HAKEKAT AKHLAK
A.PENGERTIAN AKHLAK
Secara linguistik, makna akhlak diturunkan dari bahasa Arab, yang artinya:
2) Imam Ghazali, dalam bukunya Ihya 'Ulumuddin, mengatakan bahwa akhlak adalah suatu
definisi tingkah laku dalam jiwa yang darinya mudah lahir perbuatan tanpa berpikir dan
nalar.
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu tindakan atau sikap
dapat diklasifikasikan sebagai etis jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Tindakan akhlak adalah tindakan yang tertanam dalam jiwa manusia, dari
mana kepribadiannya diwujudkan.
2) Tindakan akhlak adalah tindakan yang dapat dengan mudah dilakukan tanpa berpikir.
3) Tindakan akhlak adalah tindakan yang berasal dari dalam diri pelaku tanpa adanya
tekanan atau tekanan dari luar.
4) Perilaku akhlak adalah perilaku yang dilakukan secara nyata, bukan untuk bersenang-
senang atau main-main.
Suatu ilmu dipelajari karena ada kegunaannya. Oleh karena itu, mempelajari ilmu akhlak
akan membuahkan hikmah yang besar bagi yang mempelajarinya, antara lain:
1.Kemajuan rohani
Seseorang dapat membedakan mana perbuatan baik dan buruk. Sesorang akan selalu
berusaha memlihara diri agar senantiasa berada si garis akhlak yang mulia, dan menjauhi segala
bentuk tindakan yang tercela yang dimurkai oleh Allah.
2. Penuntun kebaikan
Bukan hanya sekedar memberitahu mana yg baik dan buruk, melainkan juga
mempengaruhi dan mendorong manusia supaya membentuk hidup yang lurus dengan melakukan
kebaikan yang mendatangkan manfaat bagi sesama manusia.
Akhlak merupakan faktor mutlak dalam menegakkan kelaurga sejahtera. Keluarga yang
tidak dibina dengan tonggak akhlak yang baik, tidak akan bahagia, sekalipun bergelimang
kekayaan. Keharmonisan keluarga terlahir dari akhlak yang luhur.
Untuk membina kerukunan antar tetangga diperlukan pergaulan yang baik, dengan
jalan mengindahkan kode etik bertetangga.
C. PEMBAGIAN AKHLAK
Bersifat sabar
Kesabaran dapat di bagi menjadi empat kategori yaitu: Pertama, sabar menanggung
beratnya melaksanakan kewajiban. Kedua, sabar menanggung musibah atau cobaan. Ketiga,
sabar menahan penganiayaan dari orang. Keempat, sabar menanggung kemiskinan.
Memelihara amanah
Bersifat kuat (Al-Quwwah): kuat fisik, jiwa, dan akal Bersifat malu
Sifat riya
Mengambil harta anak yatim, kecuali untuk keperluan anak itu sendiri
Berzina
Membunuh
Akhlak yang terpuji menyebabkan munculnya rasa saling mencintai dan saling
menyayangi. Sedangkan akhlak tercela menjadikan sling benci, hasud, dan permusuhan. Laksana
biji yang baik akan menghasilkan panen yang baik.
1.Kebiasaan manusia
Sikap seseorang mungkin tidak tercermin dalam tindakan atau tidak tercermin dalam
perilaku sehari-hari tetapi ada kontradiksi antara sikap dan perilaku.
Dalam ilmu moral, insting berarti intelek. Akal bisa memperkuat iman, tetapi harus ditutupi
dengan ilmu, amal, dan takwa kepada Tuhan.
Naluri adalah harapan dari perilaku manusia. Naluri dapat diartikan sebagai kehendak
bawah sadar yang dapat melahirkan tindakan mencapai suatu tujuan tanpa memikirkan tujuan dan
tanpa dipengaruhi oleh praktik berbuat.
3.Nafsu
Nafsu berasal dari bahasa arab yaitu nafsun yang artinya niat. Nafsu adalah keinginan yang
kuat dari hati. Nafsu adalah sekelompok kekuatan kepercayaan dan s y ahwat yang ada pada
manusia. Menurut Kartini Kartono, nafsu adalah dorongan batin yang sangat kuat,
memiliki kecenderungan yang sangat besar yang dapat mengganggu keseimbangan fisik. Nafsu
dapat menyingkirkan segala pertimbangan pikiran, mempengaruhi kewaspadaan hati nurani
dan menyingkirkan keinginan-keinginan baik lainnya.
Kehendak menurut bahasa (etimologi) adalah kemauan, keinginan, dan harapan yang keras.
Kehendak adalah fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu yang merupakan kekuatan dari dalam
hati, terkait dengan pikiran dan perasaan.
b.) Perbuatan penolak, yaitu kadang-kadang mencegah perbuatan seperti melarang berkata
atau berbuat.
BAB II
ETIKA, MORAL ,SUSILA DAN BUDI PEKERTI
A. PENGERTIAN ETIKA
Secara etimologi, ada dua pendapat mengenai asal-usul kata etika, yakni;
pertama, etika berasal dari bahasa Inggris, yang disebut dengan ethic (singular) yang
berarti suatu sistem, prinsip moral, aturan atau cara berperilaku. Akan tetapi, terkadang
ethics (dengan tambahan hurufs) dapat berarti singular. Jika ini yang dimaksud maka
ethics berarti suatu cabang filsafat yang memberikan batasan prinsip-prinsip moral.
Jika ethics dengan maksud plural (jamak) berarti prinsip-prinsip moral
yangdipengaruhi oleh perilaku pribadi.
Kedua, etika berasal dari bahasa Yunani, yang berarti ethikos yang mengandung
arti penggunaan, karakter, kebiasaan, kecenderungan, dan sikap yang mengandung
analisis konsep-konsep seperti harus, mesti benar-salah, mengandung pencarian ke
dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral, serta mengandung pencarian
kehidupan yang baik secara moral. Sedangkan dalam bahasa Yunani kuno, etika berarti
ethos, yang apabila dalam bentuk tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, adat, akhlak, watak perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam
bentuk jamak artinya adalah adat kebiasaan. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal
usul kata ini, maka "etika" berarti ilmu tentang apa yang biasa di lakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan. Arti inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya etika
yang oleh Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.
Seperti yang telah disinggung di atas bahwa istilah etika dalam Islam lebih
dikenal dengan istilah akhlak. Secara etimologis, kata akhlak adalah bentuk masdar
dalam Bahasa Arab dari kata akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan yang berarti perangai,
kelakuan, tabiat atau watak dasar, kebiasaan atau kelaziman, peradaban yang baik,
dan agama. Walaupun kata akhlak memiliki makna tabiat, perangai, kebiasaan
bahkan agama tetapi tidak ditemukan dalam Al- Qur'an, yang ditemukan hanyalah
bentuk tunggal dari kata itu yaitu khuluq.
Adapun dalam hadits dapat ditemukan kata akhlak, seperti dalam hadits dari Abu
Hurairah ra di bawah ini:
Jika di telusuri secara bahasa juga ada kesesuaian antara kata akhlaq (perbutan/
tingkah laku), Khaliq (Pencipta) dan makhluq (makhluk/yang diciptakan). Kesesuaian
ini menandakan bahwa akhlak adalah sebagai media bagi makhluknya dalam
berhubungan dengan Tuhannya.
Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat dari para ulama tentang akhlak,
di antaranya adalah:
1)Ibnu Maskawih mengatakan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang
mendorong ke arah melakukan perbuatan tanpa memikirkan (lebih lama).
2) Al-Qurthubi mengatakan bahwa perbuatan yang bersumber dari diri manusia
yang selalu di lakukan, maka itulah yang disebut akhlak karena perbuatan
tersebut bersumber dari kejadiannya.
3) Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa (manusia) yang melahirkan tindakan-tindakan mudah dan gampang tanpa
memerlukan pemikiran ataupun pertimbangan.
4) Abu Bakar Jabir Al-Jaziry mengatakan akhlak adalah bentuk kejiwaan yang
tertanam dalam diri manusia yang dapat menimbulkan perbuatan baik dan
buruk, terpuji dan tercela
Sudah cukup banyak para ahli yang berbicara mengenai etika. Ahmad Tafsir
secara sederhana mengatakan bahwa etika merupakan budi pekerti menurut akal. Etika
merupakan ukuran baik buruk perbuatan manusia menurut akal. 30
Amsal Bakhtiar dengan nada yang berbeda mengartikan etika dalam dua makna,
yakni;
Etika sebagai kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan-perbuatan manusia dan
Etika sebagai suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal,
perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia yang lain.
B. PENGERTIAN MORAL
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa Latin, mores, yaitu jamak
dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan
kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang
secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.
Selanjutnya pengertian moral dijumpai pula dalam The Advanced Leaner's
Dictionary of Current English. Dalam buku ini dikemukakan beberapa pengertian
moral sebagai berikut.
1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk;
1
H. Muhammad Arifin, M.Pd,dkk,Buku Ajar Akhlak dan Etika, ( Jakarta Selatan 2020) hlm.34-35
Berdasarkan kutipan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah
yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai
(ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari
dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa
orang tersebut tingkah lakunya baik.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dan lainnya kita dapat
mengatakan bahwa antara etika dan moral memiliki objek yang sama, yaitu sama-
sama membahas tentang perbuatan manusia untuk selanjutnya ditentukan
posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki
perbedaan. Pertama kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan
manusia baik atau buruk menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan
dalam pembicaraan moral tolok ukur yang digunakan adalah norma-norma yang
tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih
bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam dataran konsep-konsep, sedangkan etika
berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di
masyarakat. Dengan demikian, tolok ukur yang digunakan dalam moral untuk
mengukur tingkah laku manusia adalah adat-istiadat, kebiasaan, dan lainnya yang
berlaku di masyarakat.
Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit
perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai,
sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada.
Dalam perkembangan selanjutnya istilah moral sering pula didahului oleh kata
kesadaran, sehingga menjadi istilah kesadaran moral. Ahmad Charris Zubair dalam
bukunya berjudul Kuliah Etika mengatakan bahwa kesadaran moral merupakan faktor
penting untuk memungkinkan tindakan manusia selalu bermoral, berperilaku susila,
dan perbuatannya selalu sesuai dengan norma yang berlaku. Kesadaran moral ini
didasarkan atas nilai-nilai yang benar-benar esensial, fundamental.
Orang yang memiliki kesadaran moral akan senantiasa jujur. Sekalipun tidak ada
orang lain yang melihatnya, tindakan orang yang bermoral tidak akan menyimpang,
dan selalu berpegang pada nilai-nilai tersebut. Hal ini terjadi karena tindakan orang
yang bermoral itu berdasarkan atas kesadaran, bukan berdasar pada sesuatu kekuatan
apa pun dan juga bukan karena paksaan, tetapi berdasarkan kesadaran moral yang
timbul dari dalam diri yang bersangkutan.
