Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN HALUSINASI

Disusun oleh :

HADANIA MADHITA TIARA A

P1337420921056

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2021
A. PENGERTIAN
Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu tanggapan dari pa
nca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal Halusinasi merupakan ganggua
n persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.Ada lim
a jenis halusinasi yaitu pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan. H
alusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling banyak ditemukan terjadi
pada 70% pasien,kemudian halusinasi penglihatan 20%, dan sisanya 10% adalah halusin
asi penghidu, pengecapan dan perabaan.
Pasien halusinasi merasakan adanya stimulus yang sebetulnya tidak ada. Perilaku
yang teramati pada pasien yang sedang mengalami halusinasi pendengaran adalah pasien
merasa mendengarkan suara padahal tidak ada stimulus suara. Sedangkan pada halusinas
i penglihatan pasein mengatakan melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan
padahal tidak ada bayangan tersebut. Pada halusinasi penghidu pasien mengatakan memb
aui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa. Sedangkan pa
da halusinasi pengecapan, pasien mengatakan makan atau minum sesuatu yang menjijikk
an. Pada halusinasi perabaan pasien mengatakan serasa ada binatang atau sesuatu yang m
erayap ditubuhnya atau di permukaan kulit.
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi ada
lah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan de
ngan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. I
ni ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan ota
k yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada d
aerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilak
u psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter y
ang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopam
in dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada ana
tomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebara
n lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi o
tak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruh
i respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau kea
daan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi real
ita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuha
n, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan s
etelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan t
idak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhad
ap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kek
ambuhan (Keliat, 2006).Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi ter
jadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk d
alam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selekti
f menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpreta
sikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stre
ssor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stre
ssor.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Fase Pertama ( comforting / menyenangkan)
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan geli
sah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada ha
l yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara i
ni menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya
dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerak
kan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang
lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua (comdemming)
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal
dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusina
si. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi
halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila
orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan se
olah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom sepert
i peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan h
alusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga (controlling)
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menj
adi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gang
guan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, men
guasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berday
a terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berk
eringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat (conquering/ panik)
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kont
rol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah m
enjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubun
gan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klie
n berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa j
am atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan in
tervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh di
ri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon l
ebih dari satu orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapat
kan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, ter
senyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang
oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesua
tu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang diala
minya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merup
akan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Keliat, 2009)
D. JENIS HALUSINASI
Pada klien dengan gangguan jiwa ada bebeerapa jenis halusinasi dengan karakteri
stik tertentu, diantaranya :
1. Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara-suara orang. Biasan
ya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikir
kannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, ga
mbaran geometric, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Pen
glihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penciuman
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan sep
erti darah, urine atau feses. terkadang tercium bau harum. Biasanya berhubungan de
ngan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang t
erlihat. Contohnya seperti merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati ata
u orang lain.
5. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik
7. Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalu
i vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar
atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan
dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi
obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan
klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari
percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-
laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak
membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
Psikofarma:
1. Anti psikotik:
a. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
b. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
c. Stelazine
d. Clozapine (Clozaril)
e. Risperidone (Risperdal)
2. Anti parkinson:
a. Trihexyphenidile
b. Arthan
3. Obat anti depresi : Amitripilin
4. Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
5. Obat anti insomnia : Phneobarbital
F. PATHWAYS

G. ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, a
gama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkaji
an, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan ke
luarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami ga
ngguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penga
niayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dala
m keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psik
ologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
3) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupa
n, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivita
s motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kons
entrasi, dan berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
2) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta memb
ersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
4) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
h. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asy
ik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingku
ngan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
j. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
k. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmak
ologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
Masalah keperawatan yang sering muncul :
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri

No Data Subyektif Data Obyektif


1.  Klien mengatakan melihat atau  Tampak bicara dan ketawa
mendengar sesuatu. sendiri.
 Klien tidak mampu mengenal  Mulut seperti bicara tapi tidak
tempat, waktu, orang. keluar suara.
 Berhenti bicara seolah
mendengar atau melihat
sesuatu.
 Gerakan mata yang cepat.

