kader posyandu,
ibu hamil dan WUS. Materi Penyuluhan meliputi keunggulan dan manfaat ASI,
keunggulan dan manfaat tanaman torbangun sebagai makanan fungsional bagi ibu
menyusui serta nilai ekonomis pemanfaatannya untuk meningkatkan pendapatan
keluarga. Metode penyuluhan yang dilakukan adalah ceramah dan tanya jawab. Sarana
dan alat untuk kegiatan penyuluhan adalah LCD, TOA dan laptop. Penyuluhan tersebut
dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Kamis, 7 September 2017
Jam : 09.00-11.00 WIB
Tempat : Aula Kantor Kepala Desa Punden Rejo Kecamatan Tanjung Morawa

4. Pelatihan Pembuatan Tepung Torbangun dan Produk Pangan Fungsional untuk


Ibu Menyusui
Khalayak sasaran pada tahap kegiatan ini adalah masyarakat Desa Punden Rejo
Kecamatan Tanjung Morawa yang terdiri dari perangkat desa Punden Rejo, Ketua dan
anggota kelompok tani, ibu PKK, kader posyandu, ibu hamil dan WUS. Sarana dan alat
untuk pembuatan tepung torbangun dan pembuatan produk antara lain timbangan,
dandang, kompor gas, mixer, oven dan peralatan masak lainnya. Kegiatan ini dilakukan
pada :
Hari/Tanggal : Kamis, 14 September 2017
Jam : 09.00 – 13.00WIB
Tempat : Aula Kantor Kepala Desa Punden Rejo Kecamatan Tanjung Morawa

9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penjajakan Lokasi Kegiatan, Sosialisasi dan Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan


Hasil kegiatan pada tahap ini adalah kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten
Deli Serdang sangat mendukung bentuk kegiatan pengabdian masyarakat ini. Dinas
Ketahanan Pangan juga menerbitkan surat tentang kerjasama pelaksanaan kegiatan
Pengabdian Kerjasama di Lokasi Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Desa
Punden Rejo Kecamatan Tanjung Morawa. Demikian juga dengan Kepala Desa Punden
Rejo sangat mendukung kegiatan tersebut dan akan memfasilitasi tempat pelaksanaan
penyuluhan dan pelatihan dan disepakati pesertanya adalah perangkat desa, PPL,
kelompok wanita tani, PPL, PKK, Karang Taruna, Bidan Desa, Kader Posyandu, Ibu
hamil dan WUS.
Lokasi Kegiatan Pengmas ini sangatlah sesuai dengan tujuan pembentukan
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) menurut kebijakan Kementerian Pertanian.
Kementan RI (2017) menguraikan bahwa KRPL merupakan rumah penduduk yang
mengusahakan pekarangan secara intensif untuk dimanfaatkan dengan berbagai
sumberdaya lokal secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan bahan pangan
rumah tangga yang berkualitas dan beragam. Prinsip RPL adalah pemanfaatan
pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk ketahanan dan kemandirian
pangan, diversifikasi pangan berbasis sumber daya local, menjaga kelestariaanya
melaului kebun bibi desa menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat.

2. Pembuatan Kebun Percontohan Tanaman Torbangun


Pembuatan kebun percontohan tanaman torbangun dilakukan di Kebun Bibit
Kelompok Wanita Tani “Melati” di Dusun III Kawasan Rumah Pangan Lestari Desa
Punden Rejo pada 12 Juli 2017. Kegiatan ini dihadiri oleh kelompok tani, ibu PKK,
kader posyandu, karang taruna, Dinas Ketahanan Pangan Deli Serdang dan Perangkat
Desa Punden Rejo. Hasilnya, tanaman torbangun di kebun percontohan tumbuh dengan
baik.
Bibit tanaman torbangun berasal dari kebun torbangun yang ada di kompleks
Jurusan Gizi. Pada saat penyerahan bibit tersebut, sekaligus juga dilakukan pengenalan
tanaman torbangun dan sosialisasi pemanfaatan dan pengolahan daun torbangun segar
kepada kelompok wanita tani. Selanjutnya kelompok wanita tani mensosialisasikan

10
pengolahan daun torbangun segar dan menghidangkannya pada acara pengajian oleh
ibu-ibu di dusun III.