Kesadaran moral erat pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa
asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan dalam bahasa Arab
disebut dengan qalb, fu'ad. Dan kesadaran moral itu mencakup tiga hal. Pertama
perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral. Perasaan ini
telah ada dalam setiap hati nurani manusia, siapa pun, di mana pun dan kapan pun.
Kewajiban tersebut tidak dapat ditawar- tawar, karena sebagai kewajiban maka
andaikata dalam pelaksanaannya tidak dipatuhi berarti suatu pelanggaran moral.
Berdasarkan pada uraian tersebut kita dapat sampai pada suatu kesimpulan,
bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau sistem hidup yang dilaksanakan
atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sistem hidup tersebut diyakini oleh
masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan
ketenteraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional,
berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam
diri seseorang maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang
demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada
dorongan atau paksaan dari luar. Orang yang demikian adalah orang yang memiliki
kesadaran moral atau orang yang telah bermoral2.
C. PENGERTIAN SUSILA
Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan
akhiran an. Kata tersebut berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu sudan sila. Su berarti
baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma.
Kata susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih
baik. Orang yang susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang
yang a susila adalah orang yang berkelakuan buruk. Para pelaku zina (pelacur)
misalnya sering diberi gelar sebagai tuna susila.
Selanjutnya kata susila dapat pula berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya.
Dan kesusilaan sama dengan kesopanan."2 Dengan demikian kesusilaan lebih mengacu
kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan dan
memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat. Kesusilaan menggambarkan keadaan di mana orang selalu
menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.
Sama halnya dengan moral, pedoman untuk membimbing orang agar berjalan
dengan baik juga berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan
mengacu kepada sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat3.
Dilihat dari fungsi dan perannya, dapat dika takan bahwa etika, moral, susila dan akhlak
sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia
untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki
terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tenteram
sehingga sejahtera batiniah dan lahiriahnya.Perbedaan antara etika, moral, dan susila
dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan
baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran,
dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat,
maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu adalah
Al-Qur'an dan al-hadis.
Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan
pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoretis, maka pada moral dan susila
2
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta 2012, hlm. 77-80
3
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta 2012, hlm. 80-81
lebih banyak ber-sifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum,
sedangkan moral dan susila bersifat lokal dan individual. Etika menjelaskan ukuran
baik-buruk, sedangkan moral dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk
perbuatan. Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan
dan membutuhkan. Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika,
moral dan susila berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif
diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara
akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk Al-Our'an dan
hadis. Dengan kata lain jika etika, moral dan susila berasal dari manusia,
sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.
Kajian-kajian ke-Islaman sudah menunjukkan dengan jelas bahwa keberadaan
wahyu bersifat mutlak, absolut dan tidak dapat diubah. Dengan demikian, akhlak
sifatnya juga mutlak, absolut dan tidak dapat diubah. Sementara etika, moral dan susila
sifatnya terbatas dan dapat diubah.
Dalam pelaksanaannya norma akhlak yang terdapat dalam Our'an dan al-Sunnah
itu sifatnya dalam keadaan “belum siap pakai Jika Al-Our'an misalnya menyuruh kita
berbuat baik kepada ibu-bapak, menghormati sesama kaum muslimin, dan menyuruh
menutup aurat, maka suruhan tersebut belum dibarengi dengan cara-cara, sarana,
bentuk dan lainnya. Bagaimanakah cara menghormati kedua orang tua tidak kita
jumpai dalam Al-Our'an dan al-hadis. Demikian pula bagaimana cara kita menghormati
sesama muslim dan menutup aurat juga tidak dijumpai di dalam Al-Our'an. Cara-cara
untuk melakukan ketentuan akhlak yang ada dalam Al-Our'an dan al-Hadis itu
memerlukan penalaran atau ijtihad para ulama dari waktu- waktu. Cara menutup aurat,
model pakaian, ukuran dan potongannya yang sesuai dengan ketentuan akhlak jelas
memerlukan hasil pemikiran akal pikiran manusia dan kesepakatan masyarakat untuk
menggunakannya. Jika demikian adanya maka ketentuan baik-buruk yang terdapat
dalam etika, moral dan susila yang merupakan produk akal pikiran dan budaya
masyarakat dapat digunakan sebagai alat untuk menjabarkan ketentuan akhlak yang
terdapat dalam Al-Our'an. Tanpa bantuan usaha manusia dalam bentuk etika, moral dan
susila, ketentuan akhlak yang terdapat di dalam Al- Our'an dan al-Sunnah akan sulit
dilaksanakan.
Dengan demikian, keberadaan etika, moral dan susila sangat dibutuhkan
dalam rangka menjabarkan dan mengoperasionalisasikan ketentuan akhlak yang
terdapat di dalam Al-Our'an. Di sinilah letak peranan dari etika, moral dan susila
terhadap akhlak. Pada sisi lain akhlak juga berperan untuk memberikan batas-batas
umum dan universal, agar apa yang dijabarkan dalam etika, moral dan susila tidak
bertentangan dengan nilai- nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi sesat.
Dalam keadaan demikian pada ajaran akhlak itu terdapat sisi-sisi yang absolut
dan universal yaitu ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur'an, dan terdapat sisi-sisi
yang bersifat terbatas dan berlaku secara lokal, yaitu pada saat ketentuan yang absolut
dan universal itu telah dijabarkan oleh etika, moral dan susila.
Namun demikian, bisa saja terjadi bahwa antara akhlak dengan etika, moral dan
susila menunjukkan keadaan yang tidak sejalan. Hal ini bisa terjadi pada masyarakat
yang dalam berpikirnya bersifat liberal, ateis dan sekuler sebagaimana terjadi di Barat.
Banyak alasan atau dalil yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa Islam
sangat toleran dan akomodatif terhadap berbagai produk pemikiran dan budaya yang
dihasilkan manusia termasuk pemikiran dalam bidang akhlak. Pertama, di dalam Al-
Our'an banyak ayat-ayat yang menyuruh manusia agar menggunakan akal
pikirannya guna memahami rahasia kekuasaan Tuhan. Hasil kerja akal terhadap
pemahaman rahasia Tuhan itu mesti dihargai. Sebab jika tidak, maka untuk apa Tuhan
memerintahkan manusia menggunakan akal pikirannya. Akal digunakan untuk kegiatan
membaca, menelaah, membandingkan, mengklasifikasikan, menganalisis dan
menyimpulkan berbagai fenomena alam dan sosial yang diamati, yang semuanya itu
sebagai tanda kekuasaan Tuhan. Demikian pentingnya peranan akal dalam beragama
dapat kita pahami dari hadis Nabi yang berbunyi:
“Agama itu adalah penggunaan akal, tiada agama bagi orang yang tidak berakal.”
Apa yang dihasilkan akal pikiran terhadap agama itu dapat berupa konsep, teori,
rumusan dan pemikiran filsafat. Semua ini diterima sepanjang tidak bertentangan
dengan Al-Our'an dan al-hadis. Apa yang dihasilkan akal pikiran ini adalah yang
digunakan dalam etika, karena etika sumbernya adalah akal pikiran. Dengan demikian,
diterimanya hasil pemikiran dalam Islam, menunjukkan bahwa etika diterima dalam
akhlak Islam, sebagai sarana untuk menjabarkan ajaran akhlak yang terdapat dalam
wahyu.
Peranan akal pikiran sebagai penentu baik buruk yang dikembangkan dalam
etika itu sebenarnya telah dikembangkan lebih jauh oleh kalangan teologi
Muktazilah. Menurut aliran ini bahwa akal manusia dapat mengetahui adanya Tuhan
(MT), kewajiban mengetahui Tuhan (KMT), mengetahui baik dan jahat (MBJ),
kewajiban melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (KMB)).4 Dengan demikian
bagi kalangan Muktazilah, walaupun wahyu tidak diturunkan, seseorang tidak bebas
berbuat sesukanya tanpa hukum, atau bebas melakukan apa saja. Seseorang tetap harus
percaya kepada Tuhan dan melakukan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan
yang jahat, karena ada akalnya. Apa yang dihasilkan berupa ketetapan akal harus
dilaksanakan dengan baik. Dengan kata lain, Muktazilah mengakui adanya hukum akal,
dan hukum akal ini dalam bentuk konkretnya adalah ajaran etika sebagaimana
telah dikemukakan di atas.
Kedua, di dalam kajian hukum Islam, dijumpai adanya sumber hukum berupa
al-'uruf yaitu kebiasaan atau adat-istiadat yang berkembang dalam masyarakat. Sumber
hukum ini digunakan sepanjang tidak bertentangan dengan Al-Our'an dan al-Hadis.
Adat yang demikian itulah yang digunakan sebagai salah-satu ketetapan hukum, sesuai
dengan kaidah yang mengatakan al-adat muhakkamah, kebiasaan itu menjadi
ketetapan. Menurut keterangan al-Oadi bahwa munculnya kaidah tentang perlunya adat
sebagai salah-satu sumber hukum Islam adalah karena adanya hadis Nabi yang isinya
mengakui pendapat atau kesepakatan orang-orang Islam. Hadis tersebut selengkapnya
berbunyi:
“Sesuatu yang oleh orang-orang Islam dipandang baik, maka yang demikian itu
dalam pandangan Allahpun baik pula.”
budi pekerti adalah kesadaran perbuatan atau perilaku seseorang. Dari segi
etimologi kata, istilah budi pekerti adalah gabungan dari dua 2 kata yaitu budi dan
pekerti.
Arti kata budi sendiri adalah sadar, nalar, pikiran atau watak.
Sedangkan arti kata pekerti adalah perilaku, perbuatan, perangai, tabiat, watak. Yang
jika disimpulkan bahwa budi pekerti merupakan sesuatu yang berkaitan sangat erat
mengenai karakter manusia baik dalam sifat maupun perbuatan,yang dilakukan dengan
kesadaran.
4
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta 2012, hlm. 81-86
Sedangkan pengertian budi pekerti menurut KBBI adalah tingkah laku, akhlak,
perangai atau watak. Dalam bahasa Arab, istilah budi pekerti sendiri disebut dengan
akhlak dan dalam bahasa Inggris disebut dengan ethic, yang artinya adalah etika.
Penerapan budi pekerti dalam kehidupan sehari memberi pengaruh positif bagi
lingkungan. Ketika setiap individu menunjukkan perilaku baik maka orang lain
juga akan menilai orang tersebut sebagai orang yang baik.
Perilaku yang baik ini bisa ditunjukkan melalui kebiasaan yang sederhana,
misalnya dengan bersikap sopan, membiasakan diri dengan senyum dan sapa atau
sering menggunakan kata tolong, maaf dan terimakasi.
Dengan kebiasaan yang baik, pastinya dalam sebuah lingkungan akan merasakan
dampak yang baik pula. Adapun contoh lain dari penerapan budi pekerti antara lain :
Menanamkan nilai moral sejak dini kepada kaum muda.