2.  Klien mengatakan merasa  Tidak tahan terhadap kontak


kesepian. yang lama.
 Klien mengatakan tidak dapat  Tidak konsentrasi dan pikiran
berhubungan sosial. mudah beralih saat bicara.
 Klien mengatakan tidak  Tidak ada kontak mata.
berguna.  Ekspresi wajah murung, sedih.
 Tampak larut dalam pikiran
dan ingatannya sendiri.
 Kurang aktivitas.
 Tidak komunikatif.
3.
 Klien mengungkapkan takut.  Wajah klien tampak tegang,
 Klien mengungkapkan apa yang merah.
dilihat dan didengar  Mata merah dan melotot.
mengancam yang membuat  Rahang mengatup.
klien takut.  Tangan mengepal.
 Mondar mandir.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
b. Isolasi sosial: Menarik Diri
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Fokus Intervensi
Menurut Rasmun (2011) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana
tindakan dari diagnosa utama : resiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi adalah sebagai ber
ikut :
Tujuan umum:
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
Tujuan khusus
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a. Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang, ada kontak m
ata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab sal
am, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masa
lah yang dihadapi.
b. Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
1) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang d
isukai klien.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Jujur dan menepati janji.
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klie
n

Rasional :

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubu


ngan interaksi selanjutnya.

TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi


a. Kriteria evaluasi :
1) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi
timbulnya halusinasi.
2) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
b. Intervensi
1) Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan salin
g percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.
2) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasiny
a. Bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan k
e kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional :
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan pera
wat dalam melakukan intervensi.
3) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
a) Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apak
ah ada suara yang di dengar.
b) Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
c) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada sah
abat tanpa menuduh/menghakimi).
d) Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama se
perti dia.
e) Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional :
Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari fak
tor timbulnya halusinasi.
4) Diskusikan dengan klien tentang :
a) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
b) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, s
ore dan malam atau jika sendiri, jengkel, sedih)
Rasional :
Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya halusin
asi mempermudah tindakan keperawatan yang akan dilakukan per
awat.
5) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi h
alusinasi (marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan mengu
ngkapkan perasaan.
Rasional :
Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.

TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.


