Anda di halaman 1dari 12

STATUS MEDIS

HOLISTIK KOMPREHENSIF
NON INFEKSI : “ASMA”

Oleh :
Novita Lesiela Wali’ulhaq Payapo
202020401011141

Pembimbing :
dr. Rubayat Indradi, M. OH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
I. Definisi

Asma adalah penyakit heterogen yang ditandai dengan peradangan saluran napas

kronis yang dikaitkan dengan hiperresponsif saluran napas (respons penyempitan saluran

napas yang berlebihan terhadap pemicu tertentu seperti virus, alergen, dan olahraga) dan

didefinisikan oleh episode mengi yang berulang, sesak napas, sesak di dada dan batuk yang

bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya, terkait dengan variabel pembatasan

aliran ekspirasi.1 Asma akibat kerja atau Occupational asthma (OA) adalah adanya

gangguan aliran udara pernafasan dan hipereaktivitas bronkus akibat agen (polutan)

spesifik di tempat kerja berupa gas, debu, kabut, maupun uap. Pekerja yang mempunyai

asma / riwayat pernah menderita asma sebelumnya dan kemudian menjadi lebih buruk

setelah terpapar polutan tempat kerja disebut Work Exacerbated Asthma (WEA) atau asma

yang diperburuk oleh lingkungan kerja.2 Asma secara klinis ditandai oleh serangan

berulang sesak napas, dada terasa berat, dan mengi (wheezing), yang sering berkaitan

dengan batuk; secara fisiologis oleh penyempitan reversibel yang luas saluran napas

bronkus serta peningkatan mencolok responsivitas bronkus terhadap rangsangan inhalan;

dan secara patologis oleh peradangan limfositik eosinofilik mukosa bronkus. Penyakit ini

juga ditandai oleh secara patologis oleh "remodeling" mukosa bronkus, disertai penebalan

lamina retikularis di bawah epitel saluran napas dan hiperplasia sel semua unsur struktural

dinding saluran napas-pembuluh darah, otot polos, serta kelenjar sekretorik dan sel goblet.3
II. Epidemiologi

Asma merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Sekitar 300 juta

penduduk dunia diperkirakan menderita asma, dengan 250.000 kematian setiap tahun

akibat asma . Prevalensi asma terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, pasien asma

di negara maju sekitar 15% hingga 20% orang, dan di negara berkembang sekitar 2%

hingga 4%. Prevalensi paling tinggi dijumpai di negara Australia (21,5%), Swedia

(20,2%), Inggris (18,2%), Belanda (15,3%), dan Brazil (13%). Epidemiologi asma pada

orang dewasa di negara benua Asia belum sepenuhnya diketahui akibat minimnya

penelitian di daerah Asia.4 Prevalensi penyakit asma di Indonesia berdasarkan hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia tahun 2018 didapatkan prevalensi asma di

Indonesia 2,4% dengan prevalensi asma tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (4,59%),

Kalimantan Timur (4,0%), dan Bali (3,9%).5

Asma akibat kerja merupakan penyakit paru-paru akibat kerja yang paling umum di

negara-negara industri, dan yang paling umum kedua penyakit paru akibat kerja dilaporkan

setelah pneumokoniosis di negara berkembang.6 Proporsi median kasus asma orang dewasa

yang disebabkan oleh pajanan pekerjaan adalah antara 10% dan 15%. Fraksi yang

disebabkan oleh populasi tampaknya serupa di negara industri dan negara berkembang

yang ditandai dengan industrialisasi yang pesat (13-15%), tetapi lebih rendah di negara

berkembang yang kurang industri (6%).7,8 Sekitar 360 juta orang di seluruh dunia terkena

dan diperkirakan hingga 25% dari asma onset dewasa terkait dengan pekerjaan6

III. Faktor Risiko2,9,10,11

a. Proses produksi 2,9, 10


Pada video proses produksi menunjukkan bahwa terdapat beberapa proses dimana

pekerja menghirup yang belum di cuci, hal ini dapat menyebabkan debu, kotoran yang ada

di daun teh terhirup kedalam saluran pernafasan. Selain itu pada video pekerja menghirup

teh pada proses penggilingan yang menyebabkan debu teh terhirup kedalam saluran

pernafasan. Hal tersebut menjadi faktor resiko terkuat sebagai pemicu asma yang dapat

memicu reaksi alergi atau mengiritasi saluran nafas.