Meningkatkan sumber daya manusia dengan watak yang mulia.
Meningkatkan kesadaran remaja mengenai pembentukan karakter yang positif.
BAB III
HAKIKAT BERAKHLAK KEPADA ALLAH SWT
Akhlak kepada Allah adalah kita melaksanakan semua perintahnya dan menjauhi
laranganya seperti yang terdapat di dala Al-qur’an dan sunnah Berupa ketaatan.
Meyakini bahwa tidak ada yang patut kita sembah dan ibadahi kecuali ibadah dan
sesembahan kepda Allah, yang di kenal dengan tauhid uluhiyah, dan meyakini bahwa
hanya Allah sajalah yang menciptakan dunia ini, memberi rizky, menghidupkan dan
mematikan atau di kenal dengan tauhid rububiyah srta meyakini dan mengimani akan
nama di sifat Allah sesuai dengan yang di kabarka-Nya dalam AL-Qur’an maupun
hadits sahih, yang di kenal dengan tauhid asma wa sifat.
Akhlak kepada allah ; ada beberapa hal yang sangat penting dilaksanakan oleh
orang beriman; pertama, mengakui keesaan Allah, dengan landasan utamanya surat al-
ikhlas yang artinya:
Katakanlah ya muhammad dia allah yang maha esa. Allah yang berhak untuk di
sembah, dia tidak beranak dan tidak pula di peranakkan dan tidak ada satupun yang
menyerupainya.5
Kemudian yang kedua adalah; menghadapkan segala puji kepada Allah. Pedoman
utama dalam hal ini adalah surat al-fatihah: 2 segala puji bagi Allah. Ketiga, mengabdi
dan meminta pertolongan hanya kepada Allah saja, landasan surat al-fatihah ayt: 5.
Keempat, bertawakkal kepada Allah setelah habis ikhtiar, landasanya surat ali imran:
159;
“Agama itu adalah penggunaan akal, tiada agama bagi orang yang tidak berakal.”
Apa yang dihasilkan akal pikiran terhadap agama itu dapat berupa konsep, teori,
rumusan dan pemikiran filsafat. Semua ini diterima sepanjang tidak bertentangan
dengan Al-Our'an dan al-hadis. Apa yang dihasilkan akal pikiran ini adalah yang
digunakan dalam etika, karena etika sumbernya adalah akal pikiran. Dengan demikian,
diterimanya hasil pemikiran dalam Islam, menunjukkan bahwa etika diterima dalam
akhlak Islam, sebagai sarana untuk menjabarkan ajaran akhlak yang terdapat dalam
wahyu.
Peranan akal pikiran sebagai penentu baik buruk yang dikembangkan dalam
etika itu sebenarnya telah dikembangkan lebih jauh oleh kalangan teologi
Muktazilah. Menurut aliran ini bahwa akal manusia dapat mengetahui adanya Tuhan
(MT), kewajiban mengetahui Tuhan (KMT), mengetahui baik dan jahat (MBJ),
kewajiban melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (KMB). Dengan demikian
bagi kalangan Muktazilah, walaupun wahyu tidak diturunkan, seseorang tidak bebas
berbuat sesukanya tanpa hukum, atau bebas melakukan apa saja. Seseorang tetap harus
percaya kepada Tuhan dan melakukan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan
yang jahat, karena ada akalnya. Apa yang dihasilkan berupa ketetapan akal harus
dilaksanakan dengan baik. Dengan kata lain, Muktazilah mengakui adanya hukum akal,
dan hukum
akal ini dalam bentuk konkretnya adalah ajaran etika sebagaimana telah
dikemukakan di atas.
Kedua, di dalam kajian hukum Islam, dijumpai adanya sumber hukum berupa
al-'uruf yaitu kebiasaan atau adat-istiadat yang berkembang dalam masyarakat. Sumber
hukum ini digunakan sepanjang tidak bertentangan dengan Al-Our'an dan al-Hadis.
Adat yang demikian itulah yang digunakan sebagai salah-satu ketetapan hukum, sesuai
dengan kaidah yang mengatakan al-adat muhakkamah, kebiasaan itu menjadi
ketetapan. Menurut keterangan al-Oadi bahwa munculnya kaidah tentang perlunya adat
sebagai salah-satu sumber hukum Islam adalah karena adanya hadis Nabi yang isinya
mengakui pendapat atau kesepakatan orang-orang Islam. Hadis tersebut selengkapnya
berbunyi:
Dalam ruang lingkup ini, terdapat 28 ayat berlafadz “ ya ayyuha al- ladzina
amana yang berbicara tentang akhlak kepada Allah SWT dan Rasulullah kesemua ayat
ni memiliki muatan akhlak kepada Allah,rasulnya maupun keduanya, dan memiliki
dimensi kalimat langsung. Artinya, dalam memerintahkan atau melarang seseorang
mukmin, Allah menggunakan bahasa yang langsung pada konten-konten yang di
maksud. Misalnya pada ayat berikut:
“ hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan rasul-Nya, dan
janganlah kamu berpaling daripada-Nya. Sedang kamu mendengar (perintah-perintah-
nya). (QS Al-Anfal).
Ayat-ayat berlafadz “ya ayyuha al-ladzina amanu” dalam ayat diatas merupakan
bentuk pendidikan terhadap Allah dan rasul-Nya untuk selalu beriman, taat, dan patuh
pada apa yang di perintahka-Nya dan yang di larang-Nya. Ayat-ayat ini memberikan
pendidikan yang dalam bagi kaum mukmin untuk meyakini bahwa dengan selalu
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi laranga-Nya akan melahirkan pribadi muslim
yang berakhlakul karimah. Jadi, menekankan akhlak kepada Allah SWT dan rasul ini
sangat penting karena merupakan salah satu bentuk pendidikan akhlak yang bisa
memebentuk karakter seorang mukmin.
Mencintai Allah
Kapan anak di kenalkan kepada Allah? Ketika anak sudah mulai berbicara dan
bertanya, lalu anda sering menyebut asma Allah, anak pun akan bertanya siapa Allah
itu. Demikian pula ketika anak sudah mulai beribadah, mereka pun akan bertanya untuk
apa beribadah. Lalu, anda menjawab agar Allah semakin sayang dan cinta kepadamu 6.
Anak pun akan bertanya, siapa itu Allah?
Segala sesuatu tidak timbul dengan sendirinya. Segala sesuatu itu di ciptakan
oleh Allah SWT. Anak pada akhirnya harus memahami bahwa dirinya dan juga orang
lain di ciptakan oleh Allah SWT. Allah ada meliputi seluruh alam ini. Manusia tidak
bisa melihat Allah, namun dapat merasakan kehadira-Nya. Hal ini bisa di analogikan
dengan udara yang dapat di rasakan, tetapi tidak dapat dilihat. Bagaimana manusia bisa
merasakan kehadiran Allah? Ya, manusia bisa hidup, bisa merasakan sedih dan
gembira, bisa mengalami sesuatu, bisa mengalami siang dan malam, serta bisa
bertambah besar. Semua proses itu pasti ada yang mengaturnya yaitu Allah azza wa
jalla.
Adanya perasaan wajib ini menunjukkan bahwa suara batin harus selalu ditaati,
karena suara batin justru sebagai kesadaran bahwa seseorang merasa mempunyai beban
atau kewajiban mutlak, untuk melaksanakan sesuatu, tidak ada kekuatan apa pun yang
berhak mengganggu atau menghalangi pelaksanaannya.
6
amri syafri. Pendidikan karakter berbasis AL-Qur’an/ulil amri syafri_jakarta: rajawali pers,2012. Hlm 164
BAB IV
HAKEKAT BERAKHLAK KEPADA RASULULLAH
Allah berfirman :
ُأ
ِ َّح ْي ٌم ْل ُمْؤ ِمنِ ْي لَقَ ْد َجا َء ُك ْم َرسُو ٌل ِّم ْن ْنفُ ِس ُك ْم ع
ُ َزي ٌز َعلَ ْي ِه َما َعنِتُّ ْم َح ِريصٌ َعلَ ْي ُك ْم بِا ِ فرٌ ْنَ َر ُء و
“Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat rasa olehnya
penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang – orang yang beriman.” (Q.S. at-taubah :
128)
Iman kepada para nabi merupakan salah satu butir dalam rukun iman. Sebagai umat
islam, tentu kita wajib beriman kepada Rasulullah saw. beserta risalah yang dibawanya. Untuk
memupuk keimanan ini, kita perlu mengetahui dan mempelajari sejarah hidup beliau, sehingga
dari situ kita dapat memetik banyak pelajaran dan hikmah.
Rasulullah adalah penutup para nabi dan rasul, serta utusan Allah kepada seluruh umat
manusia. Beliau adalah hamba yang tidak boleh disembah, dan rasul yang tidak boleh
didustakan. Beliau adalah sebaik- baik makhluk, makhluk paling mulia dihadapan Allah,
derajatnya paling tinggi, dan kedudukannya paling dekat oleh Allah.
Beliau diutus kepada manusia dan jin dengan membawa kebenaran dan petunjuk, yang
diutus oleh Allah sebagi rahmat bagi alam semesta.
“Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmad bagi
seluruh alam” (Q.S. Al-Anbiyaa’ : 107).
Mencintai Rasulullah adalah wajib dan termasuk bagian dari iman, semua orang islam
mengimani bahwa Rasulullah adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Makna mengimani ajaran
Rasulullah Saw adalah menjalankan ajarannya, menaati perintahnya dan berhukum dengan
ketetapannya.
اليؤمن أحدكم حتّى اكون أحبّ اليه من نفسه ووالِده وولَده والنّاس أجمعين.
Artinya: Tidak beriman salah seorang diantaramu, sehingga aku lebih dicintai olehnya
daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan manusia semuanya. (H.R. Bukhari
Muslim).
ققُ ْل ِإنْ ُك ْنتُ ْم ت ُِحبُّ ْونَ هللاَ فَاتَّبِ ُع ْونِى يُ ْحبِ ْب ُك ُم هللاُ َويَ ْغفِ ْرلَ ُك ْم ُذنُ ْوبَ ُك ْم َوهللاُ َغفُ ْو ٌر َّر ِح ْي ٌم
Katakanlah (Muhammad): “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (QS 3:31).
C.Taat
Kita wajib menaati nabi Muhammad Saw dengan menjalankan apa yang
diperintahkannya dan meninggalkan apa yang dilarangnya. Hal ini merupakan konsekuensi
dari syahadat (kesaksian) bahwa beliau adalah rasul (utusan Allah). Dalam banyak ayat al-
Qur’an, Allah memerintahkan kita untuk menaati nabi Muhammad Saw. diantaranya ada
yang diiringi dengan perintah taat kepada Allah
sebagaimana firman-Nya :
ُ …يَـأيُّ َها ْالَ ِذيْنَ َءا َمنُو ْا َأ ِط ْي ُعو ْا هَّللا ُ َوَأ ِط ْي ُعو ْا ال َّر
سو ُل
“Wahai orang-orang yang beriman ‘taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad)’…..”
(Q.S. Annisa : 59). Allah SWT menyeru hamba-hamba-Nya yang beriman dengan seruan “Hai
orang-orang yg beriman”
sebagai suatu pemuliaan bagi mereka karena merekalah yg siap menerima perintah Allah
SWT dan menjauhi larangan-Nya. Dengan seruan iman merekapun menjadi semakin siap
menyambut tiap seruan Allah SWT. Kewajiban taat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya adalah
dengan melaksanakan perintah- perintah -Nya serta larangan-larangan -Nya.
Jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir ia akan taat kepada Allah
dan Rasul-Nya karena ia mengimani benar bahwa Allah SWT sesungguhnya Maha Mengetahui
segala sesuatu baik yang nampak maupun yang tersembunyi
Artinya hendaknya mereka takut jika hatinya ditimpa fitnah kekufuran, nifaq, bid’ah, atau
siksa pedih didunia. Allah telah menjadikan ketaatan dan mengikuti Rasulullah sebagai sebab
hamba mendapatkan kecintaan Allah dan ampunan atas dosa-dosanya, sebagai petunjuk dan
mendurhakainya sebagai suatu kesesatan.
Kunci kemuliaan seorang mukmin terletak pada ketaatannya kepada Allah dan rasul-Nya,
karena itu para sahabat ingin menjaga citra kemuliaannya dengan mencontohkan kepada kita
ketaatan yang luar biasa kepada apa yang ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada
Rasul sama kedudukannya dengan taat kepada Allah, karena itu bila manusia tidak mau taat
kepada Allah dan Rasul- Nya, maka Rasulullah tidak akan pernah memberikan jaminan
pemeliharaan dari azab dan siksa Allah swt, di dalam Al-Qur’an,
Allah swt berfirman:
“Barang siapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia mentaati Allah. Dan barangsiapa
yang berpaling, maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (QS
4:80).
Manakala seorang muslim telah mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan
memperoleh kenikmatan sebagaimana yang telah diberikan kepada para Nabi, orang yang
jujur, orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh, bahkan mereka adalah sebaik-baik
teman yang harus kita miliki.
Oleh karena itu, ketaatan kepada Rasulullah saw juga menjadi salah satu kunci untuk
bisa masuk ke dalam surga. Adapun orang yang tidak mau mengikuti Rasul dengan apa yang
dibawanya, yakni ajaran Islam dianggap sebagai orang yang tidak beriman.
D.Menghidupkan Sunnah
Bagi seorang muslim, mengikuti sunah atau tidak bukan merupakan suatu pilihan, tetapi
kewajiban. Sebab, mengenalkan ajaran Islam sesuai denagn ketentuan Allah dan Rasul-Nya
adalah kewajiban yang harus diaati. Mengenai kewajiban mengikuti Nabi dan menaati
sunnahnya serta mengikuti petunjuknya,
Allah berfirman :
‚… Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras
hukum-Nya.” (Q.S. al-Hasyr :
7
).
Secara umum bid’ah adaah sesat karena berada diluar perintah Allah Swt dan Rasul-Nya,
akan tetapi banyak hal yang membuktikan, bahwa Nabi membenarkan banyak persoalan yang
sebelumnya belum pernah beliau lakukan. Kemudian dapat disimpulkan bahwa semua bentuk
amalan, baik itu dijalankan
atau tidak pada masa Rasulullah, selama tiak melanggar syari’at dan mempunyai
tujuan , niat
mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan ridho-Nya, serta untuk mengingat
Allah serta Rasul- Nya adalah sebagian dari agama dan itu dperbolehkan dan diterima.
Sebagaimana nabi
bersabda :
‚Sesungguhnya segala perbuatan tergantung pada niat dan setaiap manusia akan
mendapat sekedar paa yang diniatkan, siapa yang hijrahnya (tujuannya) itu adalah karena Alah
dan Rasul-Nya, hijrahnya
(tujuan) itu adalah berhasil.” (H.R.
Bukhari)
Banyak sekali orang yang memfonis bid’ah dengan berdalil pada sabda Rasulullah :
‚setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah
sesat”. Juga hadis Rasulullah :
‚barang siapa yang didalam agama kami mengadakan sesuatu yang tidak dari agama ia
ditolak”.
Mereka tidak memperhatikan terlebih dahulu apakah yang baru diakukan itu membawa
kebaikan dan yang dikehendaki oleh agama atau tidak. Jika ilmu agama sedangkal itu orang
tidak perlu bersusah payah memperoleh kebaikan.
Ditambah lagi tuduhan golongan orang ingkar mengenai suatu amalan adalah kata-kata
sebagai berikut : Rasulullah tidak pernah memerintah dan mencontohkannya. Begitu pula para
sahabat tidak ada satupun diatara mereka yang mengerjakannya. Dan jikalau perbuatan itu baik
kenapa tidak dilakukan oleh Rasulullah, jika mereka tidak melakukan kenapa harus kita yang
melakukannya. Bahkan dengan hal itu
mereka menyebutkan bahwa hal baru seperti tahlilan atau berzikir bersama adalah bid’ah,
dan itu
adalah sesat.
Begitu juga dengan amalan ibadah yang belum pernah dilakukan nabi dan para sahabat
juga tidak pernah disampaikan dan tidak pula didiamkan oleh beliau, yaitu yang dilakukan oleh
para ulama. Misalkan mengadakan majlis maulidin Nabi Saw dan yasinan. Tidak lain para
ulama yang melakukan ini adalah mengambil dalil-dalil dari kitabullah yang menganjurkan
agar manusia selalu berbuat kebaikan atau dalil tentang pahala bacaan dan amal ibadah. Dan
berbuat kebaikan ini banyak caranya asalkan tidak bertentangan dengan Islam.
Mari kita rujuk ayat al-qur’an berikut :
ِ العقَا
ب ِ ش ِد ْي ُد ْ س ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَ َه ُك ْم َع ْنهُ فَاْنَت
َ َ َواتَّقُو ْا هَّللا َ ِإنَّ هَّللا،َهثو ْا ُ … َو َمآ َءاَئـى ُك ُم ال َّر
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah.dan apa yang dilarangnya bagimu
maka …“
tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukum-Nya.”
(Q.S. al-Hasyr :
.(7
Dalam ayat ini jelas bahwa perintah untuk tidak melakukan segala sesuatu jika telah
tegas dan jelas larangannya.
‚Jika aku menyuruhmu melakukan sesuatu, maka lakukanlah semampumu dan jika aku
melarangmu melakukan sesuatu, maka jauhilah.”.
Maka para ulama mengambil kesimpulan bahwa bid’ah yang dianggap sesat adalah
menghalalkan sebagian dari agama yang tidak diizinkan oleh Allah. Serta bertentangan
dengan yang telah disyari’ atkan oleh Islam. Contoh bid’ah sesat yang mudah adalah sengaja
shalat tidak menhadap kiblat,
mengerjakan shalat dengan satu sujud, atau yang lebih banyak terjadi adalah bagi
masyarakat keraton yaitu mendo’akan orang yang telah meninggal dengan sesaji serta
memohon kepada Allah dan
berdzikir menggunakan sesaji. Itulah yang dianggap sesat karna sesaji tidak ada dalam
Islam dan itu menyimpang dari syari’at Islam.
Dengan demikian, menghidupkan sunnah Rasul menjadi sesuatu yang amat penting
sehingga begitu ditekankan oleh Rasulullah Saw.
Contoh-contoh sunnah
Rasulullah adalah :
a. Istighfar
setiap waktu b.
Menjaga wudhu
c.
Bersedekah d.
Shalat dhuha
Seutama-utama puasa sesudah Ramadhan adalah puasa dibulan Muharram dan seutama-
utama shalat “
.sesudah shalat fardu ialah shalat malam.” ( H.R. Muslim no.1163)
Allah berfirman :
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Saw. ‘Wahai orang-
orang yang “
beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh
penghormatan
.kepadanya.’” (Q.S. Al-Ahzab : 56)
Rasulullah Saw telah mengajarkan kepada kaum muslimin tentang tata cara
mengucapkan shalawat. Rasulullah menyarankan agar memperbanyak shalawat kepadanya
pada hari jum’at, sebangaimana
sabdanya :
e. Sebab diampuninya
dosa-dosa.
F.Mencintai
Keluarga Nabi
Mengikuti kerabat rasulullah Saw yang mulia dan berlepas diri dari musuh mereka,
adalah masalah penting yang telah diwajibkan oleh islam dan telah dianggapnya sebagai
bagian dari cabang agama. Rasulullah menggambarkan ahlil baitnya sebagai suatu benda
yang berat dan berharga, sebanding
dengan al-qur’an dan benda berharga
lainnya.
Rasulullah SAW bersabda, ‚Wahai manusia sesungguhnya aku tinggalkan dua perkara
yang besar untuk kalian, yang pertama adalah Kitabullah(Al-Quran) dan yang kedua adalah
Ithrati(Keturunan) Ahlul baitku. Barang siapa yang berpegang teguh kepada keduanya, maka
tidak akan tersesat selamanya hingga
bertemu denganku ditelaga al-Haudh.” (HR. Muslim dalam Kitabnya Sahih
juz.2, Tirmidzi).
Nabi Saw
bersabda :
‚Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak mewariskan
uang dinar atau dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan ilmu kepada mereka, maka
barangsiapa yang telah
mendapatkannya, berarti telah mengambil bagian yang besar”. (HR. Abu daud
dan Tirmidzi).
Karena ulama disebut sebagai pewaris Nabi, maka orang yang disebut ulama seharusnya
tidak hanya memahami tentang beluk beluk agama Islam, tapi juga memiliki sikap dan
kepribadian sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi dan ulama seperti inilah yang harus
kita hormati. Adapun orang yang dianggap ulama karena pengetahuan agamanya yang luas, tapi
tidak mencerminkan pribadi Nabi, maka orang seperti itu bukanlah ulama yang sesungguhnya
dan berarti tidak ada kewajiban bagi kita untuk menghormatinya.
Rasulullah menyebut keluarga sucinya sebagai jalan kebebasan, pintu keselamatan, dan
cahaya petunjuk. Rasulullah juga mewajibkan kita untuk mencintai dan menaati mereka.
Dari abi dzarr ia berkata, ‘saya mendengar Rasulullah Saw bersabda’: ‚Jadikanlah
ahlul baitku bagimu tidak ubahnya seperti kepala bagi tubuh dan tidak ubahnya dua mata
bagi kepala. Karena
sesungguhnya tubuh tidak akan memperoleh petunjuk kecuali dengan kepala, dan begitu
juga kepala tidak akan memperoleh petunjuk kecuali dengan kedua mata.”.