a. Kriteria evaluasi :
1) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya d
ilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.
2) Klien dapat menyebutkan cara baru.
3) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti
yang telah didiskusikan dengan klien.
4) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendal
ikan halusinasi.
5) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
b. Intervensi
1) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan ji
ka terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri send
iri dan lain-lain)
Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tid
ak berlanjut.
2) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
beri pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
3) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halus
inasi :
a) Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusin
asi muncul.
b) Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota kelua
rga yang lain untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusi
nasi yang didengar.
c) Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat m
uncul.
d) Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendir
i.
Rasional :
Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
4) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk
memutus halusinasi secara bertahap, misalnya dengan :
a) Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.
b) Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
c) Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, go
tong royong).
d) Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
e) Mencari teman untuk ngobrol.
Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba
memilih salah satu cara untuk mengendalikan halusinasi dan d
apat meningkatkan harga diri klien.
5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Eva
luasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah
dipilih.
6) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, ori
entasi realita dan stimulasi persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi r
ealitas akibat halusinasi.
TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusin
asinya.
a. Kriteria evaluasi
1) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
2) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan u
nutk mengendalikan halusinasi.
b. Intervensi
1) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan na
ma, tujuan pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hu
bungan interaksi selanjutnya.
2) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga. Un
tuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasin
ya.
3) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
a) Pengertian halusinasi
b) Gejala halusinasi yang dialami klien.
c) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutu
s halusinasi.
d) Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah,
misalnya : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian bersama.
e) Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencede
rai diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan
menambah pengetahuan keluarga cara merawat anggota keluarga
yang mempunyai masalah halusinasi.
TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
a. Kriteria evaluasi
1) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis da
n efek samping obat.
2) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
3) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
4) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsuta
si.
5) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
b. Intervensi
1) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan fr
ekuensi serta manfaat minum obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapk
an klien melaksanakan program pengobatan.
2) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan me
rasakan manfaatnya.
Rasional :
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
3) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan
efek samping obat yang dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus
dilakukan setelah minum obat.
4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter.
Rasional :
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
5) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar do
sis, benar obat, benar waktunya, benar caranya, benar pasienn
ya).
Rasional :
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian k
lien untuk pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.
H. STRATEGI PELAKSANAAN
Strategi Pelaksanaan 1
Mengidentifikasi halusinasi : isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, resp
on
1. Kondisi Klien
Data subjektif :
a. Klien mengatakan mendengar suara laki-laki yang mengejeknya.
b. Klien mengatakan suara itu datang ketika sendiri di kamar.
Data objektif :
a. Klien tampak tertaibua sendiri.
b. Klien tampak mengarahkan telinganya ke suatu tempat.
2. Diagnosa Keperawatan.
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
3. Tujuan Tindakan Keperawatan.
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik.
c. Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat.
d. Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
e. Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Membantu pasien menyadari gangguan sensori persepsi halusinasi.
c. Melatih pasien cara mengontrol halusinasi.
5. Strategi Pelaksanaan
a. Fase Orientasi
Assalamualaikum, Selamat pagi mas… perkenalkan nama saya Hadania Madhita,
senang dipanggil tata. Nama mas siapa? Senangnya dipanggil apa?
Baiklah mas, Bagaimana keadaan hari ini ?
Mas, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang suara yang mengganggu
mas dan cara mengontrol suara-suara tersebut, Apakah bersedia? Berapa lama m
au berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit? mau berbincang-bincang di
mana? baiklah kita akan berbincang-bincang disini.”
b. Fase Kerja .
Apakah mas mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan oleh suar
a yang mas dengar? Apakah mas mendengarnya terus menerus atau sewaktu- wakt
u?
Kapan yang paling sering mendengar suara itu? Berapa kali dalam sehari mas me
ndengarnya? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?
Apa yang mas rasakan ketika mendengar suara itu? Bagaimana perasaan mas ket
ika mendengar suara tersebut? Kemudian apa yang mas lakukan? Apakah dengan
cara tersebut suara-suara itu hilang?
Baiklah, apa yang alami itu namanya Halusinasi. Ada empat cara untuk mengontr
ol halusinasi yaitu menghardik, minum obat, bercakap-cakap, dan melakukan aktif
itas. Hari ini, Bagaimana kalau kita latih cara yang pertama dahulu, yaitu denga
n menghardik, apakah mas bersedia?
Bagaimana kalau kita mulai ya. Saya akan mempraktekan dahulu, baru mas memp
raktekkan kembali apa yang telah saya lakukan. Begini, jika suara itu muncul kata
kan dengan keras “ pergi..pergi saya tidak mau dengar.. kamu suara palsu” sambi
l menutup kedua telinga mas. seperti ini ya mas. Coba sekarang mas ulangi lagi se
perti yang saya lakukan tadi.
Wah bagus sekali mas, mas sudah bisa mempraktekkan.
c. Terminasi
Bagaimana perasaan mas setelah kita kita bercakap-cakap?
Baiklah mas, Jika suara itu masih terdengar menganggu, seperti yang telah kita pel
ajari bila suara-suara itu muncul ibu bisa mengatakan “ pergi-pergi saya tidak ma
u dengar kamu suara palsu”
mas lakukan itu sampai suara itu tidak terdengar lagi, lakukan latihan itu selama 3
kali sehari yaitu jam 08:00, 14:00 dan jam 20:00 atau disaat mas mendengar suara
tersebut. cara mengisi buku kegiatan harian adalah sesuai dengan jadwal kegiatan
harian yang telah kita buat tadi ya. Jika mas melakukanya secara mandiri maka me
nuliskan di kolom M, jika melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga ata
u teman maka buat di kolom B, Jika tidak melakukanya maka tulis di kolom T. apak
ah mas mengerti?
Baiklah, Bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang cara yang kedua
yaitu dengan minum obat untuk mencegah suara-suara itu muncul, apakah mas ber
sedia? Jam berapa? Bagaimana kalau jam 09:00 ? dimana kita berbincang-bincan
g?
Baiklah besok saya akan kesini jam 09:00 ya. Saya permisi ya mas. Assalamualaik
um wr.wb
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC

Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2012. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta
EGC

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga.Kon


sep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar I
nterpratama.

Stuart dan Sundeen. 2006.Buku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai