Disusun oleh :
P1337420921056
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
A. PENGERTIAN
Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu tanggapan dari pa
nca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal Halusinasi merupakan ganggua
n persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.Ada lim
a jenis halusinasi yaitu pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan. H
alusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling banyak ditemukan terjadi
pada 70% pasien,kemudian halusinasi penglihatan 20%, dan sisanya 10% adalah halusin
asi penghidu, pengecapan dan perabaan.
Pasien halusinasi merasakan adanya stimulus yang sebetulnya tidak ada. Perilaku
yang teramati pada pasien yang sedang mengalami halusinasi pendengaran adalah pasien
merasa mendengarkan suara padahal tidak ada stimulus suara. Sedangkan pada halusinas
i penglihatan pasein mengatakan melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan
padahal tidak ada bayangan tersebut. Pada halusinasi penghidu pasien mengatakan memb
aui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa. Sedangkan pa
da halusinasi pengecapan, pasien mengatakan makan atau minum sesuatu yang menjijikk
an. Pada halusinasi perabaan pasien mengatakan serasa ada binatang atau sesuatu yang m
erayap ditubuhnya atau di permukaan kulit.
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi ada
lah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan de
ngan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. I
ni ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan ota
k yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada d
aerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilak
u psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter y
ang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopam
in dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada ana
tomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebara
n lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi o
tak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruh
i respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau kea
daan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi real
ita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuha
n, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan s
etelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan t
idak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhad
ap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kek
ambuhan (Keliat, 2006).Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi ter
jadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk d
alam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selekti
f menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpreta
sikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stre
ssor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stre
ssor.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Fase Pertama ( comforting / menyenangkan)
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan geli
sah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada ha
l yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara i
ni menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya
dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerak
kan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang
lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua (comdemming)
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal
dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusina
si. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi
halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila
orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan se
olah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom sepert
i peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan h
alusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga (controlling)
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menj
adi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gang
guan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, men
guasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berday
a terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berk
eringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat (conquering/ panik)
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kont
rol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah m
enjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubun
gan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klie
n berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa j
am atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan in
tervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh di
ri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon l
ebih dari satu orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapat
kan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, ter
senyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang
oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesua
tu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang diala
minya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merup
akan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Keliat, 2009)
D. JENIS HALUSINASI
Pada klien dengan gangguan jiwa ada bebeerapa jenis halusinasi dengan karakteri
stik tertentu, diantaranya :
1. Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara-suara orang. Biasan
ya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikir
kannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, ga
mbaran geometric, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Pen
glihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penciuman
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan sep
erti darah, urine atau feses. terkadang tercium bau harum. Biasanya berhubungan de
ngan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang t
erlihat. Contohnya seperti merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati ata
u orang lain.
5. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik
7. Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalu
i vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar
atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan
dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi
obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan
klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari
percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-
laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak
membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
Psikofarma:
1. Anti psikotik:
a. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
b. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
c. Stelazine
d. Clozapine (Clozaril)
e. Risperidone (Risperdal)
2. Anti parkinson:
a. Trihexyphenidile
b. Arthan
3. Obat anti depresi : Amitripilin
4. Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
5. Obat anti insomnia : Phneobarbital
F. PATHWAYS
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
3) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupa
n, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivita
s motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kons
entrasi, dan berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
2) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta memb
ersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
4) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
h. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asy
ik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingku
ngan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
j. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
k. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmak
ologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
Masalah keperawatan yang sering muncul :
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
b. Isolasi sosial: Menarik Diri
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Fokus Intervensi
Menurut Rasmun (2011) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana
tindakan dari diagnosa utama : resiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi adalah sebagai ber
ikut :
Tujuan umum:
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
Tujuan khusus
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a. Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang, ada kontak m
ata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab sal
am, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masa
lah yang dihadapi.
b. Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
1) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang d
isukai klien.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Jujur dan menepati janji.
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klie
n
Rasional :
Keliat, Budi Anna. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2012. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta
EGC