Saat melaksanakan haji merupakan kesempatan emas bagi umat Islam untuk
melaksanakan ibadah sebanyak-banyaknya. Beribadah di Haramain (Makkah dan Madinah)
mempunyai keutaman yang lebih dari tempat-tempat lainnya. Maka para jamaah haji
menyempatkan diri berziarah ke makah Rasulullah SAW.Berziarah ke makam Rasulullah
SAW adalah sunnah hukumnya.
Dari Ibn ‘Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: ‚Siapa yang melaksanakan
ibadah haji, lalu berziarah ke makamku setelah aku meninggal dunia, maka ia seperti orang yang
berziarah kepadaku
ketika aku masih hidup.” (HR Darul Quthni).
“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang
nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia
dapat melaksanakan keadilan”
Ayat diatas menjelaskan bahwa kewajiban manusia untuk meyakini adanya kitab-kitab
allah. Ketika seorang hamba menyakini adanya kitab yang diturunkan allah kepadanya.
Manusia diperintahkan untuk menyakininya. Supaya manusia dapat melaksanakan keadilan
melalui petunjuk-petunjuk kitab yang benar.
Kisah diatas menggambarkan bahwa pada masa nabi Nuh, kitab-kitab suci yang ada
yaitu kitab agama abramik (Yahudi,Nasrani dan Islam) Nabi Muhmmad SAW, sebagai
penerimah risalah terakhir, mengisahkan banjir besar ini berdasarkan wahyu yang
diterimanya sebagai bantahan terhadap dongeng-dongeng atau mitos. Menyelamatkan
manusia dari banjir besar itu, Al-Qur’an menetapkan sebagai tkoh yang bernama Nabi Nuh.
Banjir itu datang untuk memperingatkan manusia dari kekufurannya, juga kehendak lain
yang jauh lebih besar.1
Taurat adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa as sebagai pedoman
hidup bagi bani israil. Firman allah swt:
“Dan Kami berikan kepada Musa, Kitab (Taurat) dan Kami jadikannya
petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman), “Janganlah kamu mengambil
(pelindung) selain Aku”.(QS.Al-Isra:2)
lain b. Zabur
Zabur adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Daud as untuk dijadikan
pedoman hidup bagi kaumnya. Firman allah swt:
ْض و َّٰاتَ ْينَا د َٗاو َد زَ بُوْ رًا ٰ َ ض َولَقَ ْد فَض َّْلنَا بَع
ٍ ْض النَّبِ ٖيّنَ عَلى بَع ِ ۗ ْت َوااْل َر
ِ ك اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن فِى السَّمٰ ٰو
َ َُّو َرب
“Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang di langit dan di bumi. Dan
sungguh, Kami telah memberikan kelebihan kepada sebagian nabi-nabi atas
sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Dawud”
Isi dari kitab zabur adalah nyanyian pujian kepada allah atas segala
nikmat illahiah.
c. Injil
Injil adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Isa as pedoman dan
petunjuk bagi bani israil. Firman allah swt:
“Dan Kami teruskan jejak mereka dengan mengutus Isa putra Maryam,
membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat. Dan Kami menurunkan Injil
kepadanya, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, dan membenarkan Kitab
yang sebelumnya yaitu Taurat, dan sebagai petunjuk serta pengajaran untuk
orang-orang yang bertakwa”
Isi pokok kitab injil adalah ajaran untuk hidup dengan zuhud dan
menjauhi kerasukan dan ketamakan dunia. Ini dimaksudkan untuk meluruskan
kehidupan orang-orang yahudi yang materialistis
d. Al Qur’an
Al quran adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi terakhir, Muhammad
SAW sebagai petunjuk hidup umatnya. Berbeda dengan kitab-kitab
sebelumnya yang hanya terbatas untuk satu kaum, al quran tidak hanya
diturunkan untuk bngsa
arab, melainkan untuk seluruh umat. Firman allah swt:
َاِنَّ ۤا اَ ۡنزَ ۡل ٰنهُ قُ ۡرءٰ نًا َع َربِيًّا لَّ َعلَّ ُكمۡ ت َۡعقِلُ ۡون
“Sesungguhnya Kami menurunkannya sebagai Qur'an berbahasa Arab, agar kamu
mengerti.”2
2. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah
Mencakup 4 perkara:
1. Mengimani bahwa kitab-kitab itu diturunkan dari sisi allah SWT
dengan sebenar- benarnya.
2
Adya Sukma Dewi”Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah INSKLUSI”(Univ
Pendidikan
Indonesia,2016)
2. Mengimani nama kitab-kitab yang wajib kita ketahui diantaranya
kitan Zabur, Taurat, Injil dan Al-qur’n.
3. Membenarkan berita-berita yang shahih yang dikandungnya, seperti
berita-berita yang terdapat dalam al-qur’an atau pada kitab-kitab yang ada
sebelum al-qur’an.
4. Mengamalkan hukum-hukum yang belum dihapus didalamnya juga ridha
menerimanya baik memahami pada hikmahnya ataupun tidak.3
3
Yufi Mohammad Nasrullah, Yasya Fauzan Wakila, Nurul Fatonah”Peneguhan Karakter Islam Peserta
Didik Melalui Rukun Iman Dengan Metode 3P (Peneguhan Pengamalan Pembiasaan)” Jurnal Pendidikan
Universitas Garut
AKHLAK ANAK TERHADAP ORANG TUA
Jika hak kerabat dan sanak keluarga telah ditegaskan secara jelas, maka sanak keluarga dari
kelahiran merupakan perkara yang ebih khusus dan lebih penting. Nabi saw, bersabda,
"Anak tidak dapat membalas jasa kedua orung tuanya kecuali jika ia menemukan orangtuanya
sebagai budak, lalu dibelinya dan dimerdekakannya."
" ﷲ ﻞﻴﺑ ﻲﻓ ﺩﺎﻬﺠﻟﺍﻭ ﺓﺮﻤﻌﻟﺍﻭ ﺞﺤﻟﺍﻭ ﺔﻗﺪﺼﻟﺍ ﻭ ﺓﻼﺼﻟﺍ ﻦﻣ ﻞﻀﻓﺍ ﻦﺑ ﺪﻟﻮﻟ ﺍﺮﺑ
"Berbuat baik kepada kedua orang tua lebih utama daripada shalat, sedekah, puasa, baji
umrah, dan berjihad dijalan Allah"
²Abu Ya'la dan ath-Thabrani dalam as-Shaghir dan al-Aushat meriwayatkan dari hadits Anas ra.
Seorang lelaki datang kepada Rasullah seraya berkata, Sesungguhnya aku ingin jihad tapi aku tidak
mampu, Nabi saw bertanya, "Apakah salah seorang dari orang naamu masih ada? Orang itu menjawab,
ibuku, Nabi saw bersabda, Menghadaplah kepada Allah dengan berbuat baik kepadanya. Jika kamu
telah melakukan hal itu maka kamu sudah haji umrah dan jihad," Sanadnya hasa.
Malik bin Rabi'ah berkata. "Ketika kami bersama Nabi saw, tiba tiba datang kepada beliau
seorang lelaki dari bani salamah dan berkat, 'ya Rosulullah, apakah masih ada kewajiban untuk berbuat
baik kepada kedua orang tuaku setelah keduanya wafat ? nabi saw menjawab.
ﺎﻤﻬﺑ ﻻﺇ ﻞﺻﻮﺗ ﻻ ﻲﺘﻟﺍ ﻢﺣﺮﻟﺍ ﺔﻠﺻﺍﻭ ﺎﻤﻬﻘﻳﺪﺻ ﻡﺍﺮﻛﺇﻭ ﺎﻤﻫ ﺪﻬﻋ ﺫﺎﻔﻧﺇﻭ ﺎﻤﻬﻟ ﺭﺎﻔﻐﺘﺳﻹﺍﻭ ﺎﻤﻴﻠﻋ ﺓﻼﺼﻟﺍ ﻢﻌﻧ
ﺏﻷﺍ ﻝﻮﻳ ﻥﺃ ﺪﻌﺑ ﻪﻴﺑﺃ ﺩﻭ ﻞﻫﺃ ﻞﺟﺮﻟﺍ ﻞﺼﻳ ﻥﺃ ﺮﺒﻟﺍ ﺮﻣﺃ ﻦﻣ ﻥﺇ
Salah satu kebajikan yang paling baik adalah seorang menyambung kerabat bapaknya
setelah " ".kematian
³Diriwayatkan oleh an - Nasa'i Ahmad dan al - Hakim . Abu Dawud meriwayatkan hadits serupa
sedangkan dalam Shahihain dari hadits Abu Hurairah disebutkan , seseorang lelaki bertanya , " siapakah
orang yang paling berhak diperlakukan dengan baik ? " Nabi saw menjawab . " Ibumu , kemudian Ibumu
, kemudian Ibumu , kemudian bapakmu " Lafazh ini adalah lafazh Muslim .
⁴Diriwayatkan oleh Abu Dawud , Ibnu Hibban dan al - Hakim , ia berkata , " Sahih sanadnya . "
⁵Diriwayatkan oleh Muslim
ﻪﺳﺃﺭ ﻖﻠﻌﻳ ﻭ ﻊﺑﺎﺴﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻪﻨﻋ ﻊﺑﺬﺗ ﻪﺘﻘﻴﻘﻌﺑ ﺔﺌﻴﻫﺭ ﻭﺃ ﻦﻴﻫﺭ ﻡﻼﻏ ﻞﮐ
Setiap bayi tergadai oleh aqiqahnya , maka disembelihkanlah (kambing) untuknya dan
dicukurlah " ".rambutnya pada hari ketujuh (setelah kelahirannya)⁶
Seseorang datang kepada Abdullah ibnu al - Mubarak mengadukan anaknya . Abdullah ibnu al -
Mubarak bertanya , " apakah engkau telah mendoakan kecelakaannya ? " Orang itu menjawab " Ya "
Abdullah
ibnu al - Mubarak berkata . " Kamu telah merusaknya . "
Kita dianjurkan untuk bersikap lemah lembut kepada anak Al - Aqra " bin Haris pernah
melihat Nabi , menciumi cucu beliau al - Hasan . Lalu AL - Aqra ' berkata , " Sesungguhnya aku
punya sepuluh anak tetapi aku belum pernah mencium seorang pun di antara mereka . " Nabi saw
bersabda .
" . Sesungguhnya orang yang tidak menyayangi tidak akan pernah disayang "⁷
Hasan pernah tersandung , sedangkan nabi saw , ketika itu sedang berada di atas mimbar .
Lalu Nabi . Turun menggendong nya seraya membacakan firman Allah . " Sesungguhnya harta dan
anak - anakmu adalah fitnah . "⁸
Abdullah bin Syadad berkata , " Ketika Rasulullah saw , shalat mengimami orang - orang tiba - tiba
Husain datang lalu menaiki tengkuk beliau ketika beliau sedang bersujud , lalu Nabi saw ,
memanjangkan sujud sampai - sampai orang mengira terlah terjadi sesuatu . Setelah selesai shalat
orang - orang bertanya . " Ya Rasullah ,
⁸Diriwayatkan oleh para pemilik kitab as - Sunah. At - Tirmidzi berkata . " Hasan Gharib . "
sesungguhnya engkau telah memanjangkan sujud sampai kami mengira telah terjadi sesuatu ? '
Nabi
saw bersabda
Begitu pula , Anda tidak boleh bepergian untuk suatu tujuan yang mubah ataupun yang sunnah
kecuali dengan izin orang tua . Keluar untuk menuntut ilmu adalah sunnah , kecuali jika Anda
menuntut ilmu yang wajib , seperti ilmu tentang shalat dan puasa , sedangkan di ne / ' geri Anda
tidak ada orang yang bisa mengajari Hal ini sama dengan seseorang yang masuk Islam kepadanya ,
maka ia wajib hijrah meninggalkan negeri itu dan tidak ada keterikatan dengan hak kedua orang
tuanya .
⁹Diriwayatkan oleh an - Nasa'i dan al - Hakim , ia berkata , " Sahih berdasarkan syarat Bukhari
dan
Muslim . "
Abu Sa'id al - Khudri berkara . " Seorang lelaki berhijrah dari Yaman kepada Rasullah saw , dan
ia ingin berjihad.lalu Rasullah saw bertanya .
. ؟ كاﻮﺑأ ﻦﻤ_ﻟﺎa \
؟ ﻚ ﻟ ﺎﻨﻧ ﺃ ﻞ ﻫ
Apakah keduanya telah memberikan izin kepadamu ? Orang itu menjawab , Tidak . ' Nabi saw
bersabda
ﺎﻤﻬﻧﺫﺄﺘﺳﺎﻓ ﻚﻳﻮﺑﺃ ﻰﻟﺇ ﻊﺟﺭﺎﻓ. ﺪﻴﺣﻮﺗ ﺪﻌﺑ ﻪﺑ ﷲ ﻰﻘﻠﺗ ﺎﻣ ﺮﻴﺧ ﻚﻟﺫ ﻥﺈﻓ ﺎﻤﻫ ﺮﻴﻓ ﻻﺇﻭ ﺪﻫﺎﺠﻓ ﻼﻌﻓ ﻥﺈﻓ
'Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan mintahlah izin dari keduanya Jika keduanya
memberi izin , maka engkau boleh berjihad dan jika keduanya tidak mengizinkan , maka berbuat
baiklah kepada keduanya karena hal itu merupakan sesuatu yang paling baik yang engkau hava
bertemu dengan Allah setelah tanibid . "
Datanglah lagi yang lain kepada Nabi saw . Untuk meminta pendapat beliau tentang
keikutsertaanya dalam peperangan . Lalu Nabi saw bertanya .
؟ ﺓﺪﻟﺍﻭ ﻚﻟ ﺍ
'Apakah engkau masih memiliki seseorang ibu ? "
Orang itu menjawab , Ya , ( masih ada ) . " Nabi saw bersabda
" Selalulah bersamanya karena sesungguhnya surga itu berada dikedua kakinya.¹⁰
Lingkungan terdiri dari berbagai jenis dan kita akan bahas akhlak kepada lingkungan
tersebut satu persatu.
1. Lingkungan Alami
Jenis lingkungan pertama adalah lingkungan yang terbuat secara alamiah atau tanpa
campur tangan manusia. Sudah seharusnya sebagai seorang muslim melestarikan alam
sebagai nikmat yang tak terhingga. Memanfaatkan alam dengan baik merupakan salah satu
contoh berakhlak kepada lingkungan.
Hal ini diungkapkan secara tegas dalam dalam hadits RasulullahSAW, yang berbunyi :
Dia (Allah) menundukkan untuk kamu; semua yang ada di langit dan di bumisemuanya
(sebagai rahmat) dari-Nya (QS Al-Jatsiyah [45]: 13). Ini berarti bahwaalam raya telah
ditundukkan Allah untuk manusia. Manusia dapat memanfaatkannyadengan sebaik-baiknya.2
2. Lingkungan Buatan
Berbeda dengan lingkungan alami, lingkungan buatan terbentuk akibat adanya usaha dari
manusia. Jenis lingkungan ini biasanya melibatkan teknologi, baik teknologi sederhana maupun
teknologi modern. Bicara soal akhlak kepada lingkungan buatan tidaklah sulit, karena sangat
berdampingan dengan kehidupan sehari hari seperti tidak membuang sampah di selokan dan
senantiasa menjaga fasilitas buatan yang diciptakan manusia itu sendiri.
3. Lingkungan Sosial
1
Umanailo, M Chairul Basrun. “Hakikat Dan Makna Lingkungan Bagi Kesejahteraan.” LawArXiv, 31
Dec. 2020. Web.
2
Hasnawati.(2020).akhlak kepada lingkungan.jurnal pendais,(2),217.
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan orang lain.
Interaksi sosial yang terjadi pada manusia ini membentuk lingkungan yang disebut lingkungan
sosial. Tentunya kita memiliki adab dan etika dalam bersosialisasi dengan yang terdekat dengan
kita yaitu keluarga lalu tetangga, teman, guru, murid dan sebagainya. Ada baiknya kita menjaga
silahturahmi di lingkungan sosial maka dengan demikian kita telah berakhlak kepada lingkungan
sosial.
A. Hakekat Berakhlak Pada Diri Sendiri
Islam mengajarkan manusia untuk menjaga diri baik fisik maupun mental. organ tubuh
kita harus dijaga dengan mengkonsumsi makanan yang halal dan baik. Jika kita makan
makanan yang tidak halal dan tidak baik itu berarti kita telah memanjakan diri kita sendiri.
Pikiran kita juga harus dipelihara dan dilindungi agar tertutupi oleh pikiran-pikiran kotor.
Jiwa harus dimurnikan agar menjadi orang yang beruntung. Seagaimana Firman Allah dalam
Q.S Asy Syam [91]: 9-10
هّٰللا هّٰللا
ِ سنُ ْواـ ۛ اِنَّ َ يُ ِح ُّب ا ْل ُم ْح
َسنِيْن ِ سبِ ْي ِل ِ َواَل تُ ْلقُ ْوا بِا َ ْي ِد ْي ُك ْم اِلَى التَّ ْهلُ َك ِة ۛ َواَ ْح
َ َواَ ْنفِقُ ْوا فِ ْي
Terjemahan
Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke
dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik.2
Jadi kesimpulannya, kewajian manusia terhadap dirinya sendiri adalah memenuhi
kebutuhan hidup baik lahir maupun batin. Secara fisik Islam menganjurkan penggunaan
benda-benda yang bersih sehat dan bermanfaat serta melarang penggunaan benda-benda yang
dapat menimbulkan kemudharatan. Islam juga melarang menggunakan segala sesuatu yang
memabukkan , memakan daging babi, karena semua itu meninbulkan kemudharatan pada
fisik. Islam juga tidak memperbolehkan orang telanjang tetapi mewajibkan mereka untuk
menutup aurat Islam juga menganjurkan kerja keras dan usaha yang halal atau tidak selalu
memohon belas kasihan.
C. sikap yang baik terhadap diri sendiri
1
Syarifah Habibah.” AKHLAK DAN ETIKA DALAM ISLAM” JURNAL PESONA DASAR Universitas Syiah Kuala Vol. 1 No. 4,
(Oktober
2015), hlm 73 - 87
2
Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar STUDI AKHLAK, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2004), hlm 145
Penerimaan diri adalah menerima diri sendiri dengan kekurangan dan
kelebihannya. dengan penerimaan diri ini, seseorang akan mengetahui siapa dirinya
sebenarnya, sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkannya
Keyakinan, bahwa orang dengan potensi yang dimilikinya memiliki
kepercayaan diri untuk melakukan sesuatu dengan kemampuan kemampuannya dan
melakukannya dengan usaha yang maksimal.
membantu untuk mendapatkan rasa harga diri yang dapat mengarah pada
pengakuan masyarakat.3
3
Ibid.,hlm .146
AKHLAK MURID TERHADAP GURU
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dan
tidak menyayangi orang yang lebih muda.” ( HSR. Ahmad dan At-Tirmidzi )
HAI Datang ke tempat belajar dengan ikhlas dan penuh semangat, sebagaimana sabda
Rosululloh saw :
1
Syekh Abdul Qadir al- jailani,Tasawuf,Terj.Aguk Irawan,(Jakarta:zaman,2012), hlm.
Datang ke tempat belajar dengan penampilan yang rapi, sebagaimana mestinya
sabda
Rosululloh saw :
· َ هَّللا َ ٌل ْال َج َم
ال
“Sesungguhnya Alloh itu indah dan suka kepada keindahan.”( HR. Ahmad,
Muslim dan
Al-Hakim )
Diam memperhatikan ketika guru sedang menjelaskan, sebagaimana hadits Abu Sa'id
Al- Khudri ra :
“Orang-orang pun diam seolah-akan ada burung di atas kepala mereka.” ( HR. Al-
Bukhori )
HAI Bertanya kepada guru bila ada sesuatu yang belum dia mengerti dengan cara baik.
Alloh berfirman :
· َا ْسَألُوْ ا َل ال ِّذ ْك ِر الَ لَ ُموْ ن
“Bertanyalah kepada ahli dzikr ( yakni para ulama ) bila kamu tidak tahu.”( Qs. An-
Nahl : 43 dan Al-Anbiya' : 7 )
Rosululloh saw bersabda :
الَ لُوْ ا لَ ْم لَ ُموا ا ا ُء ْال ِع ِّي السَُّؤ ا ُل
“Mengapa mereka tidak bertanya ketika tidak tahu ? obat dari ketidaktahuan adalah
bertanya ?” (HSR.Abu Dawud)
HAI Dan menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada faedahnya, sekedar
mengolok-olok atau yang dilatarbelakangi oleh niat yang buruk, oleh karena itu Alloh
berfirman :
· ا ا الَّ ِذ ْينَ ا الَ لُوْ ا ا َء لَ ُك ْم
“Wahai orang-orang yang percaya, janganlah kalian menanyakan sesuatu yang akan
dijawab oleh kalian.” ( Qs. Al-Maidah : 101)
Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya orang muslim yang paling besar dosanya adalah orang yang bertanya
tentang sesuatu yang tidak diharamkan, lalu menjadi diharamkan karena pertanyaannya itu.”