Asma sering digambarkan sebagai penyakit alergi di mana alergen atau eksposur

tertentu di tempat kerja dapat memicu serangan penyempitan jalan napas dan melalui

paparan lanjutan dapat menyebabkan radang saluran napas dan peningkatan respon jalan

napas. Hubungan antara alergi dan asma jauh lebih tinggi di negara dengan pendapatan

rendah. Beberapa penyebab asma okupasional melibatkan alergi. Gejala akut, termasuk

batuk, sesak dada, dan rhinorrhea, diamati oleh beberapa penelitian pada pekerja teh

selama bekerja. Paparan debu teh dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, dan prevalensi

sensitisasi ditemukan pada pekerja teh lebih tinggi, khususnya pada pekerja teh herbal.

b. Lingkungan Kerja 2,10

Pada video proses produksi, debu teh yang berada pada hampir sebagian proses

produksi dapat terinhalasi oleh pekerja jika pekerja tidak menggunakan masker yang

merupakan APD ( Alat Pelindung Diri). Asma okupasional pada kalangan pekerja

tanaman, biji-bijian, dan kacang-kacangan sering ditemukan. Asma okupasional karena

debu teh, debu yang dilepaskan selama pengolahan daun teh dan proses pembungkusan teh

telah banyak dilaporkan.

Dalam sebuah studi tentang penggilingan buah dan teh kering, total ukuran debu

berkisar antara 8,3 hingga 24,9 mg / m dengan rata-rata 8,8 mg / m yang mana termasuk
3 3
dalam kategori dapat terhirup. Debu teh yang terhirup bisa mencapai saluran pernapasan di

mana saja dari hidung hingga alveoli dan menyebabkan efek di seluruh sistem pernapasan,

sedangkan jika ukuran partikel yang lebih kecil, bisa memasuki daerah alveolar paru dan

menyebabkan fibrosis. Asma akibat kerja yang disertai masa laten biasanya disebabkan

oleh paparan agen dengan berat molekul besar (HMW) dan sebagian LMW. Mekanisme

terjadinya melalui proses imunologi dengan terbentuknya IgE (reaksi hipersensitivitas tipe

I). Dalam peneltian, didapatkan data bahwa terdapat seorang pekerja berusia 55 tahun yang

pekerja pada unit produksi kemasan teh yang memiliki asma terhadap paparan bubuk teh,

ia tidak memiliki riwayat penyakit dada sebelumnya, dan uji skin prick test terhadap

larutan debu teh dan berbagai alergen umum semuanya negatif. Diagosis ditegakkan

dengan pembacaan laju aliran ekspirasi puncak serial, bronchial provocation challenge

dengan bubuk teh menunjukkan reaksi asma lanjut (late asthmatic reaction).

c. Pekerja 2,10,11

Pada video proses produksi, selama proses produksi pekerja tidak menggunakan

APD (Alat Pelindung Diri) yang sesuai standar yang merupakan salah satu yang dapat

meningkatkan faktor risiko. Pekerja yang kurang disiplin dalam menggunakan masker

selama proses kerja juga dapat menjadi faktor risiko. Faktor predisposisi terjadinya asma

akibat pekerja adalah atopi dan merokok. Atopi merupakan faktor predisposisi pada asma

akibat bahan dengan berat molekul besar. Sedangkan merokok pada orang atopi

mempermudah sensitisasi allergen dalam lingkungan kerja. WHO mengestimasi 36,5%

asma okupasional dan 27% asma terkait pekerjaan dapat dicegah jika pajanan yang

berisiko sebagai allergen pada lingkungan dihilangkan. Pekerja dengan asma sebaiknya

menghindari bekerja pada tempat pekerjaan yang terpapar debu.


IV. Rencana Penatalaksanaan 2,12, 13, 14

a. Promotif

- Penyuluhan pemakaian alat pelindung pada pekerja sehingga dapat memastikan

pekerja tahu bagaimana cara menggunakan APD dengan benar dan efektif, pekerja

tidak melepas APD selama aktivitas kerja baik ketika berbicara atau bernapas,

selain itu pekerja juga harus menerima pelatihan tentang perawatan, dan

pemeliharaan APD, termasuk pembersihan, dan penyimpanan

- Memberikan edukasi kepada pekerja mengenai penyakit asma ditempat kerja,

mengetahui agen pencetus, serta melaporkan kejadian asma untuk dilakukan

investigasi oleh bagian K3

b. Preventif

- Meskipun ada faktor pejamu genetik pada pekerja yang mengembangkan asma

akibat kerja karena sensitisasi terhadap agen kerja, apabila faktor genetik telah

diketahui maka faktor predisposisi lainnya harus dikontrol. Idealnya dengan

menghindari penggunaan agen yang menyebabkan asma kerja bila memungkinkan

dan mengganti zat yang lebih aman untuk agen ini. Bila tidak memungkinkan

penggunaan robot sebagai pengganti pekerja, memindahkan pekerja yang

teridentifikasi ketempat dengan paparan yang lebih rendah (paparan tinggi pada

bagian penimbangan, pencampuran, dan pembentukan adonan), peningkatan

ventilasi umum dan lokal dan penggunaan peralatan pelindung pernapasan yang

efektif.
- Pada pekerja yang sudah menderita asma sebelumnya (tidak disebabkan oleh

paparan kerja). Kontrol asma yang optimal sesuai dengan pedoman, pekerja yang

menderita asma memiliki akses untuk obat pereda mereka di tempat kerja.

- Peningkatan pengetahuan serta pengaplikasian yang tepat dan tindakan

pengendalian debu yang efektif, ditambah dengan pelatihan dan pengawasan untuk

mengurangi paparan di pabrik teh

- Selain pelatihan keselamatan umum untuk semua pekerja, pendidikan khusus yang

diarahkan pada penderita asma tentang kemungkinan dampak paparan terhadap

asma juga dapat berkontribusi untuk meningkatkan kepatuhan terhadap tindakan

perlindungan yang tepat dan meningkatkan pelaporan awal untuk bantuan medis

- Mendeteksi sensitisasi alergi dan gejala rinitis atau asma secara dini sebelum

penyakit menjadi parah atau ireversibel. Alat yang dapat digunakan kuesioner

pernapasan berkala, spirometri, tes imunologi spesifik (sIgE, tes tusuk kulit).

Kuesioner pernapasan secara rutin digunakan untuk merekam gejala yang sudah

ada sebelumnya dan gejala baru pada pekerja berisiko tinggi, sehingga pada pekerja

yang dicurigai dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

c. Kuratif

Penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi : 1) Penatalaksanaan asma akut/saat

serangan dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang

1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)

Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :

o Bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)

o Kortikosteroid sistemik
2. Penatalaksanaan asma jangka panjang

Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan

mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan

klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi : 1)

edukasi, 2) Obat asma (pengontrol dan pelega) dan menjaga kebugaran

Edukasi

o Kapan pasien berobat/mencari pertolongan

o Mengenali gejala serangan asma secara dini

o Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu

penggunaannya

o Mengenali dan menghindari faktor pencetus

o Kontrol teratur

Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain:

o Inhalasi kortikosteroid

o β2 agonis kerja panjang

o Antileukotrien

o Teofilin lepas lambat

d. Rehabilitatif

- Melakukan optimalisasi pengobatan asma okupasional pada pekerja yang telah

terdiagnosis. Pada pekerja yang lainnya tetap ditekankan untuk indentifikasi dini,

diagnosis dan manajemen dini sehingga didapatkan prognosis yang lebih baik.
- Menghindari paparan alergen baik di rumah ataupun pada tempat kerja, berhenti

merokok, serta konsumsi gizi cukup dan seimbang (pola hidup bersih dan

seimbang)

- Pasien asthma dengan gejala pernafasan yang tidak terkontrol dengan baik dapat

melakukan pelatihan pernafasan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien.


V. Referensi

1. Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and

prevention. Updated 2020. http://www.ginas thma.org. Accessed 18 October 2021.

2. Setiati S, Idrus A, Aru WS, Marcellus SK, Bambang S, Ari FS. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi Keenam. Jilid I. InternaPublishing: Jakarta;2017.

3. Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J. Farmakologi Dasar & Klinik, Vol.2, Edisi

12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2014.

4. Hashmi MF, Tariq M, Cataletto ME. Asthma. [Updated 2021 Oct 18]. In: StatPearls

[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.

5. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia

tahun 2018. http:// labmandat.litbang.depkes.go.id/images/download/laporan/

RKD/2018/Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf

6. World Health Organization. Global surveillance, prevention and control of chronic

respiratory diseases: a comprehensive approach, 2014

7. Munoz X, Cruz MJ, Bustamante V, et al. Work-Related Asthma: Diagnosis and

Prognosis of Immunological Occupational Asthma and Work-Exacerbated Asthma. J

Investig Allergol Clin Immunol 2014;24(6):396-405

8. Centers for Disease Control and Prevention. Workrelated Asthma in 22 States. Morbidity

and Mortality Weekly Report 2015;64(13):343.

9. Global Asthma Network. The Global Asthma Report 2018 [internet]. New Zealand:

Global Asthma Network; 2018 [cited 2021 Oct 18]. Available from :

http://www.globalasthmareport.org/Global%20Asthma%20Report%202018.pdf
10. Shieh et al. 2012. Pulmonary function, respiratory symptoms, and dust exposures among

workers engaged in early manufacturing processes of tea: a cohort study. BMC Public

Health.

11. A A Arif, LW Whitehead, G L Delclos. Prevalence and risk factors of work related

asthma by industry among United Stated workers : data from the third national health and

nutrition examination survey. Occup Environ Med; 2002 [cited 2021 Oct 18]. Available

from: 10.1136/oem.59.8.505

12. American Lung Association. Guide to Controlling Asthma at Work [internet]. 2020 [cited

2021 Oct 18]. Available from: https://www.lung.org/lung-health-diseases/lung-disease-

lookup/asthma/living-with-asthma/creating-asthma-friendly-environments/guide-to-

controlling-asthma-at-work

13. Jolly AT, Julia EK, Karin AP, Tee LG, Howard MK, Jeremy JB, Mark HH, Bruce KB,

Mathew ST, Kurt TH, Philip H. Work-Related-Asthma. American College of

Occupational and Environmental Medicine [internet]. 2015 Okt [ cited 2021 Oct

18];57(10):121-9. Available from:

https://acoem.org/acoem/media/News-Library/Work_Related_Asthma-JOEM.pdf 

14. GINA. Asthma Management and Prevention for Adults and Children Older than 5 Years:

A Pocket Guide for Health Professionals [internet]. USA: Global Initiative For Asthma;

2020 [cited 2021 Oct 18].Available From: https://ginasthma.org/pocket-guide-for-

asthma-management-and-prevention/

15. Tarlo SM, Lau A. Update on the management of occupational asthma and work-

exacerbated asthma. Allergy, Asthma Immunol Res [Internet]. 2019;11(2):188–200.


Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6340795/pdf/aair-11-

188.pdf.

16. Departemen Ilmu Penyakit Paru Fk Unair. Buku Ajar Ilmu Penyakit. Surabaya:

Departemen Ilmu Penyakit Paru Unair;2010

17. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular - Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia. Gerakan Masyarakat : Definisi Asma;2018

http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/paru-obstruktif-kronik-dan-gangguan-

imunologi/definisi-asma

18. Perhimpunan Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru di Indonesia;2017

19. Jeebhay MF, Baatjies R. Prevention of Baker’s Asthma. Physiol Behav [Internet].

2020;20(12):139–48. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7326308/pdf/nihms-1601802.pdf

20. Ahmad S. Diagnosis and Management of Bacterial Conjunctivitis. 2018;2(11):80–5.

Available from: https://www.actascientific.com/ASPS/pdf/ASPS-02-0162.pdf.

Anda mungkin juga menyukai