11
Gambar 3. Kebun Percontohan Tanaman Torbangun
12
3. Penyuluhan Tentang ASI, Gizi untuk Ibu Menyusui dan Manfaat Tanaman
Torbangun

Kegiatan penyuluhan ini dihadiri oleh sebanyak 30 orang yang terdiri dari Kepala
Desa, TPG Puskesmas Tanjung Morawa, Dinas Ketahanan Pangan Kab. Deli Serdang,
PPL Desa Punden Rejo, Bidan Desa, Karang Taruna, Kepala Dusun, Kader Posyandu,
PKK Desa Punden Rejo, Perangkat Desa Punden Rejo (Daftar Hadir Terlampir).
Bersama Kepala Desa disepakati peserta adalah Perangkat Desa, PPL, PKK, Karang
Taruna, Bidan Desa, Kader Posyandu, Ibu Hamil dan Ibu WUS.
Evaluasi terhadap tahap kegiatan ini menunjukkan bahwa Peserta mengikuti
kegiatan ini dengan antusias, tanpa ada seorangpun peserta yang meninggalkan kegiatan
ini dari awal hingga berakhir. Pada saat sesi tanya jawab ada 5 orang peserta sangat
yang mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang di akhir tahap diajukan adalah
1. Selain untuk memperbanyak ASI apakah fungsi lain torbangun.
2. Apakah kalau bapak makan torbangun juga akan keluar air susunya.
3. Apakah ada efek samping kalau kita mengoonsumsi torbangun berlebihan.
4. Bagaimana cara menanam torbangun
5. Kalau kita menderita hipertensi apakah boleh mengonsumsi torbangun

Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2010), salah satu strategi untuk perubahan
perilaku adalah dengan pemberian informasi dengan melakukan penyuluhan. Melakukan
penyuluhan dengan metode ceramah dapat meningkatkan pengetahuan responden.
Evaluasi terhadap kegiatan ini juga menunjukkan bahwa terjadi peruban perilaku
tentang materi yang disampaikan. Hal ini terlihat dari peningkatan kemampuan peserta
menjawab pertanyaan yang diajukan secara lisan di akhir kegiatan dibandingkan di awal
kegiatan. Pertanyaan secara lisan yang diajukan di awal dan di akhir kegiatan kepada
peserta adalah :
1. Manfaat dan keunggulan ASI
2. Porsi makanan untuk Ibu Menyusui
3. Manfaat dan Keunggulan Tanaman Torbangun

13
4. Pelatihan Pembuatan Tepung Torbangun dan Produk Pangan Fungsional untuk
Ibu Menyusui

Pada pelatihan ini, dijelaskan pembuatan tepung torbangun dan bersama dengan
peserta dilakukan pembuatan produk pangan fungsional untuk ibu menyusui yaitu food
bar, bakso, mie basah. Pada pelatihan ini juga dilakukan pengolahan daun torbangun
segar menjadi sayur.

Gambar 4. Produk Pangan Fungsional yang Dihasilkan

Evaluasi terhadap tahap kegiatan ini menunjukkan bahwa peserta mengikuti


kegiatan ini dengan antusias, dan menyatakan mampu membuatnya sendiri di rumah
maupun untuk kegiatan PMT di Posyandu. Pada akhir pelatihan, semua produk yang
dibua t dimakan bersama oleh seluruh peserta dan menyatakan bahwa produk tersebut
memiliki rasa dan mutu organoleptik yang dapat diterima.
Peserta yang hadir sebanyak 15 orang yang terdiri dari Sekretaris Desa Punden
Rejo, PPL Desa Punden Rejo, Kelompok wanita tani, PKK Desa Punden Rejo, Ibu
Hamil, Ibu WUS, Perangkat Desa Punden Rejo (terlampir). Kendala yang dihadapi pada
pelaksanaan kegiatan ini adalah pada waktu yang bersamaan ada kegiatan yang
diselenggarakan oleh Kantor Kecamatan Tanjung Morawa yang harus diikuti oleh
aparat Desa, ketua PKK dan kader posyandu. Upaya pemecahan masalah yang
dilakukan adalah dengan mengusulkan dan meminta agar ada perwakilan dari aparat
desa dan kader serta ibu PKK yang mengikuti tahap kegiatan pengabdian masyarakat
ini. Upaya lainnya yang dilakukan adalah dengan membagikan dan menitipkan leaflet
dan prosedur pembuatan produk kepada peserta yang tidak datang

14
BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
1. Pengetahuan dan sikap tentang keunggulan dan manfaat tanaman torbangun
sebagai bahan baku makanan fungsional bagi ibu menyusui mengalami
peningkatan
2. Peserta sudah terampil membuat produk pangan fungsional untuk ibu menyusui
berbahan dasar tepung torbangun.

B. SARAN
1. Peserta pelatihan dapat melanjutkan kegiatan pemanfaatan pekarangan untuk
menanam torbangun dan mengolahnya menjadi produk pangan fungsional,
misalnya melalui kelompok perwiridan, posyandu dan karang taruna
2. Ketrampilan yang diperoleh masyarakat agar dikembangkan menjadi salah satu
bentuk kegiatan kewirausahaan di tingkat rumah tangga atau di tingkat desa.

15
DAFTAR PUSTAKA

[ABM] Academy of Breastfeeding Medicine Protocol Committee. 2011. ABM Clinical


Protocol #9: Use of Galactogogues in Initiating or Augmenting the Rate of
Maternal Milk Secretion (First Revision). Breastfeeding Medicine 6(1). DOI:
10.1089/bfm.2011.9998
Damanik, R., Wahlqvist ,ML., Wattanapenpaiboon N. 2006. Lactagogue effects of
Torbangun, a Bataknese traditional cuisine. Asia Pac J Clin Nutr 15(2): 267-274.
Damanik, R., 2009. Torbangun (Coleus amboinicus Lour): a Bataknese traditioal
cuisine perceived as lactagogue by Bataknese lactating women in Simalungun,
North Sumatera, Indonesia. J Hum Lac 25(1): 64-72
Doloksaribu, TH., 2015. Pengaruh pemberian makanan tambahan fungsional berbasis
tepung torbangun pada ibu yang mendapat konseling menyusui terhadap
pemberian ASI Eksklusif dan pertumbuhan bayi [disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Doloksaribu, TH., Darawati, M., Masthalina, H., Sinaga, HT., 2016. Laporan Penelitian
Unggulan Institusi. Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Medan: Kemenkes RI.
Doloksaribu, TH., Syarief, H, Damanik, MRM., Marliyati, SA., 2015. The development
of torbangun flour-based functional supplementary food for breastfeeding mother.
IJSBAR 23(1):348-355
_____.2015. Pertumbuhan bayi dan pemberian ASI eksklusif oleh ibu penerima
konseling menyusui dan makanan tambahan torbangun. Jurnal Gizi dan Pangan
Volume 10, No. 2 Juli, pp.77-84.
Gillespie, S., 1999. Supplementary feeding for women and young children.Human
Development Network, The World Bank.
[Kementan] Kementerian Pertanian RI. 2017. Kawasan Rumah Pangan Lestari-KRPL.
http://www.litbang.pertanian.go.id/krpl/. Diakses pada tanggal 3 Juli 2017
Mahmud, MK., Hermana, Zulfianto, NA., Apriyantono, RR., Ngadiarti, I., Hartati, B.,
Bernadus, Tinexcelly., 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Persatuan Ahli
Gizi Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
[Menkes] Menteri Kesehatan. RI 2013. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 75 Tahun
2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia.
Neacsu, M., Vaughan, N., Raikos, V., Multari, S., Duncan, GJ., Duthie, GG., Russel,
WR., 2015. Phytochemical profile of commercially avalaible food plant powders:
their potential role in healthier food reformulations. J Food Chem (179):159-69.
doi:10.1016/j.foodchem.2015.01.128
Notoatmodjo, S., (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
Rumetor SD. 2008. Studi histopatologi pengaruh pemberian daun torbangun (Coleus
amboinicus Lour) terhadap produksi susu kelenjar mammae mencit (Mus
musculus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Rice, LJ., Brits, GJ., Potgieter, CJ., Van-Staden, J., (2011). Plectranthus: A plant for the
future? South African J of Botany 77 (4):947–959. doi:10.1016/j.sajb.
2011.07.001.
Rumetor, SD., 2008. Suplementasi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dan
Zink-vitamin E dalam ransum untuk memperbaiki metabolisme dan produksi susu
kambing peranakan Etawah [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Santosa CM. 2001. Khasiat konsumsi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus, l)
sebagai pelancar sekresi air susu ibu menyusui dan pemacu pertumbuhan bayi
[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
16

Anda mungkin juga menyukai