( HR. Ahmad, Al-Bukhori dan Muslim )
Berkata Imam Maimun bin Mihron : “Pertanyaan yang bagus menunjukkan dari
kefahaman.” ( AR. Al-Khothib Al-Baghdadi dalam Al-Jami' )
Menegur guru bila melakukan kesalahan dengan cara yang penuh hormat, sebagaimana
sabda
Rosululloh :
· لِ َم ْن ا َل هَّلِل ِ لِ ِكتَابِ ِه لِ َرسُولِ ِه َألِئ َّم ِة ْال ُم ْسلِ ِمينَ ا َّمتِ ِه ْم: ْلنَا, ُص ْي َحة
ِ َّال ِّديْنُ الن
“Agama adalah nasihat.” Kami ( Shahabat ) bertanya : “Untuk siapa ?” Beliau
menjawab
: “Untuk menta'ati Alloh, melaksanakan Kitab-Nya, mengikuti Rosul-Nya untuk para
pemimpin kaum muslimin dan untuk orang-orang umum.” ( HR. Ahmad, Muslim, Abu
Dawud, At-Tirmidzi dll )2
2
A.Mudjab Mahali dan Umi Mujawazah Mahali, Kode Etik Kaum Santri,(Bandung: Al-Bayan,Febuari,1988),hlm
AKHLAK GURU KEPADA MURID
Guru merupakan teladan yang harus diikuti oleh murid-muridnya, maka seorang guru
hendaknya membekali dirinya terlebih dahulu dengan ilmu yang luhur, akhlak yang mulia,
teladan yang baik dan contoh yang benar.i
Kewajiban pertama guru adalah menerima murid karena Allah, bukan untuk
kepentingannya sendiri, lalu memberikan nasehat bijak, memperhatikannya dengan mata penuh
kasih, memperlakukannya dengan lembut ketika ia tidak mampu menanggung riyadhah, lantas
mengasuhnya seperti orang ibu mendidik dan mengasuh bayinya dan seperti seorang ayah
penyayang nan bijak terhadap anaknya yang masih kecil.ii
Sebagai tahapan awal, guru sebaiknya memberinya tugas yang paling ringan terlebih
dahulu dan tidak membebani nya diluar batas kemampuan. Jika satu tahap terlewati baru
beranjak ke yang lebih berat.
Pantang bagi seorang guru mengambil keuntungan materiil maupun jasa pelayanan
dari muridnya dalam kondisi apapun ia juga tidak mengharap ganti dari Allah atas jerih
payahnya mendidik murid. Ia harus mendidik dan mengajarinya karena Allah sebagai bentuk
komitmen menjalankan perintahnya. Sebab, murid yang datang sendiri bukan karena pilihan
sang guru maupun upaya penarikan, melainkan atas bimbingan Allah dan hidayahnya,
merupakan hadiah dari Allah, sehingga harus ia terima dan ia ajari dengan sebaik-baiknya.
Karena itu, ia tidak boleh memungut keuntungan apapun darinya, baik berupa materi
maupun jasa pelayanan, kecuali dalam koridor yang telah diatur Allah. Jalan terbaik dalam hal
ini adalah mempekerjakannya dalam pekerjaan produktif yang memberikan hasil material bagi si
murid dan guru. Dalam kondisi demikian, ia tidak boleh menolak apa yang diberikan sang murid.
Guru mesti mendidik murid dengan penuh kesungguhan dan mendoakan kebaikan
jika menjumpai ada kekurangan atau kelesuan pada diri si murid. Guru harus bisa menjadi
tempat mengadu bagi murid, tempat yang aman untuk menyimpan rahasia mereka, tempat
berlindung, sekaligus motivator yang memompa semangat mereka dan mengokohkan
komitmen mereka untuk menapak jalan menuju Allah. Bukan malah menakut-nakuti dan
menjauhkannya dari jalan tersebut.
Guru mesti menjaga rahasia murid-muridnya dan tidak memberitahu siapapun mengenai
mengenai kondisi spiritual mereka. Ia mesti menyimpannya sebagai rahasia dan tidak
menyebarkannya kepada orang lain. Sebab, hal ini merupakan amanah. Jika ia melihat murid
melakukan tindakan yang tidak disukai bahkan dilarang oleh syariat maka guru
harus
i
Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah. Panduan Seorang Mukmin. Hal 113
ii
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani. Buku Pintar Tawasuf. Hal 49
menasehatinya secara personal atau rahasia dan mendidiknya, sembari mengingatnya agar
tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh aku telah diutus (oleh Allah) sebagai seorang
pengajar.” (HR Ibnu Majah). Sebagai pengajar, Rasulullah SAW merupakan sosok yang
bijaksana, melimpah kasih sayangnya, metode pengajarannya menyenangkan, ucapannya lugas
dan jelas, cerdas, memiliki perhatian yang besar kepada siapa saja muridnya.
Ada lima adab yang harus istiqomah diamalkan guru sebagai pengajar maupun
pendidik.
Pertama, mengajar bukan karena tujuan ingin mendapatkan imbalan dan bukan pula karena
mengharapkan ucapan terima kasih. Mengajar diniatkan sebagai salah satu cara untuk beribadah
dengan mengharapkan ridha Allah SWT.
Kedua, mengingatkan murid akan akhlak yang buruk dengan ungkapan kasih sayang,
tidak secara terang-terangan, dan dengan ungkapan yang lemah lembut bukan celaan. Alangkah
lebih baiknya para guru merenungi kata-kata hikmah dari Imam As-Syafie: “Siapa yang
menasihatimu secara sembunyi-sembunyi, maka ia benar-benar menasihatimu. Siapa yang
menasihatimu di khalayak ramai, dia sebenarnya menghinamu.” Nasihatilah murid-murid
kita dengan kasih sayang dan menutupi aibnya agar tidak diketahui orang lain.
Kelima, hendaknya guru berbuat sesuai dengan ilmunya, tidak mendustakan antara
perkataan dan perbuatan. Allah SWT berfirman, “Apakah kamu menyuruh manusia (melakukan)
kebajikan dan kamu melupakan (untuk menyuruh) diri kamu sendiri...” (QS. Al-Baqarah: 44).
Ketika murid tak mau mendengarkan dan mengikuti nasihat guru, alih-alih kita
marah dan menyalahkan perilaku murid, marilah bertanya dahulu pada diri sendiri, “Apakah
saya sudah menjadi guru yang beradab? Sudahkah saya melakukan apa yang saya katakan
kepada murid- murid?” Jangan pernah berdusta pada diri sendiri dan para murid! Jika murid
saja tak suka apalagi Allah SWT (QS Ash-Shaff: 3).
11. HAKIKAT BERAKHLAK KEPADA SESAMA MUSLIM
Maka bagi sesama muslim setidaknya ada 11 point yang mesti dilakukan
terhadap saudaranya (sesama muslim):
Banyak dari kita masih menyapa dengan "Hai", "Halo", "Pagi", padahal
ini tidak ada nilai ibadahnya. Didalam Islam, salam yang bernilai ibadah
(karena didalamnya ada doa) adalah Assalamualikum, dan dijawab dengan Wa
alaikum salam, minimal, atau ditambahkan dengan ucapan Warahmatullahi
wabarakatuh itu lebih baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
1
Muhammad Ali al-hasyim, “The Ideal Muslim”, Mitra Pustaka, 1, Januari 2000. Hl. 195.
“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik,atau balaslah (penghormatan
itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala
sesuatu” (QS Annisa : 86)
Hal ini tidak dimiliki oleh agama/ ajaran apapun hanya dalam din Islam.
Hadits riwayat Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:“Jika
salah seorang dari kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan ‘Alhamdulillah
(Segala puji bagi ALLAH)’ dan saudaranya atau orang yang bersamanya
mengatakan kepadanya ‘Yarhamukallah (Semoga ALLAH memberikan rahmat-
Nya kepadamu)’. Jika salah seorang mengucapkan ‘Yarhamukallah’, maka
orang yang bersin tersebut hendaklah menjawab ‘Yahdiikumullah wayushlih
baalakum (Semoga ALLAH SWT memberikanmu petunjuk dan memperbaiki
keadaanmu).”
Lemah lembut dan kasih sayang adalah ciri umat Rasulullah, tercermin
didalam surat Al Fath ayat 29 :
3
Muhammad Ali al-hasyimi, “The Ideal Muslim”, Mitra Pustaka,1, Januari 2000. Hl.310.
5. Tidak mendiamkannya lebih dari 3 hari
8. Menutupi aib
saudaranya
Aib disini adalah aib individual, bukan aib yang bersifat umum. Siapa
saja yang menutupi aib saudaranya di dunia maka Allah akan menutupi aibnya
di akhirat.
Suatu ketika seorang lelaki menemui Umar bin Khattab Radiallahu Anhu.
Maksudnya menyampaikan satu berita dengan harapan ia mendapat pujian dari
Khalifah kedua ini. Dihadapan Umar ia berkata: "Wahai Amirul Mukminin,
saya melihat si Fulan dengan si Fulanah berpelukan di balik pohon
kurma."
4
Muhammad, “The Ideal Muslim”, Mitra Pustaka, 1, Januari 2000. Hl. 271.
Lalu bagaimana reaksi Umar? Lelaki ini malah dijambak jubahnya oleh
Umar. Beliau sambil mengacungkan cambuk kepadanya seraya
5
Muhammad Ali al-hasyim, “The Ideal Muslim”, Mitra Pustaka, 1, Januari 2000.Hl. 288.
Akhlak muslim teerhadap non
muslim
Islam sejak awal mempunyai ibadah-ibadah tertentu yang wajib dilaksanakan oleh kaum
muslimin ( penganutnya ). Karena hal tersebut telah sama diakui dan telah di tetapkan menjadi
kewajiban mereka. Dan kaum muslimin tidak ada hubungan dengan pemeluk agama-agama
lainnya dalam masalah ibadah-ibada tersebut.
Namun demikian ajaran-ajaran ahlak tidak dilihat dari segi ini, umat islam diperintahkan
saling kenal mengenal dan saling berhubungan satu sama lain dengan seluruh penghuni jagatraya
ini dalam aspek-aspek kebaikan dan keutamaan yang tidak diragukan lagi.
Setiap muslim wajib melaksanakan perbuatan jujur, baik antar sesama maupun muslim
dengan non muslim. Demikian pula berbuat toleransi,menepati janji,sportip,kerja sama,pemura
dan lain sebagainya.
Allah telah memerintah agar kita kaum muslimin jangan terperangkap oleh kaum yahudi
dan nasrani didalam perdebatan yang membawa akibat permusuhan dan sedikitpun tidak ada
kebaikannya bagi agama.
Firman allah swt:
۞ ِم ْنهُ ْمÕب اِاَّل ِبالَّتِ ْي ِه َي اَحْ َس ۖ ُن اِاَّل الَّ ِذي َْن ظَلَ ُم ْوا ِ اَ ْه َل ْال ِك ٰتÕَواَل تُ َجا ِدلُ ْٓوا
ِ ي اُ ْن ِز َل اِلَ ْينَا َواُ ْن ِز َل اِلَ ْي ُك ْم َواِ ٰلهُنَا َواِ ٰلهُ ُك ْم َو
اح ٌد َّونَحْ ُن لَهٗ ُم ْسلِ ُم ْو َن ْٓ َوقُ ْولُ ْٓوا ٰا َمنَّا بِالَّ ِذ
Artinya:
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik,
kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, dan katakanlah, ”Kami telah beriman
kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami
dan Tuhan kamu satu; dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.”( QS. Al-ankabut, ayat:46 )
Kaumnya nabi musa as dan nabi isa as dianggap aneh, mengapa mereka selalu berdebat
dengan tajam dengan kaum muslimim tentang allah. Sebagaimana firman allah dalam al-quran:
قُلْ اَتُ َح ۤاجُّ ْونَنَا فِى هّٰللا ِ َوهُ َو َربُّنَا َو َربُّ ُك ۚ ْم َولَنَٓا اَ ْع َمالُنَا َولَ ُك ْم اَ ْع َمالُ ُك ۚ ْم َونَحْ ُن لَهٗ
ۙ ُم ْخلِص ُْو َن
Ar
tinya:
“Katakanlah (Muhammad), “Apakah kamu hendak berdebat dengan kami tentang Allah,
padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan
kamu, dan hanya kepada-Nya kami dengan tulus mengabdikan diri.”(QS. Al-baqarah,ayat:139)
Dalam suatu riwayat, pada suatu ketika terjadilah peristiwa berikut:
seorang yahudi mempunyai piutang pada nabi Muhammad saw. Ia menagihnya sambil
berkata: “hai bani mutalib. Kalian orang-orang yang sulit membayar hutang”. umar bin khatab
merasa perlu menghajar(memukul) orang yahudi yang tidak sopan terhadap (kedudukan)
rasulullah. Dan ketika umar bin khatab hendak mengambil pedang untuk membunuhnya,
rasulullah saw. Menenangkan saiyidina umar r.a dengan sabdanya:
“ saya dan dia lebih utama yakni lebih berhak dari pada kamu. Kalua kamu mau,
perintahkanlah dia agar mengambilnya dengan cara baik. Dan kamu juga perintah kepadaku
agar aku membayar dengan baik pula”. ( H.R. AHMAD)
Allah telah memerintahkan kaum muslimin untuk berbuat adil sekalipun kepadaorang jahat
atau kafir.
Sabda
rasulullah:
“doa orang-orang yang teraniaya itu mustajab dan jika ia berbuat jahat (ma’siat dengan
zina), maka kejahatanya menjadi tanggungan sendiri”.( H.R. thalami dari bin abi Hurairah b)
Dengan dalil-dalil al-quran dan hadits diatas,jelas bahwa islam telah menekannkan agar
jangan ada orangh islam yang berbuat seenaknya sendiri,melainkan segala langkah itu
harus dengan baik dan tidak menyalahi ajaran dan tutunan akhlak.
Suatu contoh dari akhlak yang baik ialah,melakukan sesuatu perbuatan serta sikap yang
baik kepada pemeluk agama dilur islam,sebagaimana diceritakan oleh ibnu umar sebagai berikut.
pada waktu kambingnya sendiri yang dirumah disembelih oleh keluargannya,kemudian
beliau kembali dari berpergian, beliau tahu bahwa kambingnya sudah dipotong,maka ia
berkata “Hadiakan sebagian daging nya kepada tentangga kita yahudi.” Beliau berbicara
demikian sampai dua kali. Sebab saya mendengar nabi saw bersabda:
“ jibril berulang kali memberikan wasiat kepadaku tentang jiran tentangga seolah-
olah aku mengira bahwa jira itu mewarisi.” (H.R. Bukhari )
Islam memerintahkan manusiamelakukan silahturahim (menyambung tali persaudaraan)
terhadap kerabat-kerabatnya. Kendati mereka ingkat terhadap agama yang dipeluknya. Karena
kalu ia setia kepada kebenaran, tentu ia tidak akan membangkang kepada keluarganya.
Sebagaimana firman allah dalam al-quran:
Firman allah swt:
Ar
tinya:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang
engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-
Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan.”( QS. Lukman ayat :15 )
Masalah tersebut kita tinjau dari segi perseorangan. Adapun dari segi umum isam telah
menentapkan, bahwa kekal(eksis)-nya kekuatan dan kejayaan serta kegemilangan kebudayaan
suatu bangsa,hanya bias dijamin dengan terjaminnya kehidupan moral pada bangsa itu. Apabila
moral bangsa itu telah runtuh, maka runtuh pulah negara dan bangsa itu.
Sebuah syair
berkata:
” sesunggunya bangsa itu tergantung moralnya;bila rusak moral maka binasalah
bangsa itu.” Syair ini sejalan dengan hadits nabi saw yang ditunjuk kepada kaum
keluarganya yang
kebetulan karena kedudukannya yang mulia mereka berperan memimpin umat di jazirah
arab dan mengendalikan pemerintahan yang kuat. Rasulullah saw berpesan kepada mereka.
Bahwa kekuasaan tidak akan kuat kecuali disertai dengan kekuatan moral yang baik.
Dari annas bin malik r.a. pada waktu kami disebuah rumah yang kebetulan disitu ada
beberapa orang muhajirin dan ansar,tiba-tiba rasulullah saw dating dan kita semua memberikan
tempat untuk beliau; lalu rasulullah saw berdiri didekat pintu sambal memegang
tanganya dan bersabda:
“pemimpin-pemimpin dari orang-orang quraisy,aku mempunyai hak atasmuyang sangat
besar,dan merekapun juga mempunyai hak seperti itu,sepanjang mereka melaksanakan tiga hal:
(1) apabila diminta untuk membertikan kasih saying, mereka berkasih sayag, (2) apabilah
mereka menghakimi, mereka berbuat adil,(3) dan apabila mereka berjanji mereka menunaikan
janjinya.Maka barang siapa tidak mampu melaksanakan tiga hal itu, baginya akan mendapat
laknat allah dan malaikat serta manusia semua”.
Didalam hadits ini dengan tandas dikemukakan bahwa sesungguhnya suatu bangsa
negara atau keluarga tidak mempunyai arti da kedudukan apa-ap, kecualai memiliki sifat-sifat
mulia yang dipertahankannya didunia/masyarakat dan mampu mencapai prestasi karya-karyanya
yang berguna.
Suatu gambaran seorang hakim yang membawah nama islam dalam al-quran, tapi
kemudian ternyata hakim tersebut tidak adil dalam mengadili suatu kasus/perkara, tidak
mempunyai tenggang rasa dalam kebutuhan da menepati janji,maka hakim tersebut,atas nama
islam dan al-quran,sesungguny telah melepaskan diri dari factor-faktor kemanusiaanya yang
utama. Dan jadilah ia orang yang berhak mendapat kutukan seluruh mahluk didunia.
“ apabila allah menghendaki kebaikan bagi suatu kam,maka dia mengangkat orang-
orang yang bijaksana (cendikiawan) sebagai pejabat yang mengelolah urusan mereka, dan
dia
memberikan harta kepadaorang-orang yang pemurah. Dan apabila allah menghendaki
kejelekan bagi suatu bangsa/kaum, maka ia mengangkat orang-orang yang bodoh sebagai
pejabat yang mengurus urusanmereka,dan dia menyerahkan hrta kekayaan kepada orang yang
kikit”.(H.R. Abu dawud)
1
Drs. H . MOH. RIFA’I,“Ahklak seoramh muslim”, Compering by.CV.WICAKSANA Semarang
JL.Purwosari
11/15 Semarang, Januari 1986, hal 68-73
Memelihara Silahturahmi dengan Orang Non-Muslim
Toleransi dan kemanusia islam sampai sedemikian jauh menuntun untuk memegang
teguh tali silatuhrahmi sekalipun keluarganya tidak beragama islam. Abdulah bin AMR bin Ash
berkata:
“Saya mendengan Nabi saw berbicara secara terbuka : keluarga bapaknya si fulan
bukanlah temanku, karena temanku adalah allah dan orang orang yang beriman, namun
mereka berhak atas ikatan silatuhrami denganku yang akan senantiasa kuakui dan kupegang
teguh.” (Muttafaq’alaih)
Ketika turun ayat “berikanlah peringatan kepada keluargamu yang terdekat “ (QS.asy-
Syu’ara
126;214),nabi saw memanggil orang-orang quraisy. Mereka berkumpul dan nabi
memberikan ceramah kepada mereka dengan pernyataan yang umum dan khusus ;
“wahai para keturunan Syams, wahai para keturunan ka’bin Luay, selamatkan dirimu
dari api neraka. Wahai anak cucuk manaf, selamatkan dirimu dari api neraka. Wahai keturunan
Hasyim, selamatkan dirimu dari api neraka. Wahay keturunan Abdul Muthalib, selamatkan
dirimu dari api neraka. Wahay Fatimah , selamatkan dirimu dari api neraka. Saya tidak bisa
melindungi
dari siksa Allah, namun ada kaitan silatuhrami diantara kita yang akan saya pegang
teguh” (HR.Muslim)
Hati seorang muslim dipenuhi dengan rasa kemanusiaan yang mendorong untuk berlaku
baik kepada saudara-saudaranya , sekalipun mereka tidak beragama islam. Ekspresi Nabi saw,
“Namun ada ikatan silahturahmi diantara kita yang akan saya pegang teguh ( secarah harfiah
berarti berlinang atau membasahi)” merupakan contoh bahasa arab, sebuah metafora dimana
ikatan silatuhrami (rahim) disamakan dengan dunia dan “diairi” dengan memegang teguh ikatan
tersebut, sehingga ia mengeluarkan buah cinta dan ketulusan. Jika ia diputus, ia akan menjadi
gersang dan menghasilkan kebencian dan permusuhan. Seorang muslim sejati bersikap baik
kepada setiap orang dan disukai oleh setiap orang, karena mereka melihat karakterik yang baik
yang terinternalisasi pada dirinya.
Oleh karena itu, umar tidak memandang sebagai kesalahan dengan memberikan pakaian
yang diberikan Nabi kepadanya saudara tengahnya (melalui ibunya) yang musyirk. (HR.
Bukhari-muslim)
kita telah melihat bagaimana islam mendorang kita untuk memperlakukan orang tua
dengan baik dan hormat, sekalipun mereka adalah orang musyrik , dan kita skarang melihat
bagaimana islam mendorang kita untuk memperlakukan keluarga kita sama baiknya ,
sekalipun mereka juga tidak beragama islam. Ini merupakan indikasi toleransi dan
kemanusiaan islam, yang tidak mengherankan manakalah kita mengingat firman Allah
“ kami mengutusmu sebagai rahmatan lil’alamin (rahmat bagi sekalian alam)”
(QS. Al-
anbiya’
21:107),
sabda Nabi saw
“sesungguhnya saya utus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Malik
dalam al- Muwathatha’)2
2
Muhammad Ali al-Hasyimi, “MUSLIM EDEAL”, MITRA PUSTAKA Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta,
Januari
2000, hal 